Selasa, 29 Juni 2021

MODUL PELATIHAN PENINGKATAN KOMPETENSI SEJARAH BERBASIS KECAKAPAN ABAD XXI | MALANG MEI 2021 | SMK

SMK

Guru Sekolah Menengah Kejuruan

S E J A R A H

Modul Pelatihan

 

 

Pelatihan Peningkatan Kompetensi

Berbasis Kecakapan Abad 21

 

 

MATA PELAJARAN SEJARAH

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

(SMK)

 

 

Penulis:

Syachrial Ariffiantono, M.Pd.

Rif'atul Fikriya, S.Pd., S.Hum., M.Pd.

Didik Budi Handoko, S.Pd.

Yudi Setianto, M.Pd.

 

Penyunting:

Endang Setyoningsih, S.Pd

Septa Rahadian, M.Pd

 

Tata Letak:

Nugroho Susanto, S.E., M.Pd.

 

 

Copyright © 2019

Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik  Dan Tenaga Kependidikan

Pendidikan Kewarganegaraan Dan Ilmu Pengetahuan Sosial

Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

 

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengopi sebagian atau keseluruhan isi buku ini untuk kepentingan komersial

tanpa izin tertulis dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.


DAFTAR ISI

                                                                                                                         Hal

DAFTAR ISI 1

DAFTAR GAMBAR_ 6

DAFTAR TABEL 7

PENDAHULUAN_ 8

SARAN PENGGUNAAN MODUL 10

I.        Pembelajaran Berbasis Kecakapan Abad 21 11

A.  Kompetensi 11

B.   Indikator Pencapaian Kompetensi 11

C.   Uraian Materi 11

1.       Permasalahan Abad 21_ 12

2.       Karakteristik Manusia Abad 21_ 15

3.       Pendidikan Abad 21_ 16

4.       Kerangka Konsep Berpikir Abad 21 di Indonesia_ 20

5.       Contoh Perencanaan Pembelajaran 4Cs dalam Mata Pelajaran Sejarah_ 22

D.  Aktivitas Pembelajaran_ 24

E.   Penilaian_ 25

F.   Referensi 25

II.         Metode Penelitian Sejarah_ 26

A.   Kompetensi 26

B.   Indikator Pencapaian Kompetensi 26

C.   Uraian Materi 26

1.       Sejarah Sebagai Ilmu_ 26

2.       Sumber Sejarah dan Fakta Sejarah_ 29

3.       Objektivitas dan Subjektivitas dalam Sejarah_ 30

4.       Metode Penelitian Sejarah_ 31

5.       Jenis-jenis Penelitian Sejarah_ 32

6.       Tahap-Tahap dalam Penelitian Sejarah_ 35

D.  Aktivitas Pembelajaran_ 49

E.   Penilaian_ 50

F.   Referensi 51

III.      Praaksara Indonesia_ 52

A.   Kompetensi 52

B.   Indikator Pencapaian Kompetensi 52

C.   Uraian Materi 52

1.       Lingkungan Alam Masyarakat Praaksara Indonesia_ 52

2.       Manusia Purba_ 56

3.       Kebudayaan Masyarakat Praaksara Indonesia pada Masa Batu_ 65

4.       Kebudayaan Masyarakat Praaksara Indonesia pada Masa Logam__ 72

5.       Perkembangan Kehidupan Sosial, Budaya, Ekonomi dan Kepercayaan Masyarakat Praaksara Indonesia  74

D.  Aktivitas Pembelajaran_ 82

E.   Penilaian_ 83

F.   Referensi 84

IV.        Sejarah Indonesia Kuna_ 86

A.   Kompetensi 86

B.   Indikator Pencapaian Kompetensi 86

C.   Uraian Materi 86

1.       Kutai dan Tarumanegara_ 86

2.       Sriwijaya_ 89

3.       Mataram Hindu_ 92

4.       Kadiri dan Janggala_ 97

5.       Singhasari 100

6.       Majapahit 103

D.  Aktivitas Pembelajaran_ 107

E.   Penilaian_ 108

F.   Referensi 109

V.       Sejarah Indonesia Baru_ 111

A.   Kompetensi 111

B.   Indikator Pencapaian Kompetensi 111

C.   Uraian Materi 111

1.       Perkembangan Kerajaan Islam Awal di Indonesia_ 111

2.       Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialisme Barat  121

D.  Aktivitas Pembelajaran_ 130

E.   Penilaian_ 131

F.   Referensi 132

VI.        Sejarah Indonesia Modern_ 134

A.   Kompetensi 134

B.   Indikator Pencapaian Kompetensi 134

C.   Uraian Materi 134

1.       Konsep Nasionalisme_ 134

2.       Hakekat Pergerakan Nasional di Indonesia_ 136

3.       Organisasi Modern Masa Pergerakan Nasional 141

D.  Aktivitas Pembelajaran_ 158

E.   Penilaian_ 158

F.   Referensi 160

VII.     SEJARAH INDONESIA KONTEMPORER_ 162

A.   Kompetensi 162

B.   Indikator Pencapaian Kompetensi 162

C.   Uraian Materi 162

1.       Pendudukan Jepang dan Proklamasi Kemerdekaan RI 162

A. Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Pendudukan Jepang_ 164

B. Peristiwa Rengasdengklok_ 169

C. Perumusan Naskah Teks Proklamasi Kemerdekaan_ 174

2.       Demokrasi Liberal di Awal Kemerdekaan RI 175

3.       Demokrasi Terpimpin_ 179

4.       Pemerintahan Orde Baru_ 197

5.       Era Reformasi 201

D.  Aktivitas Pembelajaran_ 204

E.   Penilaian_ 205

F.   Referensi 206

VIII.        Desain Pembelajaran Sejarah SMK_ 208

A.   Kompetensi 208

B.   Indikator Pencapaian Kompetensi 208

C.   Uraian Materi 210

1.       Analisis SKL, KI, dan KD Sejarah SMK_ 210

a.       Perumusan Indikator Pencapaian Kompetensi 216

b.       Konsep Berpikir Tingkat Tinggi 220

c.       Kompetensi Keterampilan 4cs (Creativity, Critical Thinking, Collaboration, Communication)  230

2.       Model-model Pembelajaran Sejarah SMA_ 232

a.       Pendekatan Saintifik pada Kurikulum 2013_ 233

b.       Model-model Pembelajaran Sejarah berdasar Kurikulum 2013_ 239

3.       Strategi Mengembangkan Pembelajaran Berpikir Tingkat Tinggi 246

4.       Prinsip Pembelajaran_ 248

5.       Langkah Desain Pembelajaran_ 256

6.       Pengembangan RPP_ 259

a.       Pengertian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)_ 259

b.       Komponen RPP_ 259

c.       Prinsip-Prinsip Penyusunan RPP_ 265

d.       Langkah-Langkah Penyusunan RPP_ 266

e.       Format RPP_ 271

D.  Aktivitas Pembelajaran_ 273

E.   Penilaian_ 278

F.   Referensi 282

IX.        Penilaian dan Pengembangan Soal HOTS 283

A.   Kompetensi 283

B.   Indikator Pencapaian Kompetensi 283

C.   Uraian Materi 283

1.       Penilaian_ 283

2.       Penulisan dan Pengembangan Soal HOTS_ 298

3.       Langkah-langkah Penyusunan Soal HOTS_ 301

D.  Aktivitas Pembelajaran_ 306

E.   Penilaian_ 310

F.   Referensi 312

X. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pembelajaran Abad XXI 313

A.   Kompetensi 313

B.   Indikator Pencapaian Kompetensi 313

C.   Uraian Materi 313

1.       Pengantar_ 313

2.       Pengertian Teknologi Informasi dan Komunikasi 315

3.       Internet untuk Pembelajaran_ 316

4.       Perangkat Lunak untuk Pembelajaran Abad XXI 328

5.       Pembelajaran Jarak Jauh Secara Luring_ 342

6.       Penutup_ 346

D.  Aktivitas Pembelajaran_ 347

E.   Penilaian_ 347

F.   Referensi 348

 

 


DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Kapak Perimbas (chopper). 79

Gambar 2. Pahat Genggam (Hand Axe). 79

Gambar 3. Cara Penggunaan Alat Serpih oleh Manusia Purba. 80

Gambar 6. Suasana sidang BPUPKI 167

 


 

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Peta Kompetensi Keterampilan 4Cs Sesuai dengan P21.. 20

Tabel 2. Indonesian Partnership for 21 Century Skill Standard (IP-21CSS). 22

Tabel 3. 4Cs dari IPK KD Pengetahuan.. 23

Tabel 4. 4Cs dari IPK KD Pengetahuan.. 24

Tabel 5. Contoh Analisis SMK Sejarah Kelas XI 212

Tabel 6. Tahapan Kemampuan Berpikir dan Materi 215

Tabel 7. Contoh penyusunan IPK dari KD. 3.6.. 218

Tabel 8. Proses Kognitif sesuai dengan level kognitif  Bloom. 221

Tabel 9. Kata Kerja Operasional Ranah Kognitif 225

Tabel 10. Ranah Afektif 225

Tabel 11. Kata kerja operasional ranah afektif 226

Tabel 12. Proses Psikomotor. 227

Tabel 13. Kata kerja operasional ranah psikomotor. 227

Tabel 14. Elemen dasar tahapan keterampilan berpikir kritis, yaitu FRISCO.. 228

Tabel 15. Peta Kompetensi Keterampilan 4Cs Sesuai dengan P21.. 231

Tabel 16. Indonesian Partnership for 21 Century Skill Standard (IP-21CSS). 231

Tabel 17. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi 247

Tabel 18. Hal-hal yang perlu dan tidak perlu dilakukan oleh guru.. 252

Tabel 19. Peran guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran.. 253

Tabel 20. Format pasangan KD dan Penetapan Target KD pengetahuan dan  keterampilan  256

Tabel 21. Format Perumusan IPK.. 257

Tabel 22. Format desain pembelajaran berdasarkan Model Pembelajaran.. 258

Tabel 22. Teknik dan Bentuk Instrumen Penilaian.. 288

Tabel 23. Teknik dan Bentuk Instrumen Penilaian Kinerja. 293

Tabel 24. Format Penilaian Proyek. 295

 

PENDAHULUAN

 

Peran guru profesional dalam pembelajaran sangat penting sebagai kunci keberhasilan belajar peserta didik. Guru profesional adalah guru yang kompeten membangun proses pembelajaran yang baik sehingga dapat menghasilkan pendidikan yang berkualitas. Kompetensi guru terdiri atas kompetensi profesional, pedagogik, sosial dan kepribadian yang harus dimiliki dan diperbarui setiap waktu salah satunya pada unsur pengembangan diri melalui keikutsertaan guru dalam pelatihan.

Pelatihan guru dirancang sesuai kebutuhan peningkatan kompetensi di lapangan, khususnya bagi Guru Sejarah SMK.

Tuntutan pembelajaran mengharuskan guru Sejarah SMK menguasai kajian keilmuan selain yang telah diperoleh saat guru menempuh pendidikan di universitas. Penguasaan guru terhadap kajian keilmuan dan meramunya menjadi keterpaduan merupakan kompetensi profesional yang harus dimiliki Guru Sejarah SMK.

Penguasaan terhadap materi saja tidak cukup, guru yang profesional juga harus memiliki kompetensi pedagogik meliputi merancang, melaksanakan dan melakukan evaluasi hasil belajar peserta didik. Guru mengorientasikan pembelajaran pada keaktifan peserta didik melalui kemampuan pemahaman terhadap peserta didik dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Modul Pelatihan Peningkatan Kompetensi Guru Sejarah SMK ini dipersiapkan untuk mendukung upaya peningkatan kompetensi profesional dan pedagogik guru sehingga mempermudah yang bersangkutan melaksanakan tugas mengajar di kelas. Modul ini menjelaskan tentang  Pembelajaran Kecakapan Abad 21, Metode Penelitian Sejarah, materi Praaksara Indonesia, Sejarah Indonesia Kuno, Sejarah Indonesia Baru, Sejarah Indonesia Modern, Sejarah Indonesia Kontemporer. Aktivitas pelatihan yang dirancang dalam modul ini menggunakan hasil Analisis Kompetensi Dasar yang sama dari materi pertama sampai dengan materi akhir, yaitu tentang Penilaian berbasis HOTS. Tujuan penggunaan KD yang sama agar peserta pelatihan dapat memiliki gambaran benang merah sebuah proses pembelajaran yang runtut dan utuh dari penggunaan KD, penguraian menjadi IPK, merancang aktivitas pembelajaran sesuai dengan IPK menggunakan Model Pembelajaran yang sesuai, Pengembangan RPP sampai pada penentuan alat ukur untuk menilai semua proses pembelajaran HOTS. Materi mengenai Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam pembelajaran Abad XXI melengkapi paket pembelajaran yang disajikan dalam Pelatihan Peningkatan Kompetensi Berbasis Kecakapan Abad XXI bagi Guru Mata Pelajaran Sejarah SMK.

 


SARAN PENGGUNAAN MODUL

 

Materi dalam modul ini dibagi menjadi dua kompetensi yaitu kompetensi profesional dan pedagogik. Modul ini adalah sebagai salah satu sumber belajar dalam kegiatan Pelatihan Peningkatan Kompetensi Berbasis Kecakapan Abad XXI. Disarankan mempelajari modul sesuai dengan materi yang sedang dipelajari. Setiap kegiatan pembelajaran dilengkapi dengan uji kepahaman dan uji kompetensi berupa aktivitas pembelajaran dan  penilaian. Uji kepahaman dan uji kompetensi menjadi alat ukur tingkat penguasaan Anda setelah mempelajari materi dalam modul ini. Bila Anda mengalami kesulitan dalam memahami materi dalam modul ini, silakan mendiskusikan dengan teman atau instruktur Anda.

 

 


 

                                                                             I.            Pembelajaran Berbasis Kecakapan Abad 21

A.        Kompetensi

Menjelaskan konsep pembelajaran abad 21 pada mata pelajaran Sejarah.

B.     Indikator Pencapaian Kompetensi

·   Menjelaskan permasalahan pendidikan Abad 21

·   Menjelaskan karakteristik manusia Abad 21

·   Menjelaskan perkembangan pendidikan Abad 21

·   Menjelaskan kerangka konsep berpikir Abad 21 di Indonesia

·   Merencanakan pembelajaran 4Cs dalam Mata Pelajaran Sejarah

C.      Uraian Materi

Dalam abad 21 sekarang ini dunia pendidikan sudah merasakan adanya suatu pergeseran, dan bahkan perubahan yang bersifat mendasar pada tataran filsafat, arah serta tujuannya. Tidaklah berlebihan bila dikatakan kemajuan ilmu tersebut dipicu oleh lahirnya sains dan teknologi komputer. Dengan piranti mana kemajuan sains dan teknologi terutama dalam bidang cognitive science, bio-molecular, information technology dan nano-science kemudian menjadi kelompok ilmu pengetahuan yang mencirikan abad 21. Salah satu ciri yang paling menonjol pada abad 21 adalah semakin bertautnya dunia ilmu pengetahuan, sehingga sinergi di antaranya menjadi semakin cepat. Dalam konteks pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di dunia pendidikan, telah terbukti semakin menyempitnya dan meleburnya faktor “ruang dan waktu” yang selama ini menjadi aspek penentu kecepatan dan keberhasilan penguasaan ilmu pengetahuan oleh umat manusia.

Secara umum karakteristik abad 21 (BSNP, 2010), yaitu:

1.   Perhatian yang semakin besar terhadap masalah lingkungan hidup, berikut implikasinya, terutama terhadap: pemanasan global. energy, pangan, kesehatan, lingkungan binaan, mitigasi.

2.   Dunia kehidupan akan semakin dihubungkan oleh teknologi informasi, berikut implikasinya, terutama terhadap: ketahanan dan sistim pertahanan, pendidikan, industri, dan komunikasi

3.   Ilmu pengetahuan akan semakin converging, berikut implikasinya, terutama terhadap: penelitian, filsafat ilmu, paradigm pendidikan, kurikulum.

4.   Kebangkitan pusat ekonomi dibelahan Asia Timur dan Tenggara, berikut implikasinya terhadap: politik dan strategi ekonomi, industry, pertahanan,

5.   Perubahan dari ekonomi berbasis sumber daya alam serta manusia kearah ekonomi berbasis pengetahuan, berikut dengan implikasinya terhadap: kualitas sumber daya insani, pendidikan, lapangan kerja,

6.   Perhatian yang semakin besar pada industri kreatif dan industri budaya, berikut implikasinya, terutama terhadap: kekayaan dan keanekaan ragam budaya, pendidikan kreatif, entrepreneurship, technopreneurship, rumah produksi.

7.   Budaya akan saling imbas mengimbas dengan Teknosains berikut implikasinya, terutama terhadap: karakter, kepribadian, etiket, etika, hukum, kriminologi, dan media.

8.   Perubahan paradigma Universitas, dari “Menara Gading” ke “Mesin Penggerak Ekonomi”. Terdapat kecenderungan semakin meningkatnya investasi yang ditanamkan dari sektor publik ke perguruan tinggi untuk risetilmu dasar dan terapan serta inovasi teknologi/desain yang memberikan dampak pada pengembangan industri dan pembangungan ekonomi dalam arti luas.

 

1.     Permasalahan Abad 21

Masalah yang dihadapi manusia pada abad XXI semakin kompleks, saling kait mengkait, cepat berubah dan penuh paradoks. Umumnya kaum futuris mengkaitkan pertumbuhan penduduk dunia yang bergerak secara cepat sebagai pemicu. Bila pada tahun 2010 penduduk dunia sebesar 6.9 milyar, maka dalam waktu 2050 oleh United Nations Population Division diperkirakan mencapai 9.2 milyard orang, ini berarti dalam masa empat puluh tahun akan terjadi pertambahan sebesar 2.5 milyar penduduk. Dampak dari pertumbuhan ini pada seluruh kehidupan manusia luar biasa; mulai dari masalah kelangsungan hidup, pangan, kesehatan, kesejahteraan, keamanan, dan pendidikan. Penduduk Indonesia yang sebesar 234,2 juta merupakan 3.38% penghuni planet ini mengalami pertumbuhan sekitar 1.14% per tahun (BSNP, 2010).

Masalah tersebut menjadi kompleks bila dihubungkan dengan kondisi nyata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, karena menyangkut sistem dan nilai yang berlaku antara bangsa, sukubangsa, dan individu. Tuntutan tersebut berimplikasi pada daya dukung alam yang lama kelamaan tak akan mencukupi, padahal sumber dalam alam mineral tidak bertambah, sedangkan sumberdaya hayati dan nabati dapat diberdayakan namun tetap akan ‘mengganggu’ keseimbangan ekosistem. Oleh karena itu, masalah lingkungan hidup dalam peradaban abad 21 dijadikan isu untuk mengubah paradigma lama yang terlalu menekankan pada ilmu pengetahuan demi ilmu pengetahuan, seni demi seni, kearah paradigma baru yang lebih mengedepankan makna dan nilai pengembangan yang bersifat berkelanjutan.

Sama halnya dengan dunia Ilmu Pengetahuan, kehidupan ekonomi abad 21 mengalami konvergensi dari ekonomi “kelangkaan” kearah ekonomi yang dikendalikan oleh informasi, di mana 93% seluruh pengetahuan di dunia ini sudah didigitalkan. Lebih dari 80% kekayaan negara negara industri maju dibangkitkan oleh informasi dan usaha jasa yang juga merupakan industri di mana bahan mentahnya bukan berupa tanah, mesin, tenaga kerja, dan bahan baku alam melainkan pengetahuan (Westland, 2002). Perekonomian global abad XXI dikendalikan oleh jaringan teknologi informasi, di mana semua transaksi dilakukan secara online, investasi dan pasar modal dilakukan tanpa melihat gejolak kehidupan nyata, kecuali dengan cara melihat angka-angka di monitor. Angka-angka itu berubah dari menit ke menit, seiring dengan gejolak yang terjadi dalam ekonomi perdagangan, politik, sosial, bahkan oleh ‘ulah’ tokoh dunia. Dalam kondisi pasar global semacam ini, maka apa yang terjadi di satu negara, pengaruhnya akan terasa di negara lain.

Hampir semua bangsa mendekatkan diri dengan penguasa pasar global, yang ditanda dengan atribut penguasaan teknologi dan inovasinya. Mereka yang tidak dapat meraihnya harus rela tergeser ke pinggiran dan tertinggal di belakang.

Bersamaan dengan pembaharuan hidup berkebangsaan dengan ekonomi dan sosial sadarpengetahuan kita membangun manusia berdaya cipta, mandiri dan kritis tanpa meninggalkan wawasan tanggungjawab membela sesama untuk diajak maju menikmati peluang abad ini. Dalam hubungan ini kita ditantang untuk mencipta tata-pendidikan yang dapat ikut menghasilkan sumber daya pemikir yang mampu ikut membangun tatanan sosial dan ekonomi sadar-pengetahuan seperti laiknya warga abad 21. Mereka harus terlatih mempergunakan kekuatan argumen dan daya pikir, alih-alih kekuatan fisik konvensional. Tentu saja dalam memandang ke depan dan merancang langkah kita tidak boleh sama sekali berpaling dari kenyatan yang mengikat kita dengan realita kehidupan. Indonesia masih menyimpan banyak kantong-kantong kemiskinan, wilayah kesehatan umum yang tidak memadai dan kesehatan kependudukan yang rendah serta mutu umum pendidikan yang belum dapat dibanggakan. Ini memerlukan perhatian dan upaya yang serius dan taat asas.

Sederet falsafah dan kebijakan tradisional, yang berkembang dalam kehidupan kita, terangkum sebagai budaya bangsa, telah ikut menerapkan dan merawat lingkungan hidup alami. Namun masuknya budaya asing, yang kurang empati terhadap kehidupan lingkungan telah dapat mencabut akar kebajikan itu dari lingkungan tanpa daya kita untuk mencegahnya. Nurani dan akal sehat haruslah menjadi ciri dalam pendidikan dalam abad yang tak lagi mengenal batas geografi seperti abad 21 ini.

2.     Karakteristik Manusia Abad 21

Perubahan radikal dan dalam dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat ini membutuhkan perhatian yang cermat oleh para pelaku dan pengambil keputusan di pemerintahan. Salah menilai, menyusun, dan mengembangkan kebijakan akan berakibat fatal terhadap laju pertumbuhan sebuah negara. Dari seluruh komponen dan aspek pertumbuhan yang ada, manusia merupakan faktor yang terpenting karena merupakan pelaku utama dari berbagai proses dan aktivitas kehidupan. Oleh karena itulah maka berbagai negara di dunia berusaha untuk mendefinisikan karakteristik manusia abad 21 yang dimaksud. Berdasarkan “21st Century Partnership Learning Framework, terdapat beberapa kompetensi dan/atau keahlian yang harus dimiliki oleh SDM abad 21 (BSNP, 2010) yaitu:

a.               Kemampaun berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thinking and Problem-Solving Skills)– mampu berfikir secara kritis, lateral, dan sistemik, terutama dalam konteks pemecahan masalah;

b.              Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication and Collaboration Skills) - mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif dengan berbagai pihak;

c.                Kemampuan mencipta dan membaharui (Creativity and Innovation Skills) mampu mengembangkan kreativitas yang dimilikinya untuk menghasilkan berbagai terobosan yang inovatif;

d.               Literasi teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communications Technology Literacy) – mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kinerja dan aktivitas sehari-hari;

e.               Kemampuan belajar kontekstual (Contextual Learning Skills) – mampu menjalani aktivitas pembelajaran mandiri yang kontekstual sebagai bagian dari pengembangan pribadi;

f.                  Kemampuan informasi dan literasi media (Information and Media Literacy Skills) – mampu memahami dan menggunakan berbagai media komunikasi untuk menyampaikan beragam gagasan dan melaksanakan aktivitas kolaborasi serta interaksi dengan beragam pihak.

3.     Pendidikan Abad 21

Dekade ke dua abad 21 saat ini bersamaan denga Revolusi Industri 4.0. World Economic Forum (WEF) menyebut Revolusi Industri 4.0 adalah revolusi berbasis Cyber Physical Systemyang secara garis besar merupakan gabungan tiga domain yaitu digital, fisik, dan biologi. Ditandai dengan munculnya fungsi-fungsi kecerdasan buatan (artificial intelligence), mobile supercomputing, intelligent robot, self-driving cars, neurotechnological brain enhancements, era big data yang membutuhkan kemampuan cybersecurity, era pengembangan biotechnology dan genetic editing (manipulasi gen).

Era revolusi industri 4.0 mengubah konsep pekerjaan, struktur pekerjaan, dan kompetensi yang dibutuhkan dunia pekerjaan. Sebuah survei perusahaan perekrutan internasional, Robert Walters, bertajuk Salary Survey 2018 menyebutkan, fokus pada transformasi bisnis ke platform digital telah memicupermintaan profesional sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi yang jauh berbeda dari sebelumnya. Era revolusi industri 4.0 juga mengubah cara pandang tentang pendidikan. Perubahan yang dilakukan tidak hanya sekadar cara mengajar, tetapi jauh yang lebih esensial, yakni perubahan cara pandang terhadap konsep pendidikan itu sendiri (Sukartono, 2010)

Pendidikan setidaknya harus mampu menyiapkan anak didiknya menghadapi tiga hal: a) menyiapkan anak untuk bisa bekerja yang pekerjaannya saat ini belumada; b) menyiapkan anak untuk bisa menyelesaikan masalah yang masalahnya saat ini belum muncul, dan c) menyiapkan anak untuk bisa menggunakan teknologi yang sekarang teknologinya belum ditemukan. Sungguh sebuah pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi dunia pendidikan. Untuk bisa menghadapi tantangan tersebut, syarat penting yang harus dipenuhi adalah bagaimana menyiapkan kualifikasi dan kompetensi guru yang berkualitas.

Era Revolusi Industri 4.0 merupakan tantangan berat bagi dunia pendidikan. Mengutip dari Jack Ma dalam pertemuan tahunan World Economic Forum 2018, pendidikan adalah tantangan besar abad ini. Jika tidak mengubah cara mendidik dan belajar-mengajar, 30 tahun mendatang akan mengalami kesulitan besar. Pendidikan dan pembelajaran yang sarat dengan muatan pengetahuan mengesampingkan muatan sikap dan keterampilan sebagaimana saat ini terimplementasi, akan menghasilkan peserta didik yang tidak mampu berkompetisi dengan mesin. Dominasi pengetahuan dalam pendidikan dan pembelajaran harus diubah agar kelak anak-anak muda Indonesia mampu mengungguli kecerdasan mesin sekaligus mampu bersikap bijak dalam menggunakan mesin untuk kemaslahatan.

Era revolusi industri 4.0 akan berdampak pada peran pendidikan khususnya peran pendidiknya. Jika peran pendidik masih mempertahankan sebagai penyampai pengetahuan, maka mereka akan kehilangan peran seiring dengan perkembangan teknologi dan perubahan metode pembelajarannya. Kondisi tersebut harus diatasi dengan menambah kompetensi pendidik yang mendukung pengetahuan untuk eksplorasi dan penciptaan melalui pembelajaran mandiri.

Abad 21 ditandai dengan era Revolusi Industri 4.0 sebagai abad keterbukaan atau abad globalisasi, artinya kehidupan manusia pada abad ke-21 mengalami perubahan-perubahan yang fundamental yang berbeda dengan tata kehidupan dalam abad sebelumnya. Dikatakan abad ke-21 adalah abad yang meminta kualitas dalam segala usaha dan hasil kerja manusia. Dengan sendirinya abad 21 meminta SDM yang berkualitas, yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga yang dikelola secara profesional sehingga membuahkan hasil unggulan. Tuntutan-tuntutan yang serba baru tersebut meminta berbagai terobosan dalam berfikir, penyusunan konsep, dan tindakan-tindakan. Dengan kata lain diperlukan suatu paradigma baru dalam menghadapi tantangan-tantangan yang baru, demikian kata filsuf Khun. Menurut filsuf Khun apabila tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigma lama, maka segala usaha akan menemui kegagalan. Tantangan yang baru menuntut proses terobosan pemikiran (breakthrough thinking process) apabila yang diinginkan adalah output yang bermutu yang dapat bersaing dengan hasil karya dalam dunia yang serba terbuka (Tilaar, 1998:245).

Dalam konteks pembelajaran abad 21, pembelajaran yang menerapkan kreatifitas, berpikir kritis, kerjasama, keterampilan komunikasi, kemasyarakatan dan keterampilan karakter, tetap harus dipertahankan.. Pemanfaatan berbagai aktifitas pembelajaran yang mendukung Industri 4.0 merupakan keharusan dengan model resource sharing dengan siapapun dan di manapun, pembelajaran kelas dan laboratorium  dengan augmented, dengan bahan virtual, bersifat interaktif, menantang, serta pembelajaran yang kaya isi bukan sekedar lengkap.. Namun, harapan tersebut masih belum sepenuhnya terealisasi. Masih banyak dijumpai proses pembelajaran di sekolah yang tidak lebih merupakan rutinitas pengulangan dan penyampaian (informatif) muatan pengetahuan yang tidak mengasah siswa untuk mengembangkan daya cipta, rasa, karsa, dan karya serta kepedulian sosial.

Dunia pendidikan pada era revolusi industri berada di masa pengetahuan(knowledge age) dengan percepatan peningkatan pengetahuan yang luar biasa.Percepatan peningkatan pengetahuan ini didukung oleh penerapan media dan teknologi digital yang disebut dengan information super highway. Gaya kegiatan pembelajaran pada masa pengetahuan (knowledge age) harus disesuaikan dengan kebutuhan pada masa pengetahuan (knowledge age). Bahan pembelajaran harus memberikan desain yang lebih otentik untuk melalui tantangan di mana peserta didik dapat berkolaborasi menciptakan solusi memecahkan masalah pelajaran. Pemecahan masalah mengarah ke pertanyaan dan mencari jawaban oleh peserta didik yang kemudian dapat dicari pemecahan permasalahan dalam konteks pembelajaran menggunakan sumber daya informasi yang tersedia (Trilling and Hood dalam Sukartono, 2010).

Tuntutan perubahan mindset manusia abad 21 yang telah disebutkan di atas menuntut pula suatu perubahan yang sangat besar dalam pendidikan nasional, yang kita ketahui pendidikan kita adalah warisan dari sistem pendidikan lama yang isinya menghafal fakta tanpa makna. Merubah sistem pendidikan indonesia bukanlah pekerjaan yang mudah. Sistem pendidikan Indonesia merupakan salah satu sistem pendidikan terbesar di dunia yang meliputi sekitar 30 juta peserta didik, 200 ribu lembaga pendidikan, dan 4 juta tenaga pendidik, tersebar dalam area yang hampir seluas benua Eropa. Namun perubahan ini merupakan sebuah keharusan jika kita tidak ingin terlindas oleh perubahan zaman global (Sukartono, 2010)

P21 (Partnership for 21st Century Learning) mengembangkan framework pembelajaran di abad 21 yang menuntut peserta didik untuk memiliki keterampilan, pengetahuan dan kemampuan dibidang teknologi, media dan informasi, keterampilan pembelajaran dan inovasi serta keterampilan hidup dan karir (P21, 2015). Framework ini juga menjelaskan tentang keterampilan, pengetahuan dan keahlian yang harus dikuasai agar siswa dapat sukses dalam kehidupan dan pekerjaannya.

 

4.     Kerangka Konsep Berpikir Abad 21 di Indonesia

Dalam Buku Pegangan Pembelajaran Berorientasi pada Ketrampilan Berpikir Tingkat Tinggi (2019) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan sebagai bahan atau materi Program Pengembagan Keprofesian Berkelanjutan melalui Peningkatan Kompetensi Pembelajaran Berbasis Zonasi dinyatakan bahwa  Pembelajaran abad 21 menggunakan istilah yang dikenal sebagai 4Cs (critical thinking, communication, collaboration, and creativity). 4Cs adalah empat keterampilan yang telah diidentifikasi sebagai keterampilan abad ke-21 (P21) yaitu keterampilan yang sangat penting dan diperlukan untuk pendidikan abad ke-21.

Tabel 1. Peta Kompetensi Keterampilan 4Cs Sesuai dengan P21

 

 


 


Perkembangan ilmu kognitif menunjukkan bahwa hasil yang diharapkan dalam pembelajaran akan meningkat secara signifikan ketika peserta didik terlibat dalam proses pembelajaran melalui pengalaman dunia nyata yang otentik. Keterampilan enGauge Abad ke-21 (enGauge 21st Century Sills) dibangun berdasarkan hasil penelitian yang terus-menerus serta menjawab kebutuhan pembelajaran yang secara jelas mendefinisikan apa yang diperlukan peserta didik agar dapat berkembang di era digital saat ini.

1.      Digital Age Literacy/Era Literasi Digital

-      Literasi ilmiah, matematika, dan teknologi dasar

-      Literasi visual dan informasi

-      Literasi budaya dan kesadaran global

2.      Inventive Thinking/Berpikir Inventif

-      Adaptablility dan kemampuan untuk mengelola kompleksitas

-      Keingintahuan, kreativitas, dan pengambilan risiko

-      Berpikir tingkat tinggi dan alasan yang masuk akal

3.       Effective Communication/Komunikasi yang Efektif

-      Keterampilan, kolaborasi, dan interpersonal

-      Tanggung jawab pribadi dan sosial

-      Komunikasi interaktif

4.      High Productivity/Produktivitas Tinggi

-      Kemampuan untuk memprioritaskan, merencanakan, dan mengelola hasil

-      Penggunaan alat dunia nyata yang efektif

-      Produk yang relevan dan berkualitas tinggi

 

Adapun Implementasi dalam merumuskan kerangka sesuai P21 bersifat mutidisiplin, artinya semua materi dapat didasarkan sesuai kerangka P21. Untuk melengkapi kerangka P21 sesuai dengan tuntutan Pendidikan di Indoensia, berdasarkan hasil kajian dokumen pada UU Sisdiknas, Nawacita, dan RPJMN Pendidikan Dasar, Menengah, dan Tinggi, diperoleh 2 standar tambahan sesuai dengan kebijakan Kurikulum dan kebijakan Pemerintah, yaitu sesuai dengan Penguatan Pendidikan Karakter pada Pengembangan Karakter (Character Building) dan Nilai Spiritual (Spiritual Value). Secara keseluruhan standar P21 di Indonesia ini dirumuskan menjadi Indonesian Partnership for 21 Century Skill Standard (IP-21CSS).

 

Tabel 2. Indonesian Partnership for 21 Century Skill Standard (IP-21CSS)

5.     Contoh Perencanaan Pembelajaran 4Cs dalam Mata Pelajaran Sejarah

Dalam proses perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, 4Cs dapat digunakan dan dipetakan dalam perencanaan pembelajaran. Berikut adalah contoh perencanaan pembelajaran menggunakan 4Cs

 

 

 

 

Tabel 3. 4Cs dari IPK KD Pengetahuan

KD Pengetahuan

3.4. Menganalisis berbagai teori tentang proses masuknya agama dan kebudayaan Islam serta pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat Indonesia (ekonomi, pemerintahan, budaya)

4Cs

Indikator Pencapaian Kompetensi

Critical Thinking

Peserta didik berpikir kritis  tentang perkembangan Islam sampai menyebar  ke Indonesia.

FRISCO

a)     Focus (Indentifikasi Masalah terkait masuk, kedatangan, dan perkembangan Islam di Indonesia)

b)     Reason (Alasan: mengapa Islam dapat dengan mudah diterima dan berkembang di Indonesia)

c)      Inference (Kesimpulan: Berdasarkan bukti bukti yang ada Islam masuk dan berkembang secara luas di Indonesia, bahkan menjadi agama mayoritas di Indonesia)

d)     Situation (Situasi Sebenarnya: Dengan Islam diterima secara luas, maka Islam sebagai agama yang dominan dengan jumlah pemeluk di Indonesia)

e)     Clarity (Kejelasan Istilah: perbedaan istilah masuk, kedatangan, dan perkembangan Islam)

f)       Overview (Pengecekan: Penyebaran Islam di Indonesia disebabkan wilayah Indonesia terdiri dari berbagai pulau, dan Islam disebarkan melalui jalur perdangan antar pulau, maka dengan sendirinya wilayah-wilayah kepulauan sebagai jalur perdagangan mendapat pengaruh Islam paling awal dibanding wilayah lain)

Creativity

Imajinatif, Banyak Solusi, Berbeda, Lateral

Communication

Mempresentasikan hasil pemecahan permasalahan terkait proses masuk, kedatangan, dan perkembangan Islam di Indonesia

Collaboration

Bekerja sama di dalam kelompok dalam  memecahkan permasalahan terkait proses masuk, kedatangan, dan perkembangan Islam di Indonesia

 

D.     Aktivitas Pembelajaran

LK 1.1 Pemetaan IPK bermuatan 4Cs dalam KD Pengetahuan

Dalam proses perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, 4Cs dapat digunakan dan dipetakan dalam perencanaan pembelajaran.

 

Tabel 4. 4Cs dari IPK KD Pengetahuan

KD Pengetahuan

Tentukan KD dalam Kurikulum 2013 untuk Sejarah Indonesia

4Cs

Indikator Pencapaian Kompetensi

Critical Thinking

 

Creativity

 

Communication

 

Collaboration

 

E.     Penilaian

1.    Berdasarkan 21st Century Partnership Learning Framework, beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh SDM abad 2, yaitu...

A.   Kritis, persuasif, argumentatif, kreatif, inovatif, literasi ICT.

B.   persuasif, argumentatif, kolaboratif, kreatif, inovatif, literasi media.

C.   Kritis, komunikatif, kolaboratif, kreatif, inovatif, literasi ICT.

D.   Persuasif, kritis, argumentatif, kolaboratif, inovatif, literasi media.

 

2.    Peserta didik dapat mengidentifikasi, menganalisis, menginterpretasikan, dan mengevaluasi bukti-bukti, argumentasi, klaim, dan data-data yang tersaji secara luas melalui pengkajian secara mendalam serta merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari. Pernyataan ini merupakan wujud dari salah-satu ketrampilan abad 21, yaitu ...

A.   Creativity thinking and innovation

B.   Critical thinking and problem solving

C.   Communication

D.   Collaboration

F.      Referensi

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2010. Paradigma Pendidikan Nasional Abad 21. Jakarta.

 

Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan. 2019. Pembelajaran Berorientasi pada Ketrampilan Berpikir Tingkat Tinggi. Jakarta; Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

 

Sukartono. 2019. Revolusi Industri 4.0. dan Dampaknya Terhadap Pendidikan di Indonesia. Surakarta: FIP PGSD Universitas Muhammadiyah Surakarta

 

Tilaar, H.A.R.1998. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.

                                                                                                               II.            Metode Penelitian Sejarah

A.     Kompetensi

Menganalisis jenis-jenis dan tahap-tahap dalam penelitian sejarah

B.     Indikator Pencapaian Kompetensi

·      Menganalisis jenis-jenis penelitian sejarah.

·      Menganalisis tahap-tahap dalam penelitian sejarah.

 

C.      Uraian Materi

Pengantar

Pada modul di materi Metode Penelitian Sejarah ini, peserta diklat akan mempelajari berbagai hal yang bekenaan dengan metode penelitian sejarah. Materi ini memiliki urgensi untuk dipelajari oleh guru karena sebagai pendidik yang mengajarkan ilmunya kepada peserta didik, konsep dasar keilmuannya harus dikuasai dengan baik. Metode penelitian sejarah utamanya berisi tentang tahapan-tahapan dan prasyarat yang harus dipenuhi oleh suatu penelitian atau penulisan sejarah. Pada uraian awal peserta akan mempelajari perihal sejarah sebagai ilmu. Uraian berikutnya berisi jenis-jenis penelitian sejarah dan tahap-tahap dalam penelitian sejarah.

 

1.     Sejarah Sebagai Ilmu

Dalam dunia ilmu, sebuah pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu jika memenuhi beberapa syarat. Sejarah merupakan ilmu karena sejarah memiliki syarat-syarat sebagai ilmu sebagaimana diuraikan di bawah ini.

a.      Objek

Objek sejarah adalah aktivitas manusia pada masa lampau. Sejarah merupakan ilmu empiris. Sejarah seperti ilmu-ilmu lain yang mengkaji manusia, bedanya sejarah mengkaji aktivitas manusia dalam dimensi waktu. Aspek waktu inilah yang menjadi jiwa sejarah. Selanjutnya objek sejarah dibedakan menjadi dua, yakni objek formal dan objek material. Objek formal sejarah adalah keseluruhan aktivitas masa silam umat manusia. Objek material berupa sumber-sumber sejarah yang merupakan bukti adanya peristiwa pada masa lampau (Zed, 2002: 48). Bukti-bukti itu merupakan kesaksian sejarah yang bisa dilihat. Tegasnya, rekonstruksi sejarah hanya mungkin kalau memiliki bukti-bukti berupa dokumen atau jenis peninggalan lainnya.

 

b.     Tujuan

Menurut Sutrasno (1975: 22) sejarah bertujuan sebagai berikut.

1)     Memberikan kenyataan-kenyataan sejarah yang sesungguhnya, menceriterakan segala yang terjadi apa adanya

2)     Membimbing, mengajar, dan  mengupas setiap kejadian sejarah secara kritis dan realistis.

3)     Makin objektif (makin dekat kepada kenyataan sejarah yang sesungguhnya) makin baik, karena dengan demikian pembaca akan mendapat gambaran sesungguhnya tentang apa yang benar-benar terjadi.

 

c.      Metode

        Metode sejarah bertumpu pada empat langkah, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Metode sejarah bersifat universal, artinya metode sejarah dapat dimanfaatkan oleh ilmu-ilmu lain untuk keperluan memastikan fakta pada masa lampau. Dengan semakin mendekatnya ilmu-ilmu sosial dan ilmu sejarah, maka semakin terlihat pemanfaatan metode sejarah dalam ilmu-ilmu sosial.

 

 

d.     Kegunaan

Menurut Widja (1988: 49-51) sejarah paling tidak mempunyai empat kegunaan, yaitu edukatif, inspiratif, rekreatif, dan instruktif. Guna edukatif adalah  sejarah memberikan kearifan dan kebijaksanaan bagi orang yang mempelajari-nya. Menyadari guna edukatif dari sejarah berarti menyadari makna dari sejarah sebagai masa lampau yang penuh arti. Selanjutnya berarti bahwa kita bisa mengambil dari sejarah nilai-nilai berupa ide-ide maupun konsep-konsep kreatif sebagai sumber motivasi bagi pemecahan masalah-masalah masa kini dan selanjutnya untuk merealisir harapan-harapan di masa akan datang.

            Guna inspiratif terutama berfungsi bagi usaha menumbuhkan harga diri  dan identitas sebagai suatu bangsa. Guna sejarah semacam ini sangat berarti dalam rangka pembentukan nation building. Di negara-negara yang sedang berkembang guna inspiratif sejarah menjadi bagian yang sangat penting, terutama dalam upaya menumbuhkan kebanggaan kolektif.

Guna rekreatif menunjuk kepada nilai estetis dari sejarah, terutama kisah yang runtut tentang tokoh dan peristiwa. Di samping itu, sejarah memberikan kepuasan dalam bentuk “pesona perlawatan”. Dengan membaca sejarah seseorang bisa menerobos batas waktu dan tempat menuju zaman lampau dan tempat yang jauh untuk mengikuti berbagai peristiwa di dunia ini.

            Guna instruktif adalah fungsi sejarah dalam menunjang bidang-bidang studi kejuruan/ketrampilan seperti navigasi, teknologi senjata, jurnalistik, taktik militer, dan sebagainya.

            Kuntowijoyo (1995: 19-35) membedakan guna sejarah menjadi guna ekstrinsik dan guna intrinsik. Guna intrinsik sejarah meliputi, (1) sejarah sebagai ilmu, (2) sejarah sebagai cara mengetahui masa lampau, (3) sejarah sebagai pernyataan pendapat, dan (4) sejarah sebagai profesi. Guna ekstrinsik merupa-kan manfaat sejarah terutama di bidang pendidikan. Sejarah mempunyai fungsi pendidikan, yaitu sebagai pendidikan (1) moral, (2) penalaran, (3) politik,   (4) kebijakan, (5) perubahan, (6) masa depan, (7) keindahan, (8) ilmu bantu. Dalam guna ekstrinsik selain pendidikan, sejarah juga berfungsi sebagai (1) latar belakang, (2) rujukan, dan (3) bukti.

 

2.     Sumber Sejarah dan Fakta Sejarah

Sumber sejarah tidak dapat melukiskan sejarah serba objek seluruhnya. Sumber sejarah hanyalah mengandung sebagian kecil kenyataan sejarah, atau tidak dapat merekam peristiwa secara keseluruhan (Ali, 2005:16). Sumber sejarah atau dapat juga disebut data sejarah (Kuntowijoyo, 1995:94) yang dikumpulkan harus sesuai dengan jenis sejarah yang akan ditulis. Proses pencarian dan pengumpulan sumber sejarah atau data sejarah inilah yang disebut dengan heuristik (Hariyono, 1995:54).

Sumber sejarah adalah semua peninggalan manusia (peninggalan sejarah) dari masa lampau. Peninggalan sejarah dapat berupa benda-benda, seperti bangunan (candi, patung, masjid, makam), peralatan hidup (senjata, tombak, keris, gamelan), perhiasan (emas, perak, perunggu, dll) dan juga dapat berupa tulisan, seperti prasasti, karya sastra, dokumen.

Menurut jenisnya: Pertama, sumber tertulis (tekstual), yaitu  keterangan tertulis yang berkaitan dengan peristiwa sejarah. Sumber tertulis ada 3 macam, yaitu: a. Sumber tertulis sezaman dan setempat. Maksudnya sumber tertulis itu ditulis pada waktu terjadinya peristiwa sejarah dan berasal dari lokasi terjadinya peristiwa sejarah. Contoh: Prasasti Yupa tentang Kerajaan Kutai (Abad ke-4 Masehi). Prasasti ini ditulis atas perintah Raja Mulawarman (sezaman dengan Kerajaan Kutai) dan ditemukan di sungai Muarakaman Kutai (setempat dengan kerajaan Kutai). b. Sumber tertulis sezaman tetapi tidak setempat. Maksudnya sumber tertulis itu ditulis pada waktu terjadinya peristiwa sejarah tetapi bukan berasal dari daerah terjadinya peristiwa sejarah. Contoh: Kitab Ling Wai Taita karya Chou Ku Fei tahun 1178 tentang Kerajaan Kediri. Sumber ini sezaman dengan Kerajaan Kediri (Abad 10-12) tetapi berasal dari Cina (tidak setempat). c. Sumber tertulis setempat tetapi tidak sezaman. Maksudnya sumber tertulis itu berasal dari daerah/lokasi terjadinya peristiwa sejarah tetapi ditulis jauh sesudah terjadinya peristiwa sejarah. Contoh: Kitab Babad Tanah Jawi yang ditulis pada zaman Kerajaan Mataram Islam tetapi isinya tentang akhir Kerajaan Majapahit, Kerajaan Demak dan Kerajaan Pajang yang tidak sezaman dengan masa Kerajaan Mataram Islam.

Kedua, Sumber lisan (oral): keterangan langsung dari pelaku atau saksi sejarah dari peristiwa yang terjadi pada masa lampau. 3. Sumber benda (korporal): sumber sejarah yang diperoleh dari peninggalan benda-benda kebudayaan. Misalnya: fosil, senjata, candi. 4. Sumber rekaman yang berbentuk foto dan kaset video. Misalnya: foto peristiwa Proklamasi Kemerdekaan.

Menurut tingkat pemerolehan: Sumber primer (pertama): peninggalan asli sejarah yang berasal dari zamannya. Misalnya: prasasti, candi, masjid. 2. Sumber sekunder (kedua): benda-benda tiruan dari benda aslinya, seperti prasasti tiruan, terjemahan kitab-kitab kuna. 3. Sumber tersier (ketiga): berupa buku-buku sejarah yang disusun berdasarkan hasil penelitian ahli sejarah tanpa melakukan penelitian langsung

 

3.     Objektivitas dan Subjektivitas dalam Sejarah

Apabila di perpustakaan terdapat buku-buku sejarah yang ditulis oleh seorang sejarawan, buku-buku tersebut dapat diartikan sebagai sejarah dalam arti subjektif, artinya karya-karya itu memuat unsur-unsur dari subjek. Setiap pengungkapan atau penggambaran telah melewati proses "pengolahan" dalam pikiran dan angan-angan seorang subjek. Kejadian sebagai sejarah dalam arti objektif atau aktualitas diamati, dialami, atau dimasukkan ke pikiran subjek sebagai persepsi, sudah barang tentu sebagai "masukan" tidak akan pernah akan menjadi benda tersendiri, tetapi telah diberi "warna" atau "rasa" sesuai dengan "kacamata" atau "selera" subjek (Kartodirdjo,1992: 62). Untuk dapat dipelajari secara objektif (yakni dengan maksud memperoleh pengetahuan yang tidak memihak dan benar, bebas dari reaksi pribadi seseorang), sesuatu pertama kali harus menjadi objek; ia harus mempunyai eksistensi yang merdeka di luar pikiran manusia (Gottschalk, 1986: 28). Akan tetapi, kenangan tidak mempunyai eksistensi di luar pikiran manusia, sedangkan kebanyakan sejarah  didasarkan atas kenangan, yakni kesaksian tertulis atau lisan.

Kata "benar" dan "objektifitas" tidak mempunyai pengertian yang sama dan tidak boleh dipakai sebagai kata yang searti. Secara mutlak sejarah memang tidak bisa "benar" sebab sejarah tidak bisa menciptakan kembali ,mesa lampau. Akan tetapi, kenyataannya tidak demikian, penulisan sejarah didasarkan atas aturan dan metode yang menjamin keobjektifannya (Frederick dan Soeroto, 2005: 10). Jadi ada parameter untuk menilai, sejauh mana penulisan itu gagal mencapai tujuannya.

 

4.     Metode Penelitian Sejarah

Terdapat beberapa pengertian mengenai metode penelitian sejarah atau biasa disebut dengan metode sejarah saja. Beberapa pengertian tersebut di antaranya sebagai berikut.

a.       Gottschalk (1986:32) berpendapat bahwa metode sejarah adalah sebuah proses menguji dan menganalisis secara kritis rakaman dan peninggalan masa lampau manusia. Rekostruksi masa lampau itu berdasarkan data yang di peroleh melalui kritik sumber.

b.      Kartodirdjo (1992: ix) menyatakan bahwa metode sejarah adalah alat untuk mengorganisasi seluruh tubuh pengetahuan serta menstrukturasi pikiran. Jadi, metode sajarah berkaitan dengan bagaimana seseorang itu memperoleh pengetahuan mengenai masa lampau.

c.       Gilbert J. Carraghan berpendapat:

A systematic body of principles and rules disegned to aid effectively in gathering the source materials of history, appraising them critically, and presenting a synthesis ( generally in written ) of the result achieved”.

(Metode sejarah adalah seperangkat aturan atau prinsip-prinsip yang sistematis untuk mengumpulhan sumber-sumber secara efektif, menilainya secara kritis, dan mengujikan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tulisan” (dalam Alfian,1983:14).

 

5.     Jenis-jenis Penelitian Sejarah

Jenis penelitian sejarah dapat dikelompokkan menjadi empat. Jenis-jenis yang di maksud adalah sebagai berikut.

a.       Studi Eksploratif, tujuannya menggali data, sumber, atau informasi sebanyak-banyaknya. Biasanya penelitian semacam ini sumber-sumber, bukti, ataupun referensi sangat sulit didapatkan, karena masih langka atau masih belum ada, tetapi sumber-sumberawal atau yang dikenal dengan “jejak” sejarah, menunjukkan kebenaran adanya persoalan yang akan di teliti. Dalam konteks seperti ini, bukti sejarah lisan dapat digunakan sebagai data pendukung. Biasanya, model penelitian semacam ini tidak perlu menggunakan hipotesis, karena dimaksudkan bukan untuk menguji sesuatu, juga bukan untuk penelitian eksperimental. Penyajian hasil akhir penelitian dipaparkan secara diskriptif naratif, artinya menulis apa adanya tanpa analisis dan interpretasi yang dalam (Abdullah et.al,eds., 1985:6).

b.       Studi Tematik, yakni meneliti topik-topik tertentu dari masalah sosial, politik, ekonomi, budaya, agama,, atau yang lainnya dalam aspek-aspek tertentu. Jenis penelitian seperti ini tampaknya paling banyak dilakukan peneliti dengan berbagai tujuan. Banyak sedikitnya variabel dan aspek yang akan diteliti sangat bergantung pada pilihan dan kemampuan si peneliti. Termasuk juga dalam penelitian seperti ini, studi korelasi, baik sejajar maupun kausalitas; studi perkembangan, studi biografi, dan otobiografi baik untuk mengenal pemikiran, karya, peran seseorang atau lainnya seperti kemapuan leadership, manajerial, sistem pemerintahan, kemajuan peradaban, faktor-faktor kemajuan dan kemunduran, sistem teknologi dan lain sebagainya, mencari hubungan antara satu masalah dengan masalah yang lain. Pendekatan yang digunakan bergantung pada peneliti, sekurang-kurangnya menggunakan satu pendekatan, tetapi jika aspek tinjauannya kompleks, harus menggunakan banyak pendekatan, metode analisisnya dengan analisis kausalitas.

c.       Studi Komparasi, tujuannya membandingkan dua masalah atau lebih yang ada kemiripan atau keterkaitan, baik antara dua masalah masa lampau atau sebuah masalah masa lampau dengan masalah masa kini. Kegunaannya mengetahui keunggulan dan kelemahan masing-masing, mengetahui berbagai kemajuan yang dicapai di berbagai sektor; ekonomi,politik,sainsdan teknologi, sistem pemerintahan, kesenian, pendidikan dan lain-lain serta faktor-faktor penyebab kemajuan dan kemunduran. Banyak sedikitnya pendekatan yang digunakan bergantung kebutuhan, artinya penelitian itu menekankan aspek-aspek apa saja. Sementara analisisnya menggunakan kausal komparatif.

d.       Studi Prediktif, yakni memperkirakan sesuatu yang pernah terjadi karena dimungkinkan kejadian itu akan berulang, agar tidak memperburuk kondisi. Untuk keperluan tersebut harus ada perangkat-perangkat tertentu sebagai alat ukur yang telah di ujicobakan. Teknik analisisnya dapat menggunakan kausal komparatif.

Dalam kaitanya dengan model-model studi ini, Notosusanto (1979:6-7) menyebutkan setidak-tidaknya ada lima madzhab sejarah yang masing-masing memiliki ciri tersendiri, terutama dalam penulisan dan pengambilan kesimpulan.Kelima mazhab itu adalah sebagai berikut.

1)     Madzhab unik

2)     Generalis terbatas

3)     Mazhab interpretatif

4)     Mazhab komparatif

5)     Mazhab nomothatif (prediktif)

Mazhab pertama,kelompok sejarawan yang sengaja tidak menggunakan generalisasi dalam pengambilan kesimpulan, kecuali menyadarinya. Jika menyadari bahwa mereka telah menggunakan generalisasi, mereka akan menghindarinya. Keduamazhab generalisasi terbatas ketat. Yakni, mereka yang terdiri atas sejarawan deskriptif naratif ; mereka ini hanya menuliskan peristiwa-peristiwa apa adanya, tidak menafsirkan, tidak ada analisis, dan tidak ada komentar. Ketiga, mazhab interpretatif, yakni kelompok sejarawan yang berusaha keras menemukan benang merah “kecenderungan” dalam peristiwa sejarah, yang memungkinkan untuk selanjutnya membuat sintesis dari peristiwa-peristiwa yang saling berhubungan. Keempat,mazhab komparatif, yakni kelompok sejarawan yang mencari episode-episode atau keteraturan-keteraturanyang sejajar (analog) dengan cara membandingkan dua peristiwa atau lebih, yang berhubungan secara kausalitas maupun tidak. Kelima, mazhab nomothatif (prediktif), yakni kelompok sejarawan yang sengaja memperoleh kembali generalisasi yang telah terbukti kebenaranya di masa lampau untuk dimungkinkan terbukti lagi kebenaranya di masa depan. Oleh karena itu, harus ada nilai ukuran-ukuran dasar (yang telah teruji) sebagai patokan untuk memprediksi kejadian bila dimungkinkan terjadi kembali. Maka yang terpenting dari alat ukur tersebut adalah solusi cara menaggulangi serta mengendalikan jika peristiwa tersebut berulang.

 

6.     Tahap-Tahap dalam Penelitian Sejarah

Langkah-langkah penelitian sejarah meliputi lima tahap (Kuntowijoyo,1995:91), yaitu:

1)     Pemilihan masalah penelitian dan penentuan topik;

2)     Pengumpulan sumber (heuristik);

3)     Verifikasi (Kritik sumber);

4)     Interpretasi: analisis dan sintesis;

5)     Penulisan (Historiografi).

 

1)      Pemilihan Masalah Penelitian dan Penentuan Topik

Untuk seorang pemula pemilihan topik tidaklah mudah, karena permasalahan sejarah sangat banyak dan hampir semuanya baru, belum ditulis orang. Kesulitan yang lain, bahwa topik yang ditulis adalah sejarah dan bukan sosiologi, antropologi atau ilmu-ilmu yang lain. Topik yang dipilih tidak terlalu luas, dapat dikerjakan dalam waktu yang sudah ditentukan.

Topik sebaiknya dipilih berdasarkan kedekatan emosional dan kedekatan intelektual. Dua syarat itu, subjektif dan obyektif, sangat penting, karena orang hanya akan bekerja dengan baik kalau ia senang dan dapat. Setelah topik ditentukan langkah selanjutnya membuat rancangan penelitian.

a)     Kedekatan Emosional

Apabila seseorang penulis tertarik pada topik sejarah lokal, misal tentang sejarah desa dimana penulis dilahirkan dan ingin berbakti pada desa itu, menulis desa sendiri adalah paling strategis. Sebagai orang yang dihormati dan dipercaya harapannya demikian mungkin penulis punya hubungan dengan orang dalam, sehingga bukan saja dapat dukungan moral dari pejabat desa, tetapi akan dengan mudah mendapatkan keterangan lisan, almari arsip di kelurahan juga terbuka. Mungkin yang ditulis hanya sebuah desa, tetapi desa itu pastilah mewakili jenisnya hingga dapat dibuat generalisasi. Lokasi yang begitu kecil seperti desa ternyata banyak menyimpan persoalan. Persoalan-persoalan itubisamenyangkutpertanahan, ekonomi, politik, demografi, mobilitas sosial, kriminalitas, dan lain-lain.

Bermula dari batasan geografis orang mengatakan itu berarti pertanyaan where, yaitu daerah atau desa mana yang menjadi objek penelitian. Kemudian batasan waktu ditetapkan, dalam arti sumber tertulis dan sumber lisan masih tersedia. Untuk desa-desa di Indonesia biasanya dapat di lacak sampai tahun 1950an. Ini berarti pertanyaan tentang when. Selanjutnya, siapa saja yang terlibat didalamnya; misalnya tentang pertanahan tentu dapat dilacak siapa saja yang telah melakukan transaksi dan identitasnya, itu pertanyaan tentangwho.Kemudian perlu diketahui apa yang dikerjakan oleh siapa, ini pertanyaan what apabila kasus tanah, apa saja yang dikerjakan, jual, beli, sewa, gadai, bagi hasil, atau hibah. Apa motivasi tiap-tiap perbuatan, pertanyaan tentang why. Pertanyaan secara umum dapat pula diajukan misalnya apa yang terjadi dalam kasus tanah itu dan bagaimana hal itu bisa terjadi. Ini berarti penulis harus membagi-bagi peristiwa, periodisasi, ke dalam babakan waktu. Misalnya melalui pengalaman atau bacaan awal ditemukan bahwa di desa yang menjadi area penelitian ada proses pemiskinan, yaitu para petani tidak lagi punya tanah. Proses ke arah itulah yang jadi pertanyaan how, bagaimana terjadinya.

 

b)  Kedekatan Intelektual

Diandaikan apabila seseorang sudah membaca-baca topik yang mempunyai kedekatan emosional dengan dirinya. Tentu saja jika seseorang tertarik masalah pedesaan, pasti buku-buku yang terkait dengan masalah itu, patani, tanah, geografi pedesaan.

Khusus masalah pertanahan, mungkin penulis juga aktivis LSM, sehingga tingkat kepedulian itu tidak hanya persoalan intelektual, namun juga tentangaksi. Dia sudah punya konsep, misalnya tentang pemiskinan petani. Akan tetapi, generalisasi semacam itu hanyalah anggapan awal yang harus dibuktikan melalui penelitian, jangan sampai menjadi gagasan yang punya harga mati.

Resiko lain, apabila seseorang terlibat secara emosional ialah pertimbangan intelektualnya akan dipengaruhi emosi, sehingga sejarah berubah menjadi pengadilan. Padahal sejarah adalah ilmu empiris yang harus menghindari nilai subjektif. Kedekatan emosional itu harus diakui secara jujur supaya orang dapat membuat jarak.

 

2)       Heuristik (Pengumpulan Sumber)

       Usaha sejarawan dalam rangka memilih sesuatu subjek dan mengumpulhan informasi mengenai subjek disebut heuristik. Heuristik sejarah pada hakikatnya tidak berbeda dengan kegiatan bibliografis yang lain sejauh menyangkut buku-buku yang tercetak. Akan tetapi, sejarawan harus mempergunakan banyak material yang tidak terdapat dalam buku-buku.

       Untuk mengatasi kebingungan atas banyaknya material, maka sejarawan harus selektif dalam memilih sumber. Sumber yang dikumpulkan harus sesuai dengan jenis sejarah yang akan ditulis. Misalnya saja seseorang akan melakukan penelitian Konfontasi Indonesia-Malaysia. Sumber apa yang harusditemukan oleh seorang peneliti? Sumber itu, menurut bahannya, dapat dibagi dua, tertulis dan tidak tertulis, atau dokumen dan artefak. Selain itu karena topik diatas termasuk sejarah kontemporer, pastilah ingatan orang akan peristiwa-peristiwa antara tahun 1963-1966 masih banyak direkam. Apalagi dengan topik yang kontemporer, tentu sumber-sumber lisan banyak tersedia, karena itu peneliti harus melacaknya melalui sejarah lisan. Demikian pula, karena objek kajian adalah sejarah politik sumber yang berupa surat-surat keputusan pemerintah pasti tersedia.

a)   Dokumen Tertulis

Jika penulis sudah menentukan permasalahan yang akan ditulis dan lokasinya, yaitu Indonesia-Malaysia, kemudian rentang waktu, 1963-1966. Tahun 1963 sebagai permulaan konflik antara Indonesia- Malaysia karena munculnya kabar pembentukan negara Federasi Malaysia oleh pemerintah kolonial Inggris. Konflik ini diakhiri tahun 1966, setelah Indonesia di bawah Presiden Soekarno, gagal membendung pembentukan negara Federasi Malaysia, terlebih karena di dalam negeri Indonesia mengalami perubahan politik dari dari Soekarno ke Soeharto setelah adanya peristiwa G30S. Perubahan politik ini menyebabkan berubahnya kebijakan politik sehingga konflik antara Indonesia-Malaysia berakhir dengan damai.

Dengan persoalan yang sudah tergambar jelas, peneliti mulai mencari sumber sejarah. Pada tingkat ini, sebelum melalui keabsahan dan interpretasi masih disebut data sejarah, belum menjadi fakta sejarah. Dokumen tertulis dapat berupa surat-surat, notulen rapat, surat keputusan seperti Keppres, Kepmen dan lain-lain. Surat dapat berupa surat pribadi, dinas kepada pribadi dan sebaliknya, atau antardinas. Surat semacam itu dapat ditemukan di almari pribadi atau dinas. Notulen rapat dinas dapat ditemukan di kantor. Dan notulen rapat militer dapat dilacak di kantor arsip militer.

b)   Artefak

Artefak dapat berupa foto-foto, bangunan, atau alat-alat yang lain. Foto sangat mungkin dimiliki oleh pemerintah. Foto-foto ketika apel para sukarelawan yang hendak dikirim keperbatasan Kalimantan Utara. Foto ketika Presiden Soekarno memimpin rapat diantara para menteri dan petinggi militer di Istana Negara. Foto-foto yang berlokasi di perbatasan Kalimantan Utara yang menggambarkan kesiapan prajurit TNI bersama para sukarelawan. Demikian juga data lain tentang pakaian, kendaraan tempur, jenis persenjataan, mungkin terungkap lewat foto. Bangunan bersejarah yang pernah dipakai untuk rapat-rapat. Lapangan atau stadion yang pernah dipakai untuk apel para sukarelawan. Namun, sedapat mungkin peneliti menemukan bangunan yang masih asli, belum mengalami perubahan atau renovasi.

Menurut urutan penyampaiannya, sumber itu dapat dibagi ke dalam sumber primer dan sumber sekunder. Sumber sejarah disebut primer bila disampaikan oleh saksi mata. Misalnya, catatan rapat, daftar peserta rapat, daftar sukarelawan dan arsip-arsip laporan intelijen. Apa yang disebut sumber primer oleh sejarawan, misalnya arsip-arsip Negara, sering disebut sumber sekunder dalam penelitian ilmu sosial. Dalam ilmu sosial, yang dianggap sumber primer adalah wawancara langsung pada responden. Sedangkan ilmu sejarah sumber sekunder ialah yang disampaikan oleh bukan saksi mata. Sejarawan tidak mempersoalkan sumber primer atau sekunder seandainya hanya terdapat satu sumber. Misalnya data sejarah tentang jumlah murid sekolah pada abad ke-19, sejarawan hanya bergantung pada laporan tercetak. Sejarawan wajib menuliskan dari mana data itu diperoleh, baik primer maupun sekunder.

c)   Sumber Lisan

Tradisi lisan telah menjadi sumber penulisan bagi antropolog dan sejarawan. Akan tetapi, dalam ilmu sejarah penggunaan tradisi lisan merupakan hal yang baru. Di Indonesia kegiatan sejarah lisan sebagai penyediaan sumber dimulai oleh Arsip Nasional RI sejak tahun 1973. Penataran-penataran untuk melatih pewawancara sudah sering dilakukan. Pengumpulan sumber sejarah lisan mempunyai teknik-teknik dan prasarana tersendiri. Pekerjaan yang terpenting, yang langsung mengenai pengumpulan sejarah lisan ialah wawancara, menyalin, dan menyunting. Selanjutnya sebagai sumber, sama halnya dengan bahan arsip atau perpustakaan ialah sebagaimana dapat memberikan pelayanan kepada peminat dan publik.

Selain sebagai metode dan sebagai penyedia sumber, sejarah lisan mempunyai sumbangan yang besar dalam mengembangkan subtansi penulisan sejarah (Kuntowijoyo, 1995: 25). Pertama, dengan sifatnya kontemporer sejarah lisan memberikan kemungkinan yang hampir-hampir tak terbatas untuk menggali pelaku-pelakunya. Kedua, sejarah lisan dapat mencapai pelaku-pelaku sejarah yang tidak disebutkan dalam dokumen. Dengan demikian, dapat mengubah citra sejarah yang elitis kepada citra sejarah yang egalitarian. Ketiga, sejarah lisan memungkinkan perluasan permasalahan sejarah karena sejarah tidak lagi dibatasi dengan adanya dokumen tertulis.

Apabila peneliti tidak melengkapi sumber tertulis, ia sebaiknya menggali informasi lisan yang diperoleh melalui wawancara. Dalam hal ini, peneliti mewawancarai pelaku sejarah yang masih hidup. Sebelum wawancara dilaksanakan ada baiknya peneliti membaca buku pedoman wawancara, kemudian membuat catatan mengenai siapa saja pelaku sejarah yang hendak diwawancarai. Langkah selanjutnya, peneliti menyusun daftar pertanyaan yang akan diajukan dalam wawancara. Sebelum bertanya sesuatu, ada baiknya jika peneliti sudah banyak membaca buku. Apakah wawancara cukup ditulis tangan atau direkam dengan alat perekam? Lebih baik, seandainya wawancara direkam dengan tape recorder atau alat perekam lainnya, karena semua informasi akan terekam. Meskipun tidak semua informasi yang terekam nantinya bisa dipakai sebagai sumber, tetapi bagi peneliti rekaman itu akan menjadi koleksi pribadi.

Dalam wawancara ada dua syarat yang harus dipenuhi peneliti. Pertama, harus dikuasai sungguh-sungguh bagaimana mengoperasikan alat perekam. Ada cara-cara tertentu bagaimana supaya suara-suara di luar tidak terdengar, bagaimana supaya suara lebih keras atau lebih lunak, di mana wawancara dilaksanakan, di dalam atau diluar ruangan, bagaimana mengatur supaya alat perekam tidak mengganggu, bagaimana mengatur wawancara bersama-sama, atau beberapa keluarga menjadi satu.

Kedua, sebelum pergi wawancara belajarlah sebanyak-banyaknya. Hal itu akan membuat peneliti percaya diri. Jangan terlalu banyak bertanya, tapi juga jangan kehilangan bahan pertanyaan. Jangan ada kesan memaksa, pewawancara harus siap jadi pendengar. Pewawancara harus siap pertanyaan terurai, setidaknya ada daftar pertanyaan berupa check list. Sesampai dirumah, alat perekam harus diputar dan didengarkan lagi, lalu ditranskrip. Hasil transkrip dimintakan tanda tangan.

Untuk menghormati orang yang diwawancari, peneliti harus menanyakan apa semua hasil wawancara bisa didengar orang. Ada wawancara yang rahasianya baru boleh dibuka ketika responden meninggal. Wawancara semacam itu, yang sifatnya konfidensal, biasanya disimpan ditempat yang aman, misalnya Arsip Nasional.

 

3)      Verifikasi (Kritik Sumber)

Apabila seorang sejarawan ingin menulis sejarah politik, tentang Sarekat Islam di Surakarta, 1911-1940. Seorang sejarawan tentu sudah belajar dari sumber sekunder mengenai dualisme kekuasaan, di satu pihak ada Belanda dan di lain pihak ada kekuasaan pribumi, yaitu Kasunanan dan Mangkunegaran. Birokrasi, pegawai, penduduk, kebudayaan dan kehidupan sehari-hari mengikuti dualisme itu.

Setelah peneliti mengetahui secara persis topiknya dan sumber sudah dikumpulkan, tahap berikutnya adalah verifikasi ada dua macam : otentisitas atau kritik ekstrem dan kredibilitas atau kritik intern.

a)        Otentisitas (Kritik Ekstern)

Jika seorang sejarawan menemukan sebuah surat, notulen rapat, dan daftar langganan majalah tertentu. Kertasnya sudah menguning, baik surat, notulen, atau daftar. Untuk membuktikan keaslian sumber, rasanya terlalu mengada-ada, sebab untuk apa orang memalsukan dokumen yang tak berharga itu? Surat, notulen, dan daftar itu harus diteliti kertasnya, tintanya, gaya tulisannya, bahasanya, kalimatnya, ungkapannya, kata-katanya, hurufnya, dan semua penampilan luarnya untuk mengetahui autentisitasnya.  Selain pada dokumen tertulis, juga pada artefak, sumber lisan, dan sumber kuantitatif, harus dibuktikan keasliannya.

Untuk mempermudah sejarawan melakukan kritik ekstern sebaiknya ia mengajukan pertanyaan (Basri, 2006:70):

·         Pertanyaan yang mengungkap tentang waktu sumber itu di buat “kapan sumber itu dibuat?” dalam hal ini peneliti harus menemukan tanggal sumber atau dokumen itu dibuat. Setelah tanggal itu dapat ditemukan lalu dihubungkan dengan materi sumber untuk mengetahui apakah ada anakronisme (tidak bertentangan dengan zaman). Misalnya, sebuah dokumen, diklaim sudah diketik pada awal abad ke-10, maka pengakuan itu tidak benar karena mesin ketik baru ditemukan pada abad 19.

·     Menyelidiki materi sumber, seperti: jenis kertas, jenis tinta, usia tinta, tanda tangan, stempel, gaya bahasa dan sebagainya.

·     Mengidentifikasi siapa pengarang yang sebenarnya, dengan cara mengidentifikasi:  kemiripan tulisan, jenis huruf yang sering dipakai, gaya bahasa atau penulisan, serta ciri-ciri tanda tangan pengarang.

·     Dengan mengajukan pertanyaan “dimana sumber itu dibuat?” Kegiatan ini berarti ingin memastikan tempat atau lokasi pembuatan sumber. Antara tempat pembuatan dengan tempat penyimpanan sumber, termasuk tempat terbit (jika diterbitkan) dapat saja berbeda. Misalnya, sebuah sumber (katakanlah sebuah karya ilmiah atau ensiklopedi), tempat pembuatannya di kota Bandung diterbitkan di salah satu penerbit di Jakarta, lalu disimpan di perpustakaan di berbagai kota di Indonesia. Jika bentuknya seperti ini, sampai kurun waktu tertentu tidak terlalu sulit untuk melacak dan mencarinya. Akan tetapi jika sumber itu milik swasta atau pribadi atau arsip Negara (rahasia) yang kebanyakan tidak dipublikasikan untuk umum, maka melacaknya cukup sulit, meskipun tetap harus dicari dan ditemukan.

·     Pertanyaan berikut ialah “ dari bahan apa sumber itu dibuat?” apakah terbuat dari kertas, daun (daun lontar), kulit binatang, kulit kayu, tulang, ukiran pada batu? Semua bahan-bahan yang di gunakan itu, akan menjadi bahan pertimbangan dalam proses analisis selanjutnya karena masing-masing bahan memang pernah digunakan oleh manusia pada masa silam dalam kurun jaman tertentu. Sebelum bangsa Indonesia mengenal kertas misalnya, maka yang digunakan sebagai sarana komunikasi surat menyurat adalah daun lontar. Bangsa mesir kuna, misalnya sejak 4000 SM telah mengenal huruf, mereka menulis di atas daun Papirus (Koentjaraningrat, 1974: 22). Diawal munculnya agama Islam 571 M, penulisan wahyu banyak menggunakan pelepah daun kurma, kulit kayu, termasuk tulang.

 

b)       Kredibilitas (Kritik Intern)

Apabila sejarawan sudah memutuskan bahwa  suatu dokumen itu autentik, langkah selanjutnya ia harus meneliti apakah dokumen itu bisa dipercaya, misalnya, sejarawan ingin meneliti surat pengangkatan seseorang sebagai ketua koperasi batik, tahun itu ketua koperasinya lowong, orang itu adalah anggota Sarekat Islam. Melihat kredibilitas foto-misalnya foto ucapan selamat dalam upacara penyumpahan-itu akan tampak dalam pertanyaan apakah waktu itu lazim ada ucapan selamat atas pengangkatan sesorang. Jika semuanya positif, tidak ada cara lain kecuali mengakui bahwa dokumen itu kredibel.

Pada prinsipnya, kritik intern bermaksud menggunakan isi kandungan sumber, yakni ingin mengetahui “apa” dan “bagaimana” isi kandungan tersebut. Selain itu untuk mengetahui tujuan pengarang menulis sumber tersebut, selain itu untuk mengetahui tujuan pengarang menulis sumber tersebut, setelah itu diajukan pertanyaan, “benarkah”  itu tulisan pengarang dimaksud? Secara rinci kritik intern ini bertujuan mengungkap kredibilitas dan validitas sumber, menyelami alam pemikiran pengarang, kondisi mental atau kejujuran intelektual serta keyakinan (Basri: 2006: 72).

 

4)      Interpretasi (Penafsiran)

Interpretasi sering dianggap sebagai biang subjektivitas. Sebagian pendapat itu benar, tetapi sebagian salah. Dikatakan benar, karena tanpa penafsiran sejarawan, data tidak bisa berbicara. Sejarawan yang jujur, akan mencantumkan data dan keterangan dari mana data itu diperoleh. Orang lain dapat melihat kembali dan menafsirkan ulang. Oleh karena itu, subjektivitas penulis sejarah diakui, tetapi untuk dihindari. Interpretasi itu dua macam, yaitu analisis dan sintesis  (Kuntowijoyo, 1995: 105).

Sebagai contoh interpretasi, akan dipakai sejarah kota. Meskipun sejarah kota itu macam-macam, bisa berupa sejarah pendidikan, sejarah kependudukan, sejarah kriminalitas, sejarah politik, sejarah birokrasi, sejarah ekonomi dan sebagainya. Sejarah kota yang dimaksud akan mengambil periode yang amat penting, yaitu pembangunan kota sesudah revolusi. Jadi, judul tulisan itu kira-kira adalah “Masa rekontruksi: Yogyakarta, 1950-1955”.

Contoh lain lagi, apakah artinya tugu di tengah kota, tari bedaya, gamelan sekaten, dan lain sebagainya. Lingkungan manusia penuh dengan simbol-simbol  yang menuntut interpretasi. Gejala itu hanya bisa dipahami lewat interpretasi dan tidak lewat eksplanasi kausal (Kartodirojo, 1992: 221).

 

a)            Analisis

Analisis berarti menguraikan. Kadang-kadang sebuah sumber mengandung beberapa kemungkinan. Misalnya, ditemukan daftar pengurus suatu ormas di kota. Menurut kelompok sosialnya, di situ ada petani, bertanah, pedagang, pegawai negeri, petani tak bertanah, orang swasta, guru, tukang, mandor, dapat disimpulkan bahwa ormas itu terbuka untuk semua orang. Jadi, ormas itu bukan khusus untuk petani bertanah, tetapi juga untuk petani tak bertanah, pedagang, pegawai negeri dan sebagainya. Mungkin soal petani bertanah dan tak bertanah harus dicari dengan cara lain, sebab dalam daftar pengurus tidak mungkin dicantumkan kekayan, paling-paling pekerjaan. Setelah analisis itu ditemukan fakta bahwa pada tahun itu ormas tertentu bersifat terbuka berdasarkan data yang ada.

Ada informasi bahwa harga tanah naik, dapat ditemukan dari data-data kecamatan dalam kota. Setelah melalui analisis statistik atau melalui presentase biasa, ditemukan fakta bahwa harga tanah dalam kota naik. Dalam demografi dapat ditemukan bahwa secara total terjadi integrasi. Hal ini sesuai dengan data dari kecamatan dalam kota yang menunjukkan semakin banyak pendatang dari luar daerah.

b)            Sintesis

Sintesis berarti menyatukan. Setelah ada data tentang pertempuran, rapat-rapat, mobilisasi massa, penggantian pejabat, pembunuhan, orang-orang mengungsi, pengibaran dan penurunan bendera, ditemukan fakta bahwa, telah terjadi revolusi. Jadi, revolusi adalah hasil interpretasi setelah data-data dikelompokkan menjadi satu. “mengelompokkan” data itu hanya mungkin kalau peneliti punya konsep. Revolusi adalah, generalisasi konseptual yang diperoleh melalui pembacaan. Dalam interpetasi,-baik analisis maupun sintesis, orang bisa berbeda pendapat. Perbedaan interpretasi itu sah, meskipun datanya sama.

Misalnya, dari pembacaan diketahui bahwa ada anggota laskar yang kemudian tidak menjadi tentara, proses ini disebut demobilisasi. Sesuai data yang terkumpul ternyata ada ketegangan antara profesionalisme dan amatirisme. Menurut data yang berhasil dikumpulkan tentang kriminalitas, ada jenis kriminalitas, yaitu organized crime, mungkin ini kelanjutan dari yang sebelumnya disebut gerayak. Sesuai data yang terkumpul tentang pertumbuhan pasar ditemukan fakta bahwa ada perluasan kota.

Kadang-kadang perbedaan antara analisis dan sintesis itu dapat diabaikan, sekalipun dua hal itu penting untuk proses berpikir. Sejarawan menyebutnya dengan interpretasi, atau analisis sejarah, tidak pernah menyebut sintesis sejarah. Sama halnya, orang selalu mengatakan analistik statistik untuk analisis dan sintesis.

Kadang-kadang  antara  data dan fakta hanya ada perbedaan bertingkat,  jadi tidak kategoris. Seperti pekerjaan detektif, kalau yang dicari sebab kematian dan bukan ada dan tidaknya pembunuhan data tentang pisau yang berdarah sudah sangat dekat dengan fakta. Demikian pula bagi sejarawan, kalau yang dicari adanya rapat dan bukan revolusi. Data berupa notulen rapat sudah sangat dekat dengan fakta.

    

5)       Historiografi (Penulisan)

Tahapan akhir dari sebuah penelitian ialah penulisan. Penulisan adalah puncak segala-galanya karena apa yang dituliskan itulah sejarah-yaitu histoire-recite, sejarah sebagaimana terjadinya. Suatu penelitian tanpa penulisan, kurang memiliki arti, sebaliknya suatu penulisan tanpa penelitian, tak lebih dari rekonstruksi tanpa pembuktian. Maka kedua-duanya merupakan hal yang sama penting (Abdullah, et.al., eds., 1985: xiii). Hasil penulisan sejarah inilah yang disebut historiografi.

Hasil pengerjaan studi sejarah yang akademis atau kritis, yang berusaha sejauh mungkin mencari “kebenaran” historis dari setiap fakta, bermula dari suatu pertanyaan pokok. Bermula dari suatu pertanyaan pokok inilah, berbagai keharusan konseptual dilakukan dan bermacam proses pengerjaan penelitian dan penulisan dijalani. Dengan bahasa slogan, dapat dikatakan bahwa “tanpa pertanyaan, tak ada sejarah”.

Penulisan meliputi penguasaan ejaan, tata bahasa, tata tulis, konvensi, urutan-urutan bagian tulisan, susunan bibliografi dan lain sebagainya. Dalam hal ini diperlukan kecermatan, ketelitian konsistensi mengikuti standar yang telah di sepakati. Dalam penulisan sejarah, aspek kronologi sangat penting. Kalau dalam sosiologi “alur lurus” tidak menjadi masalah, tidak demikian dengan sejarah. Demikianlah, misalnya, seseorang akan meneliti, “Perubahan Sosial di Semarang, 1950-1990)”.

Dalam penulisan sosiologi, angka tahun tidak penting, karena ilmu sosial biasanya berbicara masalah kontemporer. Dalam ilmu sosial, orang berpikir tentang sistematika  dan tidak tentang kronologi. Misalnya, orang akan membagi bab dari yang besar ke yang kecil, atau dari yang luas ke yang sempit atau dari yang konkret ke yang abstrak atau sebaliknya. Dalam sumpah pemuda dikatakan secara sistematis, “satu nusa, satu bangsa, satu bahasa”. Sumpah itu merunjuk tempat, penduduk, dan pengikat; jadi bergerak dari yang konkret ke yang abstrak.

Dalam ilmu sosial, perubahan akan dikerjakan dengan sistematika: perubahan ekonomi, perubahan masyarakat, perubahan politik, dan perubahan kebudayaan. Dalam sejarah perubahan sosial itu akan diurutkan kronologinya. Misalnya, penulisan itu akan tampak sebagai berikut: Semarang sekitar 1950, 1950-1960, 1960-1970, 1970-1980, 1980-1990, dan Semarang sekitar 1990. Perubahan tiap-tiap dasawarsa dapat diukur dengan transportasi atau dengan ukuran lain. Misalnya, ternyata Semarang berubah dari daerah pejalan kaki, sepeda dan andong, sepeda motor, angkutan kol, dan bus kota dan antar kota. Kalau memakai ukuran yang lebih total, setiap periode harus ada “tenaga pendorong” (driving force) masing-masing. Misalnya, peranan pendidikan untuk periode pertama, peranan organisasi politik untuk periode kedua, peranan politik untuk periode ketiga, dan peranan organisasi ekonomi untuk periode keempat.

Format karya sejarah selain ditulis secara lugas, juga jelas, detail, kronologis, dan menggunakan gaya bahasa sastra sebagai bagian dari seni, selain itu pertimbangan-pertimbangan filosofis pun tidak boleh diabaikan, karena merupakan bagian dari filsafat (Maarif, 1985:13). Hal itu dimaksudkan agar sejarah lebih arif dan mempunyai  prinsip-prinsip dasar yang kuat sehingga sejarah bukan sekadar laporan peristiwa masa lalu manusia, tetapi benar-benar mempunyai makna filosofi bagi kehidupan manusia kini dan mendatang (Gottschalk, 1986: 6). Penyajian penelitian dalam bentuk tulisan mempunyai tiga bagian (a) Pengantar; (b) Hasil Penelitian; dan (c) Kesimpulan (Kuntowijoyo, 1995: 107)

a)     Pengantar

Pengantar berisi tentang permasalahan, latar belakang (berupa lintasan sejarah), historiografi dan pendapat penulis tentang tulisan orang lain, pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian, teori, dan konsep yang dipakai serta sumber-sumber sejarah. Jangan lupa, pembaca akan melihat apakah pertanyaan yang dirumuskan peneliti sudah terjawab atau belum.

b)     Hasil Penelitian

Dalam bab-bab inilah ditunjukkan kebolehan penulis dalam melakukan penelitian dan penyajian. Profesionalisme penulis tampak dalam pertanggungjawaban. Tanggung jawab itu terletak dalam catatan dan lampiran. Setiap fakta yang ditulis harus disertai dengan data yang mendukung.

c)      Kesimpulan

Dalam kesimpulan ini penulis mengemukakan generalisasi dari yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya dan alasan pentingnya penelitian. Isi kesimpulan harus terkait langsung dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Dengan kata lain, kesimpulan penelitian terkait secara substantif terhadap temuan-temuan penelitian yang mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kesimpulan juga dapat ditarik dari hasil pembahasan, namun yang benar-benar relevan dan dapat memperkaya temuan penelitian yang di peroleh.

Dalam kesimpulan, generalisasi penulis akan tampak apakah penulis melanjutkan, menerima, memberi catatan, atau menolak generalisasi yang sudah ada. Misalnya, Clifford Geertz dalam penelitiannya tentang Mojokuto dan Tabanan mencoba memberi catatan atas Tipe Ideal Weeber bahwa Kaum Reformis itu pembaru, dengan persetujuannya bahwa kaum Reformis Islam di Mojokuto adalah homo economicus, tetapi di Tabanan justru kaum bangsawanlah yang punya etika ekonomi. Demikian pula Lance Castle dalam penelitiannya tentang industri rokok di Kudus, memberi catatan bahwa orang-orang Islam kalah berani berspekulasi dengan pedagang Cina.

Penelitian Anton E. Lucas, Peristiwa Tiga Daerah, yang melukiskan konflik antara priyayi dengan orang kecil telah menolak generalisasi M.C. Ricklefs dalam A History of Modem Indonesia yang menggambarkan peristiwa itu sebagai konflik antara santri dengan abangan. Sedangkan Sartono Kartodirdjo dalam penelitiannya tentang “Pemberontakan Petani di Banten, 1888”, telah “menemukan” petani dan ulama. Penelitian itu sungguh mempunyai makna sosial di tengah masyarakat yang didominasi oleh pegawai negeri (dulu oleh priyayi) dan ulama mengalami marjinalisasi.

 

D.     Aktivitas Pembelajaran

LK 2.1.  Jenis-jenis dan Tahap-tahap Pelitian Sejarah

Kerjakan secara indibidu!

1.      Jelaskan jenis-jenis penelitian sejarah!

2.      Uraikan tahap-tahap dalam penelitian sejarah![AM1] 

 

LK 2. 2. Analisis Historiografi

Lembar kerja pada bagian ini menstimulasi pengembangan kompetensi peserta terhadap uraian materi di atas. Kerjakan lembar kerja ini secara individu! Tetapi, Anda juga diperkenankan berdiskusi dengan teman-teman Anda sesama peserta.

1.  Dalam perjalanan Revolusi Fisik, seringkali di buku-buku  sejarah terdapat dua istilah yang kontradiktif, yaitu Pemberontakan Supriyadi di Blitar (1945) dengan Radio Pemberontak Republik Indonesia dalam Peristiwa 10 Nopember di Surabaya yang diinisiasi oleh Bung Tomo. Berikan analisis untuk kedua istiah ini.

2.    Bagaimana cara Bapak/Ibu guru menepis historiografi kolonial berkenaan dengan penanaman nasionalisme terhadap peserta didik dikaitkan dengan beberapa pernyataan berikut.

a.    Jika tidak ada Daendels, maka tidak ada Jalan Anyer – Penarukan.

b.    Diponegoro adalah seorang pemberontak.

c.     Indonesia merdeka tahun 1949. 

d.    Historiografi tradisional seringkali memunculkan kontradiksi. Tokoh yang sama dikisahkan berbeda dalam sumber yang berbeda. Dalam Pararaton, sisi gelap Ken Arok banyak diulas dibanding dengan Negarakertagama. Bagaimana strategi Bapak/Ibu untuk menjelaskan hal tersebut terhadap peserta didik berdasarkan kritik sumber!

 

E.         Penilaian[AM2] 

 

1.    Dalam konteks objektivititas dan subjektivitas sejarah, maka buku-buku sejarah yang ditulis oleh seorang sejarawan merupakan sejarah dalam arti

A.   Objektif

B.   Subjektif

C.   Normatif

D.   Interpretatif

 

2.    Pengungkapan kredibilitas dan validitas sumber sejarah serta upaya menyelami alam pemikiran penulis merupakan tujuan dari....

A.      Heuristik

B.      Kritik Intern

C.      Kritik Estern

D.      Interpretasi

E.       Historiografi

 

 

F.         Referensi

Abdullah, Taufik. dan Abdurrahman Surjomihardo. 1985. Ilmu Sejarah dan Historiografi: Arah dan Perspektif. Jakarta: Gramedia.

 

Ali, R. Moh. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: LKiS.

 

Bari, M.S. 2008. Metodologi Penelitian Sejarah. Jakarta: Restu Agung.

 

Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press.

 

Frederick, William H. dan Soero Soeroto (eds.). 2005. Pemahaman Sejarah Indonesia: Sebelum dan SesudahRevoulsi. Jakarta: LP3ES

 

Hariyono. 1998. Mempelajari Sejarah Secara Efektif. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.

 

Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia.

 

Kuntowijoyo. 1996. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang,

 

Maarif, Syafi’i. 1985. Ibn Khaldun dan Kontribusinya di Bidang Sejarah. Yogyakarta: LSIPM.

 

Moehnilabib, et.al. 2003. Dasar-dasar Metodologi Penelitian. Malang: UM Press.

 

Notosusanto, Nugroho. 1979. Sejarah Demi MasaKini. Jakarta: UI Press.

 

Sutrasno. 1975. Sejarah dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Pradnya Paramita

 


 

                                                                                                                       III.            Praaksara Indonesia

 

A.     Kompetensi

·         Menganalisis perkembangan manusia purba Indonesia

·         Menganalisis perkembangan kehidupan awal manusia Indonesia dalam bidang sosial, budaya, ekonomi, kepercayaan, dan teknologi serta pengaruhnya dalam kehidupan masa kini

 

B.     Indikator Pencapaian Kompetensi

·         Menganalisis jenis manusia purba di Indonesia

·         Menganalisis bukti-bukti asal-usul dan persebaran manusia purba di Indonesia

·         Menyimpulkan keterkaitan antara rumpun bangsa Proto Melayu, Deutero Melayu dan Melanesoid dengan asal usul nenek moyang bangsa Indonesia

·         Menganalisis perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat Praaksara Indonesia.

·         Menganalisis perkembangan kehidupan ekonomi masyarakat Praaksara Indonesia.

·         Menganalisis perkembangan kehidupan kepercayaan masyarakat Praaksara Indonesia.

·         Menganalisis perkembangan teknologi masyarakat Praaksara Indonesia

 

C.         Uraian Materi

              1.      Lingkungan Alam Masyarakat Praaksara Indonesia

Pengantar

Aspek lingkungan merupakan salah satu unsur penting pembentuk suatu budaya masyarakat. Oleh karena itu untuk mengetahui kehidupan manusia praaksara Indonesia tidak dapat terlepas dari kondisi bentang alam dimana manusia Praaksara melangsungkan kehidupanya. Seperti diketahui manusia masa praaksara masih sangat menggantungkan hidupnya pada alam, sehinga hubungan yang begitu dekat antara manusia dengan lingkungan membawa konsekuensi bahwa manusia harus senantiasa beradaptasi dengan lingkungan yang ditempati.

Sejak bumi ini terbentuk, keadaan lingkungan di bumi telah mengalami perubahan sehingga menjadi keadaan lingkungan seperti yang terlihat sekarang ini. Pada zaman kuarter yang terbagi atas masa plestosen dan holosen telah terjadi beberapa kali perubahan iklim. Sejak awal kehadiran manusia plestosen di muka bumi ini senantiasa diikuti oleh peristiwa alam yang tentu saja berpengaruh terhadap ekologi manusia praaksara yang menghuni pada masa tersebut.

 

Bagan 1. Kehidupan Praaksara Indonesia

 

a.      Lingkungan Alam Masa Plestosen

Masaplestosen merupakan bagian masa geologi yang paling muda dan paling singkat. Akan tetapi bagi sejarah kehidupan manusia, masa ini merupakan masa yang paling tua dan terpanjang yang dilalui manusia. Masa Plestosen berlangsung kira-kira 3 juta sampai 10 ribu tahun yang lalu (Soejono, 1984). Pada masa ini telah terjadi beberapa kali perubahan iklim. Secara umum pada masa itu terjadi glasiasi (jaman es), dimana suhu bumi turun dan glester meluas di permukaan bumi. Pada masa plestosen terjadi 4 kali masa glasial yang diselingi 3 kali masa interglasial dimana suhu bumi naik kembali (Bemmelen, 1949). Pada saat itu didaerah dekat kutub terjadi peng-esan, dan  di daerah tropis yang tidak kena pengaruh pelebaran es keadaannya lembab, termasuk Indonesia terjadi musim hujan (pluvial) dan pada waktu suhu naik terjadi musim kering atau antarpluvial.

Selain terjadi perubahan iklim, pada masa Plestosen juga ditandai dengan gerakan berasal dari dalam bumi (endogen) seperti gerakan pengangkatan (orogenesa) yang menyebabkan munculnya daratan baru, kegiatan gunung berapi (vulkanisme), serta gerakan dari luar bumi (eksogen) seperti pengikisan (erosi), turun naiknya permukaan air laut,  serta timbul tenggelamnya sungai dan danau. Berbagai peristiwa alam tersebut dapat menyebabkan perubahan bentuk muka bumi.

Pada masa plestosen ini bagian barat kepulauan Indonesia berhubungan dengan daratan Asia Tenggara sebagai akibat dari turunnya muka air laut. Sementara itu kepulauan Indonesia bagian timur berhubungan dengan daratan Australia. Daratan yang menghubungkan Indonesia bagian barat dengan Asia Tenggara disebut daratan Sunda (di masa antarglasial merupakan paparan Sunda atau Sunda shelf), dan daratan yang menghubungkan Papua dengan Australia disebut daratan Sahul (di masa antarglasial merupakan paparan Sahula atau Sahulshelf). Semua peristiwa alam tersebut di atas langsung atau tidak langsung telah mempengaruhi cara hidup manusia.

Fosil-fosil manusia yang pernah ditemukan di Indonesia diketahui berdasarkan susunan lapisan tanah. Berdasarkan hasil penelitian terhadap susunan lapisan tanah dan batuan menunjukkan bahwa kronologi plestosen di Jawa dibagi atas 3 bagian, dari tua ke yang muda ialah plestosen bawah, plestosen tengah dan plestosen atas (Heekeren, 1972). Endapan plestosen bawah terkenal dengan formasi Pucangan, plestosen tengah disebut formasi Kabuh, dan plestosen atas dikenal sebagai formasi Notopuro. Masing-masing formasi tersebut menunjukkan adanya jenis-jenis fauna tertentu. Formasi Pucangan ditemukan fauna Jetis. Formasi Kabuh mengandung temuan fauna Trinil. Sedangkan formasi Notopuro dijumpai fauna Ngandong (Soejono, 1984).

b.     Lingkungan Alam Masa Holosen

Masa holosen berlangsung kira-kira antara 10.000 tahun yang lalu hingga sekarang. Pada masa ini kegiatan gunung api, gerakan pengangkatan, dan pelipatan masih berlangsung terus. Sekalipun pengendapan sungai dan letusan gunung api masih terus membentuk endapan aluvial, bentuk topografi kepulauan Indonesia tidak banyak berbeda dengan topografi sekarang.

Perubahan penting yang terjadi pada awal masa holosen adalah berubahnya iklim. Berakhirnya masa glasial Wurm kira-kira 20.000 tahun yang lalu menyebabkan berakhirnya musim dingin dan berakhir pula zaman es. Iklim kemudian menjadi panas dan terjadilah zaman panas dengan akibat semua daratan yang semula terbentuk karena turunnya muka air laut, kemudian tertutup kembali, termasuk paparan Sunda dan Sahul seperti dikenal sekarang. Pengaruh fenomena itu terhadap kehidupan di antaranya berupa terputusnya hubungan kepulauan Indonesia dari daratan Asia Tenggara dan Australia.

Akibat terputusnya wilayah Indonesia dari daratan Asia dan Australia pada masa akhir masa glasial Wurm, terputus pula jalan hubungan hewan di wilayah tersebut. Hewan-hewan yang hidup di pulau-pulau kecil kemudian hidup terasing, dan terpaksa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, dan beberapa diantaranya kemudian mengalami evolusi lokal. Perbedaan unik yang terdapat di antara fauna vertebrata di wilayah tersebut menyebabkan disarankannya oleh para ahli tentang adanya garis-garis yang memisahkan berbagai kelompok fauna veterbrata, yaitu kelompok yang mirip dengan fauna daratan Australia. Garis pemisah fauna tersebut adalah garis Wallace, garis Weber, dan garis Huxley.

Pada masa Holosen, iklim di daerah tropik dan di Indonesia khususnya telah menunjukkan persamaan dengan iklim sekarang. Iklim sekarang ini merupakan tingkat awal dari masa glasial dan pluvial kelima.

 

        2.      Manusia Purba

a.      Evolusi Manusia Purba di Indonesia

Terhubungnya pulau-pulau akibat peng-esan yang terjadi pada masa glasial memungkinkan terjadinya migrasi manusia dan fauna dari daratan Asia ke kawasan Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian, migrasi ini didahului oleh perpindahan binatang yang kemudian diikuti oleh manusia dan diperkirakan terjadi pada masa pleistosen. Sebagai bukti adanya proses migrasi awal binatang dari daratan Asia ke wilayah Indonesia ialah ditemukannya situs paleontologi tertua di daerah Bumiayu yang terletak di sebelah selatan Tegal (Jawa Tengah) dan Rancah di sebelah timur Ciamis (Jawa Barat). Fosil tersebut, yaitu Mastodon Bumiayuensis (spesies gajah) dan Rhinoceros Sondaicus (spesies Badak). Bila dibandingkan dengan fosil binatang didaratan Asia, fosil-fosil tersebut berumur lebih muda dari fosil-fosil yang terdapat dalam kelompok fauna Siwalik di India.

Proses migrasi yang terjadi pada masa pleistosen ini menyebabkan wilayah Indonesia mulai dihuni oleh manusia. Timbul pertanyaan tentang asal-usul manusia yang bermigrasi ke wilayah Indonesia ini. Menilik dari segi fisik manusia Indonesia sekarang ini, mayoritas dapat dikelompokkan ke dalam ras Mongoloid dan Austroloid. Para ahli memperkirakan bahwa pada sekitar abad ke-40 sebelum masehi, Pulau Jawa merupakan daerah pertemuan dari beberapa ras dan daerah pertemuan kebudayaan.

Ciri-ciri Mongoloid yang terdapat pada manusia Indonesia, nampaknya disebabkan adanya arus migrasi yang berasal dari daratan Asia. Kedatangan mereka pada akhirnya menyingkirkan manusia yang sudah hidup sebelumnya di wilayah Indonesia, yaitu dari ras yang disebut Austroloid. Bangsa pendatang dari Asia ini mempunyai kebudayaan dan tingkat adaptasi yang lebih baik sebagai pemburu dibandingkan dengan manusia pendahulunya. Keturunan dari ras Austroloid ini nampaknya tidak ada yang dapat hidup di Jawa,tetapi mereka saat ini dapat ditemukan sebagai suku Anak Dalam atau Kubu di Sumatera Tengah dan Indonesia bagian timur.

Arus migrasi para pendatang dari wilayah Asia ke Kepulauan Indonesia terjadi secara bertahap. Pada sekitar 3.000 - 5.000 tahun lalu, tiba arus pendatang yang disebut  proto-Malays (Proto Melayu) ke Pulau Jawa. Keturunan mereka saat ini dapat dijumpai di Kepulauan Mentawai Sumatera Barat, Tengger di Jawa Timur, Dayak di Kalimantan, dan Sasak di Lombok. Setelah itu, tibalah arus pendatang yang disebut Austronesia atau Deutero-Malays (Detro Melayu) yang diperkirakan berasal dari Taiwan dan Cina Selatan. Para ahli memperkirakan  kedatangan mereka melalui  laut dan sampai di Pulau Jawa sekitar 1.000 - 3.000 tahun lalu. Sekarang keturunannya banyak tinggal di Indonesia sebelah barat. Orang Detro Melayu ini dating ke wilayah Indonesia dengan membawa keterampilan dan keahlian bercocok tanam padi, pengairan, membuat barang tembikar/pecah-belah, dan kerajinan dari batu.

Seorang ahli bahasa, yaitu H. Kern, melalui hasil penelitiannya menyatakan bahwa terdapat keserumpunan bahasa-bahasa di Daratan Asia Tenggara dan Polinesia. Menurut pendapatnya, tanah asal orang-orang yang mempergunakan bahasa Austronesia, termasuk bahasa Melayu, harus dicari di daerah Campa,Vietnam, Kamboja, dan daratan sepanjang pantai sekitarnya. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daerah Cina Selatan yaitu di daerah Yunan. Selain itu,  R. von Heine Geldern yang melakukan penelitian tentang distribusi dan kronologi beliung dan kapak lonjong yang ada di Indonesia tiba pada kesimpulan bahwa alat-alat tersebut merupakan hasil persebaran kompleks kebudayaan Bacson-Hoabinh yang ada di daerah Tonkin (Indocina) atau Vietnam sekarang ini.

Terdapat beberapa teori yang membahas tentang asal-usul manusia yang sekarang menghuni wilayah Indonesia ini. Teori-teori tersebut antara lain sebagai berikut.

1)     Teori Yunan

Teori ini didukung oleh beberapa sarjana seperti R.H Geldern, J.H.CKern, J.R Foster, J.R Logan, Slamet Muljana, dan Asmah Haji Omar. Secara keseluruhan, alasan-alasan yang menyokong teori ini yaitu sebagai berikut.

a)     Kapak Tua yang ditemukan di wilayah Indonesia memiliki kemiripan dengan Kapak Tua yang terdapat di Asia Tengah. Hal ini menunjukkan adanya migrasi penduduk dari Asia Tengah ke Kepulauan Indonesia.

b)     Bahasa Melayu yang berkembang di Indonesia serumpun dengan bahasa yang ada di Kamboja. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk di Kamboja mungkin berasal dari Dataran Yunan dengan menyusuri Sungai Mekong. Arus perpindahan ini kemudian dilanjutkan ketika sebagian dari mereka melanjutkan perpindahan dan sampai ke wilayah Indonesia. Kemiripan bahasa Melayu dengan bahasa Kamboja sekaligus menandakan pertaliannya dengan Dataran Yunan.

Teori ini merupakan teori yang paling populer dan diterima oleh banyak pasangan. Berdasarkan teori ini, orang-orang Indonesia datang dan berasal dari Yunan. Kedatangan mereka ke Kepulauan Indonesia ini melalui tiga gelombang utama, yaitu perpindahan orang Negrito, Melayu Proto, dan juga Melayu Deutro.

a)       Orang Negrito

Orang Negrito merupakan penduduk paling awal di Kepulauan Indonesia. Mereka diperkirakan sudah mendiami kepulauan ini sejak 1000 SM. Hal ini didasarkan pada hasil penemuan arkeologi di Gua Cha, Kelantan, Malaysia. Orang Negrito ini kemudian menurunkan orang Semang, yang sekarang banyak terdapat di Malaysia. Orang Negrito mempunyai ciri-ciri fisik berkulit gelap, berambut keriting, bermata bundar, berhidung lebar, berbibir penuh, serta ukuran badan yang pendek.

b)       Melayu Proto

Perpindahan orang Melayu Proto ke Kepulauan Indonesia diperkirakan terjadi pada 2.500 SM. Mereka mempunyai peradaban yang lebih maju daripada orang Negrito. Hal ini ditandai dengan kemahirannya dalam bercocok tanam.

c)        Melayu Deutro

Perpindahan orang Melayu Deutro merupakan gelombang perpindahan orang Melayu kuno kedua yang terjadi pada 1.500 SM. Mereka merupakan manusia yang hidup di pantai dan mempunyai kemahiran dalam berlayar.

 

2)     Teori Indonesia

Teori ini menyatakan bahwa asal mula manusia yang menghuni wilayah Indonesia ini tidak berasal dari luar melainkan mereka sudah hidup dan berkembang di wilayah Indonesia itu sendiri. Teori ini didukung oleh sarjana-sarjana seperti J. Crawford, K. Himly, Sutan Takdir Alisjahbana, dan Gorys Keraf. Akan tetapi, nampaknya teori ini kurang populer dan kurang banyak diterima oleh masyarakat.

Teori Indonesia didasarkan pada alasan-alasan seperti di bawah ini.

a)     Bangsa Melayu dan bangsa Jawa mempunyai tingkat peradaban yang tinggi. Taraf ini hanya dapat dicapai setelah perkembangan budaya yang lama. Hal ini menunjukkan bahwa orang Melayu tidak berasal dari mana-mana, tetapi berasal dan berkembang di Indonesia.

b)     K. Himly tidak setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa bahasa Melayu serumpun dengan bahasa Champa (Kamboja). Baginya, persamaan yang berlaku di kedua bahasa tersebut adalah suatu fenomena yang bersifat“kebetulan”.

c)      Manusia kuno Homo Soloensis dan Homo Wajakensis yang terdapat di Pulau Jawa. Penemuan manusia kuno ini di Pulau Jawa menunjukkan adanya kemungkinan orang Melayu itu keturunan dari manusia kuno tersebut,yakni berasal dari Jawa.

d)     Bahasa yang berkembang di Indonesia yaitu rumpun bahasa Austronesia, mempunyai perbedaan yang sangat jauh dengan bahasa yang berkembangdi Asia Tengah yaitu bahasa Indo-Eropa.

 

3)     Teori “out of Africa

Hasil penelitian mutakhir/kontemporer menyatakan bahwa manusia modern yang hidup sekarang ini berasal dari Afrika. Setelah mereka berhasil melalui proses evolusi dan mencapai taraf manusia modern, kemudian mereka bermigrasi ke seluruh benua yang ada di dunia ini. Apabila kita bersandar pada teori ini, maka bisa dikatakan bahwa manusia yang hidup di Indonesia sekarang ini merupakan hasil proses migrasi manusia modern yang berasal dari Afrika tersebut.

Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa fosil-fosil manusia purba yang ditemukan di Indonesia atau khususnya di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur tidak mempunyai hubungan langsung dengan manusia modern.

Dengan demikian, nampaknya jenis-jenis manusia purba yang pernah hidup di Indonesia khususnya Jawa, seperti Meganthropus Palaeojavanicus, Pithecanthropus Erectus, Homo Soloensis, Homo Wajakensis, dan sebagainya telah mengalami kepunahan. Mereka pada akhirnya digantikan oleh komunitas manusia yang berasal dari Afrika yang melakukan proses migrasi hingga sampai di Kepulauan Indonesia. Nampaknya teori ini perlu terus dikaji dan disosialisasikan, sehingga dapat diterima oleh masyarakat. Namun Homo Erectus yang pernah tinggal di Pulau Jawa mempunyai sejarah menarik karena dapat bertahan sekitar 250.000 tahun lebih lama dari jenis yang sama yang tinggal di tempat lain di Asia, bahkan mungkin bertahan sekitar 1 juta tahun lebih lama dari yang tinggal di Afrika. Umur fosil Homo Erectus terakhir yang ditemukan di Ngandong dan Sambung Macan (Jawa Tengah) sekitar 30.000 sampai 50.000 tahun. Homo Erectus (“javaman”) di Pulau Jawa diduga pernah hidup dalam waktu yang bersamaan dengan Homo Sapiens (manusia modern).

Sampai saat ini, penyebab kepunahan “java man” masih misteri. Diduga salah satu penyebabnya ialah karena keterbatasan strategi hidup mereka. Tidak ditemukannya peralatan dari batu (misalnya untuk membelah daging atau untuk berburu) di sekitar fosil mereka menunjukkan bahwa kehidupannya masih sangat primitif. Diduga mereka memakan daging dari binatang yang telah mati (scavenger). Kolonisasi Homo Sapiens yang berasal dari Afrika berhasil, karena mereka punya strategi hidup yang lebih baik dibanding penduduk asli Homo Erectus.

Manusia purba Indonesia mengalami perubahan sejak masa plestosen sampai holosen, hal ini dikarenakan perkembangan waktu dan penyesuaian diri dengan alam sehingga menyebabkan perubahan fisik.

 

1)    Evolusi Manusia Praaksara Masa Plestosen

Gambaran evolusi manusia purba masa plestosen dapat diketahui melalui studi paleoantropologi. Bagaimana proses evolusi yang telah terjadi, belumlah dapat diketahui dengan pasti. Banyak teori dan dendrogram (diagram berbentuk pohon yang menunjukkan derajat persamaan di antara anggota-anggota suatu kelompok makhluk hidup) tentang evolusi manusia purba telah dibuat. Hal ini menunjukkan masih banyaknya ketidaksepakatan diantara para ahli. Salah satu faktor penyebab adalah karena tidak ada data yang cukup untuk dapat merekonstruksi evolusi biologi secara total. Namun demikian upaya ke arah penyusunan evolusi harus terus dilakukan.

Dalam sejarah penelitian paleoantropologi di Indonesia terutama di Jawa terdapat data fisik manusia purba yang cukup lengkap rangkaiannya secara bertahap dari bentuk yang sederhana hingga bentuk yang progress. Fosil manusia purba yang ditemukan di kawasan Indonesia berasal dari lapisan bumi masa plestosen bawah, plestosen tengah, plestosen atas, dan awal masa Holosen. Dengan demikian akan tampak dengan jelas evolusi bentuk fisik manusia purba pada masa tersebut.

Evolusi manusia purba di Jawa diawali dengan fosil manusia Meganthropus paleojavanicus. Manusia ini ditemukan pada lapisan formasi Pucangan di Sangiran. Formasi tersebut dimasukkan dalam masa plestosen bawah. Oleh karena temuan Meganthropus hanya sedikit, sulit menentukan dengan pasti kedudukannya dalam evolusi manusia dan hubungannya dengan Pithecanthropus. Melalui studi perbandingan dengan temuan fosil manusia dari Afrika dan Eropa berdasarkan segi fisik dan kulturalnya maka dalam taksonomi manusia, Meganthropus paleojavanicus dianggap sebagai genus yang hidup pada masa plestosen bawah, dan merupakan pendahulu dari Pithecanthropus erectus dari masa plestosen tengah.

Fosil manusia yang lebih muda ialah Pithecanthropus. Fosil manusia ini paling banyak ditemukan di Indonesia terutama di Jawa. Oleh karena itu pada masa plestosen di Indonesia banyak dihuni manusia Pithecanthropus. Manusia ini diperkirakan hidup pada masa plestosen bawah, tengah, dan mungkin plestosen atas. Manusia Pithecanthropus yang tertua adalah Pithecanthropus modjokertensis yang ditemukan pertama kali pada formasi Pucangan di Kapuh Klagen pada tahun 1936 berupa tengkorak anak-anak. Temuan lainnya berasal dari situs Sangiran.  Ditaksir manusia ini hidup sekitar 2,5 hingga 1,25 juta tahun yang lalu, jadi kira-kira bersamaan dengan Meganthropus (Soejono 1984).

Manusia Pithecanthropus yang lebih banyak terdapat dan lebih luas penyebarannya adalah Pithecanthropus erectus. Temuan fosil yang terpenting dan terkenal adalah atap tengkorak dan tulang paha dari Trinil pada tahun 1891. Berdasarkan temuan ini Eugene Dubois memberi nama Pithecanthropus erectus. Dubois memandang Pithecanthropus sebagai missing link, yaitu manusia perantara yang menghubungkan antara kera dan evolusi manusia (Howell 1980, Sartono 1985).  Temuan Pithecanthropus erectus lainnya berasal dari situs Sangiran. Berdasarkan pertanggalan absolut Pithecanthropus erectus hidup sekitar 1 hingga 0,5 juta tahun yang lalu atau pada masa plestosen tengah.

Pithecanthropus yang hidup sampai awal plestosen atas adalah Pithecanthropus soloensis, dan sisanya ditemukan dalam formasi Kabuh di Sangiran, Sambung Macan (Sragen), dan Ngandong (Blora). Berdasarkan hasil pertanggalan sementara Pithecanthropus soloensis hidupnya ditaksir antara 900.000 hingga 300.000 tahun yang lalu (Soejono 1984).

Manusia yang hidup pada masa plestosen akhir adalah manusia dari genus Homo. Manusia ini di Indonesia diwakili oleh Homo wajakensis yang ditemukan di Wajak (Tulungagung) dan mungkin juga beberapa tulang paha dari Trinil dan tulang tengkorak dari Sangiran. Genus Homo mempunyai karakteristik yang lebih progesif dari manusia Pithecanthropus.

Dari beberapa spesies tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa di Indonesia, terutama di Jawa pada masa plestosen telah dihuni paling sedikit oleh empat genus species manusia Praaksara, yaitu Megantropus paleojavanicus dan Pithecanthropus modjokertensis (masa plestosen bawah), Pithecantrhopus erectus dan Pithecantrhopus soloensis (masa plestosen tengah-atas), serta Homo wajakensis (masa plestosen atas-holosen awal).

 

2)    Evolusi Manusia Purba pada Masa Holosen

Sejak sekitar 10.000 tahun yang lalu ras manusia seperti yang dikenal sekarang sudah mulai ada di Indonesia dan sekitarnya. Dua ras yang terdapat di Indonesia pada permulaan masa holosen, yaitu Australomelanesid dan Monggolid.

Ras Australomelanesid berbadan lebih tinggi, tengkorak relatif kecil, dahi agak miring, dan pelipis tidak membulat benar. Tengkoraknya lonjong atau sedang dengan bagian belakang kepalanya menonjol, dan bagian tengah atas tengkorak meninggi. Lebar mukanya sedang dengan bagian busur keningnya nyata. Alat pengunyah relatif kuat dengan geraham-gerahamnya belum mengalami reduksi yang lanjut.

Sebaliknya ras Monggolid tinggi badannya rata-rata lebih sedikit. Tengkoraknya bundar atau sedang, dengan isi tengkorak rata-rata lebih besar. Dahinya lebih membulat dan rongga matanya biasanya tinggi dan persegi. Mukanya lebar dan datar dengan hidung yang sedang atau lebar. Tempat perlekatan otot-otot lain mulai kurang nyata. Demikian pula reduksi alat pengunyah telah melanjut, dengan gigi seri dan taringnya menembilang.

 Jika ditinjau populasi manusia di Indonesia di masa Mesolitik, maka nyatalah bahwa kedua ras pokok ini jelas sekali kehadirannya. Di bagian barat dan utara dapat dilihat sekelompok populasi dengan ciri-ciri utama Australomelanesid dan hanya sedikit campuran Monggolid. Di Nusa Tenggara hidup Australomelanesid yang tidak banyak berbeda dengan populasi di sana sekarang tetapi masih primitif dalam beberapa ciri. Keadaannya berlainan di Sulawesi dimana populasinya lebih banyak memperlihatkan ciri Monggolid.

Sementara ini penduduk masa Neolitik di Indonesia barat sudah banyak memperlihatkan ciri Monggolid, meskipun ciri Australomelanesid masih terdapat sedikit. Indonesia timur terutama bagian selatan dan timur lebih dipengaruhi oleh unsur Australomelanesid, bahkan sampai sekarang. Sulawesi keadaanya khas, karena pengaruh Monggolid lebih kuat dan lebih awal di sini.

Di masa Paleometalik, manusia yang mendiami Indonesia dapat diketahui melalui sisa rangka yang antara lain ditemukan di Anyer Lor (Banten), Puger (Jatim), Gilimanuk (Bali), Ulu Leang (Sulawesi), Melolo (Sumba), dan Liang Bua (Flores). Pada temuan tersebut terlihat pembauran antara ras Australomelanesid dan Monggolid dalam perbandingan yang berbeda.

Pengaruh budaya bangsa lain, termasuk pengaruh teknologi dalam perkembangan budaya masyarakat awal di Indonesia, menunjukkan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah menjalin komunikasi dan hubungan persahabatan dengan bangsa lain.

 

        3.   Kebudayaan Masyarakat Praaksara Indonesia pada Masa Batu

a.  Paleolitik

Kehidupan manusia Praaksara masa paleolitik berlangsung sekitar 1,9 juta-10.000 tahun yang lalu. Bukti-bukti peninggalan masa ini terekam dalam sisa-sisa peralatan yang sering disebut artefak. Di Indonesia tradisi pembuatan alat pada masa Paleolitik dikenal 3 macam bentuk pokok, yaitu tradisi kapak perimbas-penetak (chopper choping-tool complex), tradisi serpih-bilah (flake-blade), dan alat tulang-tanduk (Ngandong Culture) (Heekeren 1972).

Tradisi kapak perimbas-penetak yang ditemukan di Indonesia kemudian terkenal dengan nama budaya Pacitan, dan dipandang sebagai tingkat perkembangan budaya batu yang terawal di Indonesia. Alat budaya Pacitan dapat digolongkan dalam beberapa jenis utama yaitu kapak perimbas (chopper), kapak penetak (chopping-tool), pahat genggam (proto hand-adze), kapak genggam awal (proto hand-axe), kapak genggam (hand-axe), dan serut genggam (scraper).

Tradisi kapak perimbas, di dalam konteks perkembangan alat-alat batu seringkali ditemukan bersama-sama dengan tradisi alat serpih. Bentuk alat serpih tergolong sederhana dengan kerucut pukul (bulbus) yang jelas menonjol dan dataran pukul (striking platform) yang lebar dan rata.

Seperti diketahui bahwa hakekat data paleolitik di Indonesia kebanyakan ditemukan di permukaan tanah. Hal ini menyebabkan belum ada yang dapat menjelaskan tentang siapa pendukung dan apa fungsi alat-atal batu itu secara menyakinkan. Meksipun demikian menurut Movius, manusia yang diduga sebagai pencipta dan pendukung alat-alat batu ini adalah manusia Pithecanthropus, yang bukti-buktinya ditemukan dalam satu konteks dengan lapisan yang mengandung fosil-fosil Pithecanthropus pekinensis di gua Chou-kou-tien di Cina (Movius, 1948: 329-340, Soejono 1984).

Bukti peninggalan alat paleolitik menggambarkan bahwa kehidupan manusia pada masa ini sangat bergantung kepada alam lingkungannya. Daerah yang diduduki manusia itu harus dapat memberikan cukup persediaan untuk kelangsungan hidupnya. Mereka hidup secara berpindah-pindah (nomaden) sesuai dengan batas-batas kemungkinan memperoleh makanan. Suatu upaya penting yang mendominasi aktivitas hidupnya adalah subsistensi. Segala daya manusia ditujukan untuk memenuhi kebutuhan makan.

Manusia masa Paleolitik hidup dalam kelompok-kelompok kecil. Besarnya kelompok ditentukan oleh besarnya daerah dan hasil perburuan. Jika penduduk suatu daerah melebihi jumlah optimal, maka sebagian dari kelompok ini memisahkan diri dengan cara migrasi ataupun mungkin dilakukan infantisida (membunuh bayi sesaat setelah dilahirkan) untuk membatasi besarnya populasi.

Dalam kehidupan masa Paleolitik ini secara tidak langsung terjadi pembagian kerja berdasarkan perbedaan seks atau umur. Kaum lelaki bertugas mencari makan dengan berburu binatang, sedang kaum perempuan tinggal di rumah mengasuh anak sembari meramu makanan. Bahkan setelah api ditemukan, maka peramu menemukan cara memanasi makanan. Sementara itu pada masa ini belum ditemukan bukti adanya kepercayaan atau religi dari manusia pendukungnya.Manusia purba hidup berkelompok sebagai bagian peduli sosial tetapi mereka sebagai pribadi yang mandiri dan pekerja keras.

b.   Mesolitik

Kehidupan manusia Praaksara masa mesolitik diperkirakan berlangsung sejak akhir plestosen atau sekitar 10.000 tahun yang lalu. Pada masa ini berkembang 3 tradisi pokok pembuatan alat di Indonesia yaitu tradisi serpih-bilah (Toala Culture), tradisi alat tulang (Sampung Bone Culture), dan tradisi kapak genggam Sumatera (Sumatralith). Ketiga tradisi alat ini ditemukan tidak berdiri sendiri, melainkan seringkali unsur-unsurnya bercampur dengan salah satu jenis alat lebih dominan daripada lainnya.

Tradisi serpih-bilah secara tipologis dapat dibedakan menjadi pisau, serut, lancipan, mata panah, dan mikrolit. Tradisi serpih terutama berlangsung dalam kehidupan di gua-gua Sulawesi Selatan, yang sebagian pada masa tidak lama berselang masih didiami oleh suku bangsa Toala, sehingga dikenal sebagai budaya Toala (Heekeren 1972). Sementara industri tulang Sampung tersebar di situs-situs gua di Jawa Timur. Kelompok budaya ini memperlihatkan dominasi alat tulang berupa sudip dan lancipan. Temuan lain berupa alat-alat batu seperti serpih-bilah, batu pipisan atau batu giling, mata panah, serta sisa-sisa binatang. Sedangkan tradisi Sumatralith banyak ditemukan di daerah Sumatera, khususnya pantai timur Sumatera Utara. Situs-situs di daerah ini berupa bukit-bukit kerang.

Bukti peninggalan alat mesolitik menggambarkan bahwa corak penghidupan yang menggantungkan diri kepada alam masih berlanjut. Hidup berburu dan mengumpul makanan masih ditemukan, namun sudah ada upaya pengenalan awal tentang hortikultur yang dilakukan secara berpindah. Masyarakat mulai mengenal pola kehidupan yang berlangsung di gua-gua alam (abris sous roche) dan di pantai (kjokkenmoddinger) yang tidak jauh dari sumber bahan makanan.

Suatu sistem penguburan di dalam gua (antara lain budaya Sampung) dan bukit Kerang (Sumatera Utara) sebagai bukti awal penguburan manusia di Indonesia, serta lukisan dinding gua dan dinding karang (Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua) yang merupakan ekspresi rasa estetik dan religius, melengkapi bukti kegiatan manusia pada masa ini. Bahan zat pewarna merah, hitam, putih, dan kuning digunakan untuk bahan melukis cap-cap tangan, manusia, manusia, binatang, perahu, matahari, dan lambang-lambang.

Arti dan maksud lukisan dinding gua ini masih belum jelas pada umumnya tulisan itu menggambarkan suatu pengalaman, perjuangan dan harapan hidup. Lukisan tersebut bukanlah sekedar dekorasi atau kegemaran seni semata-mata melainkan bermakna lebih mendalam lagi yaitu menyangkut aspek kehidupan berdasarkan kepercayaan terhadap kekuatan gaib yang ada di alam sekitarnya. Adanya penguburan dan lukisan dinding gua merupakan bukti berkembangnya corak kepercayaan di kalangan masyarakat Praaksara.

c.    Neolitik

Masa neolitik merupakan masa yang amat penting dalam sejarah perkembangan masyarakat dan peradaban. Karena pada masa ini beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber alam bertambah cepat.

Bukti yang didapat dari masa neolitik terutama berupa berbagai jenis batu yang telah dipersiapkan dengan baik. Kemahiran mengupam alat batu telah melahirkan jenis alat seperti beliung persegi, kapak lonjong, alat obsidian, mata panah, pemukul kulit kayu, gerabah, serta perhiasan berupa gelang dari batu dan kerang.

Beliung persegi mempunyai bentuk yang bervariasi dan persebaran yang luas terutama di Indonesia bagian barat. Beliung tersebut terbuat dari batu rijang, kalsedon, agat, dan jaspis. Sementara kapak lonjong tersebar di Indonesia bagian timur dan diduga lebih tua dari beliung persegi (Heekeren 1972). Gerabah yang merupakan unsur paling banyak ditemukan pada situs-situs neolitik memerlihatkan pembuatan teknik tatap Bentuk gerabah antara lain berupa periuk dan cawan yang memiliki slip merah dengan hias gores dan tera bermotifkan garis lurus dan tumpal. Sedangkan alat pemukul kulit kayu banyak ditemukan di Sulawesi dan Kalimantan. Demikian pula mata panah yang sering dihubungkan dengan budaya neolitik, terutama ditemukan di Jawa Timur dan Sulawesi.

Kebudayaan Neolitik yang berupa kapak persegi dan kapak lonjong yang tersebar ke Indonesia tidak datang/menyebar dengan sendirinya, tetapi terdapat manusia pendukungnya yang berperan aktif dalam rangka penyebaran kebudayaan tersebut.Manusia pendukung yang berperan aktif dalam rangka penyebaran kebudayaan itulah merupakan suatu bangsa yang melakukan perpindahan/imigrasi dari daratan Asia ke Kepulauan Indonesia bahkan masuk ke pulau-pulau yang tersebar di Lautan Pasifik.

Bangsa yang berimigrasi ke Indonesia berasal dari daratan Asia tepatnya Yunan Utara bergerak menuju ke Selatan memasuki daerah Hindia Belakang (Vietnam)/Indochina dan terus ke Kepulauan Indonesia, dan bangsa tersebut adalah:

1)     Bangsa Melanesia atau disebut juga dengan Papua Melanosoide yang merupakan rumpun bangsa Melanosoide/Ras Negroid. Bangsa ini merupakan gelombang pertama yang berimigrasi ke Indonesia.

2)     Bangsa Melayu yang merupakan rumpun bangsa Austronesia yang termasuk golongan Ras Malayan Mongoloid. Bangsa ini melakukan perpindahan ke Indonesia melalui dua gelombang yaitu:

a)     Gelombang pertama tahun 2000 SM, menyebar dari daratan Asia ke Semenanjung Melayu, Indonesia, Philipina dan Formosa serta Kepulauan Pasifiksampai Madagaskar yang disebut dengan Proto Melayu. Bangsa ini masuk ke Indonesia melalui dua jalur yaitu Barat dan Timur, dan membawa kebudayaan Neolithikum (Batu Muda).

b)     Gelombang kedua tahun 500 SM, disebut dengan bangsa Deutro Melayu. Bangsa ini masuk ke Indonesia membawa kebudayaan logam (perunggu).

Manusia masa neolitik sudah tidak lagi menggantungkan hidupnya pada alam, tetapi sudah menguasai alam lingkungan sekitarnya serta aktif membuat perubahan. Masyarakat mulai mengembangkan penghidupan baru berupa kegiatan bercocok tanam sederhana dengan sistem slash and burn, atau terjadi perubahan dari food gathering ke food producing. Berbagai macam tumbuhan dan hewan mulai dijinakkan dan dipelihara untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, kegiatan berburu, dan menangkap ikan masih terus dilakukan.

Masyarakat masa neolitik mulai menunjukkan tanda-tanda cara hidup menetap di suatu tempat, berkelompok membentuk perkampungan-perkampungan kecil. Di masa ini kelompok manusia sudah lebih besar, karena pertanian dan peternakan dapat memberi makan penduduk dalam jumlah yang lebih besar. Pada masa ini diperkirakan telah muncul bentuk perdagangan yang bersifat barter. Barang yang dipertukarkan adalah hasil pertanian ataupun kerajinan tangan. Adanya penemuan-penemuan baru ini menyebabkan masa ini oleh V. Gordon Childe (1958) sering disebut sebagai masa Revolusi Neolitik, karena kegiatan ini menunjukkan kepada kita adanya perubahan cara hidup yang kemudian mempengaruhi perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya manusia.

Pengembangan konsep kepercayaan pada masa neolitik mulai memainkan peranan penting. Konsep kepercayaan ini kemudian diabadikan dengan mendirikan bangunan batu besar. Kegiatan kepercayaan seperti ini dikenal dengan nama tradisi megalitik. R. Von Heine Geldern (1945) menggolongkan tradisi megalitik dalam 2 tradisi, yaitu megalitik tua yang berkembang pada masa neolitik (2500-1500 SM) dan megalitik muda yang berkembang dalam masa paleometalik (1000 SM – abad I M). Megalitik tua menghasilkan bangunan yang disusun dari batu besar seperti menhir, dolmen, undak batu, limas berundak, pelinggih, patung simbolik, tembok batu, dan jalan batu.

Pengertian tentang bangunan megalitik tidak selalu diartikan sebagai suatu bangunan yang dibuat dari batu besar dan berasal dari masa Praaksara. Pengertian di atas tidak terlalu mutlak. Bahkan F.A. Wagner (1962) dalam Soejono (1984) mengatakan bahwa pengertian monumen besar (megalitik) tidak mesti diartikan sebagai ”batu besar”, akan tetapi objek-objek batu lebih kecil dan bahan-bahan lain seperti kayu, bahkan tanpa monumen atau objek sama sekalipun dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi megalitik bila benda-benda itu jelas dipergunakan untuk tujuan sakral tertentu yakni pemujaan arwah nenek moyang. Dengan demikian maksud utama dari pendirian bangunan megalitik tersebut tidak luput dari latar belakang pemujaan nenek moyang, pengharapan kesejahteraan bagi yang masih hidup, dan kesempurnaan bagi si mati. Segi kepercayaan dan nilai-nilai hidup masyarakat ini kemudian berlanjut dan berkembang pada masa paleometalik.

 

4.      Kebudayaan Masyarakat Praaksara Indonesia pada Masa Logam

Paleometalik

Masa paleometalik merupakan masa yang mengandung kompleksitas, baik dari segi materi maupun alam pikiran yang tercermin dari benda buatanya. Perbendaharaan masa paleometalik memberikan gambaran tentang kemajuan yang dicapai manusia pada masa itu, terutama kemajuan di bidang teknologi. Dalam masa paleometalik teknologi berkembang lebih pesat sebagai akibat dari tersusunnya golongan-golongan dalam masyarakat yang dibebani pekerjaan tertentu.

Pada masa ini teknologi pembuatan alat jauh lebih tinggi tingkatnya dibandingkan dengan masa sebelumnya. Hal tersebut dimulai dengan penemuan baru berupa teknik peleburan, pencampuran, penempaan, dan pencetakan jenis-jenis logam. Penemuan logam merupakan bukti kemajuan pyrotechnology karena manusia telah mampu menghasilkan temperatur yang tinggi untuk dapat melebur bijih logam.

Atas dasar temuan arkeologis, Indonesia mengenal alat-alat yang dibuat dari perunggu, besi, dan emas. Benda-benda perunggu di Indonesia ditemukan tersebar di bagian barat dan timur. Hasil utama benda perungu pada masa paleometalik ini meliputi nekara perunggu, kapak perunggu, bejana perunggu, patung perunggu, perhiasan perunggu, dan benda perunggu lainnya. Sedangkan benda-benda besi yang ditemukan antara lain mata kapak, mata pisau, mata sabit, mata tembilang, mata pedang, mata tombak, dan gelang besi. Pada prinsipnya teknik pengerjaan artefak logam ini ada dua macam, yakni teknik tempa dan teknik cetak. Proses pencetakannya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung ialah dengan menuang logam yang sudah mencair langsung ke dalam cetakan, dan secara tidak langsung ialah dengan membuat model terlebih dahulu, dari model ini kemudian dibuat cetakannya. Cara yang kedua ini disebut dengan acire perdue atau lilin hilang sementara itu tipe-tipe cetakan yang digunakan dapat berupa cetakan tunggal atau cetakan terbuka, cetakan setangkup (bivalve mould), dan cetakan ganda (piece mould).

Pada masa ini dihasilkan pula gerabah yang menunjukkan perkembangan yang lebih meningkat. Gerabah tidak hanya untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi juga diperlukan dalam upacara penguburan baik sebagai bekal kubur maupun tempayan kubur.

Sementara itu benda-benda temuan lainnya berupa perhiasan seperti hiasan dari kulit kerang, tulang, dan manik-manik.

Kemahiran teknik yang dimiliki manusia masa paleometalik ini berhubungan dengan tersusunnya masyarakat yang menjadi makin kompleks, dimana perkampungan sudah lebih besar. Pembagian kerja makin ketat dengan munculnya golongan yang melakukan pekerjaan khusus (undagi). Pertanian dengan sistem persawahan mulai dikembangkan dengan menyempurnakan alat pertanian dari logam, pengolahan tanah, dan pengaturan air sawah. Hasil pertanian ini selain disimpan juga diperdagangkan ke tempat lain bersama nekara perunggu, moko, perhiasan, dan sebagainya. Peranan kepercayaan dan upacara-upacara religius sangat penting pada masa paleometalik. Kegiatan-kegiatan dalam masyarakat dilakukan terpimpin, dan ketrampilan dalam pelaksanaannya makin ditingkatkan.

Pada masa ini kehidupan spiritual yang berpusat kepada pemujaan nenek moyang berkembang secara luas. Demikian pula kepada orang yang meninggal diberikan penghormatan melalui upacara penguburan dengan disertai bekal kubur. Penguburan dapat dilakukan dalam tempayan, tanpa wadah dalam tanah, atau dengan berbagai kubur batu melalui upacara tertentu yang mencapai puncaknya dengan mendirikan bangunan batu besar. Tradisi inilah yang kemudian dikenal sebagai tradisi megalitik muda. Tradisi megalitik muda yang berkembang dalam masa paleometalik telah menghasilkan bangunan batu besar berupa peti kubur batu, kubur dolmen, sarkofagus, kalamba, waruga, dan batu Kandang. Di tempat kuburan semacam itu biasanya terdapat beberapa batu besar lainnya sebagai pelengkap pemujaan nenek moyang seperti menhir, patung nenek moyang, batu saji, lumpang batu, ataupun batu dakon. Pada akhirnya kedua tradisi megalitik tua dan muda tersebut bercampur, tumpang tindih membentuk variasi lokal, bahkan pada perkembangan selanjutnya bercampur dengan unsur budaya Hindu, Islam, dan kolonial.

Kemampuan bangsa Indonesia dalam mempertahankan hidup yang pada akhirnya menghasilkan peradaban besar merupakan suatu proses sejarah. Sikap kreatif dan kerja keras tinggi patut dikembangkan untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat.

     5.       Perkembangan Kehidupan Sosial, Budaya, Ekonomi dan Kepercayaan Masyarakat Praaksara Indonesia

a.      Kehidupan Sosial Masyarakat Praaksara

1)    Pola Hunian

Manusia mengenal tempat tinggal atau menetap semenjak masa Mesolithikum (batu tengah) atau masa berburu dan meramu tingkat lanjut. Sebelumnya manusia belum mengenal tempat tinggal dan hidup nomaden (berpindah-pindah). Setelah mengenal tempat tinggal, manusia mulai bercocok tanam dengan menggunakan alat-alat sederhana yang terbuat dari batu, tulang binatang ataupun kayu. Pada dasarnya pola hidup pada masa Praaksara terdiri atas dua macam, yaitu:

a)     Nomaden

Nomaden adalah pola hidup dimana manusia purba pada saat itu hidup berpindah-pindah atau menjelajah. Mereka hidup dalam komunitas-komunitas kecil dengan mobilitas tinggi di suatu tempat. Mata pencahariannya adalah berburu dan mengumpulkan makanan dari alam (Food Gathering)

b)     Sedenter

Sedenter adalah pola hidup menetap, yaitu pola kehidupan dimana manusia sudah terorganisir dan berkelompok serta menetap di suatu tempat. Mata pencahariannya bercocok tanam serta sudah mulai mengenal norma dan adat yang bersumber pada kebiasaan-kebiasaan.

Pola hunian manusia purba memiliki dua karakter khas, yaitu :

a)     Kedekatan dengan sumber air

Air merupakan kebutuhan pokok mahkluk hidup terutama manusia. Keberadaan air pada suatu lingkungan mengundang hadirnya berbagai binatang untuk hidup di sekitarnya. Begitu pula dengan tumbuhan. Air memberikan kesuburan pada tanaman.

 

b)     Kehidupan di alam terbuka

Manusia purba mempunyai kecendrungan hidup untuk menghuni sekitar aliran sungai. Mereka beristirahat misalnya di bawah pohon besar dan juga membuat atap dan sekat tempat istirahat itu dari daun-daun. Kehidupan di sekitar sungai itu menunjukkan pola hidup manusia purba di alam terbuka. Manusia purba juga memanfaatkan berbagai sumber daya lingkungan yang tersedia, termasuk tinggal di gua-gua. Mobilitas manusia purba yang tinggi tidak memungkin untuk menghuni gua secara menetap. Keberadaan gua-gua yang dekat dengan sumber air dan bahan makanan mungkin saja dimanfaatkan sebagai tempat tinggal sementara.

 

Pola hunian itu dapat dilihat dari letak geografis situs-situsnya serta kondisi lingkungannya. Beberapa contoh yang menunjukkan pola hunian seperti itu adalah situs-situs purba di sepanjang aliran sungai bengawan solo (sangiran, sambung macan, trinil, ngawi, dan Ngandong, merupakan contoh dari adanya kecenderungan hidup dipinggir sungai). Manusia purba pada masa berburu dan mengumpulkan makanan selalu berpindah-pindah mencari daerah baru yang dapat memberikan makanan yang cukup.

 

Pada umumnya mereka bergerak tidak terlalu jauh dari sungai, danau, atau sumber air yang lain, karena binatang buruan biasa berkumpul di dekat sumber air. Ditempat-tempat itu kelompok manusia Pra-aksara menantikan binatang buruan mereka. Selain itu, sungai dan danau merupakan sumber makanan, karena terdapat banyak ikan di dalamnya. Lagi pula di sekitar sungai biasanya tanahnya subur dan ditumbuhi tanaman yang buah atau umbinya dapat dimakan

Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, mereka telah mulai lebih lama tinggal di suatu tempat. Ada kelompok-kelompok yang bertempat tinggal di pedalaman, ada pula yang tinggal di daerah pantai. Mereka yang bertempat tinggal di pedalaman, biasanya bertempat tinggal di dalam gua-gua atau ceruk peneduh (rock shelter) yang suatu saat akan ditinggalkan apabila sumber makanan di sekitarnya habis.

Pada tahun 1928 sampai 1931, Von Stein Callenfels melakukan penelitian di Gua Lawa dekat Sampung, Ponorogo. Di situ ditemukan kebudayaan abris sous roche, yaitu merupakan hasil dari kebudayaan yang ditemukan di gua-gua. Beberapa hasil teknologi bebatuan yang ditemukan adalah ujung panah, flake, batu penggiling. Selain itu juga ditemukan alat-alat dari tanduk rusa. Kebudayaan Abris sous roche ini banyak ditemukan di Besuki, Bojonegoro, juga di daerah Sulawesi Selatan seperti di Lamoncong.

Manusia purba yang tinggal di daerah pantai makanan utamanya berupa kerang, siput dan ikan. Bekas tempat tinggal mereka dapat ditemukan kembali, karena dapat dijumpai sejumlah besar sampah kulit-kulit kerang serta alat yang mereka gunakan.

Di sepanjang pantai Sumatra Timur antara Langsa di Aceh sampai Medan, terdapat tumpukan atau timbunan sampah kulit kerang dan siput yang disebut kjokkenmoddinger (kjokken = dapur , modding = sampah). Tahun 1925 Von Stein Callenfels melakukan penelitian di tumpukan sampah itu. Ia menemukan jenis kapak genggam yang disebut pebble (Kapak Sumatra). Selain itu, ditemukan juga berupa anak panah atau mata tombak yang digunakan untuk menangkap ikan.

Fungsi gua hunian Praaksara dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu.

a)       Sebagai tempat tinggal

       Gua-gua dan ceruk payung peneduh (rock shelter), sering digunakan manusia sebagai tempat berlindung dari gangguan iklim, cuaca (angin, hujan dan panas), dan juga gangguan dari serangan binatang buas atau kelompok manusia yang lain. Pada periode penghunian gua, yang paling awal tampak adalah gua digunakan sebagai tempat tinggal (hunian), kemudian kurun waktu berikutnya dijadikan tempat kuburan dan kegiatan spiritual lainnya. Pada awal-awal penghunian, tempat hunian menyatu dengan tempat kuburan. Tetapi seiring dengan kemajuan teknologi dan semakin bertambahnya jumlah anggota kelompok yang membutuhkan ruangan yang lebih luas, maka mendorong manusia untuk mencari tempat tinggal yang baru. Seiring perkembangan wawasan dan pengetahuan, manusia kemudian memisahkan tempat hunian dan kuburan.

b)       Sebagai kuburan

       Selain sebagai tempat tinggal, gua hunian juga berfungsi sebagai kuburan. Posisi penguburan dalam gua biasanya dalam keadaan terlipat, yang menurut pendapat para ahli merupakan posisi pada waktu bayi dalam posisi di dalam rahim ibunya. Penguburan manusia dalam gua pada awalnya sangat sederhana sekali, berupa penguburan langsung (primair burial), dengan posisi mayat terlentang atau terlipat, ditaburi dengan warna merah (oker). Bukti penguburan tertua dalam gua dapat ditemukan pada situs Gua Lawa di Sampung, Jawa Timur.

Pola penguburan dalam gua secara umum dapat dibagi menjadi penguburan langsung (primair burial) dan penguburan tidak langsung (second burial), baik yang menggunakan wadah ataupun yang tidak menggunakan wadah. Wadah yang biasa digunakan adalah tempayan keramik (guci), gerabah, ataupun peti kayu dalam berbagai ukuran.

Posisi mayat yang paling sering ditemukan adalah lurus, bisa telentang, miring dengan berbagai posisi dengan tangan terlipat atau lurus. Posisi lainnya adalah posisi terlipat dengan lutut menekuk dibawah dagu dan tangan melipat dibagian leher atau kepala. Dalam periode penghunian gua, kegiatan penguburan merupakan salah satu kegiatan manusia yang dianggap penting. Awalnya penguburan dilakukan dalam gua yang sama dengan tempat hunian, yaitu di tempat yang agak dalam dan gelap. Namun seiring perkembangan jumlah anggota dan wawasan pengetahuan, maka manusia mencari lokasi khusus yang digunakan sebagai lokasi kuburan yang terpisah dari lokasi hunian. Oleh karena itu ditemukan adanya gua-gua yang khusus berisi aktivitas sisa-sisa penguburan saja.

c)        Sebagai lokasi kegiatan industri alat batu

Selain sebagai tempat hunian dan kuburan, fungsi yang lainnya adalah sebagai tempat lokasi kegiatan alat-alat batu atau perbengkelan. Banyak situs gua-gua Pra-aksara yang ditemukan adanya alat-alat batu dan sisa-sisa pembuatannya. Dalam hal ini bekas-bekas pengerjaan yang masih tersisa berupa serpihan batu yang merupakan pecahan batu inti sebagai bahan dasar alat batu. Situs perbengkelan ini banyak terdapat di pegunungan Seribu Jawa (daerah Pacitan), dan juga di Sulawesi Selatan. Salah satu situs yang banyak tinggalan sisa alat batu adalah situs yang terdapat di Punung (Pacitan) yang merupakan sentra pembuatan kapak perimbas yang kemudian lebih dikenal dengan istilah chopper choppingtool kompleks.

Gambar 1. Kapak Perimbas (chopper)

Gambar 2. Pahat Genggam (Hand Axe)

Alat batu inti atau serpih yang dicirikan oleh tajaman monofasial yang membulat, lonjong, atau lurus, dihasilkan melalui pangkasan pada satu bidang dari sisi ujung (distal) ke arah pangkal (proksimal). Ciri yang membedakan kapak perimbas dengan serut adalah ukuran dimana serut yang kasar dan masif digolongkan sebagai kapak perimbas,

sementara yang halus dan kecil digolongkan serut.

 

Sumber Buku Siswa Sejarah SMA Kelas X (hal. 56)

Alat batu inti yang dicirikan oleh bentuk alat yang persegi atau bujur sangkar dengan tajaman yang tegak lurus pada sumbu alat. Selain itu dikenal pula Kapak genggam awal (proto-hand axe), Kapak genggam (hand axe).

 

Sumber Buku Siswa Sejarah SMA Kelas X (hal. 56)

 

 

Cara penggunaan alat serpih oleh manusia purba

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 3. Cara Penggunaan Alat Serpih oleh Manusia Purba

 

 


2)      Mengenal Api

Bagi manusia purba, proses penemuan api merupakan bentuk inovasi yang sangat penting. Berdasarkan data arkeologi penemuan api diperkirakan ditemukan pada 400.000 tahun yang lalu. Pertama kali api dikenal adalah pada zaman purba yang secara tidak sengaja mereka melihat petir yaitu cahaya panas dilangit yang menyambar pohon-pohon disekitarnya, sehingga api itu pun muncul membakar pohon-pohon itu.

Dalam menemukan api, manusia purba membutuhkan proses yang sangat panjang. Proses tersebut dikenal dengan trial and error, yaitu seseorang yang mencoba sesuatu tanpa tahu petunjuk atau cara kerjanya sehingga banyak mengalami kegagalan dan mereka akan terus mencoba walaupun gagal sampai mereka menemukan hasil yang mereka inginkan.

Setelah mengalami banyak kegagalan, akhirnya cara membuat apipun ditemukan. Caranya dengan membenturkan dua buah batu atau dengan menggesekkan dua buah kayu, sehingga akan menimbulkan percikan api yang kemudian bisa kita gunakan pada ranting atau daun kering yang kemudian bisa menjadi sebuah api.

Api memperkenalkan manusia pada teknologi memasak makanan dengan cara membakar dan menggunakan bumbu dengan ramuan tertentu. Selain itu api juga berfungsi untuk menghangat badan, sumber penerangan, dan sebagai senjata untuk menghalau binatang buas yang menyerang.

Melalui pembakaran juga manusia dapat menaklukan alam, seperti membuka lahan untuk garapan dengan cara membakar hutan. Kebiasaan bertani dengan cara menebang lalu membakar dikenal dengan nama slash and burn. Ini adalah kebiasan pada masa kuno yang berkembang sampai sekarang. 

3)      Sistem Kepercayaan

Seiring dengan perkembangan kemampuan berfikir, manusia purba mulai mengenal kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan lain di luar dirinya. Untuk menjalankan kepercayaan yang diyakininya manusia purba malakukan berbagai upacara dan ritual. Sistem akepercayaan yang dianut manusia pada masa prakasara atau masa praaksara antara lain animisme, dinamisme, totemisme, dan shamanisme.

a)       Animisme, adalah percaya pada roh nenek moyang maupun roh-roh lain yang mempengaruhi kehidupan mereka. Upaya yang dilakukan agar roh-roh tersebut tidak mengganggu adalah dengan memberikan sesaji.

b)       Dinamisme, adalah percaya pada kekuatan alam dan benda-benda yang memiliki gaib. Manusia purba melakukanya dengan menyembah batu atau pohon besar, gunung, laut, gua, keris, azimat, dan patung. 

c)        Totemisme, adalah percaya pada binatang yang dianggap suci dan memiliki kekuatan. Dalam melakukan upacara ritual pemujaan manusia purba membutuhkan sarana, dengan membangun bangunan dari batu yang dipahat dengan ukuran yang besar dan ditujukan untuk kepentingan tertentu, salah satunya untuk upacara. Masa ini disebut sebagai kebudayaan Megalitikum (kebudayaan batu besar). 

Kemampuan masyarakat masa Praaksara di Indonesia dalam menyikapi dan menjawab tantangan alam menunjukkan sikap mandiri yang bisa kita integrasikan dalam kehidupan sehari-hari bahwa dalam hal menyikapi keadaan sosial kita bisa adaptif dan mampu memiliki daya juang, profesional bahkan sikap kreatif dan keberanian sebagai pembelajar sepanjang hayat.

 

D.     Aktivitas Pembelajaran

LK 3.1 Beberapa permasalahan dalam materi Praaksara Indonesia dalam pembelajaran Sejarah

Petunjuk penyelesaian LK 3.1

1.   Cermati gambar peta Indonesia dan lakukan aktivitas dibawahnya

2.   Diskusikan bersama kelompok anda

3.   Tuliskan hasil diskusi pada ketentuan yang diberikan fasilitator

4.   Kirimkan hasilnya sebagai tugas kelompok pada alamat email yang disampaikan fasilitator

 

a)     Tentukan salah satu lokasi provinsi Bapak/Ibu tinggal!

_____________________________________________________________________________

_____________________________________________________________________________

 

b)     Sebutkan peninggalan-peninggalan masa Praaksara pada lokasi provinsi Bapak/Ibu tinggal!

_____________________________________________________________________________

_____________________________________________________________________________

 

c)      Sebutkan tradisi praaksara yang masih ada hingga sekarang di wilayah-wilayah tersebut?

_____________________________________________________________________________

 _____________________________________________________________________________

d)     Tentukan sikap, perilaku, atau nilai-nilai pendidikan karakter yang perlu dikembangkan pada saat Saudara memahami materi Praaksara Indonesia!

_____________________________________________________________________________

_____________________________________________________________________________

 

E.      Penilaian

Pilihlah jawaban yang anda anggap paling benar.

1.      Berdasarkan usianya yang lebih tua maka urutan genus manusia purba yang paling benar adalah ....[AM3] 

A.      Australopithecus-Pithecanthropus-Homo

B.      Pithecanthropus-Meganthropus-Homo

C.      Meganthropus- Australopithecus-Paranthropus

D.     Paranthropus-Ramapithecus-Pithecanthropus

 

2.      Penemuan manusia Wajak (homo wadjakensis) sangatlah menarik perhatian karena memiliki kemampuan fosilisasi yang tinggi. Temuan sejenis di Asia dapat dijumpai pada...

A.      Goa Niah Serwak Malaysia

B.      Gua Tabon Australia

C.      Cohuna-Kow Swamp Piliphina

D.     Danau Mungo Cina selatan

 

F.      Referensi

Bemmelen, R. W. van (Reinout Willem van). 1949. The Geology of Indonesia; 2nd ed. The Hague : Martinus Nijhoff, 1970 Reprint. Originally published The Hague: Govt. Printer, 1949.

Berg, H.J. Van Den dan Baganding Tua S. 1958. Prasedjarah dan Pembagian Sedjarah Eropah.Djakarta: Dinas Penerbitan Balai Pustaka.

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (Ed.). 2009. Sejarah Nasional Indonesia I; Zaman Prasejarah di Indonesia (EdisiPemutakhiran). Jakarta: Balai Pustaka.

Fischer. 1980. Pengantar Antropologi Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Pt. Pembangunan.

Haviland, William. 1985. Antropologi jilid 2. Edisi keempat (terjemahan oleh R.G. Soekadijo). Jakarta: Erlangga.

Heekeren, H.R. Van. 1955. Prehistoric Life In Indonesia. Djakarta: Soeroengan.

Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Prasetyo, Bagyo dkk. 2004. Religi pada Masyarakat Prasejarah di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Simanjuntak, Truman (Ed.). 2002. Gunung Sewu in Prehistoric Times.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Soejono, R. P. 1976. Tinjauan Tentang Pengkerangkaan Prasejarah Indonesia. Jakarta: Proyek Pelita Pembinaan Kepurbakalaan dan Peninggalan Nasional.

Soekmono. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia; Volume 1.Jakarta: Yayasan Kanisius.

Sumardi. 1958. Zaman Nirleka (Pra-Sedjarah). Solo.

Yamin, Moh.1956. Atlas Sejarah. Djakarta: Djambatan.

                                                                                                                  IV.            Sejarah Indonesia Kuna

 

A.     Kompetensi

·         Menganalisis kerajaan-kerajaan Indonesia pada masa Hindu dan Buddha dalam sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan serta pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada masa kini

 

B.     Indikator Pencapaian Kompetensi

·         Menganalisis kerajaan-kerajaan bercorak Hindu  dalam sistem pemerintahan, serta pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Indonesia

·         Menganalisis kerajaan-kerajaan bercorak Hindu  dalam sistem sosial serta pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Indonesia

·         Menganalisis kerajaan-kerajaan bercorak Hindu  dalam bidang kebudayaan serta pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Indonesia

·         Menganalisis kerajaan-kerajaan bercorak Buddha  dalam sistem pemerintahan, serta pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Indonesia

·         Menganalisis kerajaan-kerajaan bercorak Buddha  dalam sistem sosial, serta pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Indonesia

·         Menganalisis kerajaan-kerajaan bercorak Buddha  dalam bidang kebudayaan serta pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Indonesia

 

C.   Uraian Materi

1.     Kutai dan Tarumanegara

Kerajaan Kutai yang terletak di Kalimantan Timur sampai saat ini dianggap sebagai kerajaan tertua di Indonesia. Penemuan sumber sejarah berupa prasasti sampai saat ini menunjukkan bahwa 7 buah prasasti yūpa yang menginformasikan keberadaan sebuah kerajaan bernama Kutai memuat angka tahun tertua yaitu abad ke IV M. Pertanggalan relatif ini didapat dari perbandingan bentuk huruf yang dipahatkan dengan beberapa prasasti di India dan menunjukkan keserupaan yang mendekati perkembangan huruf pallawa sekitar akhir abad ke IV dan awal abad ke V (Soemadio, 1993: 31). Penemuan bukti berupa 7 buah prasasti berbentuk yūpa, yaitu tugu peringatan bagi sebuah upacara kurban. Prasasti ini berhuruf pallawa yang menurut bentuk dan jenisnya berasal dari abad IV M, sedangkan bahasanya adalah Sansekerta yang tersusun dalam bentuk syair. Semuanya dikeluarkan atas titah seorang raja bernama Mūlawarmman.

Berdasarkan isi dari prasasti tersebut dapat diketahui silsilah raja-raja Kutai. Dimulai dengan raja Kunduńga yang mempunyai anak bernama Aśwawarman, dan Mūlawarman adalah seorang dari ketiga anak dari Aśwawarman. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa pendiri keluarga kerajaan (vańśakrttā) adalah Aśwawarman, dan bukan Kunduńga yang dianggap sebagai raja pertama. Kunduńga bukan nama sansekerta, mungkin ia seorang kepala suku penduduk asli yang belum terpengaruh kebudayaan India, sedangkan Aśwawarman adalah nama yang berbau India. Disebut pula nama Ańsuman yaitu dewa matahari di dalam agama Hindu yang dapat menunjukkan bahwa Mūlawarmman adalah penganut agama Hindu (Soekatno, 2010).

Prasasti ini juga memberikan informasi mengenai kehidupan masyarakat ketika itu, dimana sebagian penduduk hidup dalam suasana peradaban India. Sudah ada golongan masyarakat yang menguasai bahasa Sansekerta yaitu kaum Brahmana (pendeta) yang mempunyai peran penting dalam memimpin upacara keagamaan. Setiap yūpa yang didirikan oleh Mūlawarmman sebagai peringatan bahwa ia telah memberikan korban besar-besaran dan hadiah-hadiah untuk kemakmuran negara dan rakyatnya. Sedangkan golongan lainnya adalah kaum ksatria yang terdiri atas kaum kerabat Mūlawarmman. Diluar kedua golongan ini adalah rakyat Kutai pada umumnya yang terdiri atas penduduk setempat, dan masih memegang teguh agama asli leluhur mereka.

Kerajaan Tārumanāgara berkembang kira-kira bersamaan dengan kerajaan Kutai pada abad V M, dan berlokasi di Jawa Barat dengan rajanya bernama Pūrņawarman. Keberadaan kerajaan Tārumanāgara dapat diketahui melalui 7 buah prasasti batu yang ditemukan di daerah Bogor, Jakarta, dan Banten. Prasasti tersebut adalah prasasti Ciaruteun, Jambu, Kebon Kopi, Tugu, Pasir Awi, Muara Cianten, dan Lebak. Prasasti itu ditulis dengan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta yang digubah dalam bentuk syair.

Agama yang melatari alam pikiran raja adalah agama Hindu. Hal ini dapat diketahui karena pada prasasti Ciaruteun terdapat lukisan 2 tapak kaki raja yang diterangkan seperti tapak kaki Wisnu. Pada prasasti Kebon Kopi ada gambar tapak kaki gajah sang raja yang disamakan sebagai tapak kaki gajah Airawata. Pada prasasti Tugu disebutkan penggalian 2 sungai terkenal di Punjab yaitu Candrabhaga dan Gomati. Maksud pembuatan saluran pada sungai ini diperkirakan ada hubungannya dengan usaha mengatasi banjir (Poerbatjaraka, 1952). Dalam prasasti Jambu dijumpai nama negara Tarumayam dan sungai Utsadana. Negara Tarumayam disamakan dengan Tarumanagara, sedangkan Utsadana identik dengan sungai Cisadane. Pada prasasti ini, Pūrņawarman disamakan dengan Indra sebagai dewa perang serta memiliki sifat sebagai dewa matahari.

Selain 7 prasasti tersebut, di daerah ini juga ditemukan arca-arca rajarsi dan disebutkan dalam prasasti Tugu serta memperlihatkan sifat Wisnu-Surya. Akan tetapi Stutterheim berpendapat bahwa arca tersebut adalah arca Siwa. Sedangkan arca Wisnu Cibuaya diduga mempunyai persamaan dengan langgam seni Palla di India Selatan dari abad VII-VIII M.

Dari bukti tersebut dapat dikatakan bahwa Jawa Barat telah menjadi pusat seni dan agama, dan sesuai pula denganberita Cina yang mengatakan bahwa pada abad VII M terdapat negara bernama To-lo-mo yang berarti Taruma. Dari peninggalan ini pila dapat diketahui bahwa agama yang dianut oleh para penguasa setempat adalah agama Hindu aliran Wisnu. Bahkan raja dianggap sebagai titisan dewa Wisnu yang memelihara kehidupan rakyat agar makmur dan tenteram. Pembuatan dan penggalian 2 sungai untuk menahan banjir dan saluran irigasi menunjukkan bahwa masa itu sudah mengenal tatanan masyarakat agraris.

Kutai sebagai Kerajaan Hindu pertama di Indonesia, yang dibangun dengan kerja keras dan kreatif. Kutai merupakan kerajaan bercorak Hindu, sehingga nilai-nilai religius tertanam dalam masyarakat saat itu. Berdasar prasasti, kita bisa melihat kebesaran Kerajaan Kutai. Sudah selayaknya, kita menghargai prestasi pendiri Kutai.

Begitu pula dengan sejarah Kerajaan Tarumanegara yang muncul sebagai Kerajaan Hindu pada awal-awal perkembangan agama Hindu di Jawa, kebesaran dan bukti-bukti peninggalan yang ada sampai sekarang patut menjadi contoh dan kebanggan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Dalam prosesnya, Tarumanegara yang akhirnya berkembang menjadi wilayah yang sampai sekarang menjadi wilayah dan peranan penting dalam konteks Indonesia modern selayaknya mampu kita jadikan kebanggan. Bangga akan kebesaran kebudayaan Hindu-Buddha awal yang pernah berkembang di Indonesia diharapkan mampu membangkitkan jiwa nasionalisme yang tinggi dari masyarakat Indonesia.

2.     Sriwijaya

Kerajaan Śrīwijaya merupakan sebuah kerajaan di Sumatra yang sudah dikenal pada abad VII M. Bukti keberadaan kerajaan Śrīwijaya adalah 6 prasasti yang ditemukan tersebar di Sumatra Selatan dan pulau Bangka. Prasasti tertua ditemukan di Kedukan Bukit (Palembang) berangka tahun 604 S (682 M) serta berhuruf pallawa dan berbahasa Melayu Kuno. Menurut Krom, prasasti ini dimaksudkan untuk memperingati pembentukan negara Śrīwijaya. Namun Moens berpendapat lain bahwa prasasti ini untuk memperingati kemenangan Śrīwijaya terhadap Malayu. Sementara Coedes (1964) menduga prasasti ini untuk memperingati ekspedisi Śrīwijaya ke daerah seberang laut yakni kerajaan Kamboja yang diperintah oleh Jayawarman. Sedangkan Boechari (1979) berpendapat bahwa prasasti ini untuk memperingati usaha penaklukan daerah sekitar Palembang oleh Dapunta Hyaŋ dan pendirian ibukota baru atau ibukota kedua di tempat ini.

Prasasti lain yang penting adalah Prasasti Kota Kapur yang ditemukan di Pulau Bangka dan berangka tahun 608 S (686 M). Kata Śrīwijaya dijumpai pertama kali di dalam prasasti ini. Keterangan yang penting adalah mengenai usaha Śrīwijaya untuk menaklukkan bhumi Jawa yang tidak tunduk kepada Śrīwijaya. Coedes berpendapat bahwa pada saat prasasti ini dibuat, tentara Śrīwijaya baru saja berangkat untuk berperang melawan Jawa yaitu kerajaan Tāruma. Prasasti lain yang ditemukan di Palembang adalah prasasti Talang Tuo dan Telaga Batu. Sementara di Jambi ditemukan prasasti Karang Brahi dan di Lampung ditemukan prasasti Palas Pasemah. Prasasti ini pada umumnya dipandang sebagai pernyataan kekuasaan Śrīwijaya.

Satu hal yang menjadi perdebatan bagi para ahli adalah lokasi Sriwijaya. Berdasarkan prasasti dan berita Cina, Coedes berpendapat bahwa Palembang adalah lokasi ibukota Sriwijaya. Pendapat ini mendapat dukungan dari Nilakanta Sastri, Poerbatjaraka, Slamet Mulyana, Wolters, dan Bronson. Namun Bosch dan Majumdar berpendapat bahwa Śrīwijaya harus dicari di pulau Jawa atau di daerah Ligor. Sementara Quaritch Wales dan Rajani menempatkan Śrīwijaya di Chaiya atau Perak. Berdasarkan rekonstruksi peta, berita Cina dan Arab, Moens sampai pada kesimpulan bahwa Śrīwijaya mula-mula berpusat di Kedah kemudian berpindah ke Muara Takus. Selanjutnya Soekmono melalui penelitian geomorfologi berkesimpulan bahwa Jambi sebagai pusat lokasi Śrīwijaya. Sedangkan Boechari berpendapat bahwa sebelum tahun 682 M ibukota Śrīwijaya ada di daerah Batang Kuantan, setelah tahun 682 M  berpindah  ke Mukha Upang di daerah Palembang (Soekatno, 2010). Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa secara geomorfologis pada awal masehi semenanjung malaya masih menyatu dengan pulau Bangka dan Belitung, serta Sumatra masih belum sebesar sekarang sehingga penempatan  Palembang sebagai ibukota dapat beralasan karena berada di mulut botol selat malaka sehingga sebagai bandar dagang sangat strategis (Daldjoeni, 1984). Manguin secara arkeologis kemudian dapat memperlihat bahwa ibukota ini telah berpindah dari Palembang ke Jambi (Munoz, 2009).

Dari peningggalan prasasti dan berita Cina dapat diketahui kebijakan penguasa Śrīwijaya. Kerajaan Śrīwijaya adalah sebuah kerajaan maritim yang besar dan terlibat dalam perdagangan internasional. Śrīwijaya lebih mengembangkan suatu tradisi diplomasi dan kekuatan militer untuk melakukan gerakan ekspedisioner. Disamping prasati-prasasti yang berisi pujian kepada dewa-dewa dan pelaksanaan suatu keputusan raja, sejumlah prasasti menunjukkan pada birokrasi dan berbagai aturan untuk menjamin ketenangan dalam negeri. Hubungan antara Śrīwijaya dengan negeri di luar Indonesia bukan hanya dengan Cina tapi juga dengan India. Sebuah prasasti raja Dewapaladewā dari Benggala (India) pada abad IX M menyebutkan tentang pendirian bangunan biara di Nalanda oleh raja Balaputradewā, raja  Śrīwijaya yang menganut agama Buddha. Hal ini didukung berita dari I-tsing yang mengatakan bahwa Śrīwijaya adalah pusat kegiatan agama Buddha.

Sriwijaya merupakan kerajaan besar yang bercorak Budha (religius). Munculnya kerajaan Budha di Indonesia, menunjukkan bahwa telah ada toleransi beragama sejak jaman dahulu. Kerajaan Hindu dan Buddha dapat hidup berdampingan sebagai wujud adanya cinta damai.

3.     Mataram Hindu

Kerajaan Mataram dikenal dari prasasti Canggal yang berasal dari halaman percandian di Gunung Wukir Magelang. Prasasti ini berhuruf pallawa dan berbahasa sansekerta, serta berangka tahun 654 S (732 M). Isinya adalah memperingati didirikannya sebuah lingga (lambang Siwā) oleh raja Sanjaya diatas bukit Kunjarākunjā di pulau Yawadwipā yang kaya akan hasil bumi.

Yawadwipa mula-mula diperintah oleh raja Sanna yang bijaksana. Pengganti Sanna yaitu raja Sanjaya, anak Sannaha, saudara perempuan raja Sanna. Ia adalah seorang raja gagah berani yang telah menaklukkan raja-raja di sekelilingnya dan raja yang ahli dalam kitab-kitab suci.

Mendirikan lingga adalah lambang mendirikan atau membangun kembali suatu kerajaan. Sanjaya memang dianggap Wamçakarta kerajaan Mataram. Hal ini juga terlihat dari prasasti para raja yang menggantikannya, misal prasasti dari Balitung yang memuat silsilah yang berpangkal dari Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Bahkan ada pula prasasti yang menggunakan tarikh Sanjaya.

Kecuali prasasti Canggal tidak ada prasasti lain dari Sanjaya, yang ada ialah prasasti-prasasti dari keluarga raja lain yaitu Syailendrawangsa. Istilah Syailendrawangsa dijumpai pertama kali di dalam prasasti Kalasan tahun 700 S (778 M). Prasasti ini ditulis dengan huruf pra-nagari dan berbahasa sansekerta. Isinya adalah pendirian bangunan suci bagi Dewi Tarā dan sebuah biara bagi para pendeta oleh Maharaja Tejahpurna Panaŋkaran. Bangunan tersebut adalah Candi Kalasan di Yogyakarta. Rupa-rupanya keluarga Sanjaya ini terdesak oleh para Syailendra, tetapi masih mempunyai kekuasaan di sebagian Jawa Tengah. Meskipun demikian masih ada kerjasama antara keluarga Sanjaya dan Syailendra (Soekatno, 2010).

Tejahpurna Panaŋkaran adalah Rakai Panaŋkaran, pengganti Sanjaya, seperti nyata dari prasasti Mantiyasih yang dikeluarkan raja Balitung tahun 907 M. Prasasti ini bahkan memuat silsilah raja-raja yang mendahului Balitung diawali dengan nama Sanjaya.

Jelaslah bahwa pemerintahan Sanjayawangsa berlangsung terus di samping pemerintahan Syailendrawangsa. Keluarga Sanjaya beragama Hindu memuja Siwa dan keluarga Syailendra beragama Buddha Mahayana yang sudah cenderung kepada Tantrayana. Demikian juga ada kecenderungan candi-candi dari abad VIII dan IX yang ada di Jawa Tengah bagian utara bersifat Hindu (Candi Dieng, Gedongsongo), sedangkan yang ada di Jawa Tengah bagian selatan bersifat Buddha (candi Kalasan, Borobudur), maka daerah kekuasaan keluarga Sanjaya adalah bagian utara Jawa Tengah dan Syailendra adalah bagian selatan Jawa Tengah (Soekmono, 1985).

Pada pertengahan abad IX kedua wangsa ini bersatu melalui perkawinan Rakai Pikatan dan Pramodawardani, raja puteri dari keluarga Syailendra. Dalam masa pemerintahan Syailendra banyak bangunan suci didirikan untuk memuliakan agama Buddha, antara lain candi Kalasan, Sewu, dan Borobudur. Rakai Pikatan dari wangsa Sanjaya telah pula mendirikan bangunan suci agama Hindu seperti candi Loro Jonggrang di Prambanan.

Mengenai wangsa raja-raja yang berkuasa di kerajaan Mataram ini terdapat dua pendapat yang berbeda. Casparis (1956) berpendapat bahwa sejak pertengahan abad VIII ada 2 wangsa raja yang berkuasa yaitu wangsa Sanjaya yang beragama Siwa dan para pendatang baru dari Funan yang menamakan dirinya wangsa Syailendra yang beragama Buddha Mahayana. Pendapat Casparis tersebut ditentang oleh Poerbatjaraka. Menurut Poerbatjaraka (1956), hanya ada satu wangsa saja yaitu wangsa Syailendra yang merupakan orang Indonesia asli dan anggota-anggotanya semula menganut agama Siwa, tetapi sejak pemerintahan Rakai Panangkaran menjadi penganut agama Buddha Mahayana, untuk kemudian pindah lagi menjadi penganut agama Siwa sejak pemerintahan Rakai Pikatan.

Pengganti Pikatan adalah Rakai Kayuwangi yang memerintah tahun 856-886 M. Pengganti Kayuwangi adalah Watuhumalang yang memerintah tahun 886-898 M. Kemudian menyusullah raja Balitung (Rakai Watukura) yang memerintah tahun 898-910 M. Prasastinya terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga dapat disimpulkan ia adalah raja pertama yang memerintah kedua bagian pulau Jawa itu, mungkin kerajaan Kanjuruhan di Jawa Timur telah ia taklukkan, mengingat ia dalam pemerintahan di Jawa Tengah ada sebutan Rakryan Kanuruhan yaitu salah satu jabatan tinggi langsung di bawah raja.

Raja-raja sesudah Balitung adalah Daksa (910-919 M), Tulodong (919-924 M), kemudian Wawa (924-929 M). Sejak 929 M prasasti hanya didapatkan di Jawa Timur dan yang memerintah adalah seorang raja dari keluarga lain yaitu Sindok dari Isanawangsa. Beberapa teori dikemukakan di antaranya mengemukakan bahwa perpindahan itu karena terjadi perang saudara, namun ada pula teori dari van Beumellen yang menyatakan bahwa perpindahan tersebut secara geomorfologis diakibatkan sebuah bencana hebat letusan gunung merapi di Jawa Tengah sehinggamenimbulkan mahapralaya.

Sindok dianggap sebagai pendiri dinasti baru di Jawa Timur yaitu Isanawangsa. Istilah wangsa Isana dijumpai dalam prasasti Pucangan tahun 963 S (1041 M) yang menyebut gelar Sindok yaitu Sri Isanatungga. Rupanya kerajaan yang baru itu tetap bernama Mataram, sebagaimana tertera dalam prasasti Paradah 865 S (943 M) dan prasasti Anjukladang 859 S (937 M).

Kedudukan Mpu Sindok dalam keluarga raja Mataram memang dipermasalahkan. Poerbatjaraka berpendapat bahwa Sindok naik tahta karena perkawinannya dengan Pu Kbi, anak Wawa. Dengan demikian Pu Sindok adalah menantu Wawa, Stutterheim membantah pendapat tersebut dengan mengatakan bahwa Mpu Sindok adalah cucu Daksa. Bahkan Boechari (1962) mengemukakan bahwa Mpu Sindok pernah memangku jabatan Rakai Halu dan Rakryan Mapatih I Hino yang menunjukkan bahwa ia pewaris tahta kerajaan yang sah, siapapun ayahnya. Jadi tidak perlu harus kawin dengan putri mahkota untuk dapat menjadi raja.

Pu Sindok memerintah mulai tahun 929-948 M. Ia meninggalkan banyak prasasti yang sebagian besar berisi penetapan Sima. Dari prasasti tersebut dapat diketahui bahwa agama Sindok adalah Hindu. Selama Sindok berkuasa terhimpun pula sebuah kitab suci agama Buddha yaitu Sang Hyang Kamahayanikan yang menguraikan ajaran dan ibadah agama Buddha-Tantrayana.

Pengganti-pengganti Sindok dapat diketahui pula dari prasati Pucangan yang dikeluarkan Airlangga. Demikianlah Sindok digantikan anak perempuannya Sri Isana Tunggawijaya yang bersuamikan raja Sri Lokapala. Mereka berputra Sri Makutawangsawarddhana. Mengenai kedua raja pengganti Sindok tak ada suatu keterangan lain lagi, kecuali bahwa Makutawangsawarddhana mempunyai seorang anak perempuan bernama Gunapriyadharmmapatni atau Mahendradatta yang kawin dengan Udayana dari keluarga Warmadewa dan memerintah di Bali. Mereka mempunyai anak bernama Airlangga.

Pengganti Makutawangsawarddhana adalah Sri Dhammawangsa Teguh Anantawikrama. Kemungkinan besar ia adalah anak Makutawangsawarddhana, jadi saudara Mahendradatta yang menggantikan ayahnya duduk di atas tahta kerajaan Mataram. Dalam masa pemerintahan Dharmawangsa, kitab Mahabharata disadur dalam bahasa Jawa Kuno. Sementara itu dalam bidang politik, Dharmawangsa berusaha keras untuk menundukkan Sriwijaya yang saat ini merupakan saingan berat karena menguasai jalur laut India-Indonesia-Cina.

Politik DharmawangsaTeguh berambisi meluaskan kekuasaannya ternyata mengalami keruntuhan. Prasasti Pucangan memberitakan tentang keruntuhan itu. Disebutkan bahwa tak lama sesudah perkawinan Airlangga dengan putri Teguh, kerajaan ini mengalami pralaya pada tahun 939 S (1017 M), yaitu pada waktu raja Wurawari menyerang dari Lwaram. Banyak pembesar yang meninggal termasuk Dharmawangsa Teguh.

Prasasti Pucangan menyebutkan bahwa Airlangga dapat menyelamatkan diri dari serangan Haji Wurawari, dan masuk hutan hanya diikuti abdinya yang bernama Narottama. Selama di hutan Airlangga tetap melakukan pemujaan terhadap dewa-dewanya. Maka pada tahun 941 S (1019 M) ia direstui para pendeta Siwa, Buddha, dan Mahabrahmana sebagai raja dengan gelar Rake Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa (Soekmono, 1973).

Pada masa pemerintahannya, raja Airlangga telah banyak mengeluarkan prasasti. Hal ini dikarenakan raja ini memerlukan pengesahan atau legitimasi atas kekuasaannya dengan menciptakan leluhur (wangsakara). Salah satu prasasti yang penting adalah prasasti Pucangan atau Calcutta. Prasasti ini dikeluarkan Airlangga pada tahun 963 S (1041 M). prasasti ini memuat silsilah raja Airlangga yang dimulai dari raja Sri Isana Tungga atau Pu Sindok. Dengan silsilah ini, Airlangga ingin memperkokoh dan melegitimasi kedudukannya sebagai pewaris sah atas tahta kerajaan Dharmmawangsa Teguh dan benar-benar masih keturunan Pu Sindok.

Sebagaian besar masa pemerintahan Airlangga dipenuhi dengan peperangan menaklukkan kembali raja-raja bawahannya, antara lain menyerang Haji Wengker, Haji Wurawari, dan raja Hasin. Di bidang karya sastra, pada masa ini telah dihasilkan kitab Arjunawiwaha yang merupakan gubahan Pu Kanwa.

Pada masa pemerintahan Airlangga, yang menjabat kedudukan Rakryan Mahamantri I Hino (putra mahkota kerajaan) adalah seorang putri bernama Sri Sanggrama Wijaya Dharmmaprasadottunggadewi, seperti disebutkan dalam prasasti Cane, Munggut, dan Kamalagyan. Akan tetapi dalam prasasti Pucangan dan Pandan, yang menjabat Hino adalah seorang laki-laki bernama Sri Samarawijaya Dhamasuparnnawahana Tguh Uttunggadewa, anak laki-laki Dharmmawangsa Teguh yang selamat dari pralaya menuntut haknya atas tahta kerajaan Mataram. Selanjutnya Sanggramawijaya lebih memilih kehidupan sebagai pertapa di Kambang Sri karena tidak menginginkan adanya perebutan kekuasaan yang mengarah pada perpecahan. Diperkirakan ada adik Sanggramawijaya yang tidak dapat menerima keputusan itu lalu bermaksud merebut kekuasaan.

Untuk menghindari perang saudara maka Airlangga terpaksa membagi kerajaan menjadi dua. Samarawijaya sebagai pewaris yang sah karena ia anak Dharmmawangsa Teguh mendapatkan kerajaan Pangjalu dengan ibukota yang lama yaitu Dahana Pura. Sedangkan anak Airlangga sendiri entah Sanggramawijaya entah adiknya mendapat bagian kerajaan Janggala yang beribukota di Kahuripan.

Kerajaan Mataram mempunyai peningggalan bangunan sejarah yang spektakuler yaitu Borobudur dan Prambanan. Kita selayaknya menghargai prestasi, kerja keras dan kreatifitas dari nenek moyang kita. Kedua candi tersebut juga sebagai perwujudan nilai religius dan toleransi yang dikembangkan di Mataram. Antara kerajaan bercorak Hindu dan Buddha dapat berdampingan dan mengembangkan semangat cinta damai.

4.     Kadiri dan Janggala

Berdasarkan pembagian kerajaan tersebut, selanjutnya Boechari (1968) menyebut bahwa raja pertama Pangjalu yang berkedudukan di Daha adalah Sanggramawijaya yang kemudian diambil alih oleh Samarawijaya. Sedangkan kerajaan Janggala yang berkedudukan di Kahuripan rajanya bernama Mapanji Garasakan, yang tidak lain adalah anak Airlangga, adik Sanggramawijaya. Garasakan kemudian digantikan oleh Alanjung Ahyes, selanjutnya digantikan oleh Samarotsaha.

Tampaknya setelah 3 orang raja Janggala tersebut di atas dan setelah ada masa gelap selama kira-kira 60 tahun, yang muncul dalam sejarah adalah kerajaan Kadiri dengan ibukotanya di Daha. Hal ini dapat dibuktikan dari beberapa temuan prasasti batu yang sebagian besar ada di daerah Kediri. Prasasti yang pertama adalah Prasasti Pandlegan tahun 1038 S (1117 M) yang dikeluarkan oleh raja Sri Bameswara. Prasasti ini berisi tentang anugerah raja Bameswara kepada penduduk desa Pandlegan (Boechari, 1968). Prasasti lain yang dikeluarkan Bameswara adalah prasasti Panumbangan (1042 S), Geneng (1050 S), Candi (1051 S), Besole (1051 S), Tangkilan (1052 S), dan Pagilitan (1056 S). Berdasarkan data prasasti yang ada dapat diketahui bahwa raja Bameswara memerintah antara tahun 1038-1056 S.

Setelah pemerintahan raja Bameswara, muncul raja lain bernama Jayabaya. Hanya 3 prasasti yang telah ditemukan dari raja ini yaitu prasasti Hantang (1057 S), Talang (1058 S), dan Jepun (1066 S) yang berisi tentang penetapan Sima. Cap kerajaannya berupa Narasingha. Pada masa pemerintahan Jayabaya telah digubah kakawin Bhatarayuddha pada tahun 1079 S (1157 M) oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh.

Raja berikutnya adalah Sri Sarweswara. Dua prasastinya adalah prasasti Pandlegan II (1081 S) dan Kahyunan (1082 S). pada tahun 1169 M muncul raja Sri Aryyswara. Hanya dua prasasti yang ditemukan dari raja ini yaitu prasasti Waleri (1091 S) dan prasasti Angin (1093 S). cap kerajaannya berupa Ganesa. Raja selanjutnya adalah Sri Kroncaryyadipa. Satu-satunya prasasti yang ditemukan adalah prasasti Jaring atau Gurit (1103 S). raja ini hanya memerintah kerajaan Kadiri selama 4 tahun (1181-1184 M). kemudian dijumpai nama raja Kameswara yang memerintah Kadiri antara tahun 1184-1194 M. Ada dua prasasti dari raja ini yaitu prasasti Semanding (1104 S) dan Ceker (1107 S). Pada masa pemerintahan Kameswara, seorang pujangga bernama Mpu Darmaja berhasil menggubah kitab Smaradhahana.

Raja Kadiri yang terakhir adalah Srengga atau Krtajaya. Raja ini memerintah antara tahun 1194-1222 M. Ada 6 prasasti dari raja ini, yaitu prasasti Kemulan (1116 S), Palah (1119 S), Galunggung (1122 S), Biri (1124 S), Sumber Ringin Kidul (1126 S), dan Lwadan (1127 S). Lencana kerajaan Kadiri yang dipakai Krtajaya adalah Srenggalanchana. Prasati Palah 1119 S atau 1197 M terletak di pelataran percandian Panataran di Blitar. Keberadaan candi ini ternyata merupakan sebuah bangunan kontinuitas yang digunakan dari masa Kadiri hingga Majapahit, dan mungkin merupakan candi kerajaan pada setiap masanya (Wahyudi, 2005).

Masa akhir kerajaan Kadiri dapat diketahui dari beberapa sumber tertulis. Kerajaan Kadiri runtuh pada tahun 1144 S (1222 M). Menurut Nagarakretagama (XL:3-4) Sri Ranggah Rajasa yang bertahta di Kutaraja, ibukota kerajaan Tumapel pada tahun 1144 S menyerang raja Kadiri yaitu raja Sri Krtajaya. Krtajaya kalah, kerajaan dihancurkan, dan ia melarikan diri ke gunung yang sunyi. Sedangkan menurut Pararaton, raja Kadiri bernama Dandang Gendis minta kepada para bhujangga Siwa dan Buddha supaya menyembah kepadanya. Para bhujangga menolak lalu melarikan diri ke Tumapel berlindung pada Ken Angrok. Para bhujangga merestui Ken Angrok sebagai raja di Tumapel, kerajaannya bernama Singhasari dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi. Lalu ia menyerang Daha (Kadiri), dan raja Dandang Gendis dapat dikalahkan.

Dalam Nagarakretagama (XLIV:2) disebutkan pula dengan ditaklukkannya Daha tahun 1222 M oleh Ken Angrok dari Tumapel, maka bersatulah Janggala dan Kadiri sama-sama beraja di Tumapel (Singhasari). Kadiri tidak dihancurkan, tetapi tetap diperintah oleh keturunan raja Krtajaya dengan mengakui kepemimpinan Singhasari. Sejak tahun 1271 M Jayakatwang salah seorang keturunan Krtajaya memerintah di Glang-Glang.

Perkembangan sastra dan berbagai peninggalan budaya sejak masa Kerajaan Kadhiri menunjukkan kreatifitas bangsa Indonesia. sikap yang mampu kita kembangkan sampai saat ini, bahwa kerja keras dan kreatifitas bisa menghasilkan sebuah pertahanan hidup.

 

5.     Singhasari

Pada masa akhir kerajaan Kadiri, daerah Tumapel merupakan suatu daerah yang dikepalai oleh seorang akuwu bernama Tunggul Ametung. Daerah Tumapel ini termasuk dalam daerah kekuasaan raja Krtajaya (Dandang Gendis) dari Daha (Kadiri). Kedudukan Tunggul Ametung menjadi akuwu Tumapel berakhir setelah dibunuh oleh Ken Angrok, dan jandanya yang bernama KenDedes dikawininya. Ken Angrok kemudian menjadi penguasa baru di Tumapel. Ken Angrok pula yang kemudian menaklukkan Dandang Gendis dari Kadiri, dan kemudian menjadi maharaja di Singhasari.

Munculnya tokoh Ken Angrok ini kemudian menandai lahirnya wangsa baru yaitu Rajasawangsa atau Girindrawangsa. Wangsa inilah yang berkuasa di Singhasari dan Majapahit. Ken Angrok memerintah Singhasari sejak 1222-1227 M dan tetap berkedudukan di Tumapel atau secara resmi disebut Kutaraja. Pemerintahan Rajasa berlangsung aman dan tentram.

Dari perkawinannya dengan Ken Dedes, Ken Angrok memperoleh 4 orang anak, yaitu Mahesa Wonga Teleng, Panji Anabrang, Agnibhaya, dan Dewi Rimbu. Dari istrinya yang lain yaitu Ken Umang, Ken Angrok mempunyai 4 orang anak yaitu Tohjaya, Sudahtu, Wregola, dan Dewi Rambi. Pada tahun 1227 M Ken Angrok dibunuh oleh seorang pengalasan dari Batil atas suruhan Anusapati, anak tirinya sebagai balas dendam terhadap pembunuhan ayahnya Tunggul Ametung. Dari kitab Pararaton diketahui bahwa Anusapati bukanlah anak dari Ken Dedes dan Ken Angrok, tatapi anak Ken Dedes dari Tunggul Ametung. Ken Angrok kemudian dicandikan di Kagenengan sebagai Siwa. (Nagarakretagama, XXXVI:1-2) dan di Usana sebagai Buddha (Soekatno, 2010).

Sepeninggal Ken Angrok, Anusapati menjadi raja,ia memerintah tahun 1227-1248 M. Selama masa pemerintahannya itu tidak banyak yang diketahui. Tetapi juga Tohjaya hendak pula membalas dendam atas pembunuhan ayahnya, Ken Angrok oleh Anusapati. Akhirnya pada tahun 1248 Anusapati dapat dibunuh oleh Tohjaya. Anusapati kemudian didharmakan di candi Kidal. Didharmakan atau dicandikan atau ridharma ring adalah usaha untuk menghormati seorang raja yang telah mangkat dan dibuatkan candi atau kuil pemujaan dengan menempatkan seorang dewa tertinggi sebagaimana dewa yang dipuja oleh raja tersebut. Candi ini dibuat oleh para penerusnya setelah melaksanakan upacara sraddha atau 12 tahun setelah kematiannya. Jadi candi bukan makam dari seorang raja dan biasanya seorang raja dapat memiliki candi pendharmaannya.

Dengan meninggalnya Anusapati, Tohjaya kemudian menggantikannya menjadi raja. Tohjaya hanya memerintah selama beberapa bulan dalam tahun 1248. Pada masa pemerintahannya terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang Rajasa dan Sinelir. Dalam penyerbuan itu Tohjaya luka parah dan diungsikan ke Katang Lumbang. Akhirnya ia meninggal dan dicandikan di Katang Lumbang.

Sepeninggal Tohjaya, pada tahun 1248 Ranggawuni putra Anusapatti dinobatkan menjadi raja dengan gelar Sri Jayawisnuwardana. Dalam menjalankan pemerintahannya ia didampingi oleh Mahisa Campaka, anak Mahisa Wonga Teleng. Kedua orang itu memerintah bersama bagaikan Wisnu dan Indra atau bagaikan dua naga dalam satu liang. Pada tahun 1255 M Wisnuwarddhana mengeluarkan sebuah prasasti untuk mengukuhkan desa Mula dan Malurung menjadi Sima. Di dalam prasasti tersebut ia disebut dengan nama Nararyya Smining Rat. Sebelumnya, dalam tahun 1254 Wisnuwarddhana menobatkan anaknya Krtanagara sebagia raja, tetapi ia sendiri tidak turun tahta tetapi memerintah terus untuk anaknya. Menurut Kakawin Nagarakertagama (LXXIII:3) Wisnuwarddana meninggal pada tahun 1268, serta dicandikan di Weleri sebagai Siwa dan di Jajaghu sebagai Buddha.

Sebelum tahun 1268, Kertanagara belum memerintah sendiri sebagai raja Singhasari Pada waktu itu ia masih memerintah di bawah bimbingan ayahnya, Raja Wisnuwarddhana sebagai rajamuda (rajakumara) di Daha. Setelah memerintah, raja Krtanagara adalah seorang raja Singhasari yang sangat terkenal. Dalam bidang politik ia terkenal sebagai seorang raja yang mempunyai gagasan perluasan Cakrawala Mandala ke luar pulau Jawa. Di bidang keagamaan ia dikenal sebagai seorang penganut agama Buddha Tantrayana.

Selama masa pemerintahannya, seluruh pulau Jawa tunduk dibawah kekuasan raja Krtanagara. Bahkan pada tahun 1275 Krtanagara mengirim ekspedisi untuk menaklukan Malayu. Namun demikian raja Krtanagara juga menjaga hubungan politik yang baik dengan wilayah yang lain. Ia menjaga hubungan politik dengan Jayakatwang yaitu dengan jalan mengambil anaknya yang bernama Arddharaja sebagai menantunya dan memberikan anaknya yang bernama Turukbali menjadi istri raja Jayakatwang yang sebenarnya bertekad akan membalas dendam kematian leluhurnya oleh leluhur raja Krtanagara.

Menurut Pararaton bahwa dalam usaha meruntuhkan Kerajaan Singhasari itu, Jayakatwang mendapat bantuan dari Arya Wiraraja, Adipati Sumenep yang telah dijauhkan dari kraton oleh raja Krtanegara. Serangan Jayakatwang dilancarkan pada tahun 1292. kitab Pararaton menceritakan bahwa tentara Kadiri dibagi dua, menyerang dari dua arah, pasukan yang menyerang dari arah utara ternyata hanya untuk menarik pasukan Singhasari dari arah kraton. Siasat itu berhasil setelah pasukan Singhasari dibawah pimpinan Raden Wijaya (anak Lembu Tal, cucu Mahisa Campaka) dan Arddharaja (anak Jayakatwang) menyerbu ke utara, maka pasukan Jayakatwang yang menyerang dari arah selatan menyerbu ke kraton, dan dapat membunuh raja Kertanegara. Dengan gugurnya raja pada tahun 1292, seluruh kerajaan Singhasari dikuasai oleh Jayakatwang. Raja Krtanegara kemudian didharmakan di candi Singosari sebagai Bhairawa, candi Jawi sebagai Siwa-Buddha, dan di Sagala sebagai Jina (Soekmono, 1985).

Sejarah Kerajaan Singhasari dianggap sebagai salah satu proses perkembangan politik modern, semangat pantang menyerah dapat dikembangkan menjadi jiwa integritas yang tinggi bagi generasi penerus bangsa. Nilai-nilai yang dapat diambil dari perkembangan sejarah Kerajaan Singhasari yang cukup diwarnai banyak konflik internal dan eksternal sebaiknya mampu menjadi pembelajaran yang berharga, bagaimana peristiwa sejarah sebaiknya menjadi hikmah bagi pembentukan karakter anak bangsa. Mengambil nilai-nilai positif dan meninggalkan hal yang negatif mampu dikemas dalam pembelajaran Sejarah Indonesia.

6.     Majapahit

Setelah penguasa Singhasari terakhir (raja Krtanegara) gugur karena serangan Jayakatwang, Singhasari berada di bawah kekuasaan raja Kadiri Jayakatwang. Raden Wijaya yang juga menantu Raja Krtanegara kemudian berusaha untuk merebut kembali kekuasaan nenek moyangnya dari tangan raja Jayakatwang dengan bantuan Adipati Wiraraja dari Madura, serta memanfaatkan kedatangan tentara Khubilai Khan yang sebenarnya dikirim untuk menyerang Singhasari dalam menyambut tantangan raja Krtanegara yang telah menganiaya utusannya Meng-Chi. Demikianlah maka dengan kedatangan tentara Khubilai Khan tercapailah apa yang dicita-citakan oleh Wijaya, yaitu runtuhnya Daha. Setelah Wijaya berhasil mengusir tentara Mongol, maka dirinya dinobatkan menjadi raja Majapahit pada tahun 1215 S (1293 M) dengan gelar Sri Krtarajasa Jayawardhana. Raja ini kemudian meninggal pada tahun 1309 M serta dicandikan di Antahpura sebagai Jina dan di Simping sebagai Siwa.

Sepeninggal Krtarajasa, putranya Jayanagara dinobatkan menjadi raja Majapahit. Pada masa pemerintahannya ia dirongrong oleh serentetan pemberontakan. Dalam pemberontakan Kuti tahun 1319 M muncul seorang tokoh yang kemudian akan memegang peranan penting dalam sejarah Majapahit yaitu Gajah Mada. Dalam Pararaton diceritakan bahwa pada pada tahun 1328 M Raja Jayanagara meninggal dibunuh seorang tabib bernama Tanca. Selanjutnya menurut Nagarakretagama (XLVIII:3) Raja Jayanagara dicandikan dalam pura di Sila Petak dan Bubat sebagai Wisnu, serta di Sukhalila sebagai Amoghasiddhi.

Raja Jayanagara tidak mempunyai keturunan, maka sepeninggalnya pada tahun 1328 M, ia digantikan oleh adik perempuannya yaitu Bhre Kahuripan. Ia dinobatkan menjadi raja Majapahit dengan gelar Tribuwanottunggadewi Jayawisnuwardhani. Dari kakawin Nagarakretagama (XLIX:3) diketahui bahwa dalam masa pemerintahannya telah terjadi pemberontakan di Sadeng dan Keta pada tahun 1331 M. Pemberontakan ini dapat dipadamkan oleh Gajah Mada, setelah peristiwa Sadeng ini, kitab Pararaton menyebutkan sebuah peristiwa yang kemudian menjadi amat terkenal dalam sejarah yaitu Sumpah Palapa Gajah Mada. Pada tahun 1350 M Tribhuwana mengundurkan diri dari pemerintahan dan digantikan oleh anaknya Hayam Wuruk. Pada tahun 1372 M Tribhuwana meninggal dan didharmakan di Panggih (Soekatno, 2010).

Pada tahun 1350 M, putra mahkota Hayam Wuruk dinobatkan menjadi raja Majapahit dengan gelar Sri Rajasanagara. Dalam menjalankan pemerintahannya ia didampingi oleh Gajah Mada yang menduduki jabatan patih Hamangkubhumi. Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk inilah kerajaan Majapahit mengalami puncak kebesarannya. Untuk menjalankan politik Indonesianya, satu demi satu daerah-daerah yang belum bernaung di bawah panji kekuasaan Majapahit ditundukkan dan dipersatukan oleh Hayam Wuruk. Akan tetapi politik Majapahit itu berakhir sampai tahun 1357 M dengan terjadinya peristiwa Bubat, yaitu perang antara orang Sunda dan Majapahit.

Dalam masa pemerintahannya, Hayam Wuruk sering mengadakan perjalanan keliling daerah-daerah kekuasaannya yang dilakukan secara berkala. Pada masa ini bidang kesusastraan sangat maju. Kitab Nagarakretagama yang merupakan kitab sejarah tentang Singhasari dan Majapahit berhasil dihimpun dalam tahun 1365 oleh Prapanca. Sedangkan pujangga Tantular berhasil menggubah cerita Arjunawiwaha dan Sutasoma.

Selanjutnya dalam kitab Pararaton (XXX:24) disebutkan bahwa pada tahun 1311 S (1389 M) Raja Hayam Wuruk meninggal dunia, namun tempat pendharmaannya tidak diketahui. Sepeninggal Hayam Wuruk, tahta kerajaan Majapahit dipegang oleh Wikramawarddhana. Ia adalah menantu dan keponakan Raja Hayam Wuruk yang dikawinkan dengan putrinya bernama Kusumawarddhani. Wikramawarddhana mulai memerintah tahun 1389 M. Pada tahun 1400 M ia mengundurkan diri dari pemerintahan dan menjadi seorang pendeta. Wikramawarddhana kemudian mengangkat anaknya yang bernama Suhita untuk menggantikannya menjadi raja Majapahit.

Diangkatnya Suhita di atas tahta kerajaan Majapahit ternyata telah menimbulkan pangkal konflik di Majapahit, yaitu timbulnya pertentangan keluarga antara Wikramawarddhana dan Bhre Wirabhumi. Pada tahun 1404 M persengketaan itu makin memuncak, dan muncul huru hara yang dikenal dengan nama Perang Paregreg. Dari Pararaton disebutkan bahwa dalam Perang Paregreg akhirnya Bhre Wirabhumi berhasil dibunuh Bhre Narapati. Walaupun Bhre Wirabhumi sudah meninggal, peristiwa pertentangan keluarga itu belum reda juga. Bahkan peristiwa terbunuhnya Bhre Wirabhumi telah menjadi benih balas dendam dan persengketaan keluarga itu menjadi berlarut-larut.

Masa pemerintahan Suhita berakhir dengan meninggalnya Suhita pada tahun 1447 M. Ia didharmakan di Singhajaya. Oleh karena Suhita tidak memiliki anak, maka tahta kerajaan diduduki oleh adiknya yang bernama Bhre Tumapel Dyah Kertawijaya. Ia tidak lama memerintah. Pada tahun 1451 M ia meninggal dan didharmakan di Krtawijaya pura.

Dengan meninggalnya Kertawijaya, Bhre Pamotan menggantikannya menjadi raja dengan gelar Sri Rajasawarddhana,ia memerintah hampir 3 tahun lamanya. Pada tahun 1453 M ia meninggal dan didharmakan di Sepang. Menurut Pararaton sepeninggal Rajasawarddhana selama 3 tahun (1453-1456 M) Majapahit mengalami masa kekosongan tanpa raja (interregnum). Baru pada tahun 1456 M tampillah Dyah Suryawikrama Girisawarddhana menduduki tahta. Ia memerintah selama 10 tahun (1456-1466 M). Pada tahun 1466 M ia meninggal dan didharmakan di Puri (Soekmono, 1985).

Sebagai penggantinya kemudian Bhre Pandan Salas diangkat menjadi raja. Setelah Bhre Pandan Salas meninggal, kedudukannya sebagai raja Majapahit digantikan oleh anaknya Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya. Sebelum menjadi raja Majapahit, Ranawijaya berkedudukan sebagai Bhattara i Kling. Pada masa pemerintahannya ia tidak berkedudukan di Majapahit, melainkan tetap di Kling karena Majapahit di duduki Bhre Krtabhumi. Pada tahun 1478 M Ranawijaya melancarkan serangan terhadap Bhre Krtabhumi. Dalam perang tersebut Ranawijaya berhasil merebut kembali kekuasaan Majapahit dari tangan Bhre Krtabhumi, dan Krtabhumi gugur di Kadaton (Djafar, 2009).

Mengenai masa akhir kekuasaan Majapahit dapat diketahui dari beberapa sumber sejarah yang ada. Serat Kanda dan Pararaton menyebutkan bahwa kerajaan Majapahit runtuh pada tahun 1400 S (1478 M). Saat keruntuhannya itu disimpulkan dalam candra sengkala ”sirna-ilang-kertaning-bumi”, dan disebutkan pula bahwa keruntuhannya itu dikarenakan serangan dari kerajaan Islam Demak. Berdasarkan bukti sejarah ternyata bahwa pada saat itu kerajaan Majapahit belum runtuh benar dan masih berdiri untuk beberapa waktu yang cukup lama lagi. Rajanya bernama Dyah Ranawijaya yang bergelar Girindrawarddhana. Bahkan berita Cina dari dinasti Ming (1368-1643 M) masih menyebutkan adanya hubungan diplomasi antara Majapahit dengan Cina pada tahun 1499 M.

Dari Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda diketahui bahwa antara 1518-1521 M di Majapahit telah terjadi suatu pergeseran politik, yaitu kekuasaan Majapahit telah beralih dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus (Pangeran Sabrang Lor) penguasa Islam dari Demak. Demikian Majapahit telah ditaklukkan dan dikuasai Pati Unus dari Demak (Graaf & Pigeaud, 1974). Penguasaan Majapahit oleh Demak itu dilakukan oleh Adipati Unus, anak Raden Patah sebagai tindakan balasan Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya yang telah mengalahkan kakeknya yaitu Krtabhumi (Djafar, 2009).

Kerajaan Majapahit dengan segala proses dan polanya, diharapkan menjadi contoh bagi perkembangan sejarah Indonesia modern. Nilai-nilai religius, semangat nasionalisme dan sikap tanggungjawab sebagai warga negara diharapkan mampu dilestarikan dan dijadikan contoh bagi generasi penerus bangsa.

Keteladanan terhadap tokoh-tokoh pendiri bangsa sejak masa Hindu-Buddha di Indonesia patut kita jadikan tauladan. Sisi positif bisa kita kembangkan sedangkan sisi negatif merupakan proses menjadikan diri kita sebagai pribadi yang lebih profesional dalam menyikapi berbagai masalah. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai perkembangan dan jasa-jasa para pendiri bangsa.

 

D.        Aktivitas Pembelajaran

LK 4.1 Beberapa permasalahan materi Sejarah Indonesia Kuna dalam Pembelajaran Sejarah

Petunjuk penyelesaian:

1.      Cermati setiap permasalahan pada mata diklat Sejarah Indonesia Kuna berikut

2.      Diskusikan bersama kelompok anda

3.      Tuliskan hasil diskusi pada ketentuan yang diberikan fasilitator

4.      Kirimkan hasilnya sebagai tugas kelompok pada alamat email yang disampaikan fasilitator

 

Permasalahan

1.      Berilah rasionalisasi kekuatan dan kelemahan teori masuknya agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia! Jelaskan disertai bukti prasasti atau sumber yang pernah ditemukan!

            _______________________________________________________________________________

_______________________________________________________________________________

2.      Konsep Nusantara sebenarnya sudah pernah diutarakan oleh Kertanegara (1269-1292 Masehi) dalam prasasti Camundi (1214 Saka/1292 Masehi) dengan bunyi “(œ)rî (ma)hâraja digwijaya ring sakaloka manuluyi sa(kala dwipantara)... “ yang diartikan (Sri Maharaja penakluk seluruh dunia, menguasai pulau-pulau lain ...), konsep ini kemudian dilanjutkan Gajahmada dengan sumpah palapanya. Apa nilai yang dapat diambil dari konsep awal persatuan ini apabila dianalogkan dengan kondisi akan adanya disintegrasi wilayah Indonesia dan bagaimana peran guru menginternalisasi makna persatuan ini pada pembelajaran sejarah!

_________________________________________________________________________________

_________________________________________________________________________________

 

 

E.      Penilaian

Pilihlah jawaban yang anda anggap paling benar.

1.      Majapahit selain sebagai kerajaan agraris juga mengembangan maritim, hal ini dapat dibuktikan dengan ....

A.      Banyaknya nama kerajaan sahabat dalam diplomasi internasional

B.      Terdapat pelabuhan Hujung Galuh di muara Sungai Brantas

C.      Penaklukan berbagai tempat sebagai wujud sumpah palapa Mpu Mada

D.     Kebudayaan Panji menyebar hingga ke daratan Indocina

 

2.      Asal-usul ayah Ken Angrok agak sulit dicari dalam sumber sejarah, namun ada sedikit informasi dari Pararaton dan diperkuat prasasti Mula-Malurung, yaitu anak dari sang amawa bhumi. Tafsiran Boechari terhadap kata-kata amawa bhumi dari konteks prasasti Mula-Malurung bahwa sang amawa bhumi adalah  ....

A.      penguasa yang tidak tersentuh yaitu Tunggul Ametung

B.      penguasa  yang maha ditakuti yaitu Dewa Siwa

C.      penguasa  awal kehidupan yaitu Dewa Brahma

D.     penguasa seluruh kerajaan yaitu Kertajaya

 

F.      Referensi

Boechari. 1968. Sri Maharaja Mapanji Garasakan. Majalah Ilmu-Ilmu Sastra Indonesia IV (1-2) : 1-26.

Daljoeni, N. 1984.Geografi Kesejarahan II (Indonesia). Bandung: Penerbit Alumni.

Djafar, H. 1978. Masa Akhir Majapahit: Girindrawarddhana dan Masalahnya.Depok: Komunitas Bambu.

Lombard, D. 2003. Nusa Jawa: Silang Budaya 3 jilid. Buku ke III: Warisan Kerajaan-kerajaan Konsentris. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Munandar, Agus Aris. 2004. Mitra Satata; Kajian Asia Tenggara Kuna. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Munoz, P. M. 2009. Kerajaan-kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan Semenanjung Malaysia: Perkembangan Sejarah dan Budaya Asia Tenggara (Jaman Prasejarah-Abad XVI). Yogyakarta: Mitra Abadi.

Poerbatjaraka, R.M. Ng. 1952. Riwayat Indonesia I. Jakarta: Pembangunan.

Soekatno, S.H. (ed). 2010. Sejarah Nasional Indonesia jilid II: Zaman Kuno. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan Balai Pustaka.

Soekmono, R. 1985. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta: Kanisius.

Soemadio, B. 1994. Sejarah Nasional Indonesia jilid II. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan Balai Pustaka.

Suud, A. 1988. Sejarah Asia Selatan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Wahyudi, D.Y. 1997. Pemujaan Dewi Śrī pada Masyarakat Jawa Kuna (X-XVIM) dan Tradisinya. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: IKIP Malang.

___________. 2005.  Rekonstruksi Keagamaan Candi Panataran pada Masa Majapahit. Tesis tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia.

 

 


 

                                                                                                                      V.            Sejarah Indonesia Baru

 

A.     Kompetensi

·         Menganalisis kerajaan-kerajaan maritim Indonesia pada masa Islam dalam sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan serta pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada masa kini

B.     Indikator Pencapaian Kompetensi

·         Menganalisis perkembangan kerajaan Islam Awal di Indonesia

·         Menganalisis perlawanan rakyat Indonesia terhadap kolonialisme dan imperialisme

 

C.      Uraian Materi

1.     Perkembangan Kerajaan Islam Awal di Indonesia

Perkembangan Islam di Indonesia mulai abad ke-13 menunjukkan intensitas yang tinggi, munculnya Samudra Pasai sebagai kerajaan Islam di Indonesia telah menunjukkan bukti pengaruh Islam pada sistem kemasyarakatan secara konkrit, yang dalam konteks ini adalah sistem politik dan pemerintahan. Dipergunakan gelar Sultan untuk raja merupakan bukti adanya pengaruh Islam dalam sistem pemerintahan. Demikian juga dengan diperkenalkannya jabatan penghulu dalam struktur pemerintahan di Kraton Demak menunjukkan bahwa Islam telah mempengaruhi pola dan tatanan pemerintahan kerajaan-kerajaan di Indonesia (Sjamsulhuda, 1987).

Di Sumatera Barat Islam memperkaya norma-norma adat, pepatah yang mengatakan bahwa “adat bersendi sara, dan sara bersendikan kitabullah” merupakan pengakuan masyarakat Sumatera Barat tentang perlunya norma-norma adat yang tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang ditetapkan Islam (Hamka, 1981). Di Jawa diadakan upacara grebeg Maulud yang memadukan antara upacara adat dengan dakwah Islam. Demikian pula di berbagai tempat di Indonesia, banyak upacara adat memiliki latar belakang terkait dengan paham-paham tertentu dalam Islam. Misalnya kenduri bubur sura, Asan-usen tabut, Kanji Asura, dsb.

Di bidang keagamaan sebagaimana telah dibahas dalam uraian di atas bahwa tasawuf memiliki pengaruh yang cukup penting. Banyak ritual keagamaan masyarakat yang didasarkan atas ajaran tarekat, tokoh-tokoh tarekat seperti Hamsah Fansuri, Abdur Rauf Singkel, Nuruddin Ar Raniri menjadi rujukan masyarakat dalam menjalankan ritual keagamaan. Mereka adalah pengembang tarekat yang mendapat banyak pengikut di Sumatera. Di Jawa pada Wali menggunakan berbagai saluran kesenian untuk mengembangkan Islam, yang sangat popular adalah Sunan Kalijaga yang mampu mempengaruhi pertunjukkan wayang menjadi sarana dakwah yang efektif.

Bukti fisik tentang masuknya pengaruh Islam adalah pada bidang seni bangunan (arsitektur) dan seni sastra. Seni bangunan yang merupakan bukti adanya pengaruh Islam adalah Masjid, bangunan tempat shalat bagi umat Islam. Dalam bangunan Masjid jelas sekali adanya pengaruh Islam di dalamnya (Soekmono, 1985). Selain bangunan masjid, bentuk bangunan yang terpengaruh Islam adalah makam. Ragam hias dan bentuk nisan memberikan bukti adanya pengaruh Islam. Nisan Fatimah binti Maimun di Leran Gresik, makam Al Malikus Saleh, dan Troloyo menunjukkan bukti bahwa Islam berpengaruh dalam seni bangunan. Hasil seni ukir sebagaimana yang terdapat dalam relief di Masjid Mantingan, seni ukir kayu di Cirebon. Bukti pengaruh Islam pada seni sastra sangatlah banyak. Di Sumatera muncul karya sastra yang berbentuk hikayat, syair, tambo, dan silsilah. di Jawa muncul karya berbentuk Suluk, babad, tembang, dan kitab (Soekmono, 1985).

Dalam perilaku keagamaan ajaran tasawuf dapat diterima di Indonesia karena dapat menemukan titik temu dengan kepercayaan masyarakat terdahulu, sehingga dalam perkembangan Islam di masyarakat bentuk-bentuk ritual tasawuf sangat mewarnai perilaku keagamaan masyarakat. Beberapa tarekat berkembang di Indonesia dengan baik, antara lain tarekat Qodiriyah, Naqsabandiyah, Satariyah, Rifaiyah, Qodiriyah wa Naqsabandiyah, Syadziliyah, Khalwatiyah, dan Tijaniyah (Kartodirjo, Poesponegoro, Notosusanto, 1975). Beberapa tarekat bahkan sampai sekarang masih berkembang di tengah-tengah masyarakat.

 

a.      Peurlak

Masyarakat Islam di Indonesia mulai mampu menata sebuah pemerintahan berbentuk kerajaan pada abad ke-10 sebagaimana tampak pada munculnya kerajaan Peurlak. Raja pertama kerajaan Peurlak adalah Alaidin Sayyid Maulana Aziz Syah, akan tetapi masa kekuasaannya tidak banyak diketahui.

Kerajaan Peurlak sempat pecah menjadi dua. Satu berada di pedalaman dengan pusatnya di Tonang, dan satunya di daerah pesisir di Bandar Khalifah. Karena pecah menjadi dua maka kekuasaannya menjadi kecil dan bahkan tidak lagi disebut sebagai kerajaan. Perjalanan sejarah kerajaan Peurlak diwarnai dengan berbagai peperangan termasuk perang dengan Sriwijaya. Raja terakhir Muhammar Amir Syah mengawinkan putrinya dengan Malik Saleh. Malikus Saleh kemudian mendirikan kerajaan Samudera Pasai (Harun, 1995). Kerajaan Peurlak masih eksis sampai tahun 1296 M.

 

b.     Samudera Pasai

Kerajaan Samudera Pasai didirikan oleh Malikus Saleh. Masa kekuasaannya diperkirakan tidak lama berdasarkan informasi dari tulisan di batu nisan makamnya, ia meninggal tahun 1297 M. Walaupun masa kekuasaannya pendek Malikus Saleh dikenal sebagai Sultan yang bijaksana. Setelah Malikus Saleh wafat, kerajaanSamudera Pasai dipegang oleh Malik Az-Zahir I yang berkuasa pada 1297-1326 M. Pada masa pemerintahannya tidak banyak yang diungkapkan karena kelangkaan sumber. Malik Az-Zahir I kemudian diganti dengan Al Malik Az-Zahir II.

Catatan perjalanan dari Ibnu Batutah menjelaskan bahwa Az-Zahir II merupakan orang yang taat dengan agama Islam dan bermazhab Syafii. Az-Zahir II juga sangat giat untuk mengislamkan daerah sekitarnya, sehingga Ibnu Batutah menjelaskan bahwa Az-Zahir II adalah seorang ulama yang menjadi Raja (Hamka, 1981). Samudera Pasai menjadi salah satu pusat perkembangan mazhab Syafii.

Az-Zahir II wafat dan digantikan oleh putranya yang masih kecil bernama Zainal Abidin. Pada masa kekuasaan Zainal Abidin, Pasai mendapat serangan dua kali yakni dari Siam dan Majapahit, sehingga kerajaan Samudera Pasai sangat lemah. Dalam kondisi demikian datanglah laksamana Cheng Ho yang meminta agar Samudera Pasai mengakui perlindungan Tiongkok, dengan demikian Samudera Pasai akan dibela bila diserang oleh negara lain. Sepeninggal Zainal Abidin kondisi Samudera Pasai semakin lemah, di sisi lain Malaka mulai berkembang menjadi bandar yang besar. Kapal-kapal dagang lebih memilih bersandar ke Malaka daripada ke Samudera Pasai, sehingga Samudera Pasai lambat laut tenggelam dengan sendirinya.

 

c.      Aceh Darussalam

Kerajaan Aceh Darussalam adalah kelanjutan dari Samudera Pasai yang bersatu dengan daerah sekitarnya, kerajaan ini berdiri pada awal abad ke-16 bersamaan dengan datangnya armada Portugis ke Malaka. Raja yang pertama adalah Alaudin Ali Mughayat Syah dengan ibukota Banda Aceh. Banda Aceh saat itu tidak sekedar pusat kegiatan politik, tetapi ilmu pengetahuan dan bandar transit di Asia Tenggara. Perkembangan kerajaan ini tidak dapat dijelaskan karena kekurangan dan ketiadaan sumber yang dapat digunakan.

 

d.     Ternate dan Tidore

Wilayah kepulauan Maluku sebelum berkembangnya agama Islam terdiri atas empat kerajaan yakni Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo. Maluku sebagai pusat rempah-rempah dipastikan menjadi tujuan para pedagang yang berlayar antarpulau di kepulauan Indonesia. Dengan demikian Islam berkembang di Maluku melalui saluran perdagangan, dan diperkirakan terjadi pada abad ke-15 M. Hamka dengan menggunakan sumber Portugis menjelaskan bahwa di antara empat kerajaan yang ada, Ternate yang mula-mula memeluk agama Islam. Dari sumber lisan disebutkan tokoh yang mengislamkan Ternate bernama Datuk Maulana Husin. Raja pertama yang memeluk agama Islam bernama Gapi Baguna, setelah memeluk Islam bernama Marhum dengan gelar Sultan. Sultan Marhum berkuasa dari tahun 1465 sampai wafatnya tahun 1486. Berdasar pada tahun dan saluran yang dipergunakan dalam islamisasi di Maluku maka dapat diketahui bahwa pembawa agama Islam di Maluku adalah orang Melayu, Parsi, dan Arab. Berdasar pada sumber lisan maka penyebaran agama Islam di Maluku juga dilakukan oleh para mubaligh.

Sultan Marhum digantikan putranya yang bernama Zainal Abidin pada tahun 1495. Sultan Zainal Abidin sempat memperdalam agama Islam di Giri Jawa Timur. Hal ini telah meningkatkan hubungan antara Jawa (Giri, Gresik) dengan Hitu Ambon. Pada masa kepemimpinan Sultan Zainal Abidin, Portugis juga telah sampai di Maluku. Dengan berbagai siasat Portugis berhasil memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku, hal ini menyebabkan kalangan rakyat Ternate menjadi tertekan. Sultan Ternate kemudian mengadakan perlawanan terhadap Portugis, perlawanan berlangsung dipimpin oleh:

1.   Sultan Zainal Abidin

2.   Sultan Sirullah

3.   Sultan Khairun

4.   Sultan Baabullah

Sultan Baabullah akhirnya berhasil mengusir Portugis dari Ternate, tetapi belum berhasil mengusir Portugis dari seluruh kepulauan Maluku.

Di Tidore raja yang pertama memeluk Islam adalah Kolano Cirililiati yang diislamkan oleh seorang mubaligh Arab yang datang ke Tidore bernama Syech Mansyur (Hamka, 1981:218). Setelah masuk Islam Kolano Cirililiati berganti nama Sultan Jamaluddin. Sumber Portugis memberikan informasi bahwa Islam datang ke Tidore kurang lebih 30 tahun sebelum Ternate. Informasi dari sumber Spanyol menyatakan bahwa ketika Spanyol sampai di Maluku, Islam telah ada di Tidore kurang 50 tahun sebelumnya. Sultan Jamaluddin digant oleh putranya bernama Sultan Mansyur, tetapi perkembangan kerajaan Islam Tidore tidak banyak membantu Ternate untuk melawan Portugis. Tidore dan Ternate pada abad ke-16 hingga pertengahan abad ke-17 menjadi daerah konflik, baik antara penguasa lokal maupun Kolonial Portugis, Spanyol, dan Belanda. Belanda akhirnya keluar sebagai pemenang.

 

e.      Demak

Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Patah, seorang putra Majapahit dari istri seorang putri Cina hadiah dari Raja Palembang. Raden Patah mulai berkuasa tahun 1478 dengan pusat pemerintahan di Demak Bintoro, pesisir utara Jawa Tengah. Dalam menjalankan pemerintahannya Raden Patah didampingi dewan wali yang dikenal sebagai Wali Songo. Wali Songo inilah yang nantinya berjasa mengislamkan Jawa sampai daerah pedalaman.

Demak berhasil menggantikan posisi Majapahit sebagai kerajaan yang berpengaruh di Jawa, karena Majapahit hancur setelah terjadi peperangan antara Kertabumi dan Girindrawardana. Perkembangan Islam di Jawa secara intensif terjadi pada masa kerajaan Demak.

Raden Patah digantikan putranya yakni Adipati Unus yang dikenal juga dengan nama Pangeran Sabrang Lor. Adipati Unus pernah membawa ekspedisi ke utara untuk menyerang Portugis di Malaka, tetapi usahanya gagal. Adipati Unus hanya berkuasa dalam masa yang pendek dari tahun 1518 M sampai tahun 1521 M. Adinya yang bernama Trenggono kemudian menggantikan Adipati Unus, karena Adipati Unus tidak punya anak. Sultan Trenggono kemudian meneruskan jejak pendahulunya untuk mengislamkan tanah Jawa.

Sultan Trenggono mengutus Syarif Hidayatullah untuk mengislamkan wilayah Jawa bagian Barat, maka ditundukkanlah Pajajaran, Cirebon, Banten, dan juga Sunda Kelapa (kemudian diubah menjadi Jayakarta). Beberapa putrinya dikawinkan dengan beberapa Adipati, sehingga wilayah kedaulatan Demak semakin luas. Hanya wilayah Jawa Timur bagian Timur yang belum berhasil diislamkan, maka Sultan Trenggono sendiri yang memimpin ekspedisi tersebut, akan tetapi ekspedisi ini gagal dan Sultan Trenggono meninggal. Terjadi kekacauan politik di Demak siapa yang menggantikan Sultan Trenggono, akhirnya putra menantu Sultan Trenggono yang bernama Hadiwijaya memenangkan pertarungan politik dan memindahkan pusat kerajaan ke Pajang, masuk pedalaman Jawa Tengah.

 

f.        Pajang dan Mataram

Pindahnya pusat kerajaan dari daerah pesisir ke pedalaman Jawa Tengah membawa pengaruh pada perkembangan Islam di Jawa, khususnya Jawa Tengah. Contohnya adalah paham wahdatul wujud mendapatkan tempat yang cukup luas karena inti ajaran tasawuf itu lebih mudah diterima masyarakat. Hadiwijaya berusaha untuk tetap menegakkan pengaruh Demak di berbagai wilayah, termasuk daerah yang dipegang oleh para menantu Sultan Trenggono. Hadiwijaya tampaknya berhasil untuk tetap menyatukan pengaruh Demak, termasuk ketika menghadapi Arya Penangsang yang berusaha merebut tahta Demak. Namun ketika Mataram yang selama ini diserahkan putra angkatnya memberontak, Sultan Hadiwijaya kalah sehingga pusat pemerintahan dipindah ke Mataram. Hadiwijaya tewas tahun 1582 M, sementara itu putra mahkota bernama Pangeran Benawa dijadikan Bupati Demak. Putra angkat Hadiwijaya adalah Sutawijaya, bersama ki Pemanahan diberi hadiah tanah Mataram yang dulunya berwujud hutan, berubah menjadi wilayah yang menjanjikan sehingga dapat berkembang dengan pesat. Pada akhirnya wilayah ini menjadi pusat kerajaan Mataram.

Mataram dipimpin oleh Sutawijaya dengan memakai gelar Senopati Ing Alogo Sayidin Panotogomo. Senopati Ing Alogo sebagai penerus penguasa Pajang berusaha mempertahankan kedaulatan penguasa sebelumnya, sehingga terjadi beberapa kali peperangan. Namun akhirnya Jawa Tengah dan Jawa Timur berhasil dikuasai, bahkan kemudian bergerak ke arah Jawa Barat. Pada tahun 1595 Masehi, Galuh di Jawa Barat berhasil dipaksa mengakui Mataram.

Perkembangan Islam sangat pesat ketika Mataram di bawah Sultan Agung, usaha Sultan Agung tampak jelas ketika banyak ulama yang diberi hak untuk mengolah tanah perdikan. Tanah perdikan adalah sebuah wilayah dengan luas tertentu yang dibebaskan membayar pajak kepada kerajaan. Sultan Agung dikenal sebagai raja yang bijaksana, dan dikenal juga sebagai pujangga. Di bawah kepemimpinan Sultan Agung, Mataram pernah menyerang Belanda di Batavia pada tahun 1628. Pada masa pemerintahan Sultan Agung Masjid Agung kota dibangun bersamaan dengan pembangunan kompleks kraton.

Bersamaan dengan perluasan pengaruh Mataram ke seluruh Jawa maka Islam juga tersebar luas di seluruh Jawa, tapi Amangkurat I pengganti Sultan Agung tidak meneruskan kebijakannya. Pada masa Amangkurat I perkembangan Islam di Jawa seakan surut karena kebijakan Amangkurat I yang cenderung meninggalkan ulama dan bahkan memusuhinya. Yahya Harun (1995) menyebut kebijakan Amangkurat I sebagai menjawakan Islam, artinya memaksakan kesesuaian antara Islam dan nilai-nilai Jawa. Kebijakan Amangkurat I yang banyak merugikan Matarammelahirkan banyak pemberontakan yang pada akhirnya Mataram terpecah belah menjadi 4 wilayah kekuasaan sebagaimana terlihat sampai sekarang.

 

g.      Banten dan Cirebon

Banten dan Cireboh sebelum muncul Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa, sudah merupakan bandar atau pelabuhan ramai dikunjungi para pedagang dari luar pulau Jawa. Hadirnya seorang Mubaligh dari Arab yang kemudian dikenal sebagai Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) mengabdikan diri ke Demak, berhasil melaksanakan misi Demak untuk mengislamkan Jawa Barat.

Banten adalah kerajaan kecil yang mengakui kedaulatan Pakuan Pajajaran, sebuah kerajaan Hindu yang menguasai wilayah Pasundan Jawa Barat. Demak menilai bahwa Banten sebagai wilayah yang strategis harus dikuasai, maka Demak kemudian mengirim Syarif Hidayatullah untuk menaklukkan Banten. Banten berhasil dikuasai Syarif Hidayatullah yang kemudian menyebarkan Islam ke Sumatera Selatan. Dari Banten, Demak kemudian mengincar Sunda Kelapa, pelabuhan Pakuan Pajajaran sekaligus tempat Portugis melakukan transaksi perdagangan. Sunda Kelapa berhasil dikuasai oleh Syarif Hidayatullah tahun 1572,kemudian namanya diubah menjadi Jayakarta. Dari Sunda Kelapa Syarif Hidayatullah kemudian meneruskan menaklukkan Cirebon, kota pelabuhan yang juga mengakui kedaulatan Pakuan Pajajaran. Cirebon akhirnya juga jatuh ke tangan Syarif Hidayatullah, sehingga Pakuan Pajajaran tidak lagi memiliki kota pelabuhan yang strategis.

Syarif Hidayatullah pada tahun 1552 M menyerahkan daerah kekuasaannya kepada putranya yakni Pangeran Hasanuddin untuk Banten, dan Pangeran Pasareyan untuk Cirebon. Syarif Hidayatullah kemudian mendirikan lembaga pendidikan di daerah Gunung Jati, hingga wafatnya pada tahun 1570 sehinga dikenal sebagai Sunan Gunung Jati.

Banten kemudian berkembang semakin pesat, Pangeran Hasanuddin dapat mengembangkan Banten sebagai kota dagang yang mensejahterakan rakyat. Setelah berkuasa 18 tahun Pangeran Hasanuddin yang bergelar Maulana Hasanuddin wafat dan dimakamkan di Sabakiking. Pengganti Hasanuddin adalah putra tertuanya yakni Pangeran Yusuf. Pangeran Yusuf berjasa menaklukkan raja Pakuan Pajajaran, dengan demikian seluruh Jawa Barat berhasil diislamkan.

Ketika terjadi huru-hara politik di Demak, berlanjut dengan perpindahan pusat pemerintahan Islam ke pedalaman yakni di Pajang, Cirebon kemudian berdiri sendiri sebagai kerajaan, dan Pangeran Pasareyan menjadi raja pertama. Cirebon berkembang menjadi kerajaan Islam yang disegani, tetapi pada akhirnya Cirebon pecah menjadi dua yakni Kasepuhan dan Kanoman (Sulendraningrat, 1985).

 

h.     Gowa – Sulawesi Selatan

Di daerah Sulawesi Selatan Islam berkembang pada awal abad ke-17 M, yaitu ketika kerajaan Gowa dan Tallo menyatakan masuk Islam (Soekmono, 1985). Raja Tallo yang bernama Karaeng Matoaya yang juga merangkap jabatan Mangkubumi di Kerajaan Gowa menyatakan masuk Islam dan berganti nama dengan Sultan Abdullah. Raja Gowa yang bernama Daeng Manrabia juga menyatakan masuk Islam dan berganti nama dengan Sultan Alaudin. Dua tokoh inilah yang kemudian menyebarkan Islam di seluruh daerah kekuasaannya. Bahkan perkembangan Islam dapat dirasakan sampai di daerah Nusa Tenggara.

Sultan Alaudin mempunyai sikap tegas terhadap Belanda, sehingga membantu Maluku ketika Belanda memaksakan monopoli perdagangan. Sampai wafatnya sikap menentang terhadap Belanda terus dilakukan. Sikap Sultan Alaudin diteruskan oleh keturunannya yakni Sultan Muhammad Said, dan Sultan Hasanuddin. Belanda mempertimbangkan pentingnya Gowa dalam jalur perdagangan maka kemudian memanfaatkan pemberontakan Arung Palaka untuk menghancurkan Gowa. Akhirnya setelah terjadi beberapa kali peperangan Gowa harus mengakui kekalahan sehingga diadakan perjanjian Bongaya pada tahun 1667 M. Beberapa waktu setelah perjanjian itu Gowa sempat mencoba mengangkat senjata lagi, akan tetapi kemudian ditumpas oleh Belanda sehingga Gowa hancur.

 

2.     Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialisme Barat

Kedatangan penjajah dengan sendirinnya membawa banyak kesengsaraan, penderitaan, kemiskinan dan kebodohan. Karenanya wajar apabila hal tersebut wajar bagi bangsa Indonesia untuk mengangkat senjata dalam menghadapi npenjajahan bangsa asing. Sejak abad ke-16 sampai dengan abad ke-18, bangsa Indonesia terus menerus mengadakan perlawanan terhadap bangsa Barat sebagai usaha untuk mempertahankan kemerdekaan negeri maupun perkembangan perdagangannya.  Pada abad ke 16 perlawanan ditujukan kepada bangsa Portugis, sedangkan pada abad ke-17 perlawanan ditujukan terhadap bangsa Belanda. Beberapa perlawanan rakyat yang dimaksudkan itu adalah sebagai berikut:

a.       Perlawanan Rakyat Aceh terhadap Bangsa Portugis.

Portugis menguasahi Malaka pada tahun 1511, dengan dipimpin oleh Alfonso de Albquerque. Setelah Malaka dapat dikuashi maka Portugis segera menerapkan sistem Monopoli dan berusaha unt6uk menguasahi kerajaan Samudera Pasai. Melihat situasi yang demikian maka kerajaan Asamudera Pasai segera melakukan reaksi perlawanan untuk mencegah bangsa Portugis memperluas pengaruh kekuasaannya. Pada tahun 1692 Sulta Iskandar Muda yang berkuasa di Aceh mengadakan perlawanan dengan Malaka yang diduduki oleh bangsa Portugis, akan tetapi penyerbuan tersebut gagal karena dihadang oleh kerajaan Johor yang menjadi musuh Kerajaan Aceh. Karena harus melawan Bangsa Portugis dan Kerajaan Johor maka Pasukan Aceh terpaksa mengalami kekalahan.

b.     Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Bangsa Portugis

Kedatangan Bangsa Portugis pada tahun 1512 mula-mula disambut dengan baik oleh rakyat Maluku, atas persetujuan raja penguasa setempat mereka juga diperbolehkan untuk mendirikan benteng atau pangkalan untuk lebih memperlancar perdagangannya. Akan tetapi lama kelamaan sambutan baik tersebut hilang sama sekali dan berubah menjadi sikap menentang dan memusuhi. Hal dapat terjadi dikarenakan:

1.        Sistem Perdagangan monopoli yang dilakukan bangsa Portugis sangat merugikan rakyat ternate.

2.        Bangsa Portugis terlalu campur tangan dalam urusan pemerintahan kerajaan Ternate.

3.        Sikap bangsa Portugis yang memaksakan agama Katolik dan memandang rendah bangsa yang beragama lain.

4.        Sikap serakah dan sombong bangsa Portugis yang memandang rendah penduduk pribumi.

Karena faktor-faktor tersebut raja-raja Ternate menentang bangsa Portugis yanjg kemudian berbuntut kepada perlawanan rakyat. Pada tahun 1533 rakyat Tidore dan Ternate bersatu untuk mengadakan perlawanan terhadap bangsa Portugis. Akan tetapi perlawanan tersebut belum bisa mengusir bangsa Portugis dari Maluku disebabkan karena datangnya bala bantuan tentara Portugis dengan persenjataan lengkap dari Malaka yang dipimpin oleh Antonio Galvao.

Pada tahun 1565 rakyat Ternate bangkit kembali mengadakan perlawanan dibawah pimpinan Sultan Hairun. Sultan Hairun adalah salah seorang sultan di Ternate yang sangat membenci bangsa Portugis. Sultan hairun pemeluk agama Islam yang taat yang tidak setuju sikap bangsa Portugis yang mau memaksakan masuknya agama Katolik  di Maluku. Tindakkan Sultan hairun ini membuat Gubernur Portugis merasa disepelekan, maka ia memerintahkan untuk menangkap Sultan Hairun dengan berbagai alasan. Melalui tipu daya yang licik akhirnya Sultan Hairun dapat ditangkap dan dibunuh. Peristiwa tersebut menggemparkan seluruh rakyat Maluku dan sekaligus membakar semangat rakyat Ternate untuk terus memerangi bangsa Portugis hingga hancur.

Dibawah pimpinan Sultan Baabullah putra Sultan Hairun rakyat Maluku bersatu padu melawan bangsa Portugis. Walaupun bangsa Portugis bertahan mati-matian tetapi menghadapi serbuan rakyat Ternate secara terus menerus akhirnya lumpuh juga pertahanannya. Pada tahun 1574 benteng Portugis berhasil direbut oleh rakyat Ternate. Dengan jiwa kesatriannya ternyata Sultan baabullah membebvaskan orang-orang Portugis asalkan mereka mau meninggalkan Maluku. Akhirnya mereka meninggalkan Maluku dan menetap di Timor Timur. Setelah Sultan Baabullah wafat, tahta kesultanan diteruskan oleh putranya , yaitu Sultan Sahid Barkat. Dibawah kepemimpinannya kebesaran Ternate mulai merosot karena terdesak oleh Spanyol dari Utara dan Belanda dari Selatan.

Perlawanan rakyat Maluku ternyata tidak hanya terjadi di Ternate. Di Tidore rakyatnya telah bersiap mengahadapi serbuan pasukan Antonio Galvao sehingga terjadilah pertempuran yang sangat hebat. Dalam pertempuran itu akhirnya bangsa Portugis berhasil  menguasahi Tidore. Orang-orang Tidore tetap melakukan perlawanan dari laut dan darat. Akan tetapi uasaha ini tetap tidak membuahkan hasil, sebab bangsa Portugis lebih unggul dalam persenjataan. Portugis baru meninggalkan Tidore setelah Sultan Baabullah dari Ternate berhasil mengalahkan bangsa Portugis. Dengan ini berakhirlah kekuasaan Portugis di Maluku.

c.      Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Bangsa Belanda.

Pada saat orang-orang Belanda datang ke Maluku mereka disambut dengan baik oleh penduduk setempat. Alasannya karena bangsa Belanda dapat dijadikan sebagai sekutu untuk melawan bangsa Spanyol yang saat itu menduduki Maluku. Dengan bantuan rakyat Ternate Belanda akhirnya berhasil merebut Maluku dari kekuasaan bangsa Spanyol. Tetapi kenyataannya setelah berkuasa mereka tidak lebih baik daripada bangsa Portugis, bahkan lebih kejam dan bengis. Bangsa Belanda mengusahi Maluku dengan tujuan untuk menguasahi monopoli perdagangan rempah-rempah. Semua bentuk perdagangan harus dilakukan dengan persetujuan VOC dan  yang melanggar dianggap sebagai perdagangan gelap. Bagi mereka yang melanggar dapat dijatuhi hukuman yang berat, seperti dirampas barang dagangannya, dianiaya, bahkan tidak sedikit pedagang yang dibunuh.

Untuk memantapkan praktek monopolinya VOC mengadakan pelayaran Hongi, yaitu pelayaran patroli dengan menggunakan perahu kora-kora yang dipersenjatai untuk mengawasi perdagangan di Maluku. Bagi penduduk Maluku pelayaran Hongi adalah suatu bentuk perampasan, perampokan, pemerkosaan,, perbudakkan dan pembunuhan terhadap hak-hak rakyat Maluku. Keadaan yang demikian ini akhirnya menimbulkan perlawanan rakyat Maluku di Ternate. Pada tahun 1635 dibawah pimpinan Kakiali seorang Kapten di Hitu rakyat Maluku mengadakan perlawanan terhadap bangsa Belanda.

Peperangan segera meluas diberbagai daerah, karena kedudukan Bangsa Belanda mulai terancam, maka untuk mematahkan perlawanan rakyat Maluku, Belanda melakukan tipu daya dengan menjanjikan hadiah yang besar kepada siapa yang berhasil membunuh Kakiali. Akhirnya pada tahun 1643 Kakiali berhasil dibunuh oleh seorang pengkhianat dengan cara ditusuk golok pada malam hari ditempat tidurnya. Dengan meninggalnya Kakiali maka bangsa Belanda utnuk sementara dapat menumpas perlawanan rakyat Maluku.

Pada tahun 1646 kembali terjadi perlawanan rakyat, kali ini Belanda mendapatkan perlawanan yang sengit dari orang-orang Hitu dibawah pimpinan Telukabesi. Perlawanan ini berhasil dipadamkan pada tahun itu juga. Sebagai akibat dari perlawanan ini banyak dari pemimpin-pemimpin Hitu yang diasingkan ke Batavia agar lebih mudah diawasi oleh pemerintah tinggi Belanda. Pada tahun  1950 timbul lagi perlawanan rakyat yang dipimpin oleh Saidi. Perlawanan ini cukup besar dan meluas samapai daerah Ambon, bahkan rakyat dapat memaksa Sultan Mandarsyah turun tahta karena dianggap mempunyai hubungan yang erat dengan VOC. Perlawanan berhasil dipadamkan setelah Saidi tertangkap dan dibunuh pada pertempuran yang hebat di Huwamohel pada tahun 1655.

Di Tidore terjadi juga perlawanan terhadap Belanda. Dengan dipimpin oleh raja Tidore yang bernama Sultan Jamaludin. Pada tahun 1779 Sultan jamaludin berhasil tertangkap dan dibuang ke Sailan (Srilanka), penggantinya adalah Putra Alam seorang kaki tangan Belanda, namun rakyat Tidore tidak mengakui Putra Alam sebagai Sultan di Tidore. Rakyat lebih mengakui Pangeran Niku (Putra Jamaludin) sebagai sultan di Tidore. Dalam menghadapi Belanda Sultan Niku memakai taktik Devide Et Impera dengan cara menghasut orang-orang Inggris supaya mau bersama-sama mengusir orang-orang VOC dari tanah Tidore. Melalui pertempuran yang dasyat orang-orang VOC akhirnya berhasil diusir dari Tidore. Setelah VOC tersingkir dari Tidore secara tiba-tiba Pangeran Nuku bersama Rakyatnya melancarkan serangan terhadap Inggris. Usaha ini berhasil dengan baik,  maka untuk sementara waktu Tidore dapat dipertahankan dari kekuasaan bangsa barat  terutama Belanda. Pada tahun 1805 setelah Pangeran Nuku wafat, Belanda kembali dapat menguasahi tanah Tidore.

Pada tahun 1816 tindakan bangsa Belanda semakin menekan kehidupan rakyat Maluku. Belanda kembali menerapkan sistem kerja rodi dengan paksa. Dibawah tekanan yang berat rakyat Saparua mengangkat Thomas Matulessi atau Pattimura untuk memimpin perlawanan terhadap bangsa Belanda. Perjuangan dimulai dengan penyerbuan rakyat terhadap Benteng Belanda Duurstede. Benteng Duurstede akhirnya dapat direbut dengan meminta korban yang sangat banyak dikedua belah pihak. Dalam penyerbuan tersebut Residen Belanda di Saparua yang bernama Van den Berg bersama istrinya terbunuh. Dampak dari serangan ini mengobarkan semangat rakyat daerah sekitarnya untuk melawan penjajah Belanda. Namun akhirnya perlawanan rakyat Maluku dapat dilumpuhkan sebagai akibat Belanda melakukan tindakan kekerasansecara besar-besaran di Maluku , yakni di Ambon, Saparua, dan Haru. Pada tahun 1817 Pattimura bersama beberapa temannya berhasil ditangkap kemudian dihukum mati dengan cara digantung. Dalam perjuangan ini dikenal pula seorang pahlawan wanita dari Maluku, yaitu Martha Christina Tiahahu.

 

d.     Perlawanan Kerajaan Mataram terhadap VOC

Kerajaan Mataram mencapai masa kejayaan dibawah pemerintahan  Sultan Agung ( 1615-1645 ).  Cita-citanya adalah mempersatukan Pulau Jawa di bawah kekuasaan kerajaan Mataram dan mengusir segala bentuk kekuasaan asing dari bumi nusantara. Ketika Sultan Agung memerintah banyak sekali terjadi ketegangan-ketegangan antara Mataram dengan VOC. VOC menganggap perdagangan yang dilakukan Jepara dengan Malaka adalah suatu bentuk pelanggaran yang dilakukan Mataram terhadap Praktek Monopoli bangsa Belanda. Ketegangan-ketegangan tersebut akhirnya memuncak menjadi pertempuran setelah Sultan Agung melakukan penyerangan  kekantor dagang VOC di Batavia. Adapun sebab-sebab Sultan Agung melakukan penyerangan ke Batavia dapat diuraikan sebagai berikut:

a.         Kapal-kapal Belanda seringkali merampok lumbung-lumbung padi milik petani di Jepara.

b.        VOC seringkali merintangi kapal-kapal dagang milik Mataram yang ingin berdagang ke Malaka.

c.         VOC tidak mau mengakui kedaulatan Mataram.

d.        Tindakan-tindakan utusan VOC yang seringkali melakukan penipuan dan mengingkari janji.

e.         VOC tidak mau mendukung politik Mataram untuk mnundukkan Banten.

f.          VOC bersekutu dengan Bupati Surabaya yang merupakan musuh kerajaan Mataram.

 

 

Pada tahun 1619 tindakan penyerangan Sultan Agung terhadap kantor dagang VOC dibalas oleh J.P Coen dengan membombardir kota Japara dari laut, namun pasukan Sultan Agung mampu bertahan hingga Belanda mersa dipermalukan. Pada tahun 1628 dibawah pimpinan Tumenggung Baureksa armada Mataram melakukan serangan yang pertama ke benteng VOC di Batavia. Karena taktik VOC yang jitu dan persenjataan yang lengkap serangan Mataram menemui kegagalan bahkan dalam pertempuran tersebut Tumenggung Baureksa dan putranya gugur. Bantuan pasukan Mataram kembali berdatangan dibawah pimpinan Tumenggung Sura Agul-agul, Kyai Dipati Mandureja dan Umpasanta. Akan tetapi karena kekuatan VOC cukup tangguh dengan didukung oleh perlengkapan perang yang lebih baik VOC mampu mendesak pasukan Mataram. Dengan demikian gagallah serangan pasukan tentara Sultan Agung yang pertama.

Meskipun Mataram tidak berhasil merebut benteng Batavia dan menundukkan VOC, Sultan Agung tidak begitu saja menyerah. Pada tahun 1629 pasukan Mataram berangkat lagi menuju Batavia dengan membawa perlengkapan perang dan perbekalan pangan yang lebih baik dari sebelumnya. Perbekalan pangan tersebut diletakkan lumbung-lumbung padi di daerah sekitar Batavia dan Tegal. Tetapi malang bagi Sultan Agung, karena VOC mengetahui siasat ini dari seorang pengkhianat dan melakukan pemusnaan terhadap lumbung-lumbung padi di Tegal. Akibat dari pemusnaan gudang beras ini usaha pengepungan kota Batavia tidak berlangsung lama. Meskipun demikian pasukan Sultan Agung berhasil menguasahi benteng Holandia. Setelah itu pasukan berangkat lagi menuju benteng Bomel. Pertempuran dasyat kembali terjadi lagi. Kekalahan berada dipihak Sultan Agung. Dalam serangan ini Gubernur Jendral yaitu J.P Coen mendadak meninggal dunia akibat diserang oleh suatu penyakit. Karena cadangan pangan pasukan Mataram diTegal dibakar habis oleh pasukan Belanda , maka pasukan Mataram mengalami kelaparan. Akhirnya atas perintah Sultan Agung pasukan Mataram ditarik mundur dengan meninggalkan korban yang cukup banyak. Dengan demikian serangan Mataram yang kedua juga mengalami kegagalan. Hingga Sultan Agung meninggal (1645) Kerajaan Mataram tetap melakukan perlawanan terhadap VOC dengan mengadakan penyerbuan kapal-kapal Belanda yang melintasi Laut Jawa.

 

e.      Perlawanan Kerajaan Makasar terhadap Belanda

Setelah Malaka jatuh ketangan Portugis banyak saudagar-saudagar Islam yang mengalihkan Aktivitas perdagangannya ke Bandar Makasar. Keadaan Makasar saat itu adalah menjadi pelabuhan Transito, yaitu sebagai pusat jual beli rempah-rempah dari Maluku yang akan dibawa ke Malaka. Hal ini tidak terlepas dari letak Maksar yang strategis yaitu terletak diantara jalur perdagangan antara Malaka dan Maluku. Mengetahui keadaan yang demikian tersebut VOC berusaha untuk bersahabat dan berdagang dengan Makasar. Untuk itu Voc mengirimkan utusannya ke Makasar. Utusan itu diterima dengan baik atas dasar hubungan persahabatan dan perdagangan. Pada saat itu Makasar diperintah oleh Sultan Hasanudin. Perkembangan perdagangan kerajaan Makasar dibawah kepemimpinannya tampak maju pesat. Melihat kemajuan tersebut VOC menjadi tidak senang karena dianggap menyaingi praktek monopoli yang dianutnya. Karena itulah VOC mengajukan beberapa tuntutan kepada Sultan Hasanudin, yang isinya antara lain:

1.        Makasar harus mau mengakui monopoli dagang yang dijalankan oleh VOC.

2.        Menganjurkan kepada Makasar untuk tidak menjual beras kepada Portugis yang dianggapnya sebagai saingan dagang.

3.        Makasar mau menyerang gudang rempah-rempah di Banda bersama VOC.

Permintaan tersebut ditolak secara tegas oleh Sultan Hasanudin. Karena itu sama saja merugikan diri sendiri dengan memutuskan hubungan baik dengan bangsa Portugis. Akibat dari tindakan Sultan Hasanudin yang menggubris tuntutan tersebut, maka VOC berusaha untuk memaksakan monopolinya dengan kekerasan. Beberapa kali terjadi insiden antara pedagang Makasar dengan VOC. Akhirnya perang tidak dapat dicegah. Belanda dengan armadanya mulai memblokade pelabuhan Sembapou agar kapal-kapal dagang Makasar tidak dapat melakukan tidak dapat melakukan hubungan perdagangan dengan pihak lain. Usaha VOC ini menemui kegagalan sebab perahu-perahu Makasar yang berukuran kecil lebih lincah dan mudah bergerak diantara karang-karang tanpa dapat dikejar oleh Kompeni yang memiliki kapal-kapal besar. Selain itu kapal-kapal VOC juga diperintahkan untuk merusak dan memusnahkan kapal-kapal pribumi atau orang asing yang melintas di pelabuhan Sembapou. Pertempuran antara Kerajaan Maksar dengan Belanda terjadi dua kali. Yang pertama pada tahun 1654  pertempuran terjadi di Buton dan Maluku terutam didaerah Ambon. Pertempuran berhasil diselesaikan melalui perjanjian damai yang isinya antara lain :

1.      Kerajaan Gowa diperbolehkan menagih hutangnya di Ambon.

2.      Saling melepaskan tawanan diantara kedua belah pihak.  

3.      Musuh Kompeni bukanlah musuh Kerajaan Goa.

4.      Kompeni tidak akan turut campur dalam perselisihan intern orang-orang Makasar.

5.      Makasar akan mendapatkan ganti rugi atas penyitaan barang-barang disebuah kapal bangsa Portugis.

Bagi kompeni isi perjanjian ini tidaklah menguntungkan, oleh karena itu Belanda kembali menggalang kekuatan untuk menundukkan Makasar. Pada tahun 1660 Belanda mengirimkan ekspedisi  perang ke pelabuhan Sembapou. Dengan strategi dan taktik yang tepat akhirnya bangsa Belanda berhasil merebut Benteng Penakukan. Atas kekalahan ini Sultan Hasanudin harus menandatangani perjanjian yang sangat merugikan Makasar yang isinya antara lain:

1.        Kerajaan Gowa harus melepaskan Buton, Menado dan pulau Maluku dari wilayah kekuasaannya.

2.        Bangsa Portugis harus diusir dari wilayah kerajaan Goa.

3.        Semua kerugian akibat perang harus ditanggung oleh Kerajaan Goa.

4.        Benteng Penakukan akan dikembalikan setelah perjanjian ini dilaksanakan.

Bagi Belanda semua itu belumlah cukup untuk menghancurkan Kerajaan Makasar. Cara lain yang diterapkan VOC dalam melumpuhkan Makasar adalah melaksanakan politik Devide Et Impera, yaitu dengan mengadu domba raja Bone yaitu Aru Palaka untuk melawan Sultan Hasanuddin. Perang kedua tidak dapat dihindarkan ketika pihak Belanda memberikan bantuan kepada Aru Palaka.

 

D.     Aktivitas Pembelajaran

LK 5.1 Beberapa permasalahan materi Sejarah Indonesia Baru dalam pembelajaran sejarah

Kerjakan secara individu![AM4] 

1.      Analsisis faktor-faktor yang memudahkan Islam berkembang di Indonesia ditinjau dari aspek politik, ekonomu, sosial, dan budaya!

___________________________________________________________

___________________________________________________________

 

2.      Jelaskan perlawanan Kerajaan-kerajaan Islam terhadap Kolonialisme!

___________________________________________________________

___________________________________________________________

 

___________________________________________________________

___________________________________________________________

 

E.      Penilaian

1.      Demak dikenal pula sebagai kerajaan Islam yang memperluas pengaruhnya melalui kekuatan armada lautnya yang kuat. Hal ini dapat dibuktikan dengan ....

A.          Pengiriman armada laut menyerbu Portugis di Malaka

B.          Pembangunan pelabuhan samudra di kota Jepara

C.           Penguasaan pelabuhan sekitar semisal Lasem dan Sedayu

D.          Menjalin perdagangan internasional dengan pedagang asing

2. Perhatikan dibawah ini!

(1)  Perlawanan rakyat Mataram Islam

(2)  Perlawanan rakyat Aceh

(3)  Perlawanan rakyat Maluku

(4)  Perlawanan rakyat Makassar

Jika melihat data di atas, kerajaan yang rakyatnya pernah mengalami perlawanan kepada kekuasaan imperialisme Portugis adalah….

A. (1) dan (2)

B. (2) dan (3)

C. (2) dan (4)

D. (3) dan (4)

 

F.      Referensi

Aceh, Abubakar. 1985. Sekitar Masuknya Islam ke Indonesia. Solo: Ramadani.

HAMKA. 1981. Sejarah Umat Islam IV.Jakarta: Bulan Bintang.

Haekal, Muhammad Husain. 2002. Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta: Litera Antar Nusa.

Harun, Yahya. 1995. Sejarah Masuknya Islam di Indonesia.Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta.

Kartodirdjo, Sartono. 1987. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900, Dari Emporium Sampai Imperium Jilid I. Jakarta: Gramedia.

Kartodirdjo, Sartono, Poesponegoro MD, Notosusanto, N. 1975. Sejarah Nasional Indonesia III.Jakarta: Depdiknas.

Matdawam, Noer. 1984. Lintasan Sejarah Kebudayaan Islam.Yogyakarta: Yayasan Bina Karier.

Sjamsulhuda. 1987. Penyebaran dan Perkembangan Islam-Katolik-Protestan di Indonesia.Surabaya: Usaha Nasional.

Soekmono, R. 1985. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. Yogyakarta: Kanisius.

Sulendraningrat. 1985. Sejarah Cirebon.Jakarta: Balai Pustaka.

Syalabi. 1990. Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid 1 dan 2.Jakarta: Pustaka Al Husna.

Tjandrasasmita, Uka. 2000. Penelitian Arkeologi Islam di Indonesia dari Masa ke Masa. Kudus: Menara Kudus.

Tohir, M. 1981. Sejarah Islam dari Andalus sampai Indus. Jakarta: Pustaka Jaya.

Watt, M. 1988. Politik Islam dalam Lintasan Sejarah.Jakarta: P3M.

Yuanshi, Kong. 2005. Muslim Tionghoa Cheng Ho, Misteri Perjalanan Muhibah di Indonesia.Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Zuhdi, Susanto (Peny). 1997. Pasai Kota Pelabuhan Jalan Sutera. Jakarta: Depdiknas.


 

                                                                                                            VI.            Sejarah Indonesia Modern

 

A.     Kompetensi

Menganalisis latar belakang munculnya pergerakan nasional dan perkembangan organisasi-organisasi pergerakan nasional di Indonesia.

B.     Indikator Pencapaian Kompetensi

·         Menjelaskan konsep nasionalisme

·         Menganalisis hakekat Pergerakan Nasional di Indonesia

·         Menganalsis bentuk organisasi modern masa pergerakan nasional Indonesia.

 

C.      Uraian Materi

           1.   Konsep Nasionalisme

Nasionalisme adalah paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu diserahkan kepada negara kebangsaan (Kohn, 1984: 11). Kata nation atau bangsa diadopsi dari bahasa Perancis dimana, kata tersebut berakar dari bahasa Latin natio. Pada masa klasik, kata tersebut bermakna negatif untuk  menyebut ras, suku atau sekumpulan manusia yang dianggap tidak beradab oleh standar Romawi. Kata nation pada akhirnya mengalami pergeseran makna positif untuk menunjukkan kesatuan budaya dan kedaulatan politik tertentu yang mencakup suatu masyarakat (Eatwell, 2004:210). Kata Nasionalisme  pada awalnya sering kali dikaitkan dengan suatu perang atau revolusi. Disamping itu, nasionalisme sering digunakan  untuk menggambarkan pergerakan-pergerakan kaum minoritas di suatu daerah atau negara. Pandangan inilah yang menjadikan nasionalisme pada awalnya dianggap sebagai hal yang jelek atau negatif  (Sargent, 1986:21).

Terdapat tiga macam teori tentang pembentukan nation. Pertama, teori kebudayaan (cultuur) yang menyebutkan suatu bangsa itu adalah sekelompok manusia dengan persamaan kebudayaan. Kedua, teori negara (staat) yang menentukan  terbentuknya suatu negara lebih dahulu adalah penduduk yang ada di dalamnya disebut bangsa. Ketiga, teori kemauan (wils), yang berpandangan bahwa syarat mutlak terbentuknya nation yaitu kemauan bersama dari sekelompok manusia untuk hidup bersama dalam ikatan suatu bangsa tanpa memandang perbedaan suku,ras, kebudayaan dan agama (Suhartono, 2001:7). Sebenarnya, Nasionalisme adalah suatu ideologi yang mempengaruhi semua bentuk ideologi lainnya. Kata nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negeri atau wilayahnya.

Dengan lahirnya nasionalisme, maka timbullah faktor kekuatan baru, yang ikut menentukan jalannya politik kolonial. Sejak nasionalisme menjadi progresif yang menghendaki realitas kebebasan berpolitik, maka nasionalisme merupakan kekuatan yang menjadi lawan kolonialisme (Kartodirdjo,1993: 41). Timbulnya nasionalisme sebagai kombinasi faktor  subyektif dan  obyektif. Subyektif disini berupa kemauan,sentimen,aspirasi dan lain-lain. Sedangkan obyektif berupa kondisi ekonomi, geografi, histori dan lainnnya (Suhartono, 2001: 7).

Nasionalisme dan kolonialisme tidak terlepas satu dengan lainnya, dan adanya pengaruh timbal balik antara nasionalisme yang sedang berkembang dan politik kolonial dengan ideologinya (Kartodirdjo,1993: 58).Timbulnya nasionalisme di Indonesia khususnya dan Asia umumnya berbeda dengan timbulnya nasionalisme Eropa. Hal ini menunjukkan bahwa nasionalisme di Indonesia terkait dengan kolonialisme Belanda yang sudah beberapa abad menguasai Indonesia. Usaha untuk menolak keberadaan kolonialisme sebagai manifestasi dari penderitaan dan tekanan-tekanan melahirkan nasionalisme.  Sementara itu, nasionalisme di Eropa terjadi pada masa transisi dari  masyarakat feodal ke masyarakat industri. Proses peralihan itu didahului  oleh kapitalisme awal dan liberalisme pada abad XVII (Suhartono, 2001: 5-6). Nasionalisme Indonesia sebagai gejala historis telah berkembang sebagai jawaban terhadap kondisi ekonomi, sosial dan politik yang ditimbulkan oleh situasi kolonial (Kartodirdjo, 1993: 58).

Nasionalisme sebagai manifestasi kesadaran bernegara. Kesadaran bernegara telah ada pada para pemegang kekuasaan saat Nusantara masih terdiri dari berbagai kerajaan dengan corak dan karakternya yang berbeda, seperti kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Para pemegang kekuasaan kerajaan-kerajaan di Nusantara berusaha memberikan kesejahteraan dan menciptakan rasa aman bagi rakyatnya. Semangat nasional saat itu mengandung unsur-unsur kompleks kebanggaan dan superioritas. Usaha memperluas wilayah saat itu merupakan bagian dari manifestasi semangat nasionalisme yang melanggar kedaulatan bangsa lain (Slametmulyana, 1968: 8).

Nasionalisme pada jaman penjajah pada hakekatnya sebagai  nasionalisme yang masih awal namun sangat penting yaitu  kemerdekaan. Melalui kemerdekaan, maka bangsa dapat menentukan nasib dan mengatur negara berdasarkan konsepnya sendiri. Nasionalisme di Indonesia pada masa kolonialisme mempunyai watak yang khusus yaitu antipenjajajahan atau antibelanda. Nasionalisme ini dapat berhasil jika masyarakat dapat menumbuhkan kesadaran berpikir nasional yaitu sikap masyarakat terhadap kesadaran bernegara. Cara berpikir nasional sebagai antitesa terhadap cara berpikir kedaerahan, yaitu mengutamakan kepentingan suku dan daerah masing-masing di Nusantara.

 

        2.   Hakekat Pergerakan Nasional di Indonesia

Politik etis ini berakar dari masalah kemanusiaan serta keuntungan ekonomis meski hal ini disebabkan oleh kecaman-kecaman dari orang-orang Belanda sendiri yang peduli dengan  nasib bangsa Indonesia. Kritikan tersebut antara lain dilontarkan melalui sebuah novel berjudul Max Havelaar , karangan Eduard Douwes Dekker (1860) yang mengunakan nama samaran Multatuli (artinya: aku banyak menderita). Dalam buku tersebut Multatuli dengan keras mengecam tindakan pegawai-pegawai Belanda dalam menindas rakyat Indonesia dengan legitimasi cultuurstelsel.

Disamping itu, pada tahun 1899 C. Th. Van Deventer, seorang ahli hukum yang pernah tinggal di Indonesia, menerbitkan artikel  dalam majalah De Gids yang berjudul ”Een eereschuld” (Suatu Hutang Kehormatan). Dalam tulisannya tersebut dijelaskan bahwa kekosongan kas Belanda akibat  Perang Diponegoro dan Perang Kemerdekaan Belgia telah diisi oleh penduduk Indonesia melalui program Tanam paksa (Cultuur Stelsel) sehingga orang Indonesia berjasa terhadap  perekonomian negeri Belanda. Untuk itu, sudah sewajarnya  jika kebaikan budi  dibayarkan kembali. Menurut van Deventer, hutang budi tersebut dibayar dengan peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia melalui Trias yang dikenal sebagai Trias van Deventer, meliputi :

(1)  irigasi atau pengairan,

(2)  edukasi atau pendidikan, dan

(3) emigrasi atau pemindahan  penduduk untuk pemerataan   kepadatan penduduk.

Program tersebut didukung kaum industrialis dan kapitalis karena mereka berkepentingan dengan hal itu dalam rangka memasarkan produk industrinya ke Indonesia serta mengadakan perbaikan kesejahteraan kepada rakyat yang telah berjasa bagi pemerintah belanda. Kritikan van Deventer juga direspon oleh Ratu Belanda,  Wilhelmina berpidato pada tahun 1901 menyatakan jaman baru dalam politik kolonial setelah mengetahui dari hasil penyelidikan tentang kesejahteraan di Jawa. Meskipun pidato Ratu Wilhelmina menekankan kesejahteraan pribumi dalam ide politik ethis, namun tetap dalam kerangka modernisasi yang dipersepsikan dengan pem-Barat-an atau bahkan pem-Belanda-an  (Nagazumi, 1989:27).

Tujuan politik ethis antara lain:

 (1)  meningkatkan kesejahteraan penduduk pribumi

 (2) berangsur-angsur menumbuhkan otonomi dan desentralisasi  politik di Hindia Belanda.

Pelaksanaan Trias van Deventer di masyarakat tidak sesuai dengan rencana program. Kenyataannya, Pemerintah Belanda hanya memperluas jaringan irigasi, demi memajukan pertanian yang berhubungan langsung dengan kepentingan Hindia Belanda. Pemindahan penduduk atau emigrasi dilaksanakan dalam rangka memenuhi tenaga kerja untuk daerah-daerah perkebunan milik pengusaha asing sedangkan edukasi atau pengembangan pendidikan sebagai sarana untuk mengisi tenaga-tenaga administrasi pemerintah Hindia Belanda.

Pada saat bersamaan, adanya politik ethis dalam bidang edukasi bermunculan kaum intelektual pribumi. Para kaum intelektual ini mulai diserap dalam berbagai bidang kegiatan pemerintahan. Kebutuhan aparatur dan tenaga administrasi Hindia Belanda yang meningkat cukup signifikan menjadikan kaum intelektual pribumi berperan lebih besar dalam urusan berbagai hal. Golongan intelektual ini sebagai golongan elite baru yang kedudukannya dibedakan dalam tatanan masyarakat kolonial. Golongan inilah yang menjadikan adanya pembaharuan dalam mewujudkan cita-cita kebangsaan yang direalisasikan melalui bentuk pergerakan yang modern yang disebut sebagai Pergerakan Nasional.

Pergerakan Indonesia meliputi berbagai gerakan atau aksi yang dilakukan dalam bentuk organisasi secara modern menuju ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu dalam perkembangannya, gerakan yang terjadi tidak hanya bersifat radikal tetapi juga moderat. Munculnya organisasi yang mengarah pada upaya mewujudkan nasionalisme Indonesia merupakan bukti berubahnya pola pikir para tokoh pejuang kemerdekaan dari pola perjuangan fisik menjadi non fisik. Hal tersebut terwujud berkat meningkatnya pendidikan di masa itu yang kemudian melahirkan kelompok baru yakni kaum intelektual/ golongan terpelajar.Nasionalisme mengacu pada paham yang mementingkan perbaikan dan kesejahteraan suatu bangsa. Di Indoensia terdapat berbagai suku dan etnis yang mana suku dan etnis tersebut bersifat sangat lokal sehingga diperlukan adanya koordinasi dalam lintas suku secara kolektif sehingga menghasilkan kekuatan dalam menuju keinginan bersama. Klimak dari pergerakan nasional adalah pembentukan sebuah bangsa yaitu Indonesia.

Penyebutan nama Indonesia merupakan simbol signifikan dalam Sejarah Pergerakan Nasional terjadi melalui proses yang panjang. Dengan menggunakan nama Indonesia maka perkembangan nasionalisme wilayah Hindia Belanda sudah mencapai fase yang kongkrit karena pengertiannya secara eksplisit sudah menjadi ranah dari nasionalisme suatu bangsa.

Faktor-faktor penyebab timbulnya Pergerakan Nasional Indonesia:

(1)  Faktor Internal:

a.       Kesengsaraan dan penderitaan selama massa imperalis-kolonialis.

b.      Eksploitasi sumber-sumber ekonomi oleh Hindia Belanda.

c.       Kemajuan dalam bidang pendidikan yang menghasilkan kaum intelektual.

d.      Kegagalan-kegagalan perlawanan daerah selama ini (seperti Perang Diponegoro, Padri dan lain-lain.

e.       Kenangan pada  kejayaan sejarah masa lampauPerubahan kebijakan pemerintah Belanda terhadap Indonesia.

(2)  Faktor Ekternal:

a.     Kemenangan Jepang atas Rusia tahun 1904-1905

b.    Pengaruh pergerakan nasional di luar negeri

c.     Pengaruh paham-paham kebebasan di Eropa

Penderitaan rakyat  di Nusantara yang terus-menurus selama dalam kekuasaan Hindia Belanda, yang mencapai puncaknya pada masa Cultuurstelsel memberikan inspirasi kepada rakyat tertindas untuk segera melepaskan diri dari praktek-praktek eklporasi dan ekploitasi segala sumber kehidupan rakyat. Penggerak utama adanya kesadaran terhadap identitas dan  pergerakan nasional adalah para kaum intelektual di Indonesia sebagai salah satu produk dari penerapan politik ethis.

Di dalam pergaulan hidup masyarakat kolonial berlaku sistem diskriminasi rasial yang membedakan antara kulit putih (Eropa) dan kulit berwarna (Asia). Perbedaan warna kulit (color line) digunakan untuk membatasi hak dan kewajiban, hukum dan pengajaran bagi bumiputera. Diskriminasi ini dijaga oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai cara menjaga prestise mereka agar tetap muncul perbedaan psikologis antara perasaan superioritas kulit putih dengan inferioritas bangsa pribumi. Kebijakan politik ethis mengakibatkan perubahan-perubahan signifikan dalam beberapa aspek kehidupan di Indonesia. Dalam aspek sosio-politik, pemerintah Hindia Belanda mengijinkan adanya organisasi-organisasi dengan berbagai latar belakang. Organisasi modern pertama adalah BU sedang organisasi bernafas politik yang pertama kali adalah Indiche Partij (IP). Berdirinya organisasi-organisasi ini selanjutnya diikuti oleh perkumpulan yang lain, yang pada akhirnya dapat mempercepat tumbuhnya identitas nasional sehingga melahirkan kebangkitan nasional.

Munculnya pergerakan nasional di Indonesia serta kawasan lain Asia pada umumnya, juga dipengaruhi oleh kemenangan Jepang atas Rusia dalam perang tahun 1904-1905. Sebelumnya terdapat mitos, bahwa bangsa Barat (kulit putih) mempunyai peradapan yang lebih maju dibanding bangsa berkulit lainnya termasuk bangsa Asia. Hal ini juga mempengaruhi pandangan bahwa bangsa Barat selalu dapat menguasai bangsa lain, dengan bukti bahwa semua kawasan di benua Asia, Afrika, Amerika dan Australia sebagai wilayah kekuasaan bangsa Eropa. Namun dengan kemenangan Jepang atas Rusia, mematahkan mitos tersebut sehingga mengilhami bangsa-bangsa Asia, termasuk Indonesia untuk dapat berjuang, sejajar dengan bangsa Eropa.

Kepercayaan diri bangsa Indonesia tumbuh untuk dapat segera mengakhiri kekuasaan pemerintah Hindia Belanda, meskipun cara yang dilakukan melalui cara dan strategi modern, karena sebelumnya perjuangan dengan strategi tradisional seringkali mengalami kegagalan. Di kawasan Asia lainnya seperti terdapat gerakan-gerakan nasionalisme seperti di Philipina, India, Turki dan di daerah lain sehingga memberikan insipirasi bagi tumbuhnya semangat pergerakan nasional. Kecenderungan munculnya perlawanan terhadap kolonialisme-imperalisme menyebar keseluruh penjuru dunia, terutama sejak berakhirnya Perang Dunia I . Para kaum intelektual bangsa-bangsa terjajah juga sudah mendapat paham-paham kebebasan yang berkembang di Barat seperti liberalisme, demokrasi, kapitalisme, hak-hak asasi manusia serta ideologi–ideologi yang memperjuangkan kaum tertindas seperti sosialisme dan komunisme. Ideologi dan teori-teori politik tersebut sebagai salah satu sumber inspirasi adanya pergerakan nasional negara-negara terjajah termasuk Indonesia.

 

        3.   Organisasi Modern Masa Pergerakan Nasional

Nasionalisme Indonesia diawali dari adanya Pergerakan Nasional. Pergerakan Nasional adalah gerakan bangsa, walaupun yang bergerak sebagaian rakyat atau sebagaian kecil asalkan apa yang menjadi tujuan itu dapat menentukan nasib bangsa secara keseluruhan, menuju tujuan tertentu yaitu kemerdekaan. Dalam gerakan ini, kesetiaan diletakkan pada bangsa itu sendiri ( I Nyoman Dekker, 19751). Sebelum lahirnya pergerakan nasional terlebih dahulu muncul kesadaran nasional. Pergerakan Nasional di Indonesia meliputi berbagai gerakan atau aksi yang dilakukan dalam bentuk organisasi modern menuju kearah yang lebih baik terutama dalam kehidupan rakyat Indonesia. Sifat dari perjuangan pada masa pergerakan nasional dapat bersifat kooperatif atau non-kooperatif terhadap kolonial, hal ini semata-mata sebagai taktik dan strategi dalam perjuangan itu sendiri. Oleh karena itu, perjuangan dapat bersifat radikal ataupun moderat. 

Cara berpikir nasional merupakan antitesis cara berpikir kedaerahan atau golongan. Perjuangan bangsa Indonesia dalam menentang kolonialisme pada awalnya mengalami kegagalan karena bersifat kedaerahan yang salah satu cirinya sangat tergantung kepada pemimpin tertentu saja. Berubahnya pola berpikir menuju sifat nasional sejak Indoesia mengenal organisasi modern yang dimulai lahirnya Budi Utomo tahun 1908

1)   Budi Utomo

Dalam penerapan politik ethis adalah usaha memajukan pengajaran dan pendidikan bagi generasi muda di Indonesia. Salah satu kendala dalam memajukan bidang pendidikan, masih terbatasnya anggaran dana untuk bidang tersebut. Hal ini menimbulkan keprihatinan bagi Dr. Wahidin Sudirohusudo dalam  melakukan kegiatan menghimpun dana dengan melakukan propaganda berkeliling di Jawa tahun 1906. Dr. Wahidin Sudirohusodo (1857-1917) salah seorang dari keturunan bangsawan yang sangat peduli dengan nasib bangsa ke depan. Ia merupakan pembangkit semangat organisasi Budi Utomo yang sangat penting di tengah situasi kolonialisme yang membutuhkan pemikiran agar bangsa ini dapat segera berubah setelah sekian ratus tahun dalam kekuasaan kolonial.

Dr. Wahidin Sudirohusodo lulusan sekolah dokter Jawa di Weltvreden (sesudah tahun 1900 dinamakan STOVIA),  merupakan salah satu tokoh intelektual yang berusaha memperj’’uangkan nasib bangsanya. Pada tahun 1901 ia  menjadi direktur majalah Retnodhoemilah (Ratna yang berkilauan) diterbitkan dalam bahasa Jawa dan Melayu, yang dikhususkan untuk kalangan kaum feodal atau priyayi. Hal ini mencerminkan perhatian seorang priyayi terhadap masalah-masalah dan status golongan priyayi itu sendiri. Ia juga berusaha memperbaiki masyarakat Jawa melalui pendidikan Barat (Ricklefs, 1991:248- 249). Wahidin menghimpun beasiswa agar dapat memberikan pendidikan modern atau Barat kepada golongan priyayi Jawa dengan mendirikan Studie Fonds atau Yayasan Beasiswa.

Ide Dr. Wahidin selanjutnya menarik seorang mahasiswa School tot Opleiding voor Inlandsche Arsten (STOVIA), yaitu Sutomo. Hal tersebut sebagai awal perkembangan menuju keharmonisan bagi masyarakat Jawa dan madura di Pulau Jawa. Akhirnya Sutomo mendirikan sebuah organisasi yang bernama Budi Utomo (BU). BU merupakan organisasi modern pertama kali di Indonesia yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908. Corak baru yang diperkenalkan BU adalah kesadaran lokal yang diformulasikan dalam wadah organisasi modern dalam arti bahwa organisasi ini mempunyai pemimpin, ideologi yang jelas, dan anggota. Yang menarik pada BU, berdirinya organisasi ini diikuti berdirinya organisasi lain sehingga dari sinilah terjadi perubahan-perubahan sosio-politik (Suhartono,2010: 30).

Gubernur Jenderal Hindia Belanda, van Heutsz menyambut baik kelahiran BU karena hal tersebut sebagai salah satu tanda keberhasilan politik ethis yang dijalankan selama ini. BU juga sebagai organisasi yang karakteristiknya dianggap sesuai dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda, yaitu organisasi pribumi progresif-moderat yang dikendalikan oleh para pejabat berpikiran maju (Ricklefs, 2005: 345). Hal tersebut menjadikan BU ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai organisasi yang sah pada tahun 1909. Namun demikian, adanya sambutan yang baik dari pemerintah Hindia Belanda kepada keberadaan BU, menjadikan organisasi ini pada awalnya dicurigai oleh pribumi sebagai organisasi buatan pemerintah.

Budi Utomo mempunyai program utama yaitu mengusahakan perbaikan pendidikan dan pengajaran. Programnya lebih bersifat sosial disebabkan saat itu belum dimungkinkan didirikannya organisasi politik karena adanya aturan  yang ketat dari pihak pemerintah Hindia Belanda. Disamping itu, pemerintah Hindia Belanda sedang melaksanakan program edukasi dari politik ethis sehingga terdapat kesesuaian kedua program.

Namun tidak semua golongan priyayi mendukung berdirinya Budi Utomo dengan alasan yang hampir sama yaitu kaum priyayi birokrasi dari golongan ningrat atau aristikrat mengkhawatirkan eksistensinya karena jika gerakan tersebut mengancam kedudukan kaum aristokrasi yang menginginkan situasi status quo, yaitu keadaan yang dapat menjamin kepentingan mereka (Kartodirdjo, 1993:102). Di kalangan priyayi elite (gedhe) yang mempunyai status mapan kurang senang keberadaan BU sehingga para bupati membentuk perkumpulan Regenten Bond Setia Mulia pada tahun 1908 di Semarang untuk mencegah cita-cita BU yang dianggap menganggu stabilitas mereka. Sebaliknya, beberapa bupati progresif seperti Tirtokusumo (Karanganyar) sangat mendukung BU (Suhartono,2001:30). Resistensi dikalangan golongan elite priyayi terhadap BU sebagai gerakan kaum terpelajar tersebut akan membawa perubahan struktur sosial sehingga kaum intelektual akan mengurangi ruang lingkup kekuasaan elite birokrasi. Meskipun kaum intelektual pada masa awal pergerakan nasional didominasi kaum priyayi namun BU dapat membahayakan kedudukan kaum feodal konservatif terkait masalah status sosialnya.

Peran BU semakin memudar seiring berdirinya organsasi yang lebih aktif dan penting bagi pribumi. Beberapa diantaranya bersifat keagamaan, kebudayaan dan pendidikan dan organisasi yang bersifat politik. Organisasi baru yang tersebut antara lain:

a.         Sarekat Islam, yang didirikan pada tahun 1912, berasaskan dasar  hubungan spiritual agama dan kepentingan perdagangan yang sama.

b.        Indishe Partij, bergerak dalam bidang politik yang mempropagandakan   “Nasionalisme Hindia”.

c.         Muhammadiyah, sebagai organisasi sosial keagamaan yang berdiri pada tahun 1918 dengan semangat pembaharuan keagamaan.

 

2)   Sarekat Islam (SI)

SI dipandang sebagai salah satu pergerakan politik yang menonjol pada masa pergerakan nasional. Organisasi ini mengalami perkembangan yang sangat pesat dan dinamis namun cepatnya perkembangan ini juga membawa kemunduran yang cepat pula, setelah beberapa tahun berada di bawah pengaruhnya. Berkurangnya pengaruh organisasi dan timbulnya pertentangan intern menyebabkan mengendurnya simpati massa terhadap SI (Korver dalam Suhartono, 2001:33)

Pergolakan masyarakat sebagai akibat perubahan sosial yang cepat membangkitkan kesadaran kaum pribumi yang bermula secara perorangan kemudian meluas di kalangan rakyat pribumi. Tiga tahun setelah berdirinya BU, pada tahun 1911 berdirilah organisasi yang disebut SI. Latar belakang ekonomis perkumpulan ini sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi pedagang orang-orang Cina.

Di Solo yang dikenal sebagai kota batik mempunyai dinamika perdagangan batik yang sangat tinggi. Perusahaan batik ini terdiri dari pengusaha pribumi dan non-pribumi (pedagang Cina dan Arab). Para pedagang Cina memproduksi dalam partai besar, sedangkan para pengusaha pribumi menjalankan produksinya secara home industry. Selanjutnya, untuk sementara waktu persaingan dagang ini dimenangkan oleh industri besar kelompok pedagang Cina. Sentimen anti-Cina dipergunakan sebagai alat membentuk solidaritas para pengusaha pribumi dengan dilandasi ideologi Islam. Dua tiang utama organisasi ini adalah semangat dagang dan agama Islam.

Semangat ke-Islaman tidak hanya ditujukan terhadap para santri di kalangan penduduk dan pengusaha pribumi, tetapi juga kalangan pedagang Islam dari negara-negara Arab. Dalam sejarahnya, terdapat benih-benih sikap permusuhan antara keturunan Cina dan warga pribumi di Solo, ketika pada bulan Juni tahun 1742 muncul pemberontakan dari kaum keturunan Cina yang didukung kelompok pribumi anti-VOC dan anti raja Pakubuwana II. Pusat pemerintahan Kartasura berhasil diduduki pemberontak ini. Dampak dari pemberontakan tersebut maka pusat pemerintahan kerajaan dipindahkan dari Kartasura ke Solo. Dalam filosofis Jawa, jika suatu pusat kerajaan (istana) sudah pernah diduduki musuh atau muncul masalah krusial lainnya, maka istana akan mengalami krisis legitimasi sehingga pusat kerajaan harus berpindah.  Secara langsung atau tidak, dalam perkembangannya sampai pasca kemerdekaan Indonesia, benih-benih anti-Cina di Solo tersebut sering dijadikan alat untuk mendiskreditkan keturunan Cina. Hal ini yang menjadikan masalah sensitif terkait SARA, khususnya masalah etnis Cina di Kota Solo sampai sekarang ini. Berdasarkan data sejarah, konflik anti-Cina sering terjadi di kota ini.

Para pendiri SI tidak semata-mata mengadakan perlawanan terhadap pedagang Cina, tetapi juga sebagai front melawan semua penghinaan terhadap rakyat pribumi serta reaksi adanya politik kristenisasi dari kaum zending (Notosusanto, 1975:187). Atas prakarsa K.H Samanhudi seorang saudagar batik dari Laweyan, Solo berdirilah Sarekat Dagang Islam (SDI) yang pada awalnya anggotanya para pedagang batik di kota tersebut. Tujuannya untuk memperkuat persatuan sesama pedagang batik dalam menghadapi persaingan dengan pedagang Cina yang menjadi agen-agen bahan-bahan batik. Para pengusaha tersebut umumnya beragama Islam sehingga organisasi tersebut bernama Sarekat Dagang Islam.

SDI mengalami kemajuan pesat karena dapat mengakomodasi kepentingan rakyat biasa. Rakyat di pedesaan mengganggap bahwa SI sebagai alat untuk membela diri melawan struktur kekuasaan lokal dari pada gerakan politik modern. Oleh sebab itu, organisasi ini menjadi lambang persatuan bagi masyarakat yang tidak suka dengan orang-orang Cina, pejabat-pejabat priyayi dan orang-orang Belanda (Ricklefs, 1991:253). Di Solo, gerakan nasionalistis-demokratis-religius-ekonomis ini berdampak pada permusuhan antara rakyat biasa dengan kaum pedagang Cina, sehingga sering terjadi bentrok diantara mereka. Pemerintah Hindia Belanda semakin khawatir dengan gerakan radikal ini karena berpotensi menjadi gerakan melawan pemerintah. Hal ini menyebabkan SDI pada tanggal 12 Agustus 1912 diskors oleh Residen Surakarta dengan larangan untuk menerima anggota baru dan larangan mengadakan rapat. Karena tidak ada bukti untuk melakukan gerakan anti pemerintih maka tanggal 26 Agustus 1912 skors tersebut dicabut  (Pringgodgdo, 1984: 4-5).

 Sarekat Islam mengambil sikap kritis terhadap pemerintah Hindia Belanda. Prasangka anti-pemerintah ini merupakan ciri mencolok dari pemimpin-pemimpin teras SI pada masa awal. Para pemimpin tersebut pernah mengalami dipecat atau keluar dengan sendirinya dari birokrasi pribumi (Nagazumi, 1989: 148). Dengan paradigma perjuangan yang demikian maka Sarekat Islam tidak berusaha merekrut anggota dari kalangan pejabat pribumi. Namun demikian, beberapa anggota BU yang kecewa dengan organisasinya sendiri tertarik dengan konsep perjuangan SI.

Atas usul dari H.O.S Cokroaminoto pada tanggal 10 September 1912 SDI berubah menjadi SI. K.H Samanhudi diangkat sebagai ketua Pengurus Besar SI yang pertama dan H.O.S. Cokroaminoto sebagai komisaris. Setelah menjadi SI sifat gerakan menjadi lebih luas karena tidak dibatasi keanggotaannya pada kaum pedagang saja. Dalam Anggaran Dasar (statuten) tertanggal 10 September 1912, tujuan perkumpulan ini diperluas,  antara lain:

a.       Memajukan perdagangan

b.      Memberi pertolongan kepada anggota yang mengalami kesukaran (semacam usaha koperasi)

c.       Memajukan kecerdasan rakyat dan hidup menurut perintah agama dan

d.      Memajukan agama Islam serta menghilangkan faham- faham yang keliru tentang agama Islam.

Program yang baru tersebut masih mempertahankan tujuan lama yaitu dalam bidang perdagangan namun tampak terlihat perluasan ruang gerak yang tidak membatasi pada keanggotaan para pedagang tetapi terbuka bagi semua masyarakat. Tujuan politik tidak tercantumkan karena pemerintah masih melarang adanya partai politik. Perluasan keanggotaan tersebut menyebabkan dalam waktu relatif singkat keanggotaan SI meningkat drastis. Gubernur Jenderal Idenburg dengan hati-hati mendukung SI dan pada tahun 1913 Idenburg memberi pengakuan resmi kepada SI meski banyak pejabat Hindia Belanda menentang kebijakannya. Namun pengakuan tersebut sebatas suatu kumpulan cabang-cabang yang otonom, bukan sebagai organisasi nasional yang dikendalikan oleh markas besarnya Central Sarekat Islam (CSI)( Ricklefs, 1991: 253).

SI mengadakan kongres I di Surabaya pada tanggal 26 Januari 1913. Konggres yang dipimpin oleh H.O.S. Cokroaminoto antara lain mejelaskan bahwa SI bukan sebagai partai politik dan tidak beraksi untuk melakukan pergerakan secara radikal melawan pemerintah Hindia Belanda. Meskipun demikian, asas Islam yang dijadikan prinsip organisasi menjadikan SI sebagai simbol persatuan rakyat yang mayoritas memeluk Islam serta adanya kemauan untuk mempertinggi martabat atau derajat rakyat. Cabang-cabang SI telah tersebar di seluruh pulau Jawa dengan jumlah anggota yang sangat banyak.

Kongres SI II diadakan di Solo tahun 1914, yang memutuskan antara lain bahwa keanggotaan SI terbuka bagi seluruh rakyat Indonesia dan membatasi keanggotaan dari golongan pagawai Pangreh Praja. Tindakan ini sebagai cara untuk memperkuat identitas dan citra bahwa SI sebagai organisasi rakyat. Pemerintah Hindia Belanda tidak suka melihat kekuatan SI yang begitu besar dan bersikap berani. Untuk membatasi kekuatan SI, pemerintah menetapkan peraturan pada tanggal 30 Juni 1913 bahwa cabang-cabang SI harus bersikap otonom atau mandiri untuk daerahnya masing-masing. Setelah terbentuk SI saerah berjumlah lebih dari 50 cabang, pada tahun 1915 SI mendirikan CSI di Surabaya. Tujuan didirikannya CSI adalah dalam rangka memajukan dan membantu SI di daerah serta mengadakan hubungan antara cabang-cabang SI.

Kongres III SI diadakan di kota Bandung pada tanggal 17-24 Juni 1916. Konggres yang dipimpin H.O.S. Cokroaminoto tersebut bernama Kongres Nasional Sarekat Islam pertama, yang dihadiri hampir 80 SI daerah. Dicantumkannya kata “nasional” dalam kongres tersebut dimaksudkan, bahwa SI menuju kearah persatuan yang teguh dan semua golongan atau tingkatan masyarakat merasa sebagai satu bangsa/nation.

Kongres Nasional SI kedua dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 20-27 Oktober 1917. Dalam kongres tersebut menyetujui bahwa CSI tetap dalam garis parlementer-evolusioner meskipun lebih berani bersikap kritis terhadap pemerintah. Pada tahun 1918, SI   mengirimkan wakilnya ke Volksraad yaitu Abdul Muis(dipilih) dan H.O.S Cokroaminoto (diangkat). Dalam sidang Volksraad, H.O.S. Cokroaminoto mengusulkan agar lembaga tersebut menuju pada status dan fungsi parlemen yang sesungguhnya.

 Pada tahun 1914 tokoh sosialis, Semaun melakukan infiltrasi ke SI dengan cara masuk menjadi anggota SI cabang Surabaya kemudian tahun 1916 ia pindah ke Semarang dan bertemu dengan tokoh sosialis dari Belanda, Sneevliet yang menjadi pelopor berdirinya Indische Social Democratische Vereniging (ISDV). Pengaruh kiri di dalam SI semakin besar karena Semaun juga aktif sebagai anggota ISDV (Indische Social- Democratishe Vereniging= Perserikatan Sosial Demokrat Hindia Belanda) yang berusaha menjadikan rakyat sebagai landasan perjuangan. SI cabang Semarang berkembang pesat dan dibawah pengaruh Semaun, SI Semarang bersikap anti-kapitalis secara radikal.

Dengan keberadaan wakil SI di Volksraad yaitu H.O.S. Cokroaminoto dan Abdul Muis, menunjukkan bahwa SI menempuh jalur ko-operative. Hal ini ditentang kaum kiri dalam SI bahkan Semaun melakukan kritik keras terhadap  kepimimpinan CSI. SI dibawah kepemimpinan Semaun dan Darsono mempelopori perjuangan SI melawan imperalis secara radikal dengan menggunakan teori perjuangan Karl Marx atau paham komunis. Akibat infiltrasi paham komunis di SI maka organisasi tersebut terdapat dua aliran yaitu:

a.       SI Putih ,yang tetap mempertahankan dasar agama Islam dibawah pimpinan H.O.S. Cokroaminoto dan Agus Salim

b.      SI Merah, yang bersifat ekonomis dogmatis dengan yang dipimpin Semaun dan Darsono

Pertentangan antara dua aliran tersebut tidak mungkin disatukan sehingga SI menuju kearah perpecahan. Dalam rangka membersihkan dari unsur-unsur komunis, SI mengambil kebijakan tegas untuk menegakkan disiplin partai sehingga Semaun dan kelompoknya dikeluarkan dari keanggotaan SI. SI Merah yang dipimpin Semaun berubah namanya menjadi Sarekat Rakyat yang pada akhirnya menjadi organisasi sayap dari PKI. Sementara itu, pada tahun 1923 CSI merubah namanya menjadi PSI Partai Sarekat Islam (PSI).

3)   Indishe Partij (IP)

IP merupakan  organisasi yang bercorak politik mutlak dan program nasional yang meliputi pengertian nasionalisme modern (Notosusanto, 1975:189). Keistimewaan IP adalah meskipun usianya relatif pendek namun anggaran dasarnya dijadikan program politik pertama di Indonesia (Suhartono, 2001:38). IP merupakan organisasi campuran orang Indo dan pribumi. Hal ini didasarkan bahwa jumlah orang Indo di Indonesia sangat terbatas sehingga untuk memperkuat posisinya dalam kancah perpolitikan di Indonesia harus didukung pula para kaum intelektual pribumi.

IP didirikan di Bandung pada tanggal  25 Desember 1912 oleh Tiga Serangkai yaitu E.F.E Douwes Dekker (Danudirjo, Setyabudi), dr. Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat  (Ki Hajar Dewantara). Organisasi ini juga berusaha menggantikan Indische Bond yang merupakan wadah bagi kaum Indo dan Eropa di Indonesia yang didirikan  pada tahun 1898.

Perumus gagasan IP adalah Douwes Dekker, seorang Indo-Belanda yang mengamati adanya keganjilan-keganjilan dalam masyarakat kolonial , khususnya diskriminasi antara keturunan Belanda Totok dengan kaum Indo. Ia juga memperluas pandangannya untuk peduli dengan nasib masyarakat Indonesia yang masih hidup dalam belenggu aturan kolonialis. Melalui tulisan-tulisan para tokoh IP dalam majalah Het Tijdschrift dan surat kabar De Express, mereka menyampaikan pemikiran-pemikirannya. Mereka berusaha menyadarkan golongan Indo dan pribumi, bahwa masa depan mereka terancam oleh bahaya yang sama yaitu eksploitasi kolonial. Untuk melancarkan aksi-aksi perlawanan terhadap koloniali tersebut, mereka mendirikan Indische Partij.

IP sebagai partai yang terbuka bagi semua golongan maka keanggotannya meliputi kaum pribumi,  bangsa Eropa yang tinggal di Hindia Belanda, Indo-Belanda, keturunan Cina dan Arab serta lainnya. Tujuan IP adalah: “Indie’ merdeka, dengan dasar “ Nasional Indische”  melalui semboyan “ Indie untuk Indiers” berusaha membangun rasa cinta tanah air serta bersama-sama memajukan tanah air untuk menyiapkan kemerdekaan   (Pringgodigdo, 1984: 12). Cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah (Notosusanto, 1975: 191):

a.       Memelihara nasionalisme Hindia  dengan meresapkan cita-cita kesatuan kebangsaan semua “Indiers”, meluaskan penghetahuan umum tentang sejarah budaya “Hindia”, menghidupkan kesadaran diri dan kepercayaan kepada diri-sendiri.

b.      Memberantas rasa kesombongan rasial dan keistimewaan ras baik dalam bidang ketatanegaraan maupun dalam masyarakat.

c.       Memberantas usaha-usaha yang mengakibatkan kebencian agama dan sektarisme  sehingga muncul perpecahan dalam ranmgka memupuk kerja sama yang bersifat nasional.

d.      Berusaha mendapatkan persamaan hak bagi semua orang Hindia

e.       Memperkuat ketahanan rakyat untuk dapat mempertahankan Tanah Air dari serangan  bangsa Asing

f.        Memperbesar pengaruh pro-Hindia didalam pemerintahan

g.       Memperbaiki keadaan ekonomi bangsa Hindia,terutama yang berekonomi lemah.

IP berdiri berdasarkan nasionalisme yang luas menuju kemerdekaan Indonesia yang mengakomodasi semua orang pribumi, Belanda, keturunan Cina dan Arab serta lainnya. Namun pemerintah Hindia Belanda bersikap tegas terhadap IP. Permohonan yang diajukan kepada Gubernur Jenderal agar IP mendapat pengakuan sebagai  badan hukum pada tanggal 4 maret 1913, ditolak dengan alasan bahwa organisasi tersebut berdasarkan politik dan mengancam keamanan Hindia Belanda. Bahkan pemerintah tetap menganggap IP sebagai partai terlarang.

Ketika negeri Belanda akan memperingati ulang tahun ke- 100 kemerdekaan Belanda dari penjajahan Perancis, di Bandung dibentuk Komite Bumiputra. Komite ini bermaksud mengirim telegram kepada Ratu Belanda yang berisi antara lain permintaan dibentuknya majelis perwakilan rakyat yang sejati serta adanya kebebasan berpendapat di daerah jajahan. Salah seorang tokoh Komite Bumiputra yaitu  Suwardi Suryaningrat, menulis sebuah risalah yang berjudul “ Als ik eens Nederlander wa…” (Seandainya Saya Seorang Belanda),  yang berisi sindiran tajam terhadap ketidakadilan di daerah jajahan. Adanya sesuatu yang ironis, disaat Belanda akan merayakan kebebasannya dari penjajah Perancis di lain pihak tenyata Belanda menjajah tanah Indonesia. Kegiatan Komite Pribumi dianggap oleh Belanda sebagai aktivitas yang membahayakan sehingga pada tahun 1913 ketiga tokoh IP dijatuhi hukuman pengasingan di negeri Belanda. Saat di Belanda , mereka aktif dalam perkumpulan Perhimpunan Indonesia.

Dengan pengasingan tokoh-tokoh utama IP membawa pengaruh yang signifikan terhadap aktivitas organisasi tersebut sehingga para pengikutnya bubar. Namun propaganda IP tentang “Nasionalisme Indonesia” dan kemerdekaan menjadi bagian dari semangat bangsa di kemudian hari, terutama dalam organisasi-organisasi setetah IP.

2. Organisasi Keagamaan

a.   Muhammadiyah

Muhammadiyah merupakan organisasi Islam modern yang paling penting di Indonesia yang berdiri di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1918 dan didirikan oleh tokoh elite agama Kasultanan Yogyakarta, K.H Ahmad Dahlan. Sebagai aliran modernis Islam, organisasi ini berusaha memperbaiki agama dan umat Islam di Indonesia. Agama Islam dianggap tidak murni lagi karena pemeluknya telah terkungkung dalam tradisi yang menyimpang dari ajaran murni Al Qur’an dan Hadist. Keadaan semacam ini menggugah kaum modernis dan intelektual Islam untuk mendirikan wadah keagamaan agar Islam dapat dibersihkan dari unsur-unsur non-Islam yang tidak sesuai dengan ajaran hakiki Islam. Pandangan-pandangan dan pola pikir irasional, mistis dan klenik yang telah menyatu dengan ajaran Islam saat itu, dianggap menghambat paradigma dan kemajuan Islam di Indonesia.

Dorongan dari luar yang melahirkan Muhammadiyah karena politik kolonial yang berusaha agar ajaran  Islam di Indonesia tetap tidak murni dan utuh agar tidak membahayakan eksistensi pemerintah kolonial. Pemerintah kolonial khawatir jika ajaran Islam dijadikan kekuatan anti-Barat sehingga melakukan perlawanan fisik terhadap pemerintah Hindia Belanda.

Sebelum mendirikan Muhammadiyah, Ahmad Dahlan pada tahun 1890 naik haji yang dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama di Mekah. Sepulang dari Mekah, ia bertekad untuk mengadakan pembaharuan dalam penerapan dan pelaksanaan agama Islam di Indonesia serta menentang usaha-usaha kristenisasi yang dilakukan oleh kaum misionaris Barat (Ricklefs, 1991: 259).

Pada awalnya, K.H Ahmad Dahlan masuk dalam organisasi BU dengan harapan dapat memberikan pemikiran Islam pembaharuan kepada anggota-anggota organisasi tersebut. Namun cara tersebut kurang efektif sehingga ia mendirikan organisasi Muhammadiyah. Muhammadiyah mencurahkan kegiatannya pada usaha-usaha pendidikan serta kesejahteraan. Dalam program dakwahnya berusaha menghapus bentuk-bentuk pemikiran dan pelaksanaan Islam yang dihubungkan dengan hal-hal mistik atau takhayul.

Ide-ide pembaharuan K.H Ahmad Dahlan dipengaruhi gerakan-gerakan pembaharuan di Arab saat ia menuntut ilmu agama di sana. Pelopornya adalah Muhammad bin Abdul Wahab sehingga gerakannya disebut gerakan Wahabi. Tujuan gerakan ini untuk memurnikan pelaksanaan ajaran Islam berdasarkan Al-Quran dan Hadist dengan menentang taqlid yaitu sikap yang menerima segala sesuatu secara apa adanya dari para pengajar ilmu agama tanpa mengetahu alasan dan landasan pemikirannya. Sikap taklid ini sering menimbulkan adanya pemikiran tahayul, bid’ah, khurafat yang dianggap menjurus pada kemusyrikan.

Faktor lain yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah tertinggalnya pendidikan yang dapat menyelaraskan atau keseimbangan antara ilmu agama dengan ilmu umum. Pendidikan agama secara tradisional yang memfokuskan pada pendidikan di pondok-pondok pesantren yang hanya mempelejari ilmu agama berdampak pada tertinggalnya masyarakat kepada ilmu-ilmu umum. Muhammadiyah berusaha mengembangkan kedua ilmu tersebut sehingga pendidikan umum di Indonesia juga tidak tertinggal dibanding sistem pendidikan Belanda di Indonesia .

Dalam rangka gerakan pemurnian ajaran Islam, Muhammadiyah sering mengkritik kebiasaan-kebiasaan dalam adat Jawa yang dicampur dengan ajaran Islam namun menyimpang dari ajaran Islam. Dengan demikian, pada awal didirikannya, Muhammadiyah  sering mengalami konflik dengan komunitas agama Islam di Jawa. Muhammadiyah berusaha menjaga jarak dengan urusan politik praktis namun tidak menentang politik. Hal ini dibuktikan para  anggotanya dengan leluasa diijinkan masuk dalam organisasi politik (Pringgodigdo, 1984: 19). Gerak Muhammadiyah menunjukkan kemajuan yang signifikan ditengah-tengah pergerakan politik saat itu. Dengan jumlah anggota yang terus meningkat, organisasi itu berhasil mendirikan berbagai amal usaha seperti rumah sakit, panti asuhan, sekolahan dan lain-lain yang sampai sekarang masih tetap eksis.

b.     Nahdatul Ulama (NU)

NU didirikan oleh para kiai tradisional yang menyaksikan posisi mereka terancam dengan berkembangnya Islam reformis di Indonesia. Pengaruh Muhammadiyah dan Sarekat Islam semakin meluas sehingga telah memarjinalkan kiai yang sebelumnya merupakan satu-satunya pemimpin dan juru bicara komunitas Muslim serta ajaran kaum pembaharu sangat melemahkan legitimasi mereka (Bruinessen, 1994:26). Disamping itu, para kiai tradisional mengganggap bahwa gerakan Islam pembaharu di Indonesia yang dipelopori Muhammadiyah terlalu moderat dan terbuka terhadap nilai-nilai budaya Barat. Sikap Muhammadiyah yang secara terus terang menentang berbagai praktek tradisi keagamaan dan terkesan bebas dalam menafsirkan maupun melaksanakan ajaran Islam menyebabkan para kiai tradisional yang biasanya dalam komunitas pondok pesantren mempertimbangkan untuk membuat suatu wadah organisasi. Organisasi yang dimaksud adalah NU atau Nahdatul Ulama.

Para ulama seperti K.H Hasyim Asy’ari, K.H Abdul Wahab Khasbullah, K.H Bisri Syamsuri, K.H Mas Alwi dan K.H Ridwan mendirikan NU pada tanggal 31 Januari 1926 dalam sebuah pertemuan di Surabaya. Rapat di rumah K.H. Wahab Khasbullah di Surabaya tersebut dianggap sebagai pembentukan NU, dipimpin oleh K.H Hasyim Asy’ari. Pembentukan kepengurusan NU terdiri dari unsur ulama dan non-ulama, tetapi unsur ulamanya lebih dominan. Para ulama umumnya adalah pemimpin pondok pesantren sementara non-ulama berprofesi sebagai tuan tanah, pedagang, dan lain-lain. Mereka yang non-ulama diberi posisi di badan eksekutif (Tanfidziah), sementara para ulama menjadi badan legislatif (Syuriah). Secara teoritis, Tanfidziayah bertanggung jawab kepada Syuriyah. K.H Hasyim Asy’ari menjabat Ketua (Rois) syuriyah sampai akhir hayatnya, sementara K.H Wahan Kahasbullah sebagai Sekretaris Syuriah.

Jika komposisi pengurus awal NU menunjukkan bahwa NU merupakan aliansi strategis antara kiai dan para usahawan, namun muhtamar-muhtamar (kongres) tahunan yang dimulai tahun 1926 di Surabaya menunjukkan bahwa NU lebih merupakan organisasi ulama tradisional (Bruinessen, 1994:39). Basis masa terkuat NU berada di Jawa Timur dan Jawa Tengah, terutama dilingkungan pedesaan. Daerah-daerah yang pada awal penyebaran Islam di Jawa oleh para wali atau Wali Songo seperti Demak, Kudus, Gresik, Surabaya dan kota-kota disekitanya pada kelanjutannya merupakan masa penerus dari pemikiran NU.

Anggaran dasar formal (Statuten) NU yang pertama dibuat pada Muhtamarnya yang ke-3 pada tangal 8 Oktober 1928. NU tidak sepakat dengan reformasi yang dilakukan kaum pembaharu sebagai dampak pengaruh gerakan Wahabi di Arab. Format anggaran dasarnya sesuai dengan undang-undang perhimpunan Belanda karena sebagai strategi agar pemerintah Hindia Belanda mengakui sebagai organisasi yang sah. Atas dasar anggaran dasar itu, NU diberi status sebagai organisasi yang berbadan hukum (rechtpersoonlijheid) pada bulan Februari 1930. Dalam angaran dasar disebutkan bahwa tujuan NU adalah mengembangkan ajaran-ajaran Islam Ahlussunah wal Jamaah dan melindunginya dari penyimpangan kaum pembaharu dan modernis. Secara lebih detailnya dalam angaran dasar disebutkan bahwa maksud organisasi NU adalah” Memegang dengan teguh pada salah satu dari 4 mazhab yaitu Imam Syafi’I, Imam Malik, Imam Abu Hanifah atau Imam Ahmad bin Hambal dan mengerjakan segala sesuatu yang menjadi kemaslahatan agama Islam”. Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut maka perlu diadakan usaha-usaha yaitu:

a.         Menjalin hubungan diantara ulama-ulama yang bermazhab seperti disebut diatas.

b.        Memeriksa kitab-kitab sebelumnya yang dipakai untuk mengajar, apakah sesuai dengan kitab-kitan Ahli Sunnah Wal Jama’ah.

c.         Menyiarkan Agama Islam berdasar mazhab yang sesuai

d.        Berusaha mengembangkan Madrsah-madrasah atau sekolah berdasarkan pada agama Islam

e.         Memperhatikan hal-hal yang terkait dengan masalah masjid, pondok pesantren serta mengurus anak yatim dan fakir miskin

f.          Mendirikan badan-badan untuk memajukan pertanian, perdagangan dan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Sikap berpegang teguh kepada salah saru dari empat mazhab fiqh ortodoks merupakan ciri yang secara tegas membedakan kaum tradisional dari kaum pembaharu. Kaum Islam modernis menolak sikap tajdid dan menganjurkan untuk reinterpretasi terhadap sumber pokok Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist. Kaum pembaharu mengritik praktek keagamaan tradisional seperti ritual kepada orang yang telah meninggal, pemujaan para wali, ziarah ke makam-makam serta berbagai unsur ibadah. Praktek-praktek keagamaan tersebut bagi kalangan pembaharu dianggap sebagai bid’ah sehingga diharamkan.

Anggaran dasar NU berupaya melindungi Islam tradisional dari gagasan dan ide kaum pembaharu. Namun tidak semua anggaran dasar NU yang pertama, menolak terhadap pemikiran kaum pembaharu. Hal ini dibuktikan dengan dukungannya kepada pengembangan pendidikan dan kreasi kerja yang terkait dengan organisasi modern Muhammadiyah. Prioritas program dalam anggaran dasar NU menunjukakan bahwa organisasi ini lebih bersifat sosial-keagamaan, karena sesuai khittahnya NU tidak berpolitik praktis. Pada tahun 1937, NU bergabung dengan Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) sebagai bentuk kerja sama antar elemen-elemen Islam untuk menghadapi tantangan dari luar, yaitu ancaman pasukan Jepang yang mulai bersikap ekspansif. Pada Muhtamar ke-15 di Menes, Banten tahun 1938, sebagaian anggota mengusulkan agar wakil NU mendudukkan wakilnya dalam Volksraad (Dewan Rakyat), namun wacana tersebut ditolak karena warga NU menginginkan agar organisasi tersebut tidak terlibat dalam politik praktis.

 

D.     Aktivitas Pembelajaran

LK 6.1 Hubungan antara Trias van Deventer dengan Munculnya Pergerakan Nasional di Indonesia

Diskusikan hubungan antara Trias Van Deventer dengan munculnya pergerakan nasional di Indonesia

Hubungan antara Trias van Deventer dengan Munculnya Pergerakan Nasional di Indonesia adalah

Jawab:

 

 

 

 

E.      Penilaian

 

1. Pergerakan Nasional di Indonesia antara lain dipengaruhi oleh kemenangan Jepang atas Rusia dalam perang tahun 1904-1905. Hal ini disebabkan....

A.  Sebelumnya terdapat mitos,  bangsa Barat tidak dapat dikalahkan bangsa kawasan di Asia

B.  Mitos yang berkembang dari ramalan Jayabaya, bahwa bangsa Jepang akan menjadi penguasa di Asia

C.  Jepang mempunyai semangat untuk menyatukan bangsa-bangsa Asia yang dikuasai bangsa Barat

D. munculnya anggapan bahwa kekuatan komunisme yakni Rusia dapat dikalahkan nasionalisme Asia yang diwakili Jepang

E.  Jepang mempunyai sejarah yang sama dengan Indonesia terkait penderitaan akibat kolonialisme Barat

 

2. Pergerakan Nasional Indonesia pernah mengalami penindasan yang luar biasa. Hal ini dilatarbelakangi oleh terjadinya peristiwa....

A.        Pemberontakan Petani di Banten yang dipelopori oleh tokoh agama setempat

B.        Pemberontakan PKI tahun 1926-1927 di Sumatra  dan Jawa

C.         Indische Partij bersikap radikal dan non-koopratif sehingga membahayakan eksistensi pemerintah colonial

D.        Ikrar Sumpah Pemuda sebagai simbol persatuan Indonesia

E.         Dimuatnya artikel yang ditulis Suwardi Suryaningrat dalam rangka mengkritik  pemerintah kolonial

3. Paham-paham modern yang mengusung semangat kebebasan yang berkembang di Barat seperti liberalisme, demokrasi, dan  hak-hak asasi manusia menjadi faktor eksternal yang mendorong lahirnya pergerakan nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan....

A.    ideologi politik modern menekankan persamaan hak setiap manusia sehingga memberi inspirasi kaum intelektual Indonesia untuk melawan kolonialisme

B.    perjuangan tradisional di Indonesia  dalam melawan kolonialisme sebenarnya diilhami dan sesuai dengan ideologi-ideologi modern dari Barat

C.    liberalisme, demokrasi, dan  hak-hak asasi manusia sebagai faktor utama munculnya pergerakan nasional Indonesia

D.    Kolonialisme  sebagai produk pemikiran Barat, sedang liberalisme dan demokrasi sebagai produk pemikiran bangsa Asia-Afrika

E.    Belanda menerapkan ide liberalisasi dalam berpolitik untuk rakyat Indonesia

 

 

F.      Referensi

A.K. Pringgodigdo. 1984. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.

 

Akira Nagazumi. 1989. Bangkitnya Nassionalisme Indonesia, Budi Utomo 1908-1918. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.

 

A. Zainoel Ihsan dan Pitut Soeharto. Aku Pemuda Kemarin di Hari Esok, CAPITA SELECTA. Kumpulan tulisan asli, lezing, pidato tokoh Pergerakan Kebangsaan. 1913 -1938. Jakarta: Penerbit Jayasakti.

 

M.C Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.

 

Nugroho Notosusanto. 1975. Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka.

 

Nugroho Notosusanto. 1977. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.

 

Sagimun MD. 1989. Peran Pemuda dari Sumpah Pemuda Sampai Proklamasi. Jakarta: Bina Aksara.

 

S. Nasution. 1995. Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bina Aksara.

Sartono Kartodirdjo. 1993. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional, dari Kolonialisme sampai Nasionalisme Jilid II. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

 

Suhartono. 2001. Sejarah Pergerakan Nasional, dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908 – 1945. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.


 

                                                                                 VII.            SEJARAH INDONESIA KONTEMPORER

 

A.     Kompetensi

Menganalisis Pendudukan Jepang dan Proklamasi, Indonesia pada awal kemerdekaan, demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin pada masa Sukarno serta perkembangan pemerintahan Orde Baru dan tumbangnya Orde Baru.

 

B.     Indikator Pencapaian Kompetensi

·         Menganalisis peristiwa Pendudukan Jepang dan Proklamasi Kemerdekaan RI

·         Menganalisis  pelaksanaan Demokrasi Liberal di Indonesia

·         Menganalisis  pelaksanaan Demokrasi Terpimpin di Indonesia

·         Menganalisis pemerintahan Orde Baru

·         Menganalisis pemerintahan reformasi

 

C.      Uraian Materi

           1.      Pendudukan Jepang dan Proklamasi Kemerdekaan RI

Runtuhnya pendudukan Kolonial Belanda di Indonesia dimulai pada tanggal 8 Desember 1941, ketika Jepang menyerang Pearl Harbour, Hongkong, Filipina, dan Malaysia. Pada tanggal 10 Januari 1942, Jepang juga menyerbu pasukan Belanda yang ada di Indonesia. Di tahun yang sama, pangkalan Inggris di Singapura yang menurut dugaan tidak mungkin terkalahkan, menyerah pada 15 Februari. Akhirnya, tanggal 8 Maret 1942 pihak Belanda di Jawa menyerah secara resmi dan Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer ditawan Jepang (Ricklefs, 2009: 418).

Untuk menguasai Asia Tenggara pasukan Jepang menjalankan siasat perang kilat atau yang lebih dikenal dengan”Blitzkrieg”. Selain itu untuk persiapan perang di Asia Tenggara pada tanggal 6 Nopember 1941 Markas Besar Kemaharajaan Jepang membentuk Tentara Umum Selatan (Nampo Gun) di bawah pimpinan Jenderal Terauchi Hisaichi. Untuk mempermudah ekspansinya maka dibentuklah satuan-satuan komando di bawahnya, antara lain:

a.       Komando tentara ke-14 dengan Filipina sebagai wilayah operasi, dipimpin oleh Letnan Jenderal Homma Masaharu.

b.      Komando tentara ke-15 dengan Muangthai dan Birma sebagai wilayah operasi, dipimpin oleh Letnan Jenderal Iida Shojiro.

c.       Komando tentara ke-16 dengan Indonesia sebagai wilayah operasi, dipimpin oleh Letnan Jenderal Imamura Hitoshi.

d.      Komando tentara ke-20 dengan wilayah Malaya sebagai wilayah operasi, dipimpin oleh Letnan Jenderal Yamasitha Tomoyuki.

Untuk menghadapi serbuan tentara Jepang yang ofensif ke pulau jawa dibentuklah ABDACOM (American British Dutch Australian Command) dengan markasnya besarnya di Lembang, dekat Bandung. Dengan dipimpin oleh Letnan Jenderal H.Ter Poorten sebagai panglima tentara Hindia Belanda (KNIL). Pada tanggal 1 Maret 1942 di bawah Komando Tentara ke-16 yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Hitosyi Imamura Jepang berhasil mendarat di Jawa. Pendaratan tentara Jepang di pulau Jawa dilakukan di tiga tempat, yaitu:

a.       Di Teluk Banten, Jawa Barat.

b.      Di Eretan Wetan, Pantai Utara Jawa Barat.

c.       Di Kragan, Jawa Tengah (dekat perabatasan Jawa Timur).

Dengan ditandatanganinya perjanjian Kalijati pada tanggal 8 Maret 1942 maka secara resmi berakhirlah kekuasaan Pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia digantikan oleh Pemerintahan Jepang.

Berbeda dengan pemerintahan yang sebelumnya di mana hanya ada satu pemerintahan sipil, Jepang memberlakukan tiga pemerintahan militer di Indonesia, yaitu:

a.       Tentara Keenambelas dipulau Jawa dan Madura dengan pusatnya di Jakarta.

b.      Tentara Keduapuluhlima dipulau Sumatera dengan pusatnya di Bukittinggi.

c.       Armada Selatan Kedua di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian Barat, dengan pusatnya di Makasar.

Jepang dengan berbagai propagandanya telah dianggap sebagai ”Sang Pembebas” oleh kaum nasionalis. Tetapi pada kenyataannya, Jepang yang menyatakan dirinya sebagai ”Saudara Tua” dan sebagai ”Pembebas” itu justru melakukan penindasan yang kejam.

Masa Pendudukan Jepang merupakan satu periode yang penting dalam sejarah Indonesia. Pada masa ini gerakan nasionalis banyak mendapat kemajuan. Kebijakan politik lunak Jepang dalam rangka kepentingan perangnya dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para nasionalis untuk mencetuskan ide kemerdekaan dan semangat nasionalisme terhadap bangsa Indonesia. Pergerakan Nasional secara legal pada periode ini yang mengambil sikap kooperatif ditunjukkan oleh Soekarno-Hatta. Sedangkan sebagian yang lain di bawah pimpinan Syahrir membentuk perlawanan illegal dengan jaringan bawah tanah. Meskipun strategi yang dipilih oleh kaum nasionalis kita berbeda-beda namun tujuannya tetap satu yaitu mencapai Negara Indonesia Merdeka terlepas dari belenggu penjajahan bangsa asing.

 

A. Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Pendudukan Jepang

a.   Perlawanan di Sukamanah

Sukamanah adalah sebuah desa di Kecamatan Singaparna di wilayah Kabupaten Tasikmalaya (Jawa Barat). Perlawanan di Sukamanah ini dipimpin oleh K.H Zaenal Mustafa. Pada awalnya K.H Zaenal Mustafa adalah tokoh penentang Pemerintahan Hindia Belanda yang dianggap sebagai golongan kafir yang hendak merusak kehidupan agama kaum muslimin Indonesia. Pada masa ini seringkali beliau dipenjara oleh pemerintahan kolonial. Pada masa Pendudukan Jepang K.H Zaenal Mustafa dibebaskan. Tujuan dari pembebasan ini tidak lain adalah sebagai upaya untuk mensukseskan propaganda Jepang. Tokoh agama dianggap sebagai sarana yang tepat untuk propaganda karena mempunyai people power yang banyak. Tetapi karena perbedaan prinsip, terutama yang berkaitan dengan kaidah dan prinsip Agama Islam secara tegas beliau menolak ajakan kerja sama bangsa Jepang.

b.        Perlawanan di Jawa Barat

Pada bulan April 1944 rakyat di desa Kaplongan, kabupaten Indramayu bangkit melawan Jepang sebagai akibat dari tindakan tentara Jepang yang melakukan perampasan padi dan bahan makanan lain secara paksa. Di Kabupaten yang sama tepatnya di desa Cidempet pada tanggal 30 Juli 1944 terjadi juga perlawan rakyat dengan penyebab yang sama juga, yaitu kelaliman alat-alat pemerintahan pendudukan Jepang.

c.         Perlawanan di Aceh

Pada bulan November 1942 di daerah Cot Plieng, Lhoek Seumawe terjadi perlawanan rakyat menentang pasukan Jepang. Perlawanan ini dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil. Pada saat melaksanakan ibadah sholat Tengku Abdul Jalil dan para pengikutnya dibunuh oleh pasukan Jepang.

d.        Perlawanan di Sulawesi Selatan

Sebagai akibat dari penyerahan padi secara paksa terjadilah perlawanan rakyat Maluku Selatan di bawah pimpinan Haji Temmale. Perlawanan ini terkenal dengan ’’Peristiwa Unra“ sebab terjadi di desa Unra Kabupaten Bone Sulawesi Selatan.

e.         Perlawanan di Kalimantan

Di berbagai tempat di Kalimantan terjadi perlawanan rakyat menetang kekuasaan tentara Jepang yang bertindak kejam dan sewenang-wenang. Di Kalimantan Barat kurang lebih 21.000 orang dibunuh dan dibantai secara kejam oleh tentara Jepang. Selain rakyat yang tidak berdosa, banyak di antara mereka adalah raja-raja, tokoh-tokoh masyarakat terkemuka, dan tokoh-tokoh pergerak-an nasional turut terbunuh dalam aksi perlawanan tersebut. Untuk mengenang peristiwa tersebut maka didirikanlah sebuah Monumen Mandor, di desa Mandor.

f.     Pemberontakan Tentara PETA di Blitar Jawa Timur

Penderitaan rakyat akibat dari pengerahan Romusha dan kesewenang-wenangan tentara Jepang menimbulkan amarah di kalangan anggota-anggota Daidan Blitar. Puncak kemarahan meletup pada tanggal 14 Februari 1945.

Ketika pertahanan Jepang di Pasifik semakin rapuh, maka pada tanggal 1 Maret 1945 pemerintah pendudukan Jepang di Jawa di bawah Letnan Jenderal Kumakici Harada mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Junbi Cosakai) sebagai tindak lanjut janji kemerdekaan Perdana Menteri Koiso terhadap Indonesia. Tujuan organisasi ini adalah untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan pembentukan Negara Indonesia yang merdeka. Susunan organisasi ini terdiri atas sebuah badan perundingan dan kantor tata usaha. Badan perundingan ini terdiri atas seorang ketua (Kaicho), 2 orang ketua muda (Fuku Kaicho), 60 orang anggota (Iin), selain juga terdapat 4 orang golongan Arab serta golongan peranakan Belanda. Sebagai perwakilan Jepang diutus 7 orang anggota Jepang yang tidak mempunyai hak suara. Sebagai Kaicho (ketua) adalah dr. K.R.T Radjiman Widyodiningrat.

Pada tanggal 28 Mei 1945 BPUPKI diresmikan digedung Cuo Sangi In, Jakarta. Pada upacara ini setelah dikibarkan bendera Hinomaru dikibarkan pula bendera Merah Putih. Pada tanggal 29 Mei 1945 dimulailah sidang pertama BPUPKI untuk merumuskan dasar negara. Pandangan tentang dasar negara diserahkan kepada tiga anggotanya yaitu Mr. Moh. Yamin, Prof. Dr. Supomo, dan Ir. Soekarno. Rumusan dasar negara ini menghasilkan Lima dasar negara yang lebih dikenal dengan Pancasila. Ide Pancasila ini pertama kali dicetuskan oleh Mr. Moh. Yamin. Azas Dasar Negara Republik Indonesia ini adalah sebagai berikut:

1)     Peri Kebangsaan;

2)     Peri Kemanusiaan;

3)     Peri Ke-Tuhanan;

4)     Peri Kerakyatan;

5)     Kesejahteraan Rakyat.

 

Gambar 4. Suasana sidang BPUPKI

 

Pada tanggal 1 Juni 1945 rapat terakhir sidang pertama BPUPKI berhasil mengesahkan Pancasila. Dalam kesempatan itu Ir. Soekarno dalam pidatonya yang kemudian dikenal dengan nama “Lahirnya Pancasila”, mengemukakan perumusan lima dasar Negara Indonesia, yang terdiri atas:

1)     Kebangsaan Indonesia;

2)     Internasionalisme Indonesia atau Peri Kemanusiaan;

3)     Mufakat atau Demokrasi;

4)     Kesejahteraan Sosial; dan

5)     Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

Sesudah sidang pertama BPUPKI pada tanggal 22 Juni 1945 Ir. Soekarno mempunyai prakarsa untuk membentuk pertemuan anggota BPUPKI. Hasil pertemuan ini terbentuklah panitia kecil yang terdiri atas sembilan orang, yang lebih dikenal dengan “Panitia Sembilan”. Sembilan orang ini terdiri atas Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Muh. Yamin, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. A.A. Maramis, Abdulkadir Muzakir, Wachid Hasyim, H. Agus Salim, dan Abikusno Tjokrosujono. Panitia sembilan ini berhasil merumuskan maksud dan tujuan pembentukan Negara Indonesia Merdeka. Rumusan hasil Panitia Sembilan ini dikenal dengan nama “Jakarta Charter” atau “Piagam Jakarta”. Hasil rumusan ini adalah:

1)     Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya;

2)     (Menurut) dasar kemanusiaan yang adil dan beradab;

3)     Persatuan Indonesia;

4)     (dan) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; dan

5)     (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sebelum konsep ini disahkan, atas prakarsa Dr. Moh. Hatta yang menerima pesan dari tokoh-tokoh Kristen dari Indonesia Timur, maka sila pertama yang berbunyi “Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Putusan itu diambil setelah Dr. Moh. Hatta berkonsultasi dengan empat pemuka Islam, yaitu: Ki Bagus Hadikusumo, Wachid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Mr. Teuku Moh. Hasan.

Sidang kedua BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945 membahas tentang rencana Undang-undang Dasar. Panitia perancang Undang-undang Dasar diketuai oleh Ir. Soekarno dengan anggota-anggotanya sebagai berikut: A.A. Maramis, Oto Iskandardianata, Poeroeboyo, Agus Salim, Mr. Achmad Subardjo, Prof. Dr. Mr. Supomo., Mr. Maria Ulfah Santoso, Wachid Hasjim, Parada Harahap, Mr. Latuharhary, Mr. Susanto Tirtoprodjo, Mr. Sartono, Mr. Wongsonegoro, Wuryaningrat, Mr. R.P Singgih, Tan Eng Hoat, Prof. Dr. P.A. Husein Djajadiningrat, dan dr. Sukiman. Berdasarkan hasil Piagam Jakarta pada tanggal 11 Juli 1945 dibentuk lagi panitia kecil berjumlah 7 orang anggota sebagai perancang undang-undang dasar yang diketuai oleh Prof. Dr. Supomo dengan anggotanya Mr. Wongsonegoro, Mr. Ahmad Subarjo, Mr.A.A. Maramis, Mr. R.P. Singgih, H. Agus Salim, dan dr. Sukiman.  Hasil perumusan panitia kecil ini disempurnakan bahasanya oleh sebuah panitia yang lebih kecil lagi sebagai penghalus bahasa, yaitu Husein Djajadiningrat, H. Agus Salim, dan Supomo.

Hasil dari sidang pertama dan kedua BPUPKI menghasilkan rumusan otentik Undang-Undang Dasar dan Dasar Negara. Undang-Undang Dasar terdiri atas:

1)       Pernyataan Indonesia Merdeka;

2)       Pembukaan Undang-Undang Dasar; dan

3)       Batang Tubuh (Undang-Undang Dasar itu sendiri).

Sedangkan rumusan Otentik Dasar Negara (Pancasila), meliputi:

1)     Ketuhanan Yang Maha Esa;

2)     Kemanusiaan yang adil dan beradab;

3)     Persatuan Indonesia;

4)     Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusya-waratan/perwakilan; dan

5)     Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

B. Peristiwa Rengasdengklok

Kedudukan Jepang dalam Perang Dunia II semakin tidak menguntungkan. Negara-negara fasis semakin terdesak oleh kekuatan Sekutu setelah Jerman dan Italia kalah di benua Eropa. Pasukan Amerika semakin bertambah dekat dengan Jepang. Rusia mengumumkan perang terhadap Jepang. Pada tanggal 6 Agustus 1945 Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima. Pada tanggal 9 Agustus 1945 Rusia mengumumkan perang terhadap Jepang dan pada hari yang sama kota Nagasaki dijatuhi bom atom yang kedua. Kaisar Jepang, Hirohito (Tenno Heika) mulai menyadari bahwa ambisinya membangun imperium Asia Timur Raya tidak akan tercapai dengan adanya bom atom tersebut. Kaisar Jepang memerintahkan rakyat dan tentaranya menghentikan perang. Hal ini yang menjadi pertimbangan Sekutu untuk tidak menjatuhkan bom atom yang ke-3 di Tokyo.

Pada tanggal 7 Agustus 1945 diumumkan pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Linkai) berdasarkan keputusan Jenderal Besar Terauci (Panglima Tentara Umum Selatan). Dengan diumumkan-nya pembentukan PPKI, maka BPUPKI dianggap telah bubar. Pemerintah Jepang mengisyaratkan bahwa dengan pembentukan PPKI bangsa Indonesia bebas berpendapat dan melakukan kegiatannya sesuai dengan kesanggupan-nya. Akan tetapi pemerintah Jepang tetap mengajukan syarat-syarat, yang antara lain:

a.   Untuk mencapai kemerdekaan harus menyelesaikan perang yang dihadapi bangsa Indonesia, dengan turut membantu perjuangan bangsa Jepang memperoleh kemenangan akhir dalam Perang Asia Timur Raya.

b.   Negara Indonesia yang merupakan anggota Lingkungan Kesemakmuran Bersama Asia Timur Raya, harus mempunyai cita-cita yang sama dengan pemerintah Jepang sesuai semangat Hakko-Iciu.

Dalam keanggotaannya PPKI dipilih oleh Jenderal Besar Terauci, untuk itu dipanggillah tiga tokoh pergerakan nasional, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Radjiman Widyodiningrat. Pada tanggal 12 Agustus 1945 diadakan pertemuan di Dalat (Vietnam Selatan). Dalam pertemuan itu Jenderal Besar Terauci menyampaikan bahwa pemerintah Jepang telah memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia dan untuk pelaksanaannya maka dibentuklah PPKI sambil menunggu persiapan selesai. Adapun wilayah Indonesia setelah kemerdeka-an meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda. PPKI terdiri atas 21 anggota yang terpilih dari seluruh Indonesia. Sebagai ketua PPKI adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakilnya. Yang menarik di sini adalah seluruh anggota PPKI sama sekali tidak ada yang melibatkan Jepang.

Pada tanggal 14 Agustus 1945 Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Radjiman Wediodiningrat telah kembali ke Jakarta. Sementara itu Golongan Pemuda telah mendengar bahwa Sekutu telah memberikan ultimatum kepada Jepang untuk menyerah tanpa syarat atau “Unconditonal Surrender”. Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang mematuhi ultimatum tersebut dan menyerah tanpa syarat. Walaupun kekalahan tersebut sangat dirahasiakan, namun berkat ketangkasan para pemuda maka sampailah berita itu.

Perbedaan paham waktu tentang kapan Proklamasi kemerdekaan harus dilaksanakan telah menyebabkan terjadinya perbedaan paham antara golongan tua dan golongan muda. Ketegangan itu muncul sebagai akibat perbedaan pandangan tentang saat diumumkannya Proklamasi kemerdekaan Indonesia. Ketegangan tersebut bermula dari berita tentang menyerahnya Jepang pada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945. Adanya perbedaan sikap di antara kedua golongan ini wajar saja sebab di samping pengalaman sejarah yang berbeda juga kurangnya informasi yang berkaitan dengan situasi yang sedang dihadapi. Keterangan atau informasi yang sedikit mengenai perkembangan perang dunia II, khususnya Perang Asia Timur Raya karena ketatnya sensor pemerintah militer Jepang di Indonesia. Pemerintah Jepang dengan tegas melarang penduduk untuk mendengarkan radio luar negeri. Namun berkat keuletan para pemuda terutama yang bekerja dikantor berita Jepang, akhirnya sampailah informasi mengenai pidato Kaisar Hirohito tentang penyerahan tanpa syarat Jepang kepada Sekutu.

Sutan Syahrir yang mendengar berita kekalahan Jepang kepada Sekutu melalui radio gelap segera mendesak Soekarno-Hatta agar segera melaksanakan Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanpa harus menunggu izin dari Jepang. Itulah sebabnya ketika mendengar kepulangan Soekarno-Hatta, Radjiman Widyodiningrat dari Dalat (Saigon), maka ia segera meyakinkan Bung Hatta bahwa Jepang telah menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Namun Bung Hatta tidak dapat memenuhi permintaan Sutan Syahrir sebab menurut Bung Hatta Soekarno tidak berhak mengumumkan kemerdekaan sekalipun dia ketua PPKI, harus melalui persetujuan PPKI terlebih dahulu. Kemudian Bung Hatta mengajak Sutan Syahrir pergi ke rumah Bung Karno untuk menyampaikan berita penyerahan Jepang tanpa syarat kepada Sekutu.

Oleh Bung Hatta dijelaskan maksud kedatangannya Sutan Syahrir, namun Bung Karno belum dapat menerima maksud Sutan Syahrir. Pendapat Bung Karno sama dengan Bung Hatta bahwa Proklamasi Kemerdekaan tidak mungkin dapat dilaksanakan tanpa mengikutsertakan PPKI. Selain itu Bung Karno belum yakin benar tentang berita kekalahan Jepang, karena beliau baru saja pulang dari Dalat untuk memenuhi panggilan Jenderal Besar Terauchi.

Merasa tidak puas dengan jawaban Bung Karno, maka pada tanggal 15 Agustus 1945 golongan muda mengadakan rapat di ruangan Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur, Jakarta. Rapat yang dimulai pukul 20.00 itu menghasilkan tuntutan agar bangsa Indonesia sesegera mungkin memproklamasikan kemerdeka-an dengan menyertakan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta untuk menyatakan Proklamasi pada tanggal 16 Agustus 1945. Hadir dalam rapat itu antara lain Chairul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Margono, Wikana, dan Alamsyah. Pada pukul 22.00 WIB Wikana dan Darwis berangkat menuju kediaman Ir. Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta untuk menyampaikan tuntutan golongan muda. Tuntutan golongan muda yang disampaikan oleh Wikana menjadikan suasana menjadi tegang. Perdebatan sengit yang disaksikan golongan tua yang lain ini semakin menampakkan perbedaan pendapat antara golongan tua dan muda.

Menjelang tanggal 16 Agustus 1945, tepatnya pada pukul 24.00 para pemuda yang sebelumnya mengikuti rapat di Lembaga Bakteriologi mengada-kan rapat sekali lagi. Rapat yang juga dihadiri oleh Sukarni, Yusuf Kunto, dr. Muwardi dari Barisan Pelopor, dan Shodancho Singgih dari Daidan Peta Jakarta Syu. Rapat ini menghasilkan keputusan untuk mengamankan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ke luar kota dengan tujuan menjauhkan dari pengaruh Jepang. Dengan didukung perlengkapan tentara PETA pada tanggal 16 Agustus 1945, pukul 04.30 WIB Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta dibawa ke Rengasdengklok. Rengasdengklok adalah sebuah desa di kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, sekitar 60 km, sebelah timur Jakarta. Rengasdengklok dipilih karena letaknya yang strategis dekat tangsi PETA. Upaya penekanan yang dilakukan oleh para pemuda kepada Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan terlepas dari pengaruh Jepang tidak membuahkan hasil.

Berita tentang diculiknya Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta membuat gusar Subardjo. Sebagai salah seorang tokoh golongan tua Subardjo merasa bertanggung jawab atas hilangnya Soekarno-Hatta, sebab pada tanggal 16 agustus 1945 akan diadakan sidang PPKI yang pertama. Sidang PPKI ini jelas tidak dapat dilaksanakan apabila ketua dan wakilnya tidak ada. Untuk itu beliau berusaha mencari tahu di mana kedua tokoh ini berada. Langkah yang pertama dilakukan adalah mencari keterangan di rumah Laksmana Maeda. Akan tetapi Maeda juga tidak tahu. Sesudah itu Subardjo mencari Wikana yang kebetulan saat itu sedang mengadakan rapat dengan para pemuda. Subardjo lantas mendesak agar Wikana memberitahu di mana bung Karno dan bung Hatta disembunyikan. Pada awalnya Wikana menolak. Subardjo lantas menjelaskan bahwa Soekarno dan Hatta sangat diperlukan di Jakarta dan tindakan yang dilakukan para pemuda akan mendapat balasan dari Jepang sebab mereka sudah diberi ultimatum oleh Sekutu agar tidak melakukan perubahan politik di Indonesia. Untuk itulah Soekarno dan Hatta diperlukan untuk berdiplomasi dengan Jepang. Pada akhirnya Wikana luluh juga. Dengan diantar oleh beberapa pemuda, sore itu Subardjo diantar ke Rengasdengklok. Pada malam hari pukul 20.00 WIB Soekarno dan Hatta tiba di Jakarta

C. Perumusan Naskah Teks Proklamasi Kemerdekaan

Malam hari setelah tiba di Jakarta, Soekarno dan Hatta pergi mendatangi rumah Mayor Jenderal Nishimura untuk menyatakan keinginan PPKI bersidang malam itu juga. Bung Hatta juga mengatakan kepada Mayor Jenderal Nishimura bahwa rakyat Indonesia sudah mengetahui berita kekalahan Jepang. Akan tetapi Nishimura dengan tegas menolak rencana diadakannya sidang PPKI. Nishimura menjelaskan bahwa sejak siang hari pada tanggal 16 Agustus 1945 berdasarkan instruksi markas Besar Tentara Jepang Daerah selatan yang berkedudukan di Saigon dilarang adanya perubahan status-quo di Indonesia, hal ini terkait dengan perjanjian antara pemerintah Jepang dan pihak pemenang perang Pasifik (Sekutu). Larangan perubahan status-quo itu berarti, bahwa pemerintah Jepang tidak membenarkan terjadinya Proklamasi kemerdekaan, karena dengan Proklamasi kemerdekaan akan melahirkan Negara Indonesia Merdeka, dan itu berarti mengubahstatus-quo. Dengan marah Bung Hatta menjelaskan bahwa apapun yang akan terjadi Indonesia tetap pada pendirian semula untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.

Bertempat di rumah Laksamana Muda Maeda di Myakodori No. 1 (sekarang jalan Imam Bonjol) maka dimulailah sidang PPPKI untuk mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Mengapa dipilih rumah Laksamana Muda Maeda? Laksamana Muda Maeda adalah seseorang yang mempunyai hubungan yang sangat baik dengan para pemimpin Indonesia terutama Mr. Achmad Subardjo. Beliau adalah Kepala Perwakilan Kaigun (Angkatan Laut Jepang). Sebagai Kepala Perwakilan Kaigun beliau memilki kekebalan hukum di mana Rigukun (Angkatan Darat Jepang) tidak berani bertindak sewenang-wenang di kediaman Maeda, selain itu Maeda menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya. . Di ruang makan rumah Laksamana Maeda dirumuskanlah naskah Proklamasi Kemerdekaan oleh tiga orang tokoh kemerdekaan Indonesia. Bung Hatta dan Mr. Achmad Subardjo meyumbangkan pikirannya secara lisan. Sedangkan Bung Karno bertindak sebagai penulis rumusan konsep Proklamasi. Turut menyaksikan peristiwa tersebut adalah Miyosi (seorang kepercayaan Nishimura) beserta tiga tokoh pemuda yaitu: Sukarni, Sudiro, dan B.M. Diah.

Adapun kalimat pertama yang berbunyi “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia” adalah kalimat yang dikutip Mr. Achmad Subardjo dari rumusan sidang BPUPKI (Dokuritsu Junbi Cosakai). Sedangkan kalimat terakhir adalah dirumuskan oleh Drs. Moh hatta yang berbunyi “Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain akan diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”.

        2.         Demokrasi Liberal di Awal Kemerdekaan RI

Setelah kesepakatan diplomasi antara Indonesia-Belanda, melalui KMB (Konferensi Meja Bundar) di Den Haag tanggal 2 November 1945 serta ditindaklanjuti dengan pengakuan kedaulatan atas Indonesia dari pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949 maka konstitusi resmi Indonesia adalah UUD RIS. Konstitusi tersebut sebagai jalan kompromi bagi kelancaran penyerahan kedaulatan Indonesia.

Dengan berlakunya UUD RIS tersebut, sistem pemerintahan Indonesia menggunakan sistem parlementer atau liberal dengan bentuk negara federasi atau serikat (Nugroho Notosusanto,1977:72).

Negara RIS terdiri dari 16 negara bagian dengan kepala negara atau presiden pertama Sukarno dan Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri. Sistem kabinetnya Zaken Kabinet yaitu suatu pemerintahan yang menteri-menterinya diutamakan dari keahliannya dan bukan bersandar pada kekuatan partai politik. Negara RIS ini tidak berlangsung lama disebabkan dasar pembentukannya sangat lemah dan bukan merupakan kehendak rakyat. RIS merupakan strategi diplomasi Belanda untuk dapat bertahan di Indonesia. Setelah RIS diganti UUD Sementara/ UUD 1950 praktek ketatanegaraan berlakunya sistem demokrasi liberal di Indonesia yang menggantikan bentuk negara serikat menjadi negara kesatuan sejak 17 Agustus 1950 (Mahfud M D, 2000:49).

Indonesia menganut sistem parlementer secara konstitusional serta sistem multi partai seperti yang terjadi dalam kurun waktu tahun 1945-1949.

Setelah berlangsung perundingan  yang rumit pasca jatuhnya Kabinet Ali yang pertama ( Ali I),Burhannudin Harahap (Masyumi) berhasil menyusun kabinet yang didukung oleh Masyumi,PSI dan Partai NU. Program kabinet tersebut antara lain:

·         Pemberantasan korupsi (antara lain dengan menangkap mantan Menteri Kehakiman Kabinet Ali I yaitu Jody Gondokusumo dengan tuduhan korupsi).

·         Pelaksanaan pemilu I

Untuk mengurangi ketegangan dengan militer, Perdana Menteri Burhannudin mengangkat kembali A. H Nasution sebagai KSAD. Hal ini disebabkan pemerintah menginginkan dukungan militer untuk menjaga stabilitas keamanan berkaitan dengan rencana pelaksanaan pemilu.

Kabinet Burhanudin berhasil menyelenggarakan pemilu I di Indonesia dengan pelaksanaan sebagai berikut:

·         29 September 1955 memilih anggota DPR

·         15 Desember 1955 memilih anggota Konstituante

Kabinet Burhanudin Harahap tetap mempertahankan politik luar negeri bebas aktif meskipun tetap condong pada negara-negara Barat. Pada tanggal 13 Pebruari 1956 , kabinet mengumumkan secara sepihak untuk memutuskan Uni Indonesia-Belanda hasil dari KMB, karena Belanda menolak melakukan upaya diplomasi lanjutan tentang Irian Barat. Dengan berhasilnya Pemilu I tersebut, tugas Kabinet Burhanudin Harahap dianggap selesai dan perlu dibentuk kabinet baru hasil dari Pemilu tersebut.

Dalam perkembangannya, ketidakpuasan daerah-daerah semakin meningkat karena dukungan dari panglima militer di daerah sehingga muncul dewan-dewan di daerah seperti Dewan Banteng di Sumatera Barat. Pada tanggal 20 Juli 1956 Muhammad Hatta mengundurkan diri sebagai wakil presiden. Pengunduran diri Hatta berarti terlemparnya tokoh luar Jawa yang disegani oleh Pusat. Dewan Banteng yang diketuai Let.Kol Ahmad Husein mengambil alih pemerintahan sipil di Sumatera dengan tuntutan kepada pemerintah Pusat agar Muhammad Hatta dikembalikan dalam posisi politik yang dominan dalam pemerintahan. Disamping itu mereka menuntut pembagian alokasi anggaran pembangunan yang proposional antara Pusat dan Daerah.

Pada bulan Oktober 1956 Presiden Sukarno menawarkan jalur alternatif untuk mengatasi krisis politik berupa gagasan Demokrasi Terpimpin. Menurut Sukarno, Demokrasi Terpimpin merupakan sistem musyawarah-mufakat yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Wacana Demokrasi Terpimpin tersebut menimbulkan perpecahan diparlemen karena partai-partai politik menyambut suara pro dan kontra tentang konsepsi tersebut. Partai Masyumi dan Partai Katholik menentang ide Sukarno tersebut sementara PNI dan PKI mendukungnya.

Konsepsi Demokrasi Terpimpin juga mendapat tantangan keras dari daerah terutama luar Jawa yaitu Sumatera dan Sulawesi. Krisis politik ini memuncak dengan pengunduran diri Kabinet Ali II. Namun sebelumnya Perdana Menteri Ali Sastroamidjoyo menandatangani dekrit yang menyatakan “Negara dalam keadaan darurat untuk semua wilayah” atau SOB (State of Siegel). Selanjutnya pemerintahan dipegang oleh Kabinet Djuanda.

Kabinet tersebut merupakan Zaken Kabinet, dengan programnya terdiri 5 (lima) pasal (Panca Karya) sehingga disebut kabinet karya Program kerjanya adalah :

§  Membentuk Dewan Nasional

§  Normalisasi situasi negara dan mempergiat pembangunan

§  Perjuangan merebut Irian Barat

§  Melancarkan pelaksanaan pembatalan KMB (Nugroho  Notosusanto,1977:98).

Posisi kabinet Djuanda sangat kuat karena negara dalam keadaan bahaya sehingga yang berperan adalah presiden dan TNI sehingga parlemen tidak dapat mengeluarkan mosi untuk menjatuhkan kabinet. Pemerintah juga membentuk Dewan Nasional yang diketuai Sukarno, bertujuan menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan-kekuatan dalam masyarakat serta bertugas sebagai penasehat dalam menjalankan pemerintahan dan menjaga stabilitas keamanan. Namun pada prakteknya, pembentukan Dewan Nasional tersebut untuk memperkuat otoritas Sukarno serta sebagai forum tandingan bagi pengaruh partai-partai politik di pemerintahan. Dewan Nasional yang ektra-konstitusional tersebut menurut Sukarno berkedudukan lebih tinggi dari kabinet karena dewan tersebut mencerminkan seluruh bangsa sedangkan kabinet hanya mencerminkan parlemen (Mahfud M D,2000: 54).

Dalam perkembangannya, pemerintahan tetap tidak berhasil mengatasi berbagai krisis, bahkan pergolakan di daerah semakin meningkat. Para perwira militer di daerah seperti Kolonel Zulkifli Lubis, Kolonel Simbolon , Let. Kol Ahmad Husein dan Let. Kol Samual mengadakan pertemuan di Palembang dengan hasil berupa tuntutan  kepada pemerintah pusat yaitu:

·         Muhammad Hatta dikembalikan kedudukannya sebagai wapres

·         Jenderal Nasution beserta jajarannya harus diganti

·         Pembatasan gerakan dan paham komunis melalui Undang -undang.

Tuntutan tersebut tidak ditanggapi oleh pemerintah Pusat sehingga perwira daerah mengultimatum agar Kabinet Djuanda mengundurkan diri. Pada tanggal 15 Pebruari 1958 Ahmad Husein memproklamirkan berdirinya PRRI (Pemerintahan Revolusioner Rebublik Indonesia) dengan Perdana Menterinya, Syafrudin Prawiranegara (tokoh Masyumi). PRRI mendapat dukungan dari daerah Sulawesi dengan munculnya gerakan Permesta sehingga pemberontakan ini disebut PRRI/Permesta. Sementara itu Dewan Konstituante hasil pemilu 1955 yang bertugas menyusun Undang-undang Dasar gagal melaksanakan tugasnya. Keadaan ini semakin tegang dengan adanya pemberontakan PRRI/Permesta. Akhirnya presiden Sukarno memutuskan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sehingga kabinet Djuanda berakhir.

        3.         Demokrasi Terpimpin

Demokrasi liberal atau sistem parlementer di Indonesia berdampak pada instabilitas keamanan, politik serta ekonomi. Hal ni dibuktikan hanya dalam rentang waktu 10 tahun terdapat 7 kabinet jatuh bangun. Disamping itu muncul gerakan–gerakan separatis serta berbagai pemberontakan di daerah. Sementara itu, Dewan Konstituante yang bertugas menyusun UUD yang baru gagal melaksanakan tugasnya disebabkan adanya pertentangan diantara partai politik di Konstituante.Dalam pidato tanggal 22 April 1959 didepan Konstituante dengan judul “Res Publica, Sekali Lagi Res Publica”, Presiden Sukarno atas nama pemerintah menganjurkan, supaya Konstituante dalam rangka rencana pelaksanaan Demokrasi Terpimpin menetapkan UUD 1945 sebagai UUD bagi ketatanegaraan yang definitif.

Dewan Konstituante berbeda pendapat dalam merumuskan dasar negara. Pertentangan tersebut antara kelompok pendukung dasar negara Pancasila dan pendukung dasar negara berdasar syariat Islam. Kelompok Islam mengusulkan agar mengamademen dengan memasukkan  kata–kata : dengan kewajibanmenjalankan syariat Islam bagi pemeluk–pemeluknya” kedalam Pembukaan UUD 1945.

Usul amandemen tersebut ditolak oleh  sebagian besar anggota Konstituante dalam sidang tanggal 29 Mei 1959 dengan perbandingan suara 201 (setuju) berbanding 265(menolak). Sesuai dengan ketentuan tata tertib maka diadakan pemungutan suara dua kali lagi. Pemungutan suara terakhir dilakukan tanggal 2 Juni 1959 namun tidak mencapai quorum. Akhirnya Konstituante mengadakan reses atau masa istirahat yang ternyata untuk waktu tanpa batas.

Dengan memuncaknya krisis nasional dan untuk menjaga ekses–ekses politik yang mengganggu ketertiban negara, maka KSAD Letjen. A. H Nasution atas nama pemerintah/Penguasa Perang Pusat (Peperpu), pada tanggal 3 Juni 1959 mengeluarkan peraturan No. Prt./Peperpu/040/1959 tentang larangan mengadakan kegiatan politik.

Kegagalan Konstituante dalam melaksanakan tugasnya sudah diprediksi sejak semula, terbukti dengan gagalnya usaha kembali ke UUD 1945 melalui saluran konstitusi yang telah disarankan pemerintah. Dengan jaminan dan dukungan dari Angkatan Bersenjata, Presiden Sukarno pada tanggal 5 Juli 1959, mengumumkan Dekrit Presiden. Keputusan Presiden R I No. 150 tahun 1959 yang dikenal sebagai Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memuat tiga hal yaitu: (1) Menetapkan pembubaran Konstituante; (2) Menetapkan UUD 45 berlaku lagi bagi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai tanggal    penetapan Dekrit ini, dan tidak berlaku lagi UUDS; dan (3) Pembentukan MPRS, yang terdiri atas anggota–anggota DPR ditambah dengan utusan–utusan daerah dan golongan, serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara dalam waktu yang sesingkat–singkatnya.

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mendapat dukungan komponen masyarakat, TNI, Mahkamah Agung serta sebagaian besar anggota DPR. Hal ini disebabkan masyarakat mendambakan stabilitas politik dan keamanan dalam rangka pembangunan bangsa. Namun Dekrit Presiden tidak dapat dilepaskan dengan berlakunya konsep Demokrasi Terpimpin.Demokrasi Terpimpin pertama–tama adalah sebagai suatu  alat untuk mengatasi perpecahan yang muncul di tataran politik Indonesia dalam kurun waktu pertengahan tahun 1950-an. Untuk menggantikan pertentangan di parlemen antara partai politik, suatu sistem yang lebih otoriter perlu diciptakan dimana peran utama dimainkan oleh Presiden Sukarno (Harold Crouch 1999: 44).

Dalam rangka mengurangi peran kontrol partai politik yang menolak Demokrasi Terpimpin, Presiden Sukarno mengeluarkan Peraturan Presiden No. 7 tahun 1959 yang berisi ketentuan  kewajiban partai–partai politik mencantumkan AD/ART(anggaran dasar/anggaran rumah tangga), dengan asas dan tujuan tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, serta membubarkan partai–partai politik yang terlibat dalam pemberontakan–pemberontakan. Aturan tersebut mengakibatkan Partai Masyumi dan Partai Sosialis dibubarkan karena dianggap mendukung pemberontakan PRRI/Permesta.

Konsepsi Demokrasi Terpimpin antara lain pembentukan lembaga negara baru yang ektra–konstitusional yaitu Dewan Nasional yang diketuai Sukarno sendiri dan bertugas memberi nasehat pada kabinet. Untuk pelaksanaannya dibentuk kabinet baru yang melibatkan semua partai politik termasuk PKI. Pada bulan Juli 1959, Sukarno mengumumkan kabinetnya yang bernama Kabinet Kerja yang terdiri dari sembilan menteri disebut Menteri–Menteri Kabinet Inti dan 24 menteri yang disebut Menteri Muda. Dalam Kabinet Kerja tersebut, Djuanda diangkat sebagai menteri utama atau pertama dan semua menteri diharuskan melepaskan ikatan kepartaian dalam membentuk pemerintahan non–partai.

Program kerja kabinet tersebut dirumuskan dalam tiga pokok  yaitu (Herbert Feith, 1995: 75)

·         Sandang-pangan bagi rakyat

·         Pemulihan keamanan

·         Melanjutkan perjuangan melawan imperalis.

Dalam rangka  pelaksanaan Demokrasi Terpimpin, Sukarno juga membentuk DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) serta Dewan Perancang Nasional yang dipimpin Muhammad Yamin, serta MPRS yang diketuai Chaerul Saleh. Namun Presiden membekukan DPR hasil pemilu 1955 disebabkan parlemen menolak Anggaran Belanja Negara yang diajukan Presiden dan menggantikannya dengan DPR GR(DPR Gotong-Royong). Kemudian Sukarno juga menetapkan MPRS, dimana tokoh PKI D.N Aidit menjadi salah seorang Wakil Ketua. Tokoh-tokoh Masyumi, PSI dan Muhammad Hatta menentang kebijakan Sukarno tersebut dengan membentuk Liga Demokrasi.

MPRS yang terbentuk tanggal 22 Juli 1959, dalam Sidang Umum I MPRS tahun 1960 menetapkan pidato kenegaraan Sukarno tanggal 17 Agustus 1959  tersebut menjadi “Manifesto Politik Indonesia” dan menetapkannya sebagai GBHN. Selanjutnya dalam  Sidang Umumnya tahun 1963 menetapkan “mengangkat Ir. Sukarno sebagai presiden seumur hidup”.

Dalam membentuk ideologi bagi Demokrasi Terpimpin, Sukarno memperkenalkannya dalam pidato kenegaraan tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang dianggap sebagai Manifesto Politik yang disingkat Manipol. Isi Manipol disimpulkan menjadi lima prinsip yaitu  UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia yang disingkat USDEK. Manipol-USDEK dikaitkan dengan dasar negara Pancasila sehingga menjadi rangkaian pola ideologi Demokrasi Terpimpin.

Sukarno menghendaki persatuan ideologi antara Nasionalisme, Islam dan Marxis dengan doktrin Nasakom (nasionalis, agama dan komunis). Doktrin ini mengandung arti bahwa PNI (nasionalis), Partai NU (Agama) dan PKI (komunis) akan berperan secara bersama dalam pemerintahan disegala tingkatan sehingga menghasilkan sistem kekuatan koalisi politik. Namun pihak militer tidak setuju terhadap peran PKI di pemerintahan (Ricklefs,1991:406).

Pada tangal 20 Januari 1961 dibentuk Front Nasional yang sesuai dengan konsep dan ide Sukarno. Dalam jangka panjang, lembaga tersebut akan dijadikan sebagai partai tunggal negara, dengan menggunakan basis masa sebagai penggeraknya yang tergabung dari seluruh partai politik yang berbeda ideologi dan seluruh golongan fungsional. Untuk menghambat rencana Sukarno tersebut, TNI-AD berhasil menghimpun beberapa organisasi golongan fungsional kedalam suatu organisasi yang bernama Sekber Golkar (Sekretariat Bersama Golkar) pada tanggal 20 Oktober 1964. Tujuan Sekber Golkar juga untuk menandingi kekuatan PKI yang semakin besar dan berpengaruh di masyarakat sehingga  membahayakan eksistensi TNI.

Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa masa Demokrasi Terpimpin mempunyai ciri-ciri, yaitu pertama peran dominan Presiden dalam segala aspek, kedua pembatasan atas peran DPR serta partai-partai politik kecuali PKI yang malahan mendapat kesempatan untuk berkembang, ketiga peningkatan peran TNI sebagai kekuatan sosial politik (Miriam Budiardjo, 1995:228).

Gagasan kebijakan politik luar negeri bebas aktif Indonesia dikembangkan pada masa awal kemerdekaan. Pada saat itu, para pemimpin Indonesia melihat konflik dunia yang terpecah menjadi dua yaitu Blok Barat Liberalis) dan Blok Timur (Komunis). Indonesia berusaha tetap berada diluar kedua blok yang bermusuhan tersebut. Politik luar negari bebas aktif Indonesia merupakan bagian dari nasionalisme juga (Herbert Feith, 1995:59).

Pada masa demokrasi liberal antara tahun 1950-1957, politik luar negeri Indonesia mulai goyah meskipun kabinet-kabinet pada masa itu mencantumkan program kabinet untuk masalah kebijakan luar negeri tetap dalam kerangka kebijakan bebas aktif. Dalam pelaksanaannya mereka tidak sesuai dengan programnya, ini dibuktikan dengan jatuhnya kabinet Sukiman tahun 1952, yang disebabkan keputusan politiknya menerima bantuan milter dari Amerika Serikat dalam rangka kesepakatan MSA atau Mutual Security Act.

Konferensi Asia-Afrika di Bandung 1955 berhasil menumbuhkan kesadaran serta kepercayan diri pada bangsa-bangsa Asia-Afrika yang telah menjadi wilayah praktek imperalisme-kolonialisme. Pertemuan itu juga menjadi landasan kuat untuk pembentukan Gerakan Non-Blok (Non-Aligned Movement) yaitu gerakan dari bangsa-bangsa yang tidak melibatkan diri dalam suasana Perang Dingin. Namun dalam perkembangannya kedekatan Sukarno dan PKI selanjutnya mempengaruhi kebijakan politik luar negeri bebas aktif ke arah Blok Komunis. Peristiwa–peristiwa yang dapat diidentifikasikan sebagai penyimpangan politik luar negeri pada masa Demokrasi Terpimpin adalah:

a)    Adanya poros Jakarta–Peking

b)  Indonesia keluar dari keanggotaan PBB atas desakan PKI

c)    Timbulnya gagasan NEFO (New Emerging Forces) sebagai tandingan kekuatan negara-negara Barat (Old Established Forces).

d)   Konfrontasi dengan Malaysia (Dwikora).

Konfrontasi dengan Malaysia dilatarbelakangi ketika pada tahun 1961 terdapat rencana pembentukan Negara Federal Malaysia. Pembentukan negara tersebut, yang terdiri dari Persekutuan Tanah Melayu,Serawak,Brunei,Sabah dan Singapura ditentang oleh Presiden Sukarno. Sukarno menganggap bahwa pembentukan  Malaysia sebagai  “Proyek Neokolonialisme” (Nekolim) dari Inggris sehingga membahayakan revolusi Indonesia yang belum selesai. Sebaliknya, Sukarno mendukung berdirinya Negara Kesatuan Kalimantan Utara yang diproklamirkan di Manila, Philipina oleh A.M Azhari dari Brunei.

Presiden Sukarno berusaha keras menggagalkan pembentukan Federasi Malaysia tersebut. Untuk melaksanakan kebijakannya dilancarkannya konfrontasi bersenjata dengan Malaysia berdasarkan Dwikora (Dwi Komando Rakyat, yakni:

1)       Perhebat ketahanan revolusi Indonesia

2)       Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Serawak, Brunei untuk membubarkan negara  boneka Malaysia.

Para sukarelawan dan TNI berusaha masuk ke daerah Malaya, Singapura dan Kalimantan Utara untuk melancarkan operasi militer terhadap angkatan perang persemakmuran Inggris. Namun TNI-AD berusaha mencari jalan agar dalam konfrontasi dengan Malaysia tersebut tidak dijadikan oleh PKI sebagai jalan guna mencapai tujuan yang terkandung  dalam strategi politiknya. (Frederick P. Bunnel, dalam Yahya Mahaimin, 2002: 181).

Pertemuan antara Priseden Sukarno dan Perdana Menteri Tengku Abdul Rahman dari Persekutuan Tanah Melayu yang diadakan di Tokyo, Jepang tanggal 31 Mei sampai 1 Juni 1963 berhasil meredam ketegangan untuk sementara waktu. Kemudian dilanjutkan dengan pertemuan Menteri Luar Negeri Indonesia, Malaysia dan Philipina yang menghasilkan pokok-pokok pengertian diantara ketiga negara dalam memecahkan masalah yang timbul.  Usaha Indonesia-Malaysia-Philipina dalam rangka meredam konflik antara lain membentuk Maphilindo, singkatan dari Malaysia, Philipina dan Indonesia, dengan maksud untuk persatuan rumpun di Asia Tenggara. Konsep ini merupakan kesepakatan bersama antara Presiden Sukarno,Presiden Macapagal dari Philipina dan Perdana Menteri Persekutuan Tanah Melayu, Tengku Abdul Rachman (Sayidiman Suryohadiprojo, 1996: 256).

Namun ternyata pada tanggal  9 Juli 1963 di London Inggris, Perdana Menteri Malaysia Abdul Rahman menandatangani dokumen persetujuan dengan pemerintah Inggris mengenai pembentukan Federasi Malaysia. Hal ini menimbulkan konfllik antara Indonesia dengan Malaysia. Pada tanggal 16 September 1963 ditandatangani Naskah Penggabungan Empat Negara Bagian yang terdiri atas Persekutuan Tanah Melayu, Singapura, Serawak dan Sabah dalam Federasi Malaysia. Pembentukan Federasi in ditentang oleh Indonesia sehingga pada tanggal  17 September 1963 Indonesia secara sepihak mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Kuala Lumpur . Pada rapat umum Anti Pangkalan Militer Asing di Jakarta tanggal 7 Januari 1965, Presiden Indonesia menyatakan bahwa Indonesia keluar dari keanggotaan PBB. Hal ini merupakan reaksi atas terpilihnya Malaysia menjadi anggota tidak tetap  Dewan Keamanan PBB.

·            Perkembangan Perekonomian pada Masa Demokrasi Terpimpin

Sejak akhir tahun 1959, keadaan ekonomi Indonesia semakin merosot. Dengan kegagalan kebijakan pemerintah di bidang keuangan dan perekonomian, kemerosotan melanda semua sektor ekonomi yang vital. Sebagai dampaknya, harga barang-barng konsumsi naik dan biaya hidup meningkat.. Masalah operasi pemulihan keamanan dengan adanya berbagai pemberontakan di Indonesia seperti PRRI/Permesta dan DI/TII serta perjuangan dalam rangka pembebasan Irian Barat menjadi salah satu sebab utama kemerosotan ekonomi. Sementara itu,PKI berpendapat bahwa kemerosotan ekonomi ini disebabkan  Indonesia menjalankan  sistem kapitalisme dan feodalisme.

Pasca operasi pembebasan Irian Barat, pemerintah berusaha merehabiltasi perekonomian Indonesia. Rencana tersebut disusun dalam suatu konsepsi yang disebut  Konsepsi Djuanda. Namun dalam pelaksanaannya , banyak mengalami kendala-kendala. Pada tanggal 28 Maret 1963, Presiden Sukarno mengumumkan Deklarasi Ekonomi sebagai strategi dasar ekonomi Indonesia, dalam rangka pelaksanaan Demokrasi Terpimpin. Dalam pelaksanannya, Dekon tidak segera disertai tindakan-tindakan penyehatan ekonomi yang diperlukan.

Pada tahun 1965 struktur sosial,politik dan ekonomi bangsa Indonesia hampir runtuh. Inflasi sangat tinggi, dengan harga barang-barang naik berlipat-lipat (Rickelfs,1991:426). Puncak dari segala krisis ini adalah terjadinya peristiwa pemberontakan G-30-S pada tanggal 30 September 1965 malam 1 Oktober 1965.

Manifesto Politik yang telah ditetapkan MPRS sebagai GBHN tenyata tidak hanya berlaku  5 tahun tetapi untuk waktu tanpa batas. Pada masa itu partai politik yang paling berperan adalah PKI karena lawan utama PKI yaitu Masyumi dan PSI telah dibubarkan oleh Sukarno. Upaya PKI melakukan ofensif gerakannya berkembang sangat pesat pasca pemilu 1955. Namun peran politik PKI  dalam pemilu 1955 masih banyak ditolak banyak kalangan termasuk di pemerintahan disebabkan tindakan Pemberontakan tahun 1948 di Madiun. Dengan adanya Demokrasi Terpimpin, untuk pertama kalinya PKI masuk dalam pemerintahan (Kerstin Beise,2004:14).

Setelah berlakunya Demokrasi Terpimpin di Indonesia, hubungan antara Presiden Sukarno dengan PKI semakin dekat dibandingkan dengan partai-partai yang lain , karena PKI sebagai partai pendukung utama kebijakan Sukarno dalam melaksanakan Demokrasi Terpimpin. Disamping itu antara Sukarno dan PKI terdapat persamaan persepsi dalam memandang berbagai masalah aktual saat itu termasuk kecurigaannya pada militer dan pengaruh intervensi asing, khususnya Blok Barat terhadap masalah dalam negeri Indonesia.

Upaya PKI  secara sistematis dimulai sejak Konggres Nasional tahun 1959 dengan menyusun rencana program yang disebut Plan Partai. Plan Partai ditetapkan dengan tujuan untuk menjadikan PKI sebagai partai kader dan massa.  Dalam melaksanakan aksi-aksinya,PKI menggunakan Manipol sebagai landasan dengan menempatkan kaum buruh dan tani pada kedudukan yang istimewa, sebagai pelaku utama revolusi. Dalam rangka mendukung gerakannya, PKI berhasil mengorganisasi dan memobilisasi jutaan orang anggotanya. PKI menyusun program khusus dalam bidang sosial-ekonomi antara lain dengan berusaha mempertahankan tanah-tanah garapan,menurunkan sewa tanah, usaha menaikkan upah buruh dan tani. Program tersebut dalam rangka memperluas dukungan masyarakat dalam rangka mewujudkan cita-cita politiknya.

Sejak tahun 1964 dan puncaknya tahun 1965 PKI semakin agresif dengan semangat untuk meningkatkan ofensif revolusioner sampai ke puncak, seperti yang dianjurkan ketuanya DN Aidit. Propaganda PKI dalam meningkatkan sentimen anti lawan politiknya dilakukan melalui rapat-rapat umum, kampanye pers dan radio serta poster-poster dipinggir jalan dengan menyebut golongan diluar PKI sebagai setan kota, setan desa, kapitalis birokrat yang harus disingkirkan.

Pada bulan Januari 1965 posisi PKI di Jakarta sangat kuat setelah Sukarno melarang partai Murba. Partai Murba sejak lama menentang PKI dalam rangka memperebutkan kepemimpinan golongan kiri (Ricklefs, 1991:423). Pada sekitar bulan Pebruari 1965, Ketua CC-PKI, DN Aidit mengusulkan dibentuknya organisasi Angkatan Kelima yaitu milisi rakyat yang dipersenjatai yang terdiri buruh dan tani, disamping kekuatan TNI dan Kepolisian. Alasan tuntutan PKI tersebut dalam rangka menambah kekuatan militer dalam menghadapi konflik dengan Malaysia melalui aksi Dwikora.

PKI juga mengusulkan agar prinsip-prinsip tentang Nasakomisasi disegala bidang  diperluas, dengan cara membentuk tim penasehat yang mewakili unsur-unsur Nasakom untuk bekerja sama dengan para panglima dari keempat angkatan dalam TNI (Harold Crouch, 1999:92). Diantara keempat Panglima Angkatan, hanya Panglima Angkatan Udara Laksamana Madya Omar Dhani yang secara tegas mendukung terbentuknya Angkata Kelima .

Usul PKI untuk menasakomisasi dalam tubuh Angkatan Bersenjata yang merupakan bagian dari kampanye PKI untuk mencapai tujuan adanya perwakilan Nasakom diseluruh lembaga negara dihalangi oleh para pemimpin Angkatan Darat (Harold Crouch, 1999:93). TNI-AD juga menentang dibentuknya Angkatan ke-5, dengan alasan bahwa Angkata ke-5 dan pembentukan Komisaris-komisaris Politik, tidak diperlukan dalam lingkungan kemiliteran (Yahya Muhaimin, 2002:179).

Satu-satunya kekuatan organisasi atau kelembagaan yang dapat menandingi manuver PKI adalah TNI. Pengaruh partai politik dalam pemerintahan berkurang  drastis sejak berlakunya Demokrasi Terpimpin.  Sebagai upaya untuk mensentralisasikan struktur organisasinya, TNI semakin solid dengan konsep Dwifungsinya yang mengintensifkan keterlibatan militer dalam administrasi sipil dan ekonomi Indonesia. Meski demikian terdapat friksi dalam militer yang disebabkan polarisasi antara perwira anti-komunis dan yang pro Sukarno atau perwira dari Jawa dan non Jawa(Kerstin Beise, 2004:13). Bahkan yang lebih berbahaya, ternyata PKI berhasil menyusup ke dalam tubuh Angkata Darat, terutama Divisi Diponegoro, Jawa Tengah dan Divisi Brawijaya, Jawa Timur (Ricklefs, 1991:420).

Berpalingnya Sukarno dari negara-negara Barat, dengan meninggalkan prinsip-prinsip kebijakan gerakan non-blok yang mengarah pada terbentuknya poros Jakarta-Peking-Pyongyang-Hanoi, serta politik konfrontasi dengan Malaysia menyebabkan Sukarno dianggap telah dekat dengan ide-ide komunis dan PKI (Kerstin Beise, 2004:15). Amerika Serikat mengkhawatirkan bahwa Indonesia menjadi korban dari teori domino tentang penyebaran ideologi komunis. Sementara itu, pembangunan ekonomi Indonesia terhambat oleh konflik di pemerintahan sehingga situasi masyarakat menjadi tidak menentu. Tindakan Sukarno yang melemahkan setiap kekuatan anti Komunis dengan dalih sebagai kontra revolusi, serta terbentuknya Poros Jakarta-Peking telah memberi kesempatan kepada PKI untuk menguasai hampir di sektor kehidupan bangsa dan negara kecuali bidang militer khususnya Angkatan Darat. Situasi politik semakin terpolarisasi setelah Sukarno mendukung terbentuknya Angkatan ke-5 yang merupakan ancaman bagi kekuatan militer.

Setelah PKI secara politis berhasil melemahkan lawan-lawan politiknya, ternyata kekuatan militer sebagai institusi sulit ditundukkan. Dalam rangka mendiskriditkan TNI-AD, PKI melancarkan adanya isue Dewan Jenderal. Dalam isue Dewan Jenderal disebutkan bahwa sejumlah perwira tinggi TNI-AD yang tidak loyal terhadap presiden yang mempunyai tujuan antara lain menilai kebijakan Presiden Sukarno selaku Pemimpin Besar Revolusi.

Bersamaan dengan isue tersebut, tersiar pula adanya “Dokumen Gilchrist”. Gilchrist yang nama lengkapnya Sir Andrew Gilchrist adalah Duta Besar Inggris yang bertugas antara tahun 1963-1966. Dalam Dokumen Gilchrist  berisi laporan Duta Besar Inggris, Gilchrist mengenai koordinasinya dengan Duta Besar USA di Jakarta untuk menangani situasi di Indonesia. Dokumen tersebut disebarluaskan oleh Subandrio yang saat itu  menjabat Kepala Badan Pusat Intelejen (BPI) Menteri Luar Negeri.

Pada tangal 26 Mei 1965, Subandrio membawa dokumen tersebut kepada Presiden Sukarno, sehingga para perwira militer TNI-AD seperti LetJen Ahmad Yani yang mempunyai hubungan dekat dengan Inggris dan USA diminta penjelasannya oleh Presiden terkait dengan isue dokumen tersebut. Pada pidato kenegaraan tanggal 17 Agustus 1965 Presiden Sukarno menunjukkan kecurigaan dan permusuhannya terhadap kekuatan atau organisasi  yang anti PKI terutama TNI-AD dan mengemukakan bahwa telah ditemukan adanya dokumen tentang rencana komplotan di dalam negeri yang bekerja sama dengan CIA dan pemerintah Inggris yang berusaha merobohkan pemerintahannya  (Yahya Muhaimin, 2002: 183).

Secara teoritis, kegagalan pemerintahan sipil di suatu negara yang baru merdeka di kawasan Asia, Afrika dan Amerika secara tidak langsung memberi kesempatan pada pihak militer untuk mengambil-alih pemeritahan. Tersiar berita di luar negeri tentang beberapa kudeta militer di Irak pada Juli 1958,kemudian bulan Oktober 1958 pemerintahan sipil Pakistan jatuh ke tangan Jenderal Ayu Khan, di Burma ke tangan Ne Win, adanya kudeta di Thailand, rencana kudeta di Philipina serta pemerintahan Sipil Sudan juga ditumbangkan pihak militer.

 Pers Jakarta juga memuat thesis dari Scott yang diantaranya berpendapat bahwa di negara-negara yang baru berkembang khususnya di Asia, perlu adanya kekuasaan diktator militer untuk menyelamatkan diri dari bahaya komunis (Daniel S. Lev, 1967:188-189). Kecenderungan adanya kudeta di negara-negara lain tersebut, menjadikan Presiden Sukarno  curiga terhadap militer yang akan  merebut kekuasaannya.

Pada awal September 1965 terdapat isue bahwa Dewan Jenderal akan merebut kekuasaan Presiden Sukarno dengan memanfaatkan pengerahan pasukan dari daerah yang didatangkan ke Jakarta dalam rangka persiapan peringatan HUT TNI tanggal 5 Oktober 1965. Isuenya Dewan Jenderal mempunyai struktur sebagai berikut:

a) Perdana Menteri                               : Jenderal A H Nasution

b) Wakil Perdana  Menteri/Menteri

      Pertahanan                                       : Let.Jend Ahmad Yani

c) Menteri Dalam Negeri                : Hadisubeno

d) Menteri Luar Negeri                         : Roeslan Abdulgani

e) Menteri Hubungan Dagang Luar Negeri  :Brigjen Sukendro

f) Jaksa Agung                                  : Mayjen S. Parman

Pada tanggal 30 September malam 1 Oktober 1965 ketegangan-ketegangan memuncak karena telah terjadi percobaan kudeta di Jakarta. Apa yang terjadi saat itu dan hari-hari berikutnya sedikit jelas namun tetap terjadi perbedaan–perbedaan pendapat  yang tajam mengenai siapa yang mendalangi percobaan kudeta. Tampaknya mustahil bahwa hanya ada satu dalang yang mengendalikan semua peristiwa itu. Tafsiran-tafsiran yang berusaha menjelaskan kejadian tersebut harus dipertimbangkan secara hati-hati (Ricklefs, 1991: 427). Meskipun demikian, walaupun gerakan itu secara resmi tidak menggunakan organ PKI dan secara resmi juga tidak melibatkan dalam peristiwa G-30/S 1965, namun PKI memainkan peranan besar dalam gerakan tersebut .

Perencanaan kudeta dimulai ketika diketahui kondisi kesehatan Sukarno memburuk sejak bulan Juli 1965. Kondisi kesehatan tersebut paling berpengaruh tehadap gejolak politik dalam negeri. (Kerstin Beise, 2004: 116). Presiden Sukarno sebagai posisi sentral dalam percaturan politik saat itu, sementara pertentangan antara PKI dengan TNI-AD hanya menunggu saatnya untuk menjadi perang terbuka,sangat beralasan jika kondisi kesehatan Sukarno menjadi faktor penting dalam peristiwa G-30/S 1965.

Pada pagi hari tanggal 1 Oktober 1965  jenderal TNI-AD yaitu Letjen Ahmad Yani,  Mayjen Haryono M. T,Brigjen D. I Panjaitan ditembak dirumahnya sementara Mayjen Suprapto, Mayjen S. Parman dan Brigjen Sutoyo ditembak di Lubang Buaya. Jenderal A.H Nasution lolos dari peristiwa penculikan tersebut, sehingga ajudannya Lettu P.A Tendean secara keliru dibawa ke Lubang Buaya dan dibunuh. Pada saat yang sama obyek-obyek vital di Jakarta seperti RRI (Radio Republik Indonesia) dan Telkom diduduki sementara Istana Merdeka dikepung.

Pelaksanaan kudeta adalah anggota-anggota militer dari Batalion 454 Diponegoro Jawa Tengah, Batalion 530 Brawijaya Jawa Timur serta Pasukan Kehormatan Pengawal Presiden Pasukan Cakrabirawa yang dibagi dalam tiga kelompok. Kelompok Pasopati yang dipimpin Dul Arief bertugas menculik para jenderal. Kelompok Bima Sakti yang dipimpin Suradi Prawiroharjo ditugaskan menguasai Jakarta. Kelompok Gatotkaca (juga dinamakan Pringgodani) yang dipimpin Gatut Sukrisno ditempatkan di Lubang Buaya. Pimpinan kudeta terdiri lima orang yang membentuk Senko (Sentral Komando) bermarkas di Halim Perdanakusuma. Kelima orang tersebut adalah Letkol Untung,Kolonel Latief, Sujono, Pono dan Syam. Apakah ada dalang dibelakangnya dan siapa, masih menjadi misteri (Kerstin Beise, 2004: 17).

Setelah pasukan Bimasakti yang dipimpin Kapten Suradi menguasai RRI dan pusat jaringan informasi, pada tanggal 1 Oktober 1965 jam 7.20 RRI menyiarkan tentang telah dilancarkannya suatu gerakan yang bernama “Gerakan 30 September” dibawah pimpinan Letkol Untung, Komandan Batalon I Resimen Cakrabirawa guna menyelamatkan Presiden Sukarno dan negara dari ancaman kudeta yang akan dilaksanakan oleh Dewan Jenderal yang disponsori Amerika Serikat. Juga disiarkan bahwa menurut Letkol Untung, Gerakan 30 September semata-mata gerakan dalam tubuh TNI-AD yang ditujukan kepada Dewan Jenderal yang anggota-anggotanya telah ditangkap, sedang Presiden Sukarno dalam keadaan selamat. Dalam siaran lanjutan di RRI juga disiarkan bahwa anggota Dewan Jenderal berencana melakukan kudeta terhadap Presiden Sukarno pada saat berlangsungnya HUT TNI tanggal 5 Oktober 1965.

Selanjutnya, Brigjen Supardjo mengusulkan kepada Sukarno agar Mayjen Pranoto Reksosamudra diangkat sebagai Panglima Angkatan Darat dan Sukarno menyetujuinya. Tindakan yang dilakukan Gerakan 30 September tersebut mendapat dukungan dari Panglima Angkatan Udara Laksamana Madya Omar Dhani ( Yahya Muhaimin, 2002: 199).

 Dengan terbunuhnya para jenderal TNI-AD serta tidak munculnya Jenderal Nasution karena bersembunyi telah memberikan kesempatan kepada Mayjen Suharto untuk memegang komando Angkatan Darat di pagi hari tanggal 1 Oktober 1965. Sebagai perwira paling senior di Jakarta yang membawahi pasukan-pasukan secara langsung ,segera Suharto menjalankan wewenangnya (Harold Crouch, 1999: 256).

Sementara itu, Panglima Kostrad Mayjen Suharto bertindak untuk memulihkan situasi di Ibukota dan pada malam hari tanggal 1 Oktober saat itu juga, Suharto dapat menguasai Jakarta dan merebut gedung-gedung vital seperti RRI. Ia menjelaskan melalui siaran RRI tentang apa yang terjadi. Keesokan harinya lapangan udara Halim yang dijadikan pusat Gerakan 30 September direbut pasukan RPKAD. Para pemimpin pasukan kudeta meninggalkan pangkalan Halim, D.N. Aidit melarikan diri ke Jawa Tengah, sedangkan Omar Dhani menuju Madiun, sehingga gerakan kudeta berakhir dengan dikuasainya Ibukota Jakarta oleh TNI-AD yang anti PKI. Selanjutnya D.N Aidit  tertangkap di Solo, Jawa Tengah. Sebelum ditembak mati ia menerangkan bahwa sebenarnya rencana pelaksanaan kudeta memang dipersiapkan oleh PKI pada tahun 1970. Rencana PKI tersebut akhirnya dilakukan terlalu tergesa-gesa sebab rencana tersebut telah diketahui oleh TNI-AD (John Hughes dalam Muhaimin, 2002: 201). Rencana kudeta PKI yang dipercepat dari rencana semula, dimungkinkan karena kekhawatiran pada kondisi kesehatan Sukarno. Jika Presiden meningggal, PKI khawatir jika TNI-AD terlebih dahulu mengambil-alih pemerintahan.

Sikap Presiden Sukarno terhadap adanya peristiwa kudeta tersebut sering dinilai berbagai kalangan sebagai petunjuk atas pembelaannya terhadap Gerakan G-30/S 1965 (Kerstin Beise, 2004: 379). Dan setelah peristiwa tersebut, Suharto dan TNI-AD memegang peranan kehidupan politik di Indonesia.  Pada tanggal 2 Oktober 1965, Suharto menemui Presiden Sukarno di Bogor yang merupakan pertemuan pertama keduanya sejak terjadinya peristiwa kudeta. Pertemuan yang juga dihadiri pejabat Pemerintah dan Militer itu berlangsung dalam suasana yang tegang akibat perbedaan pandangan mengenai G-30/S.

Pada tanggal 4 Oktober 1965 di Lubang Buaya diketemukan mayat-mayat para jenderal dalam suatu lubang sumur. Tampaknya dalam penjelasan tentang peristiwa pembunuhan tersebut telah didramatisir. Hal ini menimbulkan emosi masa rakyat yang anti-Komunis yang kemudian diperhebat dengan kematian puteri A.H Nasution yang tertembak dalam peristiwa G-30/S yaitu Ade Irma Suryani Nasution. Ketidakhadiran Presiden Sukarno dalam acara pemakaman para jenderal di Taman Pahlawan Kalibata menambah kemerosotan popularitas Sukarno dan menaikkan pamor TNI-AD.

Setelah ibukota Jakarta telah dikuasai TNI-AD dilanjutkan meredamkan konflik serupa yang terjadi terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kedua wilayah tersebut mempunyai basis masa PKI yang besar disamping  kesatuan militer Diponegaro dan Brawijaya terindikasikan telah jatuh pada pengaruh Gerakan 30 September. Dengan perkembangan terjadinya peristiwa tersebut, TNI-AD telah dipandang sebagai “Penyelamat Bangsa” oleh kekuatan anti-PKI sehingga  posisi TNI semakin kuat bahkan menjadi pusat perhatian nasional ketika pada tanggal 16 Oktober 1965 Mayor Jenderal Suharto diangkat oleh Presiden Sukarno sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat, sementara Jenderal A.H Nasuition tetap pada posisi Menteri Koordinator Bidang Pertahanan dan Keamanan.

Tuntutan dibubarkannya PKI di masyarakat berkembang begitu cepat, pada tanggal 25 Oktober 1965 terbentuk KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) yang merupakan gabungan dari  organisasi mahasiswa yang anti-PKI. Dalam demonstrasi yang ditujukan pada pemerintah mereka menuntut tiga hal yang dikenal sebagai Tritura (Tri Tuntunan Rakyat) yaitu:

1)     Pembubaran PKI

2)     Pembentukan Kabinet Baru

3)     Penurunan Harga

Pada tanggal 21 Februari 1966 Presiden Sukarno mengambil kebijakan yang tidak populis dengan melakukan reshufle kabinet. Namun yang diganti adalah Menteri Koordinator Pertahanan-Keamanan Jenderal A.H Nasution diganti oleh Mayor Jenderal Sarbini dan Presiden juga mengangkat menteri baru yang dianggap masyarakat sebagai pro-PKI. Hal ini yang memicu demontrasi lebih besar di masyarakat yang juga didukung TNI-AD.

Adanya perkembangan politik tanpa kepastian, mamaksa TNI-AD melakukan tekanan-tekanan kepada presiden. Presiden akhirnya mengeluarkan Surat Perintah kepada Menteri Panglima Angkatan Darat, Jenderal Suharto pada tanggal 11 Maret 1966 yang dikenal dengan sebutan  Surat Perintah Sebelas Maret. Supersemar telah memberi  TNI-AD berupa legitimasi politik untuk berperan  formal dalam mengatasi situasi pasca G-30/S.

Sehari setelah adanya Supersemar yaitu tanggal 12 Maret 1966, Suharto membubarkan PKI beserta seluruh organisasi berada di bawahnya dari Pusat sampai Daerah dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang diseluruh wilayah Indonesia. Akhirnya posisi Suharto semakin kuat ketika MPRS yang  anggotanya telah dibersihkan dari orang-orang PKI dalam Sidang Umumnya berhasil membuat keputusan-keputusan yang berisi penguatan legitimasi peranan politik Angkatan Darat serta mengurangi kekuasaan Sukarno.

Diantara ketetapan MPRS tersebut adalah Ketetapan No. IX / MPRS/1966 tentang pengukuhan “Surat Perintah Sebelah Maret” yang mengesahkan kekuasaan politik Suharto sebagaimana terkandung dalam Surat Perintah tersebut hingga terbentuknya MPR hasil pemilihan umum dan Ketetapan No. XIII/MPRS/1966, yang memberi kekuasaan kepada Letjen Suharto untuk membentuk kabinet baru menggantikan Kabinet Dwikora dengan tugas pokok membina perekonomian dan pembangunan. Kemudian Ketetapan No.XV/MPRS/1966 yang memberi kuasa kepada Suharto untuk memegang jabatan presiden jika sewaktu-waktu presiden berhalangan, sedangkan Ketetapan No. XXV/MPRS/1966 berisi pengesahan pembubaran PKI, yang telah dilaksanakan Suharto tanggal 12 Maret 1966. Pada tnggal 25 Juli 1966 Jenderal Suharto membentuk kabinet baru sesuai keputusan MPRS dengan nama Kabinet Ampera.

Tertumpasnya pemberontakan G 30/S oleh TNI merupakan batas toleransi terakhir yang diberikan tentara terhadap cara berpikir partai politik, yang dianggapnya selalu memunculkan konflik. Keinginan membentuk negara yang demokratis sebagaimana kehidupan politik di negara-negara Barat,dianggap oleh TNI belum serasi untuk diterapkan di negara yang baru merdeka seperti Indonesia. Oleh karena itu, akhirnya munculnya kepemimpinan dari golongan tentara (Todiruan Dydo,1989:92-93).

Akhirnya Sukarno tidak bertindak untuk melawan kekuatan-kekuatan baru tersebut. Tindakan Suharto yang berhasil menguasai situasi menyebabkan Sukarno terpaksa turun dari kekuasaannya dan Suharto membentuk pemerintahan baru yang dikenal sebagai Orde Baru.

        4.         Pemerintahan Orde Baru

Surat Perintah Sebelas Maret atau yang disingkat menjadi Supersemar adalah surat perintah yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966.
Surat ini berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.

Pemberlakuan Supersemar 1966 mengakibatkan peristiwa :

a.               Penyerahan pemerintahan Republik Indonesia dari Soekarno kepada pejabat sementara yaitu Soeharto

b.              Pengangkatan Soeharto menjadi koordinator keamanan

c.                Pemberhentian Soekarno sebagai presiden oleh MPRS dan

d.              penunjukan Soeharto sebagai pejabat sementara presiden Pemberian wewenang kepada Soeharto untuk mengatasi keaamanan

 

a.   Latar belakang Orde Baru

1)    Terjadinya G30SPKI

G30SPKI merupakan suatu gerakan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia. Gerakan ini membuat kondisi ketertiban dan stabilitas di Indonesia menjadi kacau. Soeharto ( yang nanti akan menjadi presiden di orde baru ) pun diperintahkan untuk menanganinya. Hal ini membuat Soeharto mendapat integritas yang kuat.

2)    Keadaan Perekonomian Memburuk

Keadaan Perekonomian yang kian hari kian memburuk, terjadi inflasi sebanyak 6x lipat , kenaikan harga bahan bakar, devaluasi nilai rupiah.

 

 

3)    Menentang G30SPKI

Rakyat sangat marah terhadap Gerakan 30 September dan mengutuk segala perbuatan yang dilakukan oleh PKI. Rakyat menuntut agar PKI dibubarkan dan tokoh - tokoh PKI dihakimi. Hal ini terjadi karena PKI telah banyak PKI melakukan tindakan – tindakan keji terhadap rakyat.

Pembentukan Front Pancasila. Beberapa kesatuan organisasi seperti KAPPI , KAMI , KASI bergabung membentuk Front Pancasila atau Angakatan 66 untuk menghancurkan tokoh G30SPKI.

4)    Tiga Tuntutan Rakyat ( Tritura )

Tiga Tuntutan Rakyat atau yang sering dikenal dengan Tritura ini berisi:

·         Pembubaran organisasi PKI

·         Pembersihan Kabinet Dwikora

·         Penurunan harga-harga barang

5)    Merosotnya Wibawa Soekarno

Kekuasaan dan wibawa Presiden Soekarno semakin merosot setelah usaha untuk mengadili tokoh yang ikut dalam Gerakan 30 September 1965.

6)    TAP MPRS No XXXIII / 1967 MPRS

TAP MPRS No XXXIII / MPRS / 1967 ini berisi pencabutan segala bentuk jabatan Presiden Soekarno. Setelah berlakunya Supersemar , kehidupan berbangsa dan bernegara pun mulai ditata. Dengan dikeluarkannya Supersemar , pemerintah mendapat kepercayaan dari rakyat dan semakin meningkat. Namun setelah itu terjadi masalah dualisme. Soekarno sebagai presiden dan Soeharto menjadi pelaksana pemerintah. Masalah ini membuat Soeharto naik daun apalagi Soekarno menulis surat pengunduran diri dan menyerahkan kekuasaan pada Soeharto. Tanggal 23 Februari 1967 , MPRS mengadakan sidang untuk membicarakan tentang surat pengunduran diri Soekarno dan ingin mengangkat Soeharto menjadi presiden. Akhirnya Soeharto diangkat menjadi presiden pada tanggal 12 Maret 1968 atas dasar TAP MPRS No XLIV / MPRS / 1968.

b.  Kebijakan Orde Baru

1)    Pembentukan Kabinet Pembangunan

Setelah MPRS pada tanggal 27 Maret 1968 menetapkan Soeharto sebagai presiden RI untuk masa jabatan lima tahun, maka dibentuklah
Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut Panca Krida yang meliputi:

a.    Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi

b.   Menyusun dan melaksanakan Pemilihan Umum

c.    Mengikis habis sisa-sisa Gerakan 30 September

d.   Membersihkan aparatur Negara di pusat dan daerah dari pengaruh PKI

2)    Pembubaran PKI dan Organisasi massanya

Membubarkan PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan Ketetapan TAP MPRS No IX / MPRS /1966, menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia berdasarkan TAP MRPS No XXV / MPRS / 1966

3)    Penyederhanaan Partai Politik

Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak didasarkan pada kesamaan ideology, tetapi lebih atas persamaan program.

4)    Pemilihan Umum

Selama masa Orde Baru pemerintah berhasil melaksanakan enam kali pemilihan umum, yaitu tahun 1971, 1977, 1985, 1987, 1992, dan 1997.

5)    Peran Ganda (Dwi Fungsi) ABRI

Untuk menciptakan stabilitas politik, pemerintah Orde Baru memberikan peran ganda kepada ABRI, yaitu peran Hankam dan sosial. Timbulnya pemberian peran ganda pada ABRI karena adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan POLRI dalam pemerintahan adalah sama di MPR dan DPR mereka mendapat jatah kursi dengan cara pengangkatan tanpa melalui Pemilu. Pertimbangan pengangkatan anggota MPR/DPR dari ABRI didasarkan pada fungsinya sebagai stabilitator dan dinamisator.

6)    Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)

Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) adalah referendum yang diadakan pada tahun 1969 di Papua Barat yang untuk menentukan status daerah bagian barat Pulau Papua, antara milik Belanda atau Indonesia.

·         Indonesia masuk dalam organisasi PBB

·         Menyelesaikan konfrontasi dengan Malaysia

·         Aktif dalam organisasi Internasional

Orde baru yang berkuasa selama 32 tahun akhirnya mengalami kemerosotan yang disebabkan oleh Korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) Banyaknya keterlibatan ABRI dalam setiap aspek kehidupan. Pembangunan tidak merata Dibatasinya gerak warga Tionghoa Kebebasan berpendapat sangat terbatas Penggunaan kekerasan dan pengasingan Pemerintahan yang sama dan politik absolut

c.   Tumbangnya Orde Baru

Pemberontakan G-30/S yang gagal telah membawa perubahan tatanan kehidupan sosial,politik dan ekonomi di Indonesia. Peranan golongan tentara yang berhasil menumpas G-30/S menaikan citranya di mata masyarakat. Munculnya Jenderal Suharto sebagai kepala negara baru, memperluas peran TNI dalam aspek sosial-politik. Dalam perjalanan pemerintahan Orde Baru selanjutnya, keadaan bercorak militer dihampir semua sektor kegiatan kekuasaan pemerintahan. Hal ini pada akhirnya juga menimbulkan kritik dari masyarakat, terutama dari kalangan mahasiswa yang ketika lahirnya pemerintahan Orde Baru, mereka berperan sangat besar (Todiruan Dydo, 1989: 105).

Setelah berkuasa hampir 32 tahun akhirnya Presiden Suharto juga ditumbangkan oleh aksi demonstrasi besar-besaran bahkan menuju pada tindakan anarkhis. Demontrasi yang dipelopori mahasiswa tersebut terjadi ketika pada akhir tahun 1997, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang berlarut-larut. Pemerintah Suharto dianggap menyuburkan praktek KKN (Korupsi,Kolusi dan Nepotisme). Puncaknya pada tahun 1998 Suharto terpaksa mengundurkan diri sebagai presiden dan digantikan oleh wakilnya B.J Habibie sehingga Orba akhirnya berakhir.

 

     5.   Era Reformasi

Setelah berkuasa hampir 32 tahun akhirnya Presiden Suharto juga ditumbangkan oleh aksi demonstrasi besar-besaran bahkan menuju pada tindakan anarkhis. Demontrasi yang dipelopori mahasiswa tersebut terjadi ketika pada akhir tahun 1997, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang berlarut-larut. Pemerintah Suharto dianggap menyuburkan praktek KKN (Korupsi,Kolusi dan Nepotisme).

Bersumber dari kesalahan pembangunan ekonomi ,berbagai kesulitan yang dihadapi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupannya semakin hari semakin bertambah berat. Demonstrasi-demonstrasi yang dipelopori para mahasiswa telah mendorong terjadinya krisis sosial. Kerusuhan, kekacauan, pembakaran, dan penjarahan merupakan fenomena yang terus terjadi di beberapa daerah

Sementara, pemerintahan Orde Baru sendiri tidak mampu mengatasi krisis politik yang berkembang. Oleh karena itu, satu-satunya jawaban yang dipandang paling realistik adalah menuntut Presiden Suharto untuk mengundarkan diri dari jabatannya sebagai presiden. Pemerintahan Orde Baru dan Presiden Suharto dipandang sudah tidak mampu menciptakan kondisi kehidupan yang lebih baik sehingga perlu diganti.

Krisis hukum juga belum dapat direalisasikan. Bahkan dalam praktiknya, kekuasaan kehakiman menjadi pelayan kepentingan para penguasa. Bersamaan dengan krisi moneter, ekonomi, dan politik telah terjadi krisis di bidang hukum (peradilan). Keadaan itulah yang menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Orde Baru pimpinan Presiden Suharto. Untuk mengatasi krisis multidimensional tersebut, maka satu-satu jalan adalah melaksanakan reformasi total dalam berbagai bidang kehidupan. Para mahasiswa sebagai pelopor gerakan reformasi mengajukan berbagai tuntutan:

1)     Adili Suharto dan kroni-kroninya,

2)     Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN,

3)     Tegakkan supremasi hukum.

Untuk memenuhi tuntutan mahasiswa, Presiden Suharto mengundang tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh nasional untuk membentuk Dewan Reformasi yang beranggotakan tokoh agama dan tokoh nasional. Tokoh-tokoh tersebut menolak panggilan dan ajakan Suharto sehingga Presiden Suharto mengundurkan diri.

Puncak aksi mahasiswa terjadi pada tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang berlangsung secara damai telah berubah menjadi aksi kekerasan, setelah tertembaknya empat orang mahasiswa, yaitu Elang Mulia Lesmana, Hendriawan Lesmana, Heri Hertanto, dan Hafidhin Royan. Sedangkan para mahasiswa yang menderita luka ringan dan luka parah pun tidak sedikit jumlahnya, setelah bentrok dengan aparat keamanan yang berusaha membubarkan para demonstran. Pada waktu tragedi Trisakti terjadi, Presiden Suharto sedang menghadiri KTT G-15 di Kairo, Mesir. Masyarakat menuntut Presiden Suharto sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan bertanggung jawab atas tragedi tersebut.

Pada tanggal 15 Mei 1998, Presiden Suharto kembali ke Tanah Air dan masyarakat menuntut agar Presiden Suharto mengundurkan diri. Kunjungan para mahasiswa ke gedung DPR/MPR yang semula untuk mengadakan dialog dengan para pimpinan DPR/MPR telah berubah menjadi mimbar bebas. Para mahasiswa lebih memilih tetap tinggal di gedung wakil rakyat itu, sebelum tuntutan reformasi total dipenuhinya. Akhirnya, tuntutan mahasiswa tersebut mendapat tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR/MPR. Pada tanggal 18 Mei 1998, pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Suharto mengundurkan diri.

Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.

Reformasi merupakan suatu perubahan tatatan perikehidupan lama ke tatanan perikehidupan baru yang lebih baik. Gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 merupakan suatu gerakan yang bertujuan untuk melakukan perubahan dan pembaruan, terutama perbaikan tatanan perikehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial. Dengan demikian, gerakan reformasi telah memiliki formulasi atau gagasan tentang tatanan perikehidupan baru menuju terwujudnya Indonesia baru. Gerakan reformasi merupakan sebuah perjuangan karena hasil-hasilnya tidak dapat dinikmati dalam waktu yang singkat. Hal ini dapat dimaklumi karena gerakan reformasi memiliki agenda pembaruan dalam segala aspek kehidupan. Oleh karena itu, semua agenda reformasi tidak mungkin dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan dan dalam waktu yang singkat. Tujuan gerakan reformasi untuk memperbaharui tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara agar sesuai dengan cita-cita proklamasi, serta sesuai dengan jiwa pancasila, baik dalam bidang ekonomi, politik, hukum dan sosial.

Agenda reformasi, secara umum adalah sebagai berikut:

a.    Adili suharto dan kroninya

b.   Amandemen UUD 1945, agar kekuasaan  tidak disalahgunakan lagi oleh penguasa

c.    Penghapusan Dwifungsi ABRI, agar ABRI lebih profesional

d.   Otonomi daerah, mengurangi sentralistik

e.    Supremasi Hukum

f.     Pemerintahan yang bersih dari KKN

 

D.   Aktivitas Pembelajaran

LK 7.1 Beberapa permasalahan materi Sejarah Indonesia Kontemporer dalam Pembelajaran Sejarah

1.   Bagi kelas menjadi beberapa kelompok!

Lakukan analisis permasalahan berikut :

a.    Mengapa Indonesia menjadi sasaran invansi Jepang pada Perang Dunia II?

b.   Mengapa pada awal kemerdekaan, Indonesia pernah menerapkan sistem pemerintahan RIS?

c.    Mengapa Dekrit Presiden 5 Juli 1959 diterima sebagai keputusan sah pemerintah oleh berbagai elemen bangsa?

 

2. Diskusikan beberapa peristiwa berikut ini, kemudian tulis hasil diskusinya dalam format.

No

Fakta dan Peristiwa

Latar belakang

Keterangan

1

Peristiwa Tanjung Morawa

…………………………………………………………......................

…………………………………………………………

2

Indonesia keluar sebagai anggota PBB

…………………………………………………………......................

…………………………………………………………

 

 

E.   Penilaian

1. Hakekat dari  perjanjian Kalijati pada tanggal 8 Maret 1942 adalah ....

A. Kekuasaan Pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia diserahkan kepada Pemerintahan Pendudukan Jepang.

B. Hindia Belanda dinyatakan vacum of power sehingga menjadi wilayah yang bebas dikuasai

C. Belanda  menguasai  kembali kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia

D.Kekuasaan Pendudukan Jepang di Indonesia  dikembalikan ke Pemerintahan Hindia Belanda

E. Indonesia mendukung Jepang dalam Perang Dunia II

 

2. Panitia Sembilan  merumuskan maksud dan tujuan pembentukan negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta. Namun selanjutnya, terdapat perubahan dari konsep asli Piagam Jakarta. Perubahan ini menghargai fakta historis bahwa rakyat Indonesia….

A.      menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal yang harus tetap dilestarikan

B.      terdiri dari berbagai agama dan aliran kepercayaan yang telah lama ada

C.      berdiri atas ribuan pulau besar dan kecil, dari Sabang sampai Merauke

D.     terdiri atas suku bangsa dan adat yang berbeda-beda namun disatukan dalam wadah NKRI

E.      menjunjung tinggi nilai-nilai gotong royong  dan  kerja sama

 

3. Pada Agresi Militer II, Belanda menangkap dan menahan tokoh-tokoh RI. Namun para pemimpin RI sebelumnya telah memberikan mandat untuk....

A.    membentuk PDRI

B.    membentuk KNIP

C.    mempersiapkan KMB

D.   mempersiapkan PRRI

E.    mengadakan Perjanjian Roem-Royen

 

 

F.   Referensi

Ahmad Syafii Maarif, 2003. Benedetto Croce dan Gagasannya Tentang Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Suara Muhammadiyah

Herbert Feith, 1995. Soekarno-Militer dalam Demokrasi Terpimpin. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Harold Crouch,1 999. Militer dan Politik di Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Kerstin Beise,  2004. Apakah Soekarno Terlibat Peristiwa G 30 S. Yogyakarta: Penerbit Ombak

Todiruan Dydo, 1989. Pergolakan Politik Tentara Sebelum dan Sesudah G 30 S/PKI. Jakarta:PT Golden Terayon Press.

Leo Suryadinata, 1992. Golakar dan Militer Studi Tentang Budaya Politik. Jakarta: LP3ES.

Lev Daniel S, 1967. The Political Role of the Army in Indonesia. San Fransisco: Chander Publishing Company.

Miriam Budiardjo, 1996. Demokrasi di Indonesia Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

M.C Ricklefs,1991, Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada Press

Mohammad Mahfud MD,2000. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Nugroho Notosusanto, 1977. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka

Priyo Budi Santoso,1995. Birokrasi Pemerintah Orde Baru, Perspektif Kulturaldan Struktural. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Sekretaris Negara RI,1994. Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia Latar Belakang Aksi dan Penumpasannya. Jakarta: Sekretaris Negara RI. Herbert Feith, 1995: Soekarno-Militer dalam Demokrasi Terpimpin. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Sartono Kartodirjo,1993. Pengantar Sejarah indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional, Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme Jilid2. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Sekretaris Negara RI,1994. Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia Latar Belakang Aksi dan Penumpasannya. Jakarta: Sekretaris Negara RI.

Sayidiman Suryohadiprojo,1996. Kepemimpinan ABRI dalam Sejarah dan Perjuangannya. Jakarta: Penerbit Intermasa

Soegiarso Soerojo,1988. Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai. Jakarta: Sri Murni

Yahya A. Muhaimin, 2002. Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia 1945-1966. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.

 


                                                                                    VIII.            Desain Pembelajaran Sejarah SMK

 

A.  Kompetensi

1.       Analisis KI Dan KD Sejarah SMK

Menganalisis keterkaitan antara SKL, KI-KD, dan Silabus Mata Pelajaran Sejarah dalam kaitannya untuk penentuan Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) dan materi pokok sebagai bahan pembelajaran dan penilaian dalam rangka pencapaian Kompetensi Dasar (KD)serta dapat mengembangkan nilai-nilai karakter terkait dengan olah hati, olah pikir, olah rasa dan karsa, serta olah raga yang dapat meningkatkan keterampilan Abad 21 terkait dengan keterampialn berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical Thinking and Problem Solving Skills), keterampilan berkolaborasi (Collaboration Skills), keterampilan berkreasi (Creativities Skills), dan keterampilan berkomunikasi (Commnication Skills).

 

2.       Model Pembelajaran Sejarah SMK

Memahami karakteristik dan prinsip pembelajaran Kurikulum 2013 serta penerapan pendekatan dan model pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran yang dapat meningkatkan penguasaan terhadap literasi dan meningkatkan keterampilan Abad 21 dalam kehidupan, baik di dalam maupun di luar kelas/sekolah.

 

3.       Pengembangan RPP

Menyusun rencana pembelajaran sejarah sesuai dengan prinsip dan sistematika yang berlaku dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama pendidikan karakter.

 

B.  Indikator Pencapaian Kompetensi

1.     Analisis KI Dan KD Sejarah SMK

·         Menganalisis keterkaitan antara SKL dan Kompetensi Inti Mata Pelajaran Sejarah

·         Menganalisis materi Sejarah pada Mata Pelajaran Sejarah

·         Mengembangkan Indikator Pencapaian Kompetensi Mata Pelajaran Sejarah

·         Menjelaskan konsep berpikir tingkat tinggi dan keterampilan abad 21 dalam Mata Pelajaran Sejarah

 

2.     Model Pembelajaran Sejarah SMK

·         Mengidentifikasi prinsip dan ketentuan pendekatan saintifik dalam Kurikulum 2013

·         Memahami sintak atau tahapan model-model pembelajaran

·         Merancang kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik

·         Merancang kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model-model pembelajaran Sejarah berdasar Kurikulum 2013

·         Mengembangkan pembelajaran berorientasi keterampilan berpikir tingkat
tinggi Higher Order Thinking Skills (HOTS)

·         Mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan karakter dan kecakapan abad 21 dalam pembelajaran Sejarah

 

3.     Pengembangan RPP

·         Menjelaskan pengertian RPP

·         Menjelaskan tujuan dan manfaat penyusunan RPP

·         Menyebutkan komponen RPP

·         Menyebutkan prinsip penyusunan RPP

·         Menyusun RPP mata pelajaran sejarah SMA

 

C.   Uraian Materi

1.     Analisis SKL, KI, dan KD Sejarah SMK

Analisis Standar Kelulusan (SKL) Dan Kompetensi Inti (KI)

 Analisis Standar Kelulusan (SKL) dan Kompetensi Inti (KI) merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh guru sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Dasar dalam melakukan analisis adalah Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 tentang SKL dan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi.

Berdasarkan Lampiran Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 yang dimaksud dengan Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan  lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas kriteria kualifikasi kemampuan peserta didik yang diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dan berdasarkan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016, Kompetensi Inti (KI) merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang harus dikuasai peserta didik. Kompetensi Inti dirancang untuk setiap kelas. Melalui kompetensi inti, sinkronisasi horizontal berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran pada kelas yang sama dapat dijaga. Selain itu sinkronisasi vertikal berbagai kompetensi dasar pada mata pelajaran yang sama pada kelas yang berbeda dapat dijaga pula.

Analisis dilakukan di awal tahun pelajaran, bukan pada saat proses tahun pelajaran berjalan. Tanpa melakukan analisis terhadap SKL dan KI dikhawatirkan proses pembelajaran yang dilaksanakan tidak jelas arah tujuannya.

Untuk melakukan analisis kompetensi dan mengembangkan IPK disarankan agar Anda memperhatikan karakteristik mata pelajaran Sejarah Indonesia tersebut di atas, serta mempelajari karakteristik peserta didik dengan mengembangkan nilai utama karakter yaitu religiositas, nasionalisme, kemandirian, gotong-royong dan integritas, serta mengembangkan keterampilan Abad 21 terkait dengan keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical Thinking and Problem Solving Skills), keterampilan berkolaborasi (Collaboration Skills), keterampilan berkreasi (Creativities Skills), dan keterampilan berkomunikasi (Communication Skills) sesuai dengan karakteristik Kompetensi Dasar.

Adapun tujuan melakukan analisis pada SKL dan KI adalah:

a.       Analisis SKL

Tujuan analisis SKL untuk mengetahui arah capaian setiap peserta didik dalam menuntaskan pembelajaran yang dilakukan. Selama menjalani proses pembelajaran peserta didik harus mampu memenuhi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang sudah ditetapkan pada Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 pada setiap jenjang pendidikan.

b.      Analisis KI

Tujuan analisis KI untuk mengetahui apakah KI yang telah dirumuskan menunjang dalam pencapaian SKL. Terdapat empat KI yaitu KI sikap spiritual (KI-1), KI sikap sosial (KI-2), KI pengetahuan (KI-3), dan KI keterampilan (KI-4).

 

Langkah Analisis SKL dan KI yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

a.       Membaca dan memahami Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi;

b.      Melihat tuntutan yang ada pada deskripsi SKL dan KI;

c.       Memperhatikan:

·         dimensi pengetahuan pada SKL dan KI;

·         komponen pengetahuan/keterampilan pada SKL dan KI;

·         tempat penerapan yang digambarkan pada SKL dan KI.

d.      Melihat keterkaitan antara SKL dengan KI.

Untuk memudahkan pemahaman dalam melakukan analisis SKL dan KI disajikan contoh- contoh di bawah ini:

 

Tabel 5. Contoh Analisis SMK Sejarah Kelas XI

NO

STANDAR KELULUSAN

KOMPETENSI INTI

HASIL ANALISIS

1

SKL Pengetahuan:

Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat teknis, spesifik, detil, dan kompleks berkenaan dengan:

1.      Ilmu pengetahuan,

2.      teknologi,

3.      seni,

4.      budaya,dan

5.      humaniora.

Mampu mengaitkan pengetahuan di atas dalam konteks diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, serta kawasan regional dan internasional.

Kompetensi Inti Pengetahuan (KI3):

3. Memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan

1.      Antara SKL dan KI peserta didik dituntut memahami, menerapkan, dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual dan procedural berdasarkan rasa ingin tahunya dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidangkajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah;

2.      Dst.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

MemilikiKeterampilan: Berpikir dan bertindak:

1.     kreatif,

2.     produktif,

3.     kritis,

4.     mandiri,

5.     kolaboratif,dan

6.     komunikatif.

minat untuk memecahkan masalah

Kompetensi Inti Keterampilan (KI4):

4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan

 

1. Mengolah, menalar, dan menyajikan dalam ranah konkret dan ranah abstrak pada rumusan KI merupakan langkah untuk mengantarkan peserta didik untuk berpikir dan bertindak kreatif, produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, dan komunikatif melalui pendekatan ilmiah

 

Analisis Kompetensi dan pengembangan IPK dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut :

3.6   Menganalisis perkembangan kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan budaya  ada masa kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia serta menunjukkan contoh bukti-bukti yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini

4.6 Menyajikan hasil penalaran dalam bentuk tulisan tentang nilai-nilai dan unsur budaya yang berkembang pada masa kerajaan Hindu dan Buddha yang masih berkelanjutan dalam kehidupan bangsa Indonesia pada masa kini

a.       Kutip pasangan Kompetensi Dasar (KD), misalnya untuk Sejarah Indonesia kelas X SMA

 

 

 

 

b.      Pisahkan kemampuan berfikir yang dinyatakan dengan kata kerja dengan materi, seperti pada Tabel  berikut :

KD

Kompetensi/Kata Kerja

Materi

3.6

Menganalisis

·    Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha; kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan budaya

·    Bukti-bukti kehidupan pengaruh Hindu dan Buddha yang masih ada sampai masa kini.

4.6

Menyajikan hasil penalaran dalam bentuk tulisan (membuat tulisan)

·    Nilai-nilai dan unsur budaya yang berkembang pada masa kerajaan Hindu dan Buddha yang masih berkelanjutan dalam kehidupan bangsa Indonesia pada masa kini

 

c.       Perhatikan kemampuan berpikir yang terdapat dalam kata kerja pada KD-KI 3 maupun KD-KD 4, ada kemungkinan kemampuan berpikir tersebut membutuhkan kemampuan berpikir awal sebagai prasyarat yang harus dikusai peserta didik sebelumnya, baik yang di SMA maupun di SMP. Sebagai contoh; untuk KD 3.6 diatas, sebelum peserta didik memiliki kompetensi untuk menganalisis, maka peserta didik harus memiliki kompetensi sebelumnya yaitu: mengingat, memahami dan menerapkan dan membedakan. Kata kerja tersebut menjadi penanda untuk tercapainya kompetensi pada KD. Pada KD 4.6, sebelum peserta didik memiliki kompetensi keterampilan untuk menyajikan hasil penalaran dalam bentuk tulisan (membuat tulisan) yang menurut taksonomi Anderson termasuk dalam menciptakan, maka peserta didik harus memiliki kompetensi sebelumnya yaitu: mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, dan menilai. Selain itu perlu diperhatikan juga apakah kemampuan berpikir tersebut merupakan kemampuan berpikir tingkat rendah (Lower Order Thinking Skills (LOTS)) atau kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills (HOTS)). HOTS digunakan dalam rumusan kompetensi dalam SKL dan Standar Isi. Dalam RPP, guru dapat mengembangkan HOTS yang terdapat pada setiap KD sampai tingkat tertinggi yaitu mencipta. Selain itu guru dapat mengintegrasikan literasi dan nilai-nilai karakter, serta keterampilan Abad 21 (Collaboration Skills) dalam kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Dalam menganalisis KD, terutama dalam memecahkan suatu rumusan aspek kompetensi KD, guru dapat menggunakan kemampuan yang tercantum pada kolom 2 tabel di atas, dan kata kerja yang terdapat pada kolom kanan untuk merumuskan IPK.

Contoh:

Pada KD 3.6. contoh IPK yang dapat dikembangkan untuk mendorong proses pembelajaran yang mendorong peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, dan memupuk karakter rasa ingin tahu, gigih, serta kemandirian adalah membedakan persamaan dan perbedaan kehidupan pada masa kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia dan menganalisis hasil persamaan dan perbedaan kehidupan pada masa kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia.

Untuk selanjutnya, dari uraian materi (dalam KD) terdapat beberapa istilah atau materi dasar (esensial) yang harus dipahami dan dikuasai oleh peserta didik, yaitu kehidupan masyarakat, pemerintah, budaya, dan bukti-bukti pengaruh Hindu dan Buddha yang masih ada sampai dengan masa kini.

Tabel 6. Tahapan Kemampuan Berpikir dan Materi

KD

Kemampuan Berpikir

Kemampuan Berpikir Jembatan

Materi

KD 3.6.

Menganalisis

·    Menjelaskan

·    Menanggapi

·    Membandingkan Persamaan

·    Membandingkan perbedaan

·    Mengkaitkan

·    Kehidupan masyarakat kerajaan-kerajaan Hindu dan Budhha di Indonesia

·    Kehidupan pemerintahan kerajaan-kerajaan Hindu dan Budhha di Indonesia

·    Perkembangan Budaya kerajaan-kerajaan Hindu dan Budhha di Indonesia

·    Bukti-bukti pengaruh Hindu dan Buddha yang ada pada masa kini

KD 4.6

Menyajikan hasil pelaran dalam bentuk tulisan

·    Menyusun laporan

·    Menyajikan

·    Nilai-nilai dan unsur budaya yang berkembang pada masa kerajaan Hindu dan Buddha yang masih berkelanjutan dalam kehidupan bangsa Indonesia pada masa kini

 

a.       Perumusan Indikator Pencapaian Kompetensi

Pengembangan indikator dan materi pembelajaran merupakan dua kemampuan yang harus dikuasai oleh seorang guru sebelum mengembangkan RPP dan melaksanakan pembelajaran. Analisis yang dilakukan guru terhadap SKL, KI, dan KD dapat membantu guru dalam mengembangkan IPK yang dijadikan dasar dalam menentukan pembelajaran dengan meningkatkan nilai-nilai karakter melalui kegiatan literasi dan pengembangan keterampilan Abad 21. Pendidik dapat merumuskan indikator pencapaian kompetensi pengetahuan terkait dengan dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif serta indikator keterampilan berkaitan tidak hanya keterampilan bertindak, tetapi juga keterampilan berpikir yang juga dikatakan sebagai keterampilan abstrak dan konkret.

 

Pengembangan IPK memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a.    Tentukanlah proses berpikir yang akan dilakukan oleh peserta didik untuk mencapai kompetensi minimal yang ada padaKD;

b.   Rumusan IPK menggunakan kata kerja operasional (KKO) yang bisa diukur;

c.    Dirumuskan dalam kalimat yang simpel, jelas, dan mudahdipahami;

d.   Tidak menggunakan kata yang bermakna ganda;

e.    Hanya mengandung satu tindakan;

f.     Memperhatikan karakteristik mata pelajaran, potensi, dan kebutuhan peserta didik, sekolah, masyarakat, dan lingkungan/daerah.

 

IPK kunci, IPK pendukung, dan IPK pengayaan

a.       Indikator Kunci

·         Indikator yang sangat memenuhi kriteria UKRK (Urgensi, Keterkaitan, Relevansi, Keterpakaian).

·         Kompetensi yang dituntut adalah kompetensi minimal yang terdapat pada KD.

·         Memiliki sasaran untuk mengukur ketercapaian standar minimal dari KD.

·         Dinyatakan secara tertulis dalam pengembangan RPP dan harus teraktualisasi dalam pelaksanaan proses pembelajaran, sehingga kompetensi minimal yang harus dikuasai peserta didik tercapai berdasarkan tuntutan KD matapelajaran.

b.      Indikator Pendukung

·         Membantu peserta didik memahami indikatorkunci.

·         Dinamakan juga indikator prasyarat yang berarti kompetensi yang sebelumnya telah dipelajari peserta didik, berkaitan dengan indikator kunci yangdipelajari.

c.       Indikator Pengayaan

·         Mempunyai tuntutan kompetensi yang melebihi dari tuntutan kompetensi dari standar minimal KD.

·         Tidak selalu harus ada.

·         Dirumuskan apabila potensi peserta didik memiliki kompetensi yang lebih tinggi dan perlu peningkatan yang baik dari standar minimal KD.

Indikator kunci harus menjadi fokus perhatian guru dalam pelaksanaan penilaian karena indikator kuncilah yang menjadi tolok ukur dalam mengukur ketercapaian kompetensi minimal peserta didik berdasarkan Kompetensi Dasar. Dengan kata lain, indikator kunci adalah indikator yang harus diujikan kepada peserta didik (dinilai).

Sedangkan indikator pendukung dan indikator pengayaan dalam melakukan penilaian disesuaikan dengan tingkat kebutuhan pemahaman peserta didik terhadap indikator kunci yang telahdiberikan.

Tabel 7. Contoh penyusunan IPK dari KD. 3.6

KD

IPK

3.6 Menganalisis perkembangan kehidupan masyarakat,pemerintahan, dan budaya pada masa kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia serta menunjukkan contoh bukti-bukti yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini

IPK Penujang

3.6.1 Menjelaskan perkembangan kehidupan masyarakat kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia.

3.6.2 Menanggapi perkembangangan kehidupan masyarakat pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia

3.6.3 Membandingkan persamaan perkembangan kehidupan pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia

3.6.4 Membandingkan persamaan perkembangan kehidupan pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia

3.6.5 Membandingkan perbedaan perkembangan kehidupan pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia

 

IPK Kunci

3.6.5 Mengkaitkan perkembangan politik kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia

3.6.6 Menemukan contoh bukti-bukti kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan budaya kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha pada masyarakat Indonesia masa kini

 

IPK Pengayaan (tidak wajib)

3.67 Menyimpulkan hasil temuan bukti-bukti kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan budaya kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha pada masyarakat Indonesia masa kini

4.6 Menyajikan hasil penalaran dalam bentuk tulisan tentang nilai-nilai dan unsur budaya yang berkembang pada masa kerajaan Hindu dan Buddha yang masih berkelanjutan dalam kehidupan bangsa Indonesia pada masa kini

IPK Penunjang

4.6.1 Merancang penelitian sederhana tentang nilai-nilai dan unsur budaya yang berkembang pada masa kerajaan Hindu dan Buddha yang masih berkelanjutan dalam kehidupan bangsa Indonesia pada masa kini.

 

 

 

IPK Kunci

4.6.2 Menyajikan hasil penelitian sederhana dalam bentuk laporan tertulis tentang nilai-nilai dan unsur budaya yang berkembang pada masa kerajaan Hindu dan Buddha yang masih berkelanjutan dalam kehidupan bangsa Indonesia pada masa kini

 

b.      Konsep Berpikir Tingkat Tinggi

Pembelajaran yang berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi adalah pembelajaran yang melibatkan 3 aspek keterampilan berpikir tingkat tinggi yaitu: transfer of knowledge, critical and creative thinking, dan problem solving. Dalam proses pembelajaran keterampilan berpikir tingkat tinggi tidak memandang level KD, apakah KD nya berada pada tingkatan C1, C2, C3, C4, C5, atau C6.

a.         Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Transfer of Knowledge

Keterampilan berpikir tingkat tinggi erat kaitannya dengan keterampilan berpikir sesuai dengan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang menjadi satu kesatuan dalam proses belajar dan mengajar.

1)       Ranah Kognitif

Ranah kognitif meliputi kemampuan dari peserta didik dalam mengulang atau menyatakan kembali konsep/prinsip yang telah dipelajari dalam proses pembelajaran yang telah didapatnya. Proses ini berkenaan dengan kemampuan dalam berpikir, kompetensi dalam mengembangkan pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan, dan penalaran. Tujuan pembelajaran pada ranah kognitif menurut Bloom merupakan segala aktivitas pembelajaran menjadi enam tingkatan sesuai dengan jenjang terendah sampai tertinggi.

Tabel 8. Proses Kognitif sesuai dengan level kognitif  Bloom.

 

PROSES KOGNITIF

DEFINISI

C1

 

L O T S

Mengingat

Mengambil   pengetahuan  yang relevan dari ingatan

C2

Memahami

Membangun arti      dari     proses pembelajaran, termasuk komunikasi lisan, tertulis, dan gambar

C3

Menerapkan/ Mengaplikasikan

Melakukan atau menggunakan prosedur di dalamsituasi yang tidak biasa

 

C4

HOTS

 

Menganalisis

Memecah materi ke dalam bagian-bagiannya dan menentukan bagaimana bagian-bagian itu terhubungkan antar bagian dan kestruktur atau tujuan keseluruhan

C5

Menilai/ Mengevaluasi

Membuat pertimbangan berdasarkan kriteria atau standar

 

C6

 

Mengkreasi/ Mencipta

Menempatkan unsur-unsur secara bersama-sama untuk membentuk keseluruhan secara koheren atau fungsional; menyusun kembali unsur-unsur kedalam pola atau struktur baru

 

Anderson dan Krathwoll melalui taksonomi yang direvisi memiliki rangkaian proses-proses yang menunjukkan kompleksitas kognitif dengan menambahkan dimensi pengetahuan, seperti:

1)     Pengetahuan faktual, Pengetahuan faktual berisi elemen-elemen dasar yang  harus diketahui para peserta didik jika mereka akan dikenalkan dengan suatu disiplin atau untuk memecahkan masalah apapun di dalamnya. Elemen-elemen biasanya merupakan simbol-simbol yang berkaitan dengan beberapa referensi konkret, atau "benang-benang simbol" yang menyampaikan informasi penting. Sebagian terbesar, pengetahuan faktual muncul pada level abstraksi yang relatif rendah. Dua bagian jenis pengetahuan faktualadalah:

·      Pengetahuan terminologi meliputi nama-nama dan simbol-simbol verbal dan nonverbal tertentu (contohnya kata-kata, angka-angka, tanda-tanda, dan gambar-gambar).

·      Pengetahuan yang detail dan elemen-elemen yang spesifik mengacu pada pengetahuan peristiwa-peristiwa, tempat-tempat, orang-orang, tanggal, sumber informasi, dansemacamnya.

2)        Pengetahuan konseptual, pengetahuan konseptual meliputi skema-skema, model-model mental, atau teori-teori eksplisit dan implisit dalam model-model psikologi kognitif yang berbeda. Pengetahuan konseptual meliputi tigajenis:

·      Pengetahuan klasifikasi dan kategori meliputi kategori, kelas, pembagian, dan penyusunan spesifik yang digunakan dalam pokok bahasan yangberbeda;

·      Prinsip dan generalisasi cenderung mendominasi suatu disiplin ilmu akademis dan digunakan untuk mempelajari fenomena atau memecahkan masalah- masalah dalam disiplin ilmu;dan

·      Pengetahuan teori, model, dan struktur meliputi pengetahuan mengenai prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi bersama dengan hubungan- hubungan di antara mereka yang menyajikan pandangan sistemis, jelas, dan bulat mengenai suatu fenomena, masalah, atau pokok bahasan yang kompleks.

3)        Pengetahuan prosedural, "pengetahuan mengenai bagaimana" melakukan sesuatu. Hal ini dapat berkisar dari melengkapi latihan-latihan yang cukup rutin hingga memecahkan masalah-masalah baru. Pengetahuan prosedural sering mengambil bentuk dari suatu rangkaian langkah-langkah yang akan diikuti. Hal ini meliputi pengetahuan keahlian-keahlian, algoritma-algoritma, teknik-teknik, dan metode-metode secara kolektif disebut sebagaiprosedur-prosedur.

·   Pengetahuan keahlian dan algoritma spesifik suatusubjek.

·   Pengetahuan prosedural dapat diungkapkan sebagai suatu rangkaian langkah-langkah, yang secara kolektif dikenal sebagai prosedur. Kadangkala langkah-langkah tersebut diikuti perintah yang pasti, di waktu yang lain keputusan-keputusan harus dibuat mengenai langkah mana yang dilakukan selanjutnya. Dengan cara yang sama, kadang-kadang hasil akhirnya pasti, dalam kasus lain hasilnya tidak pasti. Meskipun proses tersebut bisa pasti atau lebih terbuka, hasil akhir tersebut secara umum dianggap pasti dalam bagian jenispengetahuan.

·   Pengetahuan teknik dan metode spesifik suatusubjek.

·   Pengetahuan teknik dan metode spesifik suatu subjek meliputi pengetahuan yang secara luas merupakan hasil dari konsensus, persetujuan, atau norma- norma disipliner daripada pengetahuan yang lebih langsung merupakan  suatu hasil observasi, eksperimen, atau penemuan. Bagian jenis pengetahuan ini secara umum menggambarkan bagaimana para ahli dalam bidang atau disiplin ilmu tersebut berpikir dan menyelesaikan masalah-masalah daripada hasil-hasil dari pemikiran atau pemecahan masalah tersebut.

·           Pengetahuan kriteria untuk menentukan kapan menggunakan prosedur- prosedur yangtepat.

·           Sebelum terlibat dalam suatu penyelidikan, para peserta didik diharapkan dapat mengetahui metode-metode dan teknik-teknik yang telah digunakan dalam penyelidikan-penyelidikan yang sama. Pada suatu tingkatan nanti dalam penyelidikan tersebut, mereka dapat diharapkan untuk menunjukkan hubungan-hubungan antara metode-metode dan teknik-teknik yang mereka benar-benar lakukan dan metode-metode yang dilakukan oleh peserta didik lain.

4)       Pengetahuan metakognitif, Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan mengenai kesadaran secara umum sama halnya dengan kewaspadaan dan pengetahuan tentang kesadaran pribadi seseorang. Penekanan kepada peserta didik untuk lebih sadar dan bertanggung jawab terhadap pengetahuan dan pemikiran mereka sendiri. Perkembangan para peserta didik akan menjadi lebih sadar dengan pemikiran mereka sendiri sama halnya dengan lebih banyak  mereka mengetahui kesadaran secara umum, dan ketika mereka bertindak dalam kewaspadaan ini, mereka akan cenderung belajar lebih baik.

·      Pengetahuan strategi.

     Pengetahuan strategi adalah pengetahuan mengenai strategi-strategi umum untuk pembelajaran, berpikir, dan pemecahan masalah.

·      Pengetahuan mengenai tugas kognitif, termasuk pengetahuan kontekstual dankondisional.

     Para peserta didik mengembangkan pengetahuan mengenai strategi-strategi pembelajaran dan berpikir, pengetahuan ini mencerminkan baik strategi- strategi umum apa yang digunakan dan bagaimana mereka menggunakan.

·      Pengetahuan diri.

                 Kewaspadaan diri mengenai keluasan dan kedalaman dari dasar pengetahuan dirinya merupakan aspek penting pengetahuan diri. Para peserta didik perlu memperhatikan terhadap jenis strategi yang berbeda. Kesadaran seseorang cenderung terlalu bergantung pada strategi tertentu, dimana terdapat strategi-strategi lain yang lebih tepat untuk tugas tersebut, dapat mendorong ke arah suatu perubahan dalam penggunaan strategi.

Kata kerja yang digunakan dalam proses pembelajaran sesuai dengan ranah kognitif Bloom adalah sebagai berikut:

 

 

 

 

 

Tabel 9. Kata Kerja Operasional Ranah Kognitif

Mengingat (C1)

Memahami (C2)

Mengaplikasikan (C3)

Menganalisis (C4)

Mengevaluasi (C5)

Mencipta/Membuat (C6)

Mengutip

Menyebutkan

Menjelaskan

Menggambar

Membilang

Mengidentifikasi

Mendaftar

Menunjukkan

Memberi indeks

Memasangkan

Membaca

Menamai

Menandai

Menghafal

Meniru

Mencatat

Mengulang

Mereproduksi

Meninjau

Memilih

Menabulasi

Memberi kode

Menulis

Menyatakan

Menelusuri

 

Memperkirakan

Menjelaskan

Menceritakan

Mengkategorikan

Mencirikan

Merinci

Mengasosiasikan

Membandingkan

Menghitung

Mengontraskan

Menjalin

Mendiskusikan

Mencontohkan

Mengemukakan

Mempolakan

Memperluas

Menyimpulkan

Meramalkan

Merangkum

Menjabarkan

Menggali

Mengubah

Mempertahankan

Mengartikan

Menerangkan

Menafsirkan

Memprediksi

Melaporkan

Membedakan

 

Menugaskan

Mengurutkan

Menentukan

Menerapkan

Mengalkulasi

Memodifikasi

Menghitung

Membangun

Mencegah

Menentukan

Menggambarkan

Menggunakan

Menilai

Melatih

Menggali

Mengemukakan

Mengadaptasi

Menyelidiki

Mempersoalkan

Mengonsep

Melaksanakan

Memproduksi

Memproses

Mengaitkan

Menyusun

Memecahkan

Melakukan

Menyimulasikan

Menabulasi

Memproses

Membiasakan

Mengklasifikasi

Menyesuaikan

Mengoperasikan

Meramalkan

 

 

Mengaudit

Mengatur

Menganimasi

Mengumpulkan

Memecahkan

Menegaskan

Menganalisis

Menyeleksi

Merinci

Menominasikan

Mendiagramkan

Mengorelasikan

Menguji

Mencerahkan

Membagankan

Menyimpulkan

Menjelajah

Memaksimalkan

Memerintahkan

Mengaitkan

Mentransfer

Melatih

Mengedit

Menemukan

Menyeleksi

Mengoreksi

Mendeteksi

Menelaah

Mengukur

Membangunkan

Merasionalkan

Mendiagnosis

Memfokuskan

Memadukan

 

Membandingkan

Menyimpulkan

Menilai

Mengarahkan

Memprediksi

Memperjelas

Menugaskan

Menafsirkan

Mempertahankan

Memerinci

Mengukur

Merangkum

Membuktikan

Memvalidasi

Mengetes

Mendukung

Memilih

Memproyeksikan

Mengkritik

Mengarahkan

Memutuskan

Memisahkan

Menimbang

 

Mengumpulkan

Mengabstraksi

Mengatur

Menganimasi

Mengategorikan

Membangun

Mengkreasikan

Mengoreksi

Merencanakan

Memadukan

Mendikte

Membentuk

Meningkatkan

Menanggulangi

Menggeneralisasi

Menggabungkan

Merancang

Membatas

Mereparasi

Membuat

Menyiapkan

Memproduksi

Memperjelas

Merangkum

Merekonstruksi

Mengarang

Menyusun

Mengkode

Mengombinasikan

Memfasilitasi

Mengkonstruksi

Merumuskan

Menghubungkan

Menciptakan

Menampilkan

 

 

2)     Ranah Afektif

Kratwohl & Bloom juga menjelaskan bahwa selain kognitif, terdapat ranah afektif yang berhubungan dengan sikap, nilai, perasaan, emosi serta derajat penerimaan atau penolakan suatu objek dalam kegiatan pembelajaran dan membagi ranah afektif menjadi 5 kategori, yaitu seperti pada tabel dibawah.

Tabel 10. Ranah Afektif

PROSES AFEKTIF

DEFINISI

A1

Penerimaan

Semacam kepekaan dalam menerima rangsangan atau stimulasi daril uar yang datang pada diri peserta didik.

 

A2

 

Menanggapi

Suatu sikap yang menunjukkan adanya artisipasi aktif untuk mengikutsertakan dirinya dalam fenomenater tentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara.

A3

Penilaian

Memberikan nilai, penghargaan, dan kepercayaan terhadap suatu gejala atau stimulus tertentu.

A4

Mengelola

Konseptualisasi nilai-nilai menjadi sistem nilai, serta pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimiliki.

 

A5

 

Karakterisasi

Keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkahlakunya.

 

Kata kerja operasional yang dapat digunakan dalam ranah afektif dapat dilihat pada tabel berikut.

 

Tabel 11. Kata kerja operasional ranah afektif

Menerima (A1)

Merespon (A2)

Menghargai (A3)

Mengorganisasikan (A4)

Karakterisasi Menurut Nilai

(A5)

Mengikuti

Menganut

MematuhiMeminati

Menyenangi

Mengompromikan

Menyambut

Mendukung

Melaporkan

Memilih

Memilah

Menolak

Menampilkan

Menyetujui

Mengatakan

Mengasumsikan

Meyakini

Meyakinkan

Memperjelas

Menekankan

Memprakarsai

Menyumbang

Mengimani

Mengubah

Menata

Membangun

Membentuk pendapat

Memadukan

Mengelola

Merembuk

Menegosiasi

Membiasakan

Mengubah perilaku Berakhlak mulia

Melayani

Mempengaruhi

Mengkualifikasi

Membuktikan

Memecahkan

 

3)     Ranah Psikomotor

Keterampilan proses psikomotor merupakan keterampilan dalam melakukan pekerjaan dengan melibatkan anggota tubuh yang berkaitan dengan gerakfisik (motorik) yang terdiri dari gerakan refleks, keterampilan pada gerak dasar,  perseptual, ketepatan, keterampilan kompleks, ekspresif, dan interperatif. Keterampilan proses psikomotor dapat dilihat pada tabel dibawah.

 

Tabel 12. Proses Psikomotor

PROSES PSIKOMOTOR

DEFINISI

P1

Imitasi

Imitasi berarti menirutindakan seseorang.

 

 

P2

 

 

Manipulasi

Manipulasi berarti melakukan keterampilan atau  menghasilkan produk dengan cara mengikuti petunjuk umum, bukan berdasarkan observasi. Pada kategori ini, peserta didik dipandu melalui instruksi untuk melakukan keterampilan tertentu.

 

P3

 

Presisi

Presisi berarti secara independent melakukan keterampilan atau menghasilkan produk dengan akurasi, proporsi, dan ketepatan. Dalam Bahasa sehari-hari, kategori ini dinyatakan sebagai “tingkat mahir”.

 

P4

 

Artikulasi

Artikulasi artinya memodifikasi  keterampilan  atau produk agar sesuai dengan situasi baru, atau menggabungkan lebih dari satu keterampilan dalam urutan harmonis dan konsisten.

 

 

 

P5

 

 

 

Naturalisasi

Naturalisasi artinya menyelesaikan satu atau lebih keterampilan dengan mudah dan membuat keterampilan otomatis dengan tenaga fisik atau mental yang ada. Pada kategoriini, sifat aktivitas telah otomatis, sadar penguasaan aktivitas, dan penguasaan keterampilan terkait sudah pada tingkat strategis (misalnya dapat menentukan langkah yang lebih efisien).

 

 

Kata kerja operasional yang dapat digunakan pada ranah psikomotor dapat dilihat seperti pada tabel di bawah.

Tabel 13. Kata kerja operasional ranah psikomotor

Meniru (P1)

Manipulasi (P2)

Presisi (P3)

Artikulasi (P4)

Naturalisasi (P5)

Menyalin Mengikuti Mereplikasi Mengulangi Mematuhi Mengaktifkan Menyesuaikan MenggabungkanMengatur Mengumpulkan

Menimbang Memperkecil Mengubah

Kembali membuat

Membangun

Melakukan Melaksanakan Menerapkan  Mengoreksi MendemonstrasikanMerancang

Melatih Memperbaiki MemanipulasiMereparasi

Menunjukkan Melengkapi Menyempurnakan

Mengkalibrasi Mengendalikan Mengalihkan Menggantikan Memutar Mengirim Memproduksi Mencampur Mengemas Menyajikan

Membangun Mengatasi Menggabungkan- koordinat Mengintegrasikan

Beradaptasi Mengembangkan Merumuskan Memodifikasi master 

Mensketsa

Mendesain Menentukan

Mengelola Menciptakan

 

b.      Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Critical and Creative Thinking John Dewey mengemukakan bahwa berpikir kritis secara esensial sebagai sebuah proses aktif, dimana seseorang berpikir segala hal secara mendalam, mengajukan berbagai pertanyaan, menemukan informasi yang relevan dari pada menunggu informasi secara pasif (Fisher, 2009).

Berpikir kritism erupakan proses dimana segala pengetahuan dan keterampilan dikerahkan dalam memecahkan permasalahan yang muncul, mengambil keputusan, menganalisis semua asumsi yang muncul dan melakukan investigasi atau penelitian berdasarkan data dan informasi yang telah didapatkan sehingga menghasilkan informasi atau simpulan yang diinginkan.

 

Tabel 14. Elemen dasar tahapan keterampilan berpikir kritis, yaitu FRISCO

ELEMEN

DEFINISI

F

Focus

Mengidentifikasi masalah dengan baik.

R

Reason

Alasan-alasan yang diberikan bersifat logis atau tidak untuk disimpulkan seperti  yang telah ditentukan dalam permasalahan.

I

Inference

Jika alasan yang dikembangkan adalah tepat, maka alasan tersebut harus cukup sampai pada kesimpulan yang sebenarnya.

S

Situation

Membandingkan dengan situasi yang sebenarnya.

 

C

 

Clarity

Harus ada kejelasan istilah maupun penjelasan yang digunakan pada argumen sehingga tidakterjadikesalahandalammengambilkesimpulan.

O

Overview

Pengecekanterhadapsesuatu yang telahditemukan, diputuskan, diperhatikan, dipelajari, dan disimpulkan.

 

Keterampilan berpikir kritis dan kreatif berperan penting dalam mempersiapkan peserta didik agar menjadi pemecah masalah yang baik dan mampu membuat keputusan maupun kesimpulan yang matang dan mampu dipertanggungjawabkan secara akademis.

 

c.         Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Problem Solving

Keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai problem solving diperlukan dalam proses pembelajaran, karena pembelajaran yang dirancang dengan pendekatan pembelajaran berorientasi pada keterampilan tingkat tinggi tidak dapat dipisahkan dari kombinasi keterampilan berpikir dan keterampilan kreativitas untuk pemecahan masalah.

Keterampilan pemecahan masalah merupakan keterampilan para ahli yang memiliki keinginan kuat untuk dapat memecahkan masalah yang muncul pada kehidupan sehari- hari. Peserta didik secara individu akan memiliki eterampilan pemecahan masalah yang berbeda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Mourtos, Okamoto, dan Rhee, ada enam aspek yang dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana keterampilan pemecahan masalah peserta didik, yaitu:

1)      Menentukan masalah.

Mendefinisikan masalah, menjelaskan permasalahan, menentukan kebutuhan data dan informasi yang harus diketahui sebelum digunakan untuk mendefinisikan masalah sehingga menjadil ebih detail, dan mempersiapkan kriteria untuk menentukan hasil pembahasan darim asalah yang dihadapi;

2)      Mengeksplorasi masalah.

Menentukan objek yang berhubungan dengan masalah, memeriksa masalah yang terkait dengan asumsi, dan menyatakan hipotesis yang terkait dengan masalah;

3)      Merencanakan solusi.

Peserta didik mengembangkan rencanau ntuk memecahkan masalah, memetakan sub-materi yang terkait dengan masalah, memilih teori prinsip dan pendekatan yang sesuai dengan masalah, dan menentukan informasi untuk menemukan solusi;

4)      Melaksanakan rencana.

Pada tahap ini peserta didik menerapkan rencana yang telah ditetapkan;

5)      Memeriksa solusi.

Mengevaluasi solusi yang digunakan untukm emecahkan masalah; dan

6)      Mengevaluasi.

Pada langkah ini, solusi diperiksa, asumsi yang terkait dengan solusi dibuat, memperkirakan hasil yang diperoleh ketika mengimplementasikan solusi dan mengomunikasikan solusi yang telah dibuat.

c.       Kompetensi Keterampilan 4cs (Creativity, Critical Thinking, Collaboration, Communication)

Pembelajaran abad 21 menggunakan istilah yang dikenal sebagai 4Cs (critical thinking, communication, collaboration, and creativity). 4Cs adalah empat keterampilan yang telah diidentifikasi sebagai keterampilan abad ke-21 (P21) yaitu keterampilan yang sangat penting dan diperlukan untuk pendidikan abad ke-21.

Tabel 15. Peta Kompetensi Keterampilan 4Cs Sesuai dengan P21

FRAMEWORK 21st

CENTURY SKILLS

KOMPETENSI BERPIKIR P21

Creativity Thinking and innovation

Peserta didik dapat menghasilkan, mengembangkan, dan mengimplementasikan ide-ide mereka secara kreatif baik secara mandiri maupun berkelompok.

 

Critical Thinking and Problem Solving

Peserta didik dapat mengidentifikasi, menganalisis, menginterpretasikan, dan mengevaluasi bukti-bukti, argumentasi, klaim, dan data-data yang tersaji secara luasmelaluipengkajiansecaramendalam, sertamerefleksikannyadalamkehidupansehari- hari.

Communication 

Pesertadidikdapatmengomunikasikan ide-ide dan gagasan secara efektif menggunakan media lisan, tertulis, maupun teknologi.

Collaboration

Peserta didik dapat bekerjasama dalam sebuah kelompok dalam memecahkan permasalahan yang ditemukan.

 

a.       Kerangka konsep berpikir abad 21 di Indonesia

Implementasi dalam merumuskan kerangka sesuai P21 bersifat mutidisiplin, artinya semua materi dapat didasarkan sesuai kerangka P21. Untuk melengkapi kerangka P21 sesuai dengan tuntutan Pendidikan di Indoensia, berdasarkan hasil kajian dokumen pada UU Sisdiknas, Nawacita, dan RPJMN Pendidikan Dasar, Menengah, dan Tinggi, diperoleh 2 standar tambahan sesuai dengan kebijakan Kurikulum dan kebijakanPemerintah, yaitu sesuai dengan Penguatan Pendidikan Karakter pada PengembanganKarakter (Character Building) dan Nilai Spiritual (Spiritual Value). Secara keseluruhan standar P21 di Indonesia ini dirumuskan menjadi Indo.

Tabel 16. Indonesian Partnership for 21 Century Skill Standard (IP-21CSS)

Framework 21st Century Skills

IP-21CSS

Aspek

Creativity Thinking and innovation

 

 

 

 

4Cs

·     Berpikir secara kreatif

·     Bekerja kreatif dengan lainnya

·     Mengimplementasikan inovasi

Critical Thinking and Problem Solving

·     Penalaran efektif

·     Menggunakan sistem berpikir

·     Membuat penilaian dan keputusan

·     Memecahkan masalah

Communication and Collaboration

·     Berkomunikasi secara jelas

·     Berkolaborasi dengan orang lain

Information, Media, and Technology Skills

 

ICTs

·     Mengakses dan mengevaluasi informasi

·     Menggunakan dan menata informasi

·     Menganalisis dan menghasilkan media

·     Mengaplikasikan teknologi secara efektif

 

 

 

Life & Career Skills

 

Character Building

·     Menunjukkan perilaku scientific attitude (hasrat ingin tahu, jujur, teliti, terbuka dan penuh kehati-hatian)

·     Menunjukkan penerimaan terhadap nilai moral yang berlaku dimasyarakat

Spiritual Values

·     Menghayati konsep ke-Tuhanan melalui ilmu pengetahuan

·     Menginternalisasikan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan sehari-hari

 

 

 

 

 

 

2.     Model-model Pembelajaran Sejarah SMA

Merancang pembelajaran merupakan kewajiban seorang guru karena pembelajaran harus dilaksanakan secara sistematis, operasional, dan dapat dipertanggngjawabkan. Sebagai guru yang profesional tentu akan berupaya memenuhi kebutuhan peserta didik sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu seorang guru perlu memiliki jiwa nasionalis yang ditunjukkan melalui sikap dan perilaku yang mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.

Guru merupakan aktor utama pembelajaran. Karena itu, guru menjadi faktor penentu berhasil atau tidaknya proses pembelajaran. Peran guru dalam keberhasilan internalisasi pendidikan karakter kepada anak didik adalah kunci utama. Seorang guru disamping harus memiliki pemahaman, ketrampilan dan kompetensi mengenai karakter, guru juga dituntut memiliki karakter-karakter mulia dalam dirinya, mempraktikkan dalam keseharian baik di sekolah maupun di masyarakat, dan menjadikannya sebagai bagian dari hidup. Dengan kata lain sebelum mengajarkan atau menginternalisasikan karakter kepada anak didiknya, guru harus terlebih dahulu memancarkan karakter-karakter mulia dari dalam dirinya, hal ini bermanfaat untuk menumbuhkan semangat belajar dan mengoptimalkan potensi peserta didik sehingga menjadi warga negara yang memiliki karakter kuat, mencintai bangsanya dan mampu menjawab tantangan era global.

a.      Pendekatan Saintifik pada Kurikulum 2013

Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi   kriteria   ilmiah,   para   ilmuwan   lebih   mengedepankan   penalaran induktif

(inductive reasoning) yang memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu fenomena/gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya.

Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Metode ilmiah pada umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi, eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.

Proses pembelajaran saintifik memuat aktivitas:

a.       mengamati,

b.      menanya,

c.       mengumpulkaninformasi/mencoba,

d.      mengasosiasikan/mengolah informasi,dan

e.       mengomunikasikan.

 

Kelima aktivitas pembelajaran tersebut dapat dirinci dalam berbagai kegiatan belajar sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:

Aktivitas

Kegiatan Belajar

Kompetensi yang Dikembangkan

Mengamati

Melihat, mendengar, meraba, membau

Melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi

Menanya

Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan factual sampai kepertanyaan yang bersifat hipotetik).

Mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskanpertanyaanuntukmembentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat

Mengumpulkaninformasi/ eksperimen

-     Melakukan eksperimen.

-     Membaca sumber lain selain buku teks.

-     Mengamati objek/kejadian.

-     Aktivitas.

-     Wawancara dengannarasumber.

-     Mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkankebiasaanbelajar dan belajarsepanjanghayat.

Mengasosiasikan / mengolahinformasi

-     Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi.

 

-     Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan.

-     Mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan   dan kemampuan berpikirinduktif sertad eduktif dalam menyimpulkan.

Mengomunikasikan

-     Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.

-     Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

 

Seiring dengan diberlakukannya Kurikulum 2013, yang menekankan pendekatan saintifik dalam pembelajaran, model pembelajaran kooperatif menjadi pilihan yang sangat tepat untuk untuk terus dikembangkan. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berbasis faham konstruktivisme. Pendekatan dalam Kurikulum 2013 dapat dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan berbasis keilmuan yaitu pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah.

Pendekatan ini menekankan pada proses pencarian pengetahuan, berkenaan dengan materi pembelajaran melalui pengalaman belajar mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/mencoba, mengasosiasi dan mengkomunikasikan.

Pendekatan scientific atau pendekatan ilmiah dipilih sebagai pendekatan dalam pembelajaran dalam kurikulum 2013. Peserta didik secara aktif membangun pengetahuannya sendiri melalui  aktivitas ilmiah. Pendekatan ilmiah pembelajaran Sejarah Indonesia disajikan berikut ini :

 

1)       Mengamati

Dalam kegiatan mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi, kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik melakukan  pengamatan,   melatih   mereka  untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek.

Kegiatan seorang peserta didik melakukan pengamatan didapat dengan : melihat, menyimak, mendengar, dan membaca merupakan bagian dari usaha seorang pendidik untuk melatih kemandirian peserta didik. Peserta didik dilatih secara mandiri untuk bekerja keras, kreatif, dan profesional dalam melihat hal-hal yang dirasa penting dari suatu benda atau obyek.

 

2)       Menanya

Setelah proses mengamati,  aktivitas berikutnya adalah peserta didik mengajukan sejumlah pertanyaan berdasarkan hasil pengamatannya. Guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat.

Aktivitas menanya bukan aktivitas yang dilakukan oleh guru, melainkan oleh  peserta didik berdasarkan hasil pegamatan yang telah mereka lakukan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan.

 

3)       Mengumpulkan Informasi/Eksperimen

Tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi.Informasi tersebut menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya yaitu memproses informasi untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi dan bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan.

 

4)       Mengasosiasi/Mengolah Informasi

Data dan informasi dapat diperoleh secara langsung dari lapangan (data primer) maupun dari berbagai bahan bacaan (data sekunder). Hasil pengumpulan data tersebut kemudian menjadi bahan bagi peserta didik untuk melakukan penalaran antara satu data atau fakta dengan data atau fakta lainnya untuk dikaji ada tidaknya kaitan di antara keduanya. Oleh karena itu, peserta didik dapat mengkaji buku-buku atau dokumen yang terkait permasalahan yang dikaji.

Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis  atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori.

 

5)       Mengkomunikasikan

Mengkomunikasikan dalam konteks pendekatan pembelajaran scientific dapat berupa penyampaian hasil atau temuan kepada pihak lain. Peserta didik diminta untuk mempresentasikan hasil pemikiran, tulisan, dan kajiannya di depan kelas. Nilai yang dibangun dengan strategi ini adalah rasa percaya diri,kemampuan berkomunikasi dan menyampaikan gagasan, serta kemampuan untuk  mempertahankan pendapat dalam berargumentasi. Bagi peserta didik yang mempresentasikan, ia akan berlatih berargumentasi dengan baik. Bagi teman-teman sekelas, mereka akan belajar mengkritisi sebuah argumentasi dengan memberikan argumentasi lain yang lebih  rasional dan berdasarkan data/fakta. Strategi ini akan memperkuat kemampuan untuk berpikir kritis dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi peserta didik. Keterampilan menyajikan atau mengkomunikasikan hasil temuan atau kesimpulan sangat

penting dilatih sebagai bagian penting dalam proses pembelajaran. Dengan kemampuan tersebut, peserta didik dapat mengkomunikasikan secara jelas, santun, dan beretika.

 

Contoh: Kegiatan Inti dalam pembelajaran Sejarah Indonesia SMA KD. 3.6 Menganalisis perkembangan kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan budaya pada masa kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia serta menunjukkan contoh bukti-bukti yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini.

Mengamati

§ Membaca buku teks dan/atau melihat peta lokasi kerajaan- kerajaan Hindu dan Buddha, serta gambar-gambarp eninggalan zaman Hindu dan Buddha di Indonesia; Candi- candi Hindu dan candi-candi Buddha

Menanya

§   Membuat dan/mengajukan pertanyaan/tanyajawab/berdiskusi tentang informasi tambahan yang belum dipahami/ingin diketahui sebagai klarifikasi tentang perkembangan masyarakat, pemerintahan dan budaya kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha, serta bukti-bukti pengaruh Hindu dan Buddha yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini

Mengumpulkaninformasi/mencoba

·      Mengumpulkan informasi terkait dengan pertanyaan perkembangan masyarakat, pemerintahan dan budaya kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha, serta bukti-bukti pengaruh Hindu dan Buddha yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini melalui bacaan, pengamatan terhadap sumber-sumber zaman Hindu dan Budha yang ada di museum atau peninggalan-peninggalan yang ada di lingkungan terdekat.

Mengasosiasi

§ Menganalisis informasi dan data-data yang didapat dari bacaan maupun sumber-sumber lain yang terkait untuk mendapatkan kesimpulan perkembangan masyarakat, pemerintahan dan budaya kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha, serta bukti-bukti pengaruh Hindu dan Buddha yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini.

Mengomunikasikan

§   Menyajikan informasi dalam bentuk laporan tertulis mengenai teori masuknya agama dan kebudayaan  Hindu dan Buddha, perkembangan masyarakat, pemerintahan dan budaya kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha, serta bukti- bukti pengaruh Hindu dan Buddha yang masih berlaku  pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini

 

b.     Model-model Pembelajaran Sejarah berdasar Kurikulum 2013

Guru dapat menggunakan model tertentu dalam suatu proses pembelajaran yang dilaksanakan, baik melalui pembelajaran di dalam kelas (berbasis kelas), maupun pembelajaran di luar kelas yang berbasis alam atau berbasis masyarakat. Model pembelajaran yang dikembangkan guru sebaiknya dapat memfasilitasi peserta didik untuk belajar lebih luas (Broad Based Learning), dengan menggunakan segala fasilitas baik di dalam kelas (berbasis kelas) maupun pembelajaran yang dilaksanakan melalui interaksi dengan alam dan lingkungan sekitar (community based learning).

 

Selain itu, guru juga harus dapat mengembangkan model pembelajaran yang memberikan keleluasaan kepada peserta didik untuk dapat mengembangkan dan membangun keterampilan Abad 21 terkait dengan keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical Thinking and Problem Solving Skills), keterampilan berkolaborasi (Collaboration Skills), keterampilan berkreasi (Creativities Skills), dan keterampilan Berkomunikasi (Communication Skills), yang dirancang sessuai dengan karakteristik KD atau materi pembelajaran.

 

Pembelajaran di dalam maupun di luar kelas, pada intinya dilaksanakan melalui tiga besaran kegiatan, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Ketiga rangkaian kegiatan ini dilaksanakan secara berurutan dan disesuaikan dengan karakteristik materi pelajaran.

Guru dapat menggunakan model tertentu dalam suatu proses pembelajaran yang dilaksanakan, baik melalui pembelajaran di dalam kelas (berbasis kelas), maupun pembelajaran di luar kelas yang berbasis alam atau berbasis masyarakat. Model pembelajaran yang dikembangkan guru sebaiknya dapat memfasilitasi peserta didik untuk belajar lebih luas (Broad Based Learning), dengan menggunakan segala fasilitas baik di dalam kelas (berbasis kelas) maupun pembelajaran yang dilaksanakan melalui interaksi dengan alam dan lingkungan sekitar (community based learning).

 

Sesuai dengan karakteristik pembelajaran Kurikulum 2013, maka sebuah model pembelajaran yang dikembangkan harus dapat mendorong dan memotivasi peserta didik dalam mengembangkan ide dan kreatifitasnya, sehingga pembelajaran menjadi lebih interaktif, menyenangkan, dan inspiratif. Selain itu model yang digunakan juga harus dapat mendorong peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi maupun dalam kegaiatan lain, dan dapat meningkatkan sifat percaya diri. atau nilai karakter lainnya sesuai dengan hasil analisis terhadap Kompetensi Dasar.

 

Cara menentukan sebuah model pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran akan berbeda untuk setiap mata pelajaran. Hal tersebut disesuaikan dengan karakteristik materi pada masing-masing mata pelajaran.

Banyak model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk pelaksanaan Kurikulum 2013. Namun  dalam Kurikulum 2013 itu merekomendasikan tiga model pembelajaran utama, yakni Discovered-Based Learning, Problem-Based Learning (PBL), dan Project Based Learning (PBL).

Pendidik secara kreatif masih bisa mengembangkan model-model pembelajaran yang sudah pernah dilakukan seperti jigsaw, STAD (Student Team Achievement Divison), TGT (Teams Games Tournament), ACC (Academic Constructive Controversy, model kuis dan lain-lain.

 

a.       Discovered Based-Learning

Langkah model discovery learning adalah sebagai berikut.

1)   Stimulation (memberi stimulus); guru memberikan stimulan, untuk diamati peserta didik agar mendapat pengalaman belajar mengamati pengetahuan konseptual melalui kegiatan membaca, mengamati situasi atau melihat gambar.

Contoh : Peserta didik mengamati gambar atau menonton Video peninggalan kerajaan-kerajaan Hindu-Budda di Indonesia.

 

2)   Problem Statement (mengidentifikasi masalah); merupakan kegiatan peserta didik dalam menemukan permasalahan apa saja yang dihadapi, sehingga pada kegiatan ini peserta didik diberikan pengalaman untuk menanya, mencari informasi, dan merumuskan masalah.

Contoh : Peserta didik mengidentifikasi kemunculan kerajaan-kerajaan Hindu-Budda di Indonesia dan penyelesaian masalah masalah berdasarkan data-data yang ditemukan.

 

3)   Data Collecting (mengumpulkan data); mencari dan mengumpulkan data/informasi yang dapat digunakan untuk menemukan solusi pemecahan masalah yang dihadapi. Kegiatan ini juga akan melatih ketelitian, akurasi, dan kejujuran, serta membiasakan peserta didik untuk mencari atau merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah, jika satu alternatif mengalami kegagalan.

Contoh : Peserta didik mencari serta mengumpulkan data/informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang berkaitan dengan perkembangan kehidupan kerajaan-kerajaan Hindu Budha yang ada di Indonesia.

 

4)   Data Processing (mengolah data); peserta didik mencoba dan mengeksplorasi kemampuan pengetahuan konseptualnya untuk diaplikasikan pada kehidupan nyata, sehingga kegiatan ini juga akan melatih keterampilan berfikir logis dan aplikatif.

Contoh : Peserta didik melakukan diskusi bersama kelompok untuk menyelesaikan masalah awal tumbuhnya kerajaan –kerajaan Hindu Budda di Indonesia, perkembangan kehiduuan politik pemerintaham, ekonomi, agama, serta kehidupan social dan budaya kerajaan-kerajaan Hindu- Budda di Indonesia.

 

5)   Verification (memverifikasi); peserta didik mengecek kebenaran atau keabsahan hasil pengolahan data melalui berbagai kegiatan, atau mencari sumber yang relevan baik dari buku atau media, serta mengasosiasikannya sehingga menjadi suatu kesimpulan.

Contoh : Peserta didik memverifikasi penyelesaian masalah hasil diskusi kelompoknya,dan setelah kegiatan diskusi kelompok selesai, perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk membandingkan hasil diskusi antar kelompok.  Arahkan proses pembelajaran ke bentuk tanya jawab.

 

6)   Generalization (menyimpulkan); peserta didik digiring untuk menggeneralisasikan    hasil    kesimpulannya    pada    suatu    kejadian   atau permasalahan yang serupa, sehingga kegiatan ini juga dapat melatih pengetahuan metakognisi peserta didik.

Contoh : Peserta didik dengan bimbingan guru membuat kesimpulan berkaitan dengan materi materi perkembangan kehidupan kerajaan-kerajaan masa Hindu- Budda hasil rangkuman dari kesimpulan setiap kelompok setelah sesi presentasi.

 

b.       Problem-Based Learning (PBL)

Langkah-langkah model Problem-Based Learning(PBL) adalah sebagai berikut: Langkah-langkah pembelajaran sebagaiberikut:

1)     Mengorientasikan; tahap ini untuk memfokuskan peserta didik mengamati masalah yang menjadi objekpembelajaran.

Contoh : Peserta didik mengamati permasalahan kemunculan kerajaan Hindu-buddha yang menurut informasi berkembang pada abad ke IV M.

2)     Mengorganisasikan kegiatan pembelajaran; pengorganisasian pembelajaran merupakan salah satu kegiatan dimana peserta didik menyampaikan berbagai pertanyaan (atau menanya)  terhadap masalah yangdikaji

Contoh : Peserta didik difasilitasi untuk membuat beberapa pertanyaan mengenai informasi yang didapatkan dari hasil pengamatan tentang perkembangan kehidupan pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, dan menuliskan minimal 4 pertanyaan tentang kehidupan politik dan pemerintahan, kehidupan agama, kehidupan ekonomi serta kehidupan social dan budaya

3)     Membimbing penyelidikan kemandirian dan kelompok; pada tahap ini peserta didik melakukan percobaan untuk memperoleh data dalam rangka menjawab atau menyelesaikan masalah yangdikaji.

Contoh : Peserta didik melengkapi informasi dengan mencari mencari berbagai informasi yang mendukung dari beberapa buku referensi, internet, atau sumber yang lain untuk menguatkan dugaan yang dibuat. Peserta didik diminta mencari soal-soal mengenai perkembangan kehidupan kerajaan- kerajaan Hindu-Buddha yang ada di Indonesia serta menggunakan kesimpulan sementara tertang perkembangan kehidupan kerajaankerajaan Hindu-Buddha tersebut.

4)     Mengembangkan dan menyajikan hasil karya; peserta didik mengasosiasi data yang ditemukan dari berbagaisumber.

Contoh : Peserta didik diminta mengembangkan beberapa permasalahan yang terkait dengan kehidupan politik pemerintahan, agama, ekonomi, agama dan sosial budaya pada masa kerajaan-kerajaan Hindu Buddha di Indonesia kemudian mempresentasikan di depan kelas.

5)     Menganalisis dan evaluasi proses pemecahan masalah; setelah peserta didik mendapat jawaban terhadap masalah yang ada, selanjutnya dianalisis dan dievaluasi.

Contoh : Peserta didik diminta mengembangkan beberapa permasalahan yang terkait dengan kehidupan politik pemerintahan, agama, ekonomi, agama dan social budaya pada masa kerajaan-kerajaan Hindu Buddha di Indonesia, kemudian peserta didik diminta untuk mendiskusikan hasil analisisnya dengan kelompok yang lain.

c.         Project Based Learning (PjBL)

Langkah-langkah pembelajaran Project Based Learning (PjBL)adalah sebagai berikut:

1)        Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek.

Pertanyaan harus dapat mendorong peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas/proyek, misalnya yang berkaitan dengan konsep dalam KD-KI 4 disesuaikan dengan realitas dunianyata.

2)        Mendesain perencanaan proyek.

Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antar peserta didik, dan peserta didik dengan guru. Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa memiliki atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang kegiatan, alat, dan bahan yang berguna untuk penyelesaian proyek

3)        Menyusun jadwal sebagai langkah nyata dari sebuah proyek.

Peserta didik menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline penyelesaian proyek, (3) membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru, (4) membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatucara.

4)        Memonitor kegiatan dan perkembanganproyek.

Kegiatan monitoring perkembangan proyek merupakan kegiatan guru dan peserta didik. Guru bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Guru berperan  menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yangpenting.

Peserta didik melakukan pengecekan atas kerja mereka sendiri, sesuai dengan tahap perkembangan proyeknya, sehingga memungkinkan mereka untuk terus melakukan perbaikan dan akhirnya diperoleh suatu proyak yang sudah sesuai dengan kriteriapenugasan.

5)        Menguji hasil.

Pengujian hasil dapat dilakukan melalui presentasi atau penyajian proyek. Pada kegaiatan ini, guru dapat mengukur ketercapaian kompetensi peserta didiknya, dan peserta didik dapat melihat dimana kekurangan dan/atau kelebihan proyek yang mereka hasilkan berdasarkan masukan dari peserta didik/kelompok lain serta masukkan dariguru.

6)        Mengevaluasi kegiatan/pengalaman.

Pada akhir proses pembelajaran, peserta didik dan guru melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dilakukan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan proyek. Guru dan peserta didik mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan untuk menjawab permasalahan  yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran dan permasalahan lain yangserupa.

 

3.     Strategi Mengembangkan Pembelajaran Berpikir Tingkat Tinggi

Dalam merencanakan pembelajaran berpikir tingkat tinggi kendala yang sering muncul adalah menyiapkan kondisi lingkungan belajar yang mendukung terciptanya proses berpikir dan tumbuh kembangnya sikap dan perilaku yang efektif. Proses ini bisa dilakukan dengan menjalin kegiatan berpikir dengan konten melalui kolaborasi materi, membuat kesimpulan, membangun representasi, menganalisis, dan membangun hubungan antar konsep (Lewis & Smith, 1993).

 

Hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi terletak pada konten/materi pembelajaran dan konteks peserta didik. Apabila peserta didik belum siap untuk melakukan keterampilan berpikir tingkat tinggi, maka perlu dibangun terlebih dahulu jembatan penghubung antara proses berpikir tingkat rendah menuju berpikir tingkat tinggi. Caranya adalah dengan membangun skema dari pengetahuan awal yang telah diperoleh sebelumnya dengan pengetahuan  baru  yang akan diajarkan. Setelah terpenuhi, maka guru perlu mempersiapkan sebuah situasi nyata yang dapat menstimulasi proses berpikir tingkat tinggi dengan menciptakan dilema, kebingungan, tantangan, dan ambiguitas dari permasalahan yang direncanakan akan dihadapi peserta didik (King, Goodson & Rohani, 2006).

Tabel 17. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

Level 3: Berpikir Tingkat Tinggi

Situasi

Keterampilan

Luaran

Sejumlah keadaan yang

Diciptakan dengan merujuk pada konteks kehidupan nyata.

Mengaplikasikan sejumlah

Aturan atau mentransformasikan konsep yang diketahui dalam situasi yang ada.

Hasil dari proses berpikir, tidak

Dihasilkan dari respon hafalan atau pengalaman belajar sebelumnya

·   ambiguitas

·   tantangan

·   kebingungan

·   dilema

·   ketidaksesuaian

·   keraguan

·   hambatan

·   paradoks

·   masalah

·   puzzles

·   pertanyaan

·   ketidak menentuan

·   analisis kompleks

·   berpiki rkreatif

·   berpikir kritis

·   membuat keputusan

·   evaluasi

·   berpikirlogis

·   berpikir metakognitif

·   pemecahan masalah

·   berpikir eflektif

·   eksperimen ilmiah penemuan ilmiah

·   sintesis

·   analisissistem

·   argumen

·   komposisi

·   kesimpulan

·   konfirmasi

·   keputusan

·   penemuan rekomendasi

·   dugaan

·   penjelasan

·   hipotesis

·   wawasan

·   invention

·   menilai

·   performa

 

 

Level 2: Jembatan

Keterkaitan

Skemata

Scaffolding

Dilakukan dengan

Menggali pengetahuan awal untuk dikaitkan kedalam konteks pengetahuan yang baru.

Jejaring konsep,

organisasi, representasi untuk mengorganisasi pengetahuan baru.

Bimbingan, strukturisasi, representasi

visual dan verbal, pemodelan berpikir tingkat tinggi.

Level 1: Prasyarat

 

 

Konten dan Konteks

Keterampilan berpikir tingkat rendah

Sikap dan perilaku

·   konten mata pelajaran

·   istilah-istilah, struktur, strategi dan kesalahan berpikir strategi pengajaran dan lingkungan belajar

·   strategikognitif

·   pemahaman

·   klasifikasikonsep

·   diskriminasi

·   menggunakanaturanrutin

·   analisissederhana

·   aplikasisederhana

·   Sikap, kemampuanberadaptasi, toleransiterhadaprisiko, fleksibilitas,keterbukaan

·   Gayakognitif

·   Habit ofmind

·   Multipleinteligence

 

4.     Prinsip Pembelajaran

Pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi atau HOTS, peran guru tidak banyak menerangkan, sebaliknya guru banyak melakukan stimulasi pertanyaan untuk mendorong memunculkan pikiran-pikiran orisinal peserta didik, pertanyaan- pertanyaan tersebut mencakup:

a.       Pertanyaan untuk memfokuskan perhatian atau kajian untukdiperdalam; Pertanyaan untuk mendorong peserta didik berpikir menemukan alasan atau mengambil posisipendapat;

b.      Pertanyaan untuk mengklarifikasi suatu konsep dengan arah bisa merumuskan definisi yang jelas lewat memperbandingkan, menghubungkan, dan mencari perbedaan atas  konsep-konsep yangada;

c.       Pertanyaan untuk mendorong munculnya gagasan-gagasan yang kreatif dan alternatif lewatimajinasi;

d.      Pertanyaan untuk mendorong peserta didik mencari data dan fakta pendukung serta bukti-bukti untuk mengambil keputusan atauposisi;

e.       Pertanyaan untuk mendorong peserta didik mengembangkan pikiran lebih jauh dan lebih mendalam, dengan mencoba mengaplikasikan sesuatu informasi pada berbagai kasus dan kondisi yang berbeda-beda, sehingga memiliki lebih banyakargumentasi.

f.       Pertanyaan untuk mengembangkan kemampuan mengaplikasikan aturan atau teori yang lebih umum pada kasus yang tengahdikaji.

Dalam praktik pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi atau HOTS, pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam empat macam pertanyaan yang menjadi sarana penting bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran yang mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik. Pertanyaan tersebut adalah:

1.      Pertanyaan Inferensial

Pertanyaan yang segera dijawab setelah peserta didik melakukan pengamatan maupun pengkajian atas bahan yang diberikan oleh guru. Bahan informasi tersebut bisa berupa potret, gambar, tulisan singkat, sanjak, berita, dan sebagainya. Pertanyaan ini bertujuan mengungkap apa yang dilihat atau didapati dan apa yang dipahami oleh peserta didik setelah mengamati atau membaca bahan yang disajikan oleh guru. Berikut beberapa contoh pertanyaan yang dimaksud:

·         Apa yang Saudaratemukan?

·         Apa yang Saudara ketahui dengan …Ini?

·         Bagaimana pendapatSaudara?

·         Adakah Saudara menemukan kelebihan atau kelemahan apa yang Saudara baca?

·         Bagaimana sikap Saudara dengan makna yang saudara peroleh?

·         Pertanyaan inferensial ini mencakup pula pertanyaan:

·         Membangkitkan perhatian atau minat, contohnya, Siapakah orang paling hebat di Indonesia? Bagaimana perjalanan hidupnya?

·         Diagnose atau checking, contohnya, Apa yang Saudara ketahui dengan korupsi?

·         Mengingat spesifik informasi dari suatu peristiwa, contohnya, Kapan terjadi gempa dan tsunami di Aceh? Berapa korban nyawa akibat gempa dan tsunami tersebut?

·         Manajerial, contohnya, Bagaimana cara menegakkan disiplin di sekolah?

 

2.      Pertanyaan Interpretasi

Pertanyaan interpretasi diajukan pada peserta didik berkaitan dengan informasi yang tidak lengkap atau tidak ada dalam bahan yang disajikan oleh guru, dan para peserta didik mesti bisa memberikan makna. Pertanyaan ini ditujukan agar para peserta didik bisa memberikan makna suatu konsekuensi dari suatu gejala atau sebab yang ada. Seperti,Mengapa Saudara memiliki pendapat itu? Apa penyebab kegagalan dari upaya untuk ...? Apa penyebab banjir besar yang terjadi di …?

Pertanyaan interpretasi mencakup pula:

·         Mendorong proses berpikir, contohnya, Apa yang Saudara ketahui dengan vandalisme? Apa penyebabnya? Bagaimana caramengatasinya?

·         Struktur dan mengarahkan pada learning, contohnya, Ada beberapa bentuk korupsi, yaitu: terpaksa, tamak, dan dirancang secara berjamaah. Bentuk mana yang palingberbahaya?

·         Membangkitkan sikap emosi, contohnya, Bagaimana seandainya Saudara  menjadi orang miskin yang ditolak berobat di rumah sakit karena tidak mampu membayar?

·         Mendalami masalah, contohnya, Apa kesimpulan Saudara setelah melihat film tersebut? Bagaimana dengan karakterpemainnya?

·         Interpretasi, apa akibat yang terjadi, contohnya, Setelah membaca trilogi Andrea Hirata, kira-kira apa novelkeempat?

3.      Pertanyaan Transfer

Apabila dua macam pertanyaan sebelumnya merupakan upaya untuk mendalami masalah atau hakekat sesuatu, pertanyaan transfer merupakan upaya untuk memperluas wawasan atau bersifat horizontal. Seperti: Apakah perbedaan teori … dengan teori …? Bisakah Saudara menjelaskan jawaban lebih detail lagi? Apabila didetailkan, ada berapa macam gagasan Saudara ini? Bagaimana, apabila jawaban Saudara dipisah antara yang negatif dan positif?

Pertanyaan transfer mencakup pula aplikasi ilmu pada kasus yang lain. Contoh, Bagaimana kalau teori ini diterapkan pada kasus …? Apakah mungkin apabila hal tersebut dilaksanakan di …? Adakah kemungkinan lain upaya untuk …?

4.      Pertanyaan Hipotetik

Pertanyaan hipotetik dikenal juga sebagai pertanyaan tentang hipotesis, generalisasi, dan kesimpulan. Pertanyaan hipotesis memiliki arah untuk mendorong peserta didik melakukan prediksi atau peramalan dari sesuatu permasalahan yang dihadapi dan/atau mengambil kesimpulan untuk generalisasi. Hipotesis dan kesimpulan ini merupakan hasil pemahaman permasalahan ditambah data atau informasi yang telah dimiliki dan/atau data yang sengaja telah diperoleh untuk mengkaji permasalahan tersebut  lebih jauh. Sebagai contoh adalah beberapa pertanyan berikut ini:

·         Apa yang terjadi manakala cuaca panas dingin berubah cepat silihberganti?

·         Apa yang terjadi jika ada orang tidur di atas banyak paku dan bagaimana juga  jika tidur di atas dua atau tigapaku? 

·         Bagaimana seandainya kebijakan kendaraan genap ganjil yang dijalankan di Jakarta dilaksanakan di kota Saudara. Adakah yang perlu direvisi atau dikembangkan dari kebijakantersebut?

·         Bagaimanakah kalau suporter yang melakukan kekerasan kesebelasannya dibekukan atau dilarangbertanding?

Pertanyaan Hipotetik mencakup pula:

·         Pertanyaan sebab akibat, contohnya, Apa yang akan terjadi jika minyak bumi habis?

·         Pertanyaan reflektif, mempertanyakan kebenaran, contohnya, Bagaimana Saudara tahu kalau yang disajikan di tayangan infonet itubenar?

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam proses pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Tabel 18. Hal-hal yang perlu dan tidak perlu dilakukan oleh guru

PERLU DILAKUKAN OLEH GURU

TIDAK PERLU DILAKUKAN OLEH GURU

1.       Memberikan penjelasan singkat;

2.       Biasakan memberikan jawaban atas pertanyaan peserta didik dengan pertanyaan yang mendorong peserta didik untuk berpikir;

3.       Setiap satuan pembelajaran diawali dengan masalah diakhiri dengan rumusan pemecahan masalah;

4.       Membawa para pesertadidik pada realitas yang ada dimasyarakat;

5.       Mendorong para peserta didik untuk mengungkap pengetahuan yang telah dikuasai yang penting untuk memecahkan masalah yang dihadapi saat ini;

6.       Memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menemukan permasalahan secara mandiri;

7.       Memberikan kesempatan para peserta didik untuk merumuskan permasalahan;

8.       Mendorong para peserta didik melihat permasalahan dari berbagai aspek;

9.       Memberikan kesempatan para peserta didik untuk menganalisis informasi dan data yang telah dimiliki;

Mendorong para peserta didik untuk mencari informasi dan data yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi;

11.    Mendorong para peserta didik mengembangkan berbagai alternative solusi dari permasalahan yang dihadapi;

12.    Mendorong para peserta didik untuk mengevaluasi berbagai alternatif dan menentukan alternatif yang terbaik;

13.    Memberikan kesempatan para peserta didik untuk merumuskan solusi;

10.    Mendorong para peserta didik untuk menyusun MIND MAPPING (sistematika pengetahuan dalam otaknya dalam gambar,diagram, simbol, persamaan)  dariapa yang baru saja dipelajari.

1.   Banyak menerangkan dengan panjanglebar;

2.   Memberikan langsung masalah kepada para peserta didik;

3.   Banyak memberikan jawaban langsung pada apa yang ditanyakan;

4.   Mengkritik apa yang peserta didik sampaikan, apakah jawaban atau pernyataan;

Memotong pembicaraan peserta didik;

5.   Mengucapkan perkataan yang memiliki makna merendahkan, melecehkan atau menghina peserta didik;

6.   Menyimpulkan pendapat peserta didik.

 

Guru senantiasa membina komunikasi yang efektif agar peserta didik bisa melaksanakan perannya dalam pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi, keterlibatan guru dalam proses pembelajaran menjadi sangat penting dalam menghasilkan peserta didik yang pintar. Untuk menjadikan peserta didik yang pintar, berikut disajikan tabel peran guru dan peserta didik.

Tabel 19. Peran guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran

PERAN GURU

PERAN PESERTA DIDIK

1. Mempersiapkan Pembelajaran, antara lain sebagai berikut:

a.     Guru merencanakan cara-cara agar setiap peserta didik aktif berpartisipasi dalam pembelajaran;

b.     Menyusun scenario pelaksanaan inkuiri dengan mempersiapkan pokok bahasan yang akan dikaji;

c.     Mempersiapkan bahan-bahan materi yang diperlukan dalam investigasi dan diskusi.

d.     Menyiapkan pertanyaan-pertanyaan untuk mendalami diskusi dan mengembangkan criticalthinking;

e.     Mencari dan menyiapkan bahan untuk menstimulasi peserta didik saat diawal pembelajaran;

f.      Memiliki keterampilan, pengetahuan, dan perilaku kebiasaan serta pola pikir yang diperlukan dalam pembelajaran HOTS;

g.     Menguasai teknik dan merencanakan cara- cara untuk mendorong peserta didik berpartisipasi dan memiliki tanggungjawab dalam embelajaran;

h.     Memastikan pembelajaran focus pada tujuan yang akan dicapai;

i.       Menyiapkan antisipasi munculnya pertanyaan dan saran yang tidak diduga atau diharapkan; dan

Menyiapkanl ingkungan kelas dengan peralatan, bahan-bahan, dan sumber- sumber yang diperlukan dalam proses pembelajaran.

 

2.  Memfasilitasi Kegiatan Pembelajaran, antara lain:

a.     Menyiapkan kerangka pembelajaran dalam bentuk catatan harian, mingguan, bulanan, dan bahkan tahunan. Juga dirumuskan penekanan kompetensi yang dikembangkan dan model serta pengembangan kebiasaan perilaku dan pola piker peserta didik;

 

b.     Menciptakan suasana kelas yang bebas, nyaman, dan menyenangkan untuk aktivitas berpikir;

c.     Memberikan pedoman sesuai dengan bahan atau pokok yang akan dikaji;

d.     Memahami bahwa mengajar merupakan bagian kesatuan dalam proses pembelajaran;

e.     Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mendorong untuk berpikir mulai pertanyaan inferensial, pertanyaan interpretatif, pertanyaan transfer, dan pertanyaan hipotetik, sebagai sarana mengantarkan peserta didik dalam proses pembelajaran;

f.      Menghargai dan mendorong munculnya tanggapan dan manakala tanggapan kurang tepat atau adalah kesalahan konsep, guru membawa peserta didik melakukan eksplorasi secara efektif untuk menemukan mengapa terjadi miskonsepsi dan menemukan konsep yang benar. Dengan demikian peserta didik akan memiliki cara untuk melakukan sesuatu yang lebih tepat;

g.     Menghilangkan hambatan pembelajaran dan apabila diperlukan memberikan petunjuk kepada peserta didik;

h.     Melakukan asesmen perkembangan peserta didik dan memberikan fasilitas dalam pembelajaran;

i.       Mengontrol kelas meski secara tidak langsung;

j.       Memonitor  kegiatan peserta didik.

1.   Sebagai pembelajar.

a.        Senantiasa terus belajar;

b.       Menunjukkan kemauan mempelajari lebih lanjut;

c.        Bekerjasama dengan guru dan temannya;

d.       Menunjukkan percaya diri dalam belajar, menunjukkan kemauan memahami dan mengubah, menambah gagasan, beranim enanggung resiko serta cukup skeptic terhadap sesuatu yang baru.

 

2.   Tertantang dan bersemangat melakukan eksplorasi.

a.        Menunjukkan rasa ingintahu dan melakukan observasi, mengkaji, dan memahami;

b.       Mencari, bahan-bahan, fakta, data, dan informasi yang diperlukan;

c.        Mendiskusikan dengan teman dan guru tentang apa yang diobservasi atau dikaji atau pertanyaan yang diajukan;dan

d.       Mencoba untuk menguji gagasan sendiri.

 

3.   Mempertanyakan, mengajukan eksplanasi, dan melakukan observasi.

a.         Peserta didik mengajukan pertanyaan, baiklewat verbal maupun perilaku;

b.        Peserta didik mengajukan pertanyaan yang mengarah pada kegiatan lebih lanjut;

c.         Peserta didik melakukan pengamatan secara kritis, mendengarkan secara serius, menyampaikan gagasan secara jelas dan sopan;

d.        Peserta didik menilai dan mempertanyakan sebagai bagian dari pembelajaran;

e.         Peserta didik mengembangkan keterkaitan antara informasi baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

 

 

 

 

4.  Merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran.

a.        Peserta didik merencanakan cara mencoba gagasannya;

b.       Peserta didik merencanakan untuk melakukan verifikasi, mengembangkan, mengkonfrmasi atau membuang gagasannya;

c.        Peserta didik melakukan kegiatan dengan menggunakan alat, melakukan observasi, mengevaluasi, dan mencatat informasi;

d.       Peserta didik menyaring informasi;

e.        Peserta didik mengkaji secara detail, mengikuti urutan kegiatan, memahami adanya perubahan, dan mengkaji persamaan dan perbedaan yang terjadi.

 

5.  Melakukan evaluasi dan kritik atas apa yang telah dilakukan

a.        Peserta didik mengembangkan indicator untuk mengevaluasi kerja mereka sendiri;

b.       Peserta didik mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan dari apa yang telah mereka kerjakan; Peserta didik melakukan refleksi atas yang mereka kerjakan dengan teman dan gurunya.

 

5.     Langkah Desain Pembelajaran

Desain pembelajaran yang dikembangkan perlu diperhatikan langkah-langkah yang sistematis yang mengajak guru untuk merunut alur desain pembelajaran berorientasi pada keterampilan bepikir tingkat tinggi.

Langkah-langkah strategis yang perlu diperhatikan dapat dilihat sebagai berikut:

1.       Menentukan dan menganalisis kompetensi dasar yang sesuai dengan tuntutan Permendikbud Nomor 37 Tahun 2018 tentang Kompetensi Dasar yang menjadi sasaran minimal yang akan dicapai dan menentukan target yang akan dicapai sesuai dengan Kompetensi Dasar dengan cara memisahkan target kompetensi dengan materi yang terdapat pada KD sesuai dengan format dibawah.

Tabel 20. Format pasangan KD dan Penetapan Target KD pengetahuan dan  keterampilan

NO

KOMPETENSI DASAR

TARGET KD

KD PENGETAHUAN

 

 

<KD Pengetahuan>

<Target pengetahuan yang diamanatkan oleh KD>

KD KETERAMPILAN

 

 

<KD Keterampilan>

<Target keterampilan yang diamanatkan oleh KD>

2.       Proyeksikan dalam sumbu simetri seperti pada tabel 25. Kombinasikan dimensi pengetahuan dengan proses berpikir.

3.       Perumusan indikator pencapaian kompetensi dapat dilakukan dengan mengikuti langkah sebagaiberikut:

a.       Perhatikan dimensi proses kognitif dan dimensi pengetahuan yang menjadi target yang harus dicapai pesertadidik;

b.      Tentukan KD yang akan diturunkan menjadiIPK;

c.       Menggunakan kata kerja operasional yang sesuai untuk perumusan IPK agar konsep materi dapat tersampaikan secara efektif. Gradasi IPK diidentifikasi dari Lower Order Thinking Skills (LOTS) menuju Higher Order Thinking Skills (HOTS);

d.      Merumuskan IPK pendukung dan IPK kunci, sedangkan IPK pengayaan dirumuskan apabila kompetensi minimal KD sudah dipenuhi oleh pesertadidik.

Tabel 21. Format Perumusan IPK 

 

KD

TINGKAT KOMPETENSI KD

PROSES PIKIR DAN  KETERAMPILAN

INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI

MATERI DAN SUBMATERI

KD Pengetahuan

 

DimensiPengetahuan:

 

Proses Berpikir:

Proses Berpikir dan dimensi pengetahuan:

<Gradasi dimensi proses berpikir>

IPK Pendukung:

 

IPK Kunci:

 

IPK Pengayaan :

 

KD Keterampilan

 

Tingkat Proses Keterampilan:

Langkah Proses Keterampilan:

<Gradasi dimensi Keterampilan>

IPK Pendukung:

 

IPK Kunci:

 

IPK Pengayaan:

 

4.       Merumuskan tujuan pembelajaran, apakah peningkatan kognitif, psikomotor, atau afektif. Perumusan tujuan pembelajaran harus jelas dalam menunjukkan kecakapan yang harus dimiliki peserta didik. Tujuan pembelajaran mengisyaratkan bahwa ada beberapa karakter kecakapan yang akan dikembangkan guru dalam pembelajaran. Selain itu, tujuan pembelajaran ini juga bertujuan untuk menguatkan pilar  pendidikan.

5.       Langkah-langkah kegiatan pembelajaran berdasarkan model pembelajaran:

a.       Pahami KD yang sudah dianalisis;

b.      Pahami IPK dan materi pembelajaran yang telah dikembangkan;

c.       Pahami sintak-sintak yang ada pada model pembelajaran, rumuskan kegiatan pendahuluan yang meliputi orientasi, motivasi, dan apersepsi.

d.      Rumuskan kegiatan inti yang berdasarkanpada:

·         IPK;

·         Karakteristik pesertadidik;

·         Pendekatansaintifik;

·         4C (creativity, critical thinking, communication,collaboration);

·         PPK dan literasi.

e.       Rumuskan kegiatan penutup yang meliputi kegiatan refleksi baik individual maupunkelompok.

·         memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;

·    melakukan kegiatan tindak lanjut;

·    menginformasikan    rencana          kegiatan          pembelajaran untuk  pertemuan berikutnya;

·         Kegiatan penutup dapat diberikan penilaian akhir sesuai KD bersangkutan.

f.       Tentukan sumber belajar berdasarkan kegiatanpembelajaran;

g.       Rumusan penilaian (formatif dan sumatif) untuk pembelajaran yang mengaju kepadaIPK.

Implementasi pada poin nomor 5 dan 6, dapat diperhatikan dengan format dibawah untuk mengimplementasikannya.

Tujuan Pembelajaran : <isi dengan tujuan pembelajaran seperti pada poin nomor 5>

Tabel 22. Format desain pembelajaran berdasarkan Model Pembelajaran

IPK PENGETAHUAN

IPK KETERAMPILAN

 

KEGIATAN  PEMBELAJARAN

SUMBER BELAJAR/ MEDIA

 

PENILAIAN

 

 

Pendahuluan

<isidengan aktivitas detail>

 

 

 

 

Inti

<isi dengan aktivitas detail>

 

 

 

 

Penutup

<isi dengan aktivitas detail>

 

 

 

6.     Pengembangan RPP

a.       Pengertian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Dalam Permendikbud No. 22 Tahun 2016 dinyatakan bahwa: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD).

Penyusunan RPP yang dilakukan oleh guru, wajib memperhatikan Program Tahunan (Prota) dan Program Semester (Prosem), agar penyusunan RPP dapat lebih terukur terutama pada pemetaan KD dalam satu semester.

 

b.      Komponen RPP

RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.

RPP sebagaimana dimaksud pada Permendikbud No. 22 Tahun 2016 terdiri atas :

a.       identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan;

b.      identitas mata pelajaran atau tema/subtema;

c.       kelas/semester;

d.      materi pokok;

e.       alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai;

f.        tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan;

g.       kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi;

h.      materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator ketercapaian kompetensi;

i.         metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai KD yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai;

j.         media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk menyampaikan materi pelajaran;

k.       sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan;

l.         langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan, inti, dan penutup; dan

m.    penilaian hasil pembelajaran.

 

Sistematika RPP meliputi :

a.       Identitas mata pelajaran, meliputi:

Sekolah                                 :      (diisi nama sekolah)

Matapelajaran                     :      (diisi dengan mata pelajaran)

Kelas/Semester                    :      (diisi   dengan   kelas   sesuai   peminatan   dan semester yang berlangsung)

Tahun pelajaran                   :      (diisi dengan tahun pelajaran berjalan)

AlokasiWaktu                       :      diisi melalui anailisa estimasi waktu.

 

b.      Kompetensi Inti :

Merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang harus dimiliki seorang peserta didik Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah pada setiap tingkat kelas. Kompetensi Inti terdiri atas:  Kompetensi Inti sikap spiritual; Kompetensi Inti sikap sosial; Kompetensi Inti pengetahuan; dan  Kompetensi Inti Keterampilan.

Kedudukan dari Kompetensi Inti (KI) adalah sebagai pengikat seluruh mata pelajaran. Maksudnya disini adalah bahwa apapun nama mata pelajaran jika itu berada pada kelas yang sama maka Kompetensi Inti (KI) nya sama. Sebagai contoh: di kelas X untuk mata pelajaran Sejarah, Matematika, Biologi, Meskipun KI dimasing-masing kelas adalah sama, namun yang membedakan anatar mata pelajaran adalah penjabaran pada Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi inti dituliskan dengan cara menyalin Permendikbud Nomor 21 tahun 2016.

 

c.       Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi

1)     Kompetensi Dasar

Adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.

Kompetensi Dasar berisi kemampuan dan muatan pembelajaran untuk suatu mata pelajaran pada Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah yang mengacu pada Kompetensi Inti.

Kompetensi Dasar merupakan penjabaran dari Kompetensi Inti dan terdiri atas: a. Kompetensi Dasar Sikap Spiritual; b. Kompetensi Dasar Sikap Sosial; c. Kompetensi Dasar Pengetahuan; dan d. Kompetensi Dasar Keterampilan.

Adapun keterkaitan diantara Kompetensi Dasar (KD) dari KI 1, KI 2, KI 3, dan KI 4 adalah bahwa ketika dalam pembelajaran selalu dimulai dari pengetahuan apa yang akan dipelajari. Pengetahuan tersebut berada pada KD dari KI 3 yang berisi tentang materi-materi yang akan dipelajari. Melalui materi-materi itulah diharapkan peserta didik memiliki keterampilan yang diharapkan seperti yang menjadi tuntutan pada KD di KI 4. Dengan demikian hubungannya sangat erat antara KD di KI 3 dan KI 4. KD dari KI 4 hanya bisa dicapai jika dilakukan melalui pembelajaran KD dari KI 3, sehingga kedudukan KD di KI 3 adalah menjadi sarana untuk mencapai keterampilan yang pada KD di KI 4. Pembelajaran pada KD di KI 3 dan KI 4 dilakukan di dalam pembelajaran sehingga menghasilkan dampak pembelajaran (instructional effect). Sementara pada KD dari KI 1 dan KI 2 terkait dengan (disebut sebagai) pembelajaran yang tidak langsung. Dengan demikian, melalui pembelajaran KD dari KI 3 dan KI 4 diharapkan dapat memberi dampak pada sikap dan perilaku peserta didik atau disebut sebagai dampak pengiring (nurturant effect) dari pembelajaran. Dalam implementasi pembelajarannya KD dari KI 1, KI 2, KI 3, dan KI 4 kemudian diikat oleh materi pokok yang sama.

 

2)     Indikator pencapaian kompetensi:

Adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian KD tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Secara khusus dapat dijabarkan sebagai berikut :

(a)  kemampuan yang dapat diobservasi untuk disimpulkan sebagai pemenuhan Kompetensi Dasar pada Kompetensi Inti 1 dan Kompetensi Inti 2; dan

(b)  kemampuan yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk disimpulkan sebagai pemenuhan Kompetensi Dasar pada Kompetensi Inti 3 dan Kompetensi Inti 4.

 

KOMPETENSI DASAR DARI KI 3

KOMPETENSI DASAR DARI KI 4

Lihat dalam Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016

Contoh 3.1……… Dst

Lihat dalam Permendikbud nomor 24 tahun 2016

Contoh 4.1 … Dst

Indikator Pencapaian kompetensi

Merupakan penjabaran dari KD dengan memperhatikan hirarkhi KKO. Cara menjabarkan IPK dari KD lihat di modul 1 Contoh

3.1.1….

3.1.2… Dst

Indikator Pencapaian Kompetensi Merupakan penjabaran dari KD dengan memperhatikan hirarkhi KKO. Cara menjabarkan IPK dari KD lihat di modul 1 Contoh

4.1.1….

4.1.2…. Dst

 

d.      Materi ajar: 

Memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi. Materi ajar terdiri atas materi reguler, materi remedial dan materi pengayaan.

Materi dalam RPP dituliskan poin poin yang merupakan materi pokok dan materi ajar. Materi pokok dapat dirumuskan dari Kompetensi Dasar, sedangkan materi ajar dirumuskan dari indikator pencapaian kompetensi. Secara rinci menjadi lampiran RPP. Selain itu, perlu diperhatikan juga materi pembelajaran yang dapat memfasilitasi  peserta didik untuk belajar lebih luas (Broad Based Learning) serta memanfaatkan berbagai sumber belajar, termasuk sumber belajar digital dan sumber belajar berupa alam atau lingkungan masyarakat (Community Based Learning).

e.       Kegiatan pembelajaran:

Pembelajaran merupakan suatu proses pengembangan potensi dan pembangunan karakter setiap peserta didik sebagai hasil dari sinergi antara pendidikan yang berlangsung di sekolah, keluarga dan masyarakat. Peserta didik mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi,  di sekolah, keluarga, dan masyarakat. Proses tersebut berlangsung melalui kegiatan   tatap muka di kelas, kegiatan terstruktur, dan kegiatan kemandirian. di keluarga dan masyarakat dengan memanfaatkan bverbagai sumber belajar

Kegiatan tatap muka merupakan kegiatan yang dipetakan dalam pertemuan. Setiap pertemuan memuat kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.

(a)  Pendahuluan

Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

(b)  Inti

Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran di­lakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

(c)   Penutup

Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau simpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.

 

f.        Penilaian

Penilaian dalam RPP mengukur ketercapaian indicator pencapaian kompetensi. Penilaian untuk mengukur ketercapaian indicator dapat dilakukan dengan beberapa macam tehnik penilaian. Untuk lebih mudah dalam melaksanakan penilaian, sebaiknya dari indicator pencapaian kompetensi dijabarkan kedalam indicator soal, yang memuat:

(a)  Teknik Penilaian.

(b)  Instrumen Penilaian

(c)   Pembelajaran Remedial dan Pengayaan Instrumen penilaian menjadi lampiran RPP

 

g.       Media/alat,  dan Sumber Belajar

Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi. Dalam memilih media pembelajaran harus mempertimbangkan prinsip psikologi peserta didik, antara lain motivasi, perbedaan individu,emosi, partisipasi umpan balik, penguatan dan penerapan. Penggunaan media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu’ serta dapat memfasulitasi peserta didik untuk belajar lebih luas.

 

c.       Prinsip-Prinsip Penyusunan RPP

1)     Memperhatikan perbedaan individu peserta didik

      RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.

2)     Mendorong partisipasi aktif peserta didik

Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar.

3)       Mengembangkan budaya membaca dan menulis Proses pembelajaran dirancang untuk mengembang­kan kegemaran membaca, pemahaman beragam ba­caan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.

4)       Memberikan umpan balik dan tindak lanjut

5)       RPP memuat rencana program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.

6)       Keterkaitan dan keterpaduan

7)       RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indicator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengako­modasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.

8)       Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi

9)       RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegra­si, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.

 

d.      Langkah-Langkah Penyusunan RPP

Langkah-langkah minimal dari penyusunan RPP, dimulai dari  mencantumkan Identitas RPP, Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, Indikator Pencapaian Kompetensi, Materi Pembelajaran, Langkah-langkah Kegiatan pembelajaran, Penilaian, dan Sumber Belajar. Setiap komponen mempunyai arah pengembangan masing-masing, namun semua merupakan suatu kesatuan.

Penjelasan tiap-tiap komponen adalah sebagai berikut.

1)     Mencantumkan Identitas

Terdiri dari: Nama Sekolah, Mata Pelajaran, Kelas/ Semester, dan Alokasi Waktu.

Hal yang perlu diperhatikan adalah :

·         RPP boleh disusun untuk satu KD.

·         Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, dan Indikator dikutip dari silabus. (KI – KD– Indikator adalah suatu alur pikir yang saling terkait tidak dapat dipisahkan). Silabus dibuat oleh pemerintah pusat tetapi masih bisa dikembangkan disesuaikan dengan karakteristik daerah.

·         Indikator merupakan:

·         ciri perilaku (bukti terukur) yang dapat memberikan gambaran bahwa peserta didik telah mencapai kompetensi dasar

·         penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

·         dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, satuan pendidikan, dan  potensi daerah.

·         rumusannya menggunakan kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi.

·         digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.

·         Alokasi waktu diperhitungkan untuk pencapaian satu kompetensi dasar, dinyatakan dalam jam pelajaran dan banyaknya pertemuan (contoh: 2 x 45 menit). Karena itu, waktu untuk mencapai suatu kompetensi dasar dapat diperhitungkan dalam  satu atau beberapa kali pertemuan bergantung pada  kompetensi dasarnya.

 

2)     Merumuskan Tujuan Pembelajaran

Tujuan Pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan; serta diintegrasikan dengan kecakapan abad 21 dan muatan PPK

Contoh:

Melalui pendekatan Saintifik dengan pembelajaran Discovery Learning peserta didik dapat berfikir  kritis dan kreatif  dalam menganalisis peristiwa pembentukan pemerintahan pertama Republik Indonesia pada awal kemerdekaan dan maknanya bagi kehidupan kebangsaan Indonesia masa kini, kemudian secara kreatif dan terampil mampu menyusun dan menyajikan laporan hasil penalaran didalam kerjasama kelompok dengan menjunjung tinggi tanggung jawab yang diberikan.

3)     Menentukan Materi Pembelajaran

Untuk memudahkan penetapan materi pembelajaran,  dapat diacu dari indikator.

Contoh:

Indikator: Peserta didik dapat menjelaskan Peristiwa Sekitar Proklamasi.

Materi pembelajaran: Sekitar Proklamasi Kemerdekaan.

 

4)     Menentukan Metode Pembelajaran

Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi dapat pula diartikan sebagai model atau pendekatan pembelajaran, bergantung pada karakteristik pendekatan dan/atau strategi yang dipilih.

Karena itu pada bagian ini cantumkan pendekatan pembelajaran dan metode yang diintegrasikan dalam satu kegiatan pembelajaran peserta didik:

·         Pendekatan pembelajaran yang digunakan, misalnya: pendekatan scientivic.

·         Model-model yang digunakan, misalnya: Discovery Learning, Problem BasedLearning, Project Based Learning atau Ceramah.

5)     Menetapkan Kegiatan Pembelajaran

Untuk mencapai suatu kompetensi dasar harus dicantumkan langkah-langkah kegiatan setiap pertemuan. Pada dasarnya, langkah-langkah kegiatan memuat unsur kegiatan pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Langkah-langkah minimal yang harus dipenuhi pada setiap unsur kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:

·      Kegiatan Pendahuluan

-       menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;

-       memberi motivasi belajar siswa secara kontekstual sesuai manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari, dengan memberikan contoh dan perbandingan lokal, nasional dan internasional;

-       mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;

-       menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; dan

-       menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.

-       Pembagian kelompok belajar dan penjelasan mekanisme pelaksanaan pengalaman belajar (sesuai dengan rencana langkah-langkah pembelajaran).

 

·      Kegiatan Inti

Kegiatan inti menggunakan model pembelajaran, metode pembelajaran,media pembelajaran, dan sumber belajar yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Pemilihan pendekatan tematik dan/atau tematik terpadu dan/atau saintifik dan/atau Inkuiri dan penyingkapan (Discovery) dan/ataupembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (Project Based Learning)disesuaikan dengan karakteristik kompetensi dan jenjang pendidikan.

Dalam kegiatan inti menggunakan pendekatan ilmiah, yang mendorong peserta didik secara aktif membangun pengetahuannya sendiri melalui aktifitas ilmiah mulai dari kegiatan yang bersifat atau berbentuk : mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar/mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.

 

·      Kegiatan Penutup

-       Guru mengarahkan peserta didik untuk membuat rangkuman/simpulan.

-       Seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran dan hasil-hasil yang diperoleh untuk selanjutnya secara bersama menemukan manfaat langsung maupun tidak langsung dari hasil pembelajaran yang telah berlangsung;

-       Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;

-       Melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian tugas, baik tugas individual maupun kelompok; dan

-       Menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk pertemuan berikutnya.

 

6)     Memilih Sumber Belajar

Pemilihan  sumber belajar mengacu pada perumusan yang ada dalam silabus yang dikembangkan. Sumber belajar mencakup sumber rujukan, lingkungan, media, narasumber, alat dan bahan. Sumber belajar dituliskan secara lebih operasional, dan bisa langsung dinyatakan bahan ajar apa yang digunakan. Misalnya,  sumber belajar dalam silabus dituliskan buku referensi, dalam RPP harus dicantumkan bahan ajar yang sebenarnya.

Jika menggunakan buku, maka harus ditulis judul buku teks tersebut, pengarang, dan halaman yang diacu.

Jika menggunakan bahan ajar berbasis ICT, maka harus ditulis nama file, folder penyimpanan, dan bagian atau link file yang digunakan, atau alamat website yang digunakan sebagai acuan pembelajaran.

 

7)     Menentukan Penilaian

-          Penilaian dalam RPP mengukur ketercapaian indikator pencapaian kompetensi. Penilaian tersebut dapat dilakukan dengan beberapa teknik penilaian. Penilaian dilakukan dengan merujuk pada kisi-kisi soal yang dijabarkan dari indikator pencapaian kompetensi.

-          Penilaian proses pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian otentik (authentic assesment) yang menilai kesiapan siswa, proses, dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan penilaian ketiga komponen tersebut akan menggambarkan kapasitas, gaya, dan perolehan belajar siswa atau bahkan mampu menghasilkan dampak instruksional (instructional effect) dan dampak pengiring (nurturant effect) dari pembelajaran.

-          Hasil penilaian dapat digunakan oleh guru untuk merencanakan program perbaikan (remedial), pengayaan (enrichment), atau pelayanan konseling. Selain itu, hasil penilaian otentik dapat digunakansebagai bahan untuk memperbaiki proses pembelajaran sesuai dengan Standar Penilaian Pendidikan. Evaluasi proses pembelajaran dilakukan saat proses pembelajaran dengan menggunakan alat: angket, observasi, catatan anekdot, dan refleksi.

 

e.       Format RPP

Contoh format RPP yang sudah disepakati sebagaimana tercantum dalam modul pelatihan implementasi kurikulum 2013 tahun 2018 mata pelajaran Sejarah Indonesia :

RENCANA  PELAKSANAAN  PEMBELAJARAN (RPP)

Sekolah                :

Mata pelajaran  :

Kelas/Semester  :

Alokasi Waktu   :

A.      Kompetensi  Inti(KI)

[disajikan Deskripsi Rumusan KI-1 dan KI-2 s) yang dapat disalin dari Permendikbud No 21 tahun 2016

KI3:

KI4:

B.      Kompetensi  Dasar danIndikator

Kompetensi Dasar

Indikator

KD pada KI 3

KD pada KI4

C.       Tujuan Pembelajaran

(Mencerminkan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan, memberikan gambaran proses pembelajaran, memberikan gambaran capaian hasil pembelajaran, dituangkan dalam bentuk deskripsi, memuat kompetensi yang hendak dicapai peserta didik

D.      Materi Pembelajaran

(Ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan cakupan materi yang termuat pada IPK atau KD pengetahuan. Memuat materi fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Cakupan materi sesuai dengan alokasi waktu yang ditetapkan.

Mengakomodasi muatan local dapat berupa keunggulan lokal, kearifan lokal, kekinian, dll yang sesuai dengan cakupan materi pada KD pengetahuan)

E.      MetodePembelajaran

(Menggunakan pendekatan ilmiah dan/atau pendekatan lain yang relevan dengan karakteristik masing-masing mata pelajaran, menerapkan pembelajaran aktif yang bermuara pada pengembangan HOTS, menggambarkan sintaks/tahapan yang jelas (apabila menggunakan model tertentu), sesuai dengan tujuan pembelajaran, menggambarkan proses pencapaian kompetensi).

F.       Media dan AlatPembelajaran

(Mendukung pencapaian kompetensi dan pembelajaran aktif dengan pendekatan ilmiah, sesuai dengan karakteristik peserta didik)

G.      Sumber Belajar

(Sumber belajar yang digunakan mencakup antara lain bahan cetak, elektronik, alam, lingkungansosial, dan sumber belajar lainnya)

H.      Langkah-langkah Pembelajaran

1.       Pertemuan Pertama: (...JP)

a.       KegiatanPendahuluan

b.       Kegiatan Inti

(disajikan garis besar alur berpikir pembelajaran secara lengkap, materi rinci pembelajaran dimuat pada Lampiran Materi Pembelajaran Pertemuan 1)

c.      Kegiatan Penutup

2.      PertemuanKedua: (...JP) dst

Lampiran-lampiran:

1.       Materi Pembelajaran Pertemuan 1

2.       Instrumen Penilaian Pertemuan 1

3.       Materi Pembelajaran Pertemuan 2

4.       Instrumen Penilaian Pertemuan 2

Dan seterusnya tergantung banyak pertemuan.

 

D.  Aktivitas Pembelajaran

LK 8.1. Menetapkan Target KD

Tetapkanlah target KD sesuai dengan KD-KI 3 dan KD-KI 4 yang anda analisis. Gunakan format dibawah ini :

Mata Pelajaran      :

Kelas                       :

Kompetensi Inti      :

KD Pengetahuan :

 

Target KD Pengetahuan :

 

 

KD Keterampilan :

 

Target KD Keterampilan :

 

 

 

LK 8.2. Format Perumusan IPK

Buatlah IPK sesuai dengan KD yang sudah anda tetapkan pada LK 9.1!

No

KD

Tingkat Kompetensi KD

Proses Berpikir (C1-C6) Dimensi Pengetahuan

IPK

Materi dan Sub Materi

1.

KD PENGETAHUAN

 

Dimensi Pengetahuan :

Proses Berpikir dan Dimensi Pengetahuan :

IPK Penunjang :

 

Proses Berpikir :

 

IPK Kunci :

 

IPK Pengayaan :

(Tidak Wajib)

 

2.

KD KETERAMPILAN

 

Tingkat Keterampilan :

Langkah Proses Keterampilan :

IPK Penunjang :

 

IPK Kunci :

 

IPK Pengayaan :

(Tidak Wajib)

 

 


LK 8.3. Matrik Sumbu Simetris KD Pengetahuan

Isilah hasil pemetaan Indikator yang sudah anda buat pada LK 9.2 pada tabel sumbu simetris dibawah ini!

DIMENSI PENGETAHUAN

(Permendikbud No. 20 Tahun 2016 Tentang SKL Pendidikan Dasar dan Menangah)

METAKOGNITIF

PROSEDURAL

KONSEPTUAL

FAKTUAL

C1

MENGINGAT

C2

MEMAHAMI

C3

MENGAPLIKASIKAN

C4

MENGANALISIS

C5

MENGEVALUASI

C6

MENCIPTA

DIMENSI PROSES BERFIKIR

Ranah Kognitif (C1 – C6) Taksonomi Bloom


 

 

LK 8.4. Rancangan Kegiatan Pembelajaran

Buatlah rancangan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan KD-KI 3 dan KD-KI 4 yang anda analisis. Gunakan format dibawah ini :

Kompetensi Dasar

:

3 .………………………………….. 

Materi

:

………………………………….. 

Tujuan Pembelajaran

:

………………………………….. 

Alokasi Waktu

:

………………………………….. 

TAHAP PEMBELAJARAN

KEGIATAN PEMBELAJARAN

Mengamati

………………………………….. 

Menanya

………………………………….. 

Mengumpulkan informasi

 

………………………………….. 

Mengasosiasikan

 

………………………………….. 

Mengkomunikasikan

 

………………………………….. 

 

LK 8.5. Format Desain Pembelajaran Berdasarkan Model Pembelajaran

Buatlah rancangan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan KD-KI 3 dan KD-KI 4 yang anda analisis. Gunakan format dibawah ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

Kompetensi Dasar                :

Materi                                     :

Tujuan Pembelajaran           :

Alokasi Waktu                       :

No

IPK Pengetahuan

IPK Keterampilan

Kegiatan Pembelajaran

Sumber Belajar/Media

Penilaian

 

 

 

Pendahuluan:

 

 

 

Sikap:

 

 

Pengetahuan:

 

Keterampilan:

 

 

 

 

Inti:

 

 

 

 

 

Penutup:

 

 

 

E.   Penilaian

            1.         Peserta didik diminta untuk menunjukkan letak Ibukota Kerajaan Majapahit pada peta sejarah. Aktifitas pembelajaran tersebut masuk dalam dimensi pengetahuan....

A.   Fakta

B.   Konseptual

C.   Prosedural

D.  Metakognitif

            2.         Pada Kompetensi Dasar “ 3.2. Mengevaluasi perkembangan IPTEK dalam era globalisasi dan  dampaknya bagi kehidupan Manusia, manakah target kompetensi yang tepat?

A

Mengevaluasi perkembangan IPTEK dalam era globalisasi.

B

Mengevaluasi dampak perkembangan IPTEK dalam era globalisasi  bagi kehidupan Manusia

C

Mengevaluasi perkembangan IPTEK dalam era globalisasi dan  dampaknya bagi kehidupan Manusia

D

1.    Mengevaluasi perkembangan IPTEK dalam era globalisasi.

2.    Mengevaluasi dampak perkembangan IPTEK dalam era globalisasi  bagi kehidupan Manusia

 

3.       Pada KD “3.2. Mengevaluasi perkembangan IPTEK dalam era globalisasi dan  dampaknya bagi kehidupan Manusia” pengembangan materi pengayaan pada KD tersebut, adalah.....

A.      Menjelaskan  sejarah  awal perkembangan IPTEK.

B.      Menghubungkan  antara  lahirnya  Revolusi Industri  dengan  perkembangan teknologi

C.      Memprediksi  perkembangan IPTEK masa depan  berdasarkan  perkembangan IPTEK  pada saat ini

D.     Merancang  ide kreatif   teknologi  masa depan yang  ramah lingkungan.

 

4.       Rumusan Indikator Kunci untuk Kompetensi Dasar “3.2. Mengevaluasi perkembangan IPTEK dalam era globalisasi dan  dampaknya bagi kehidupan Manusiaadalah....

A.      Menjelaskan  sejarah  awal perkembangan IPTEK.

B.      Menghubungkan  antara  lahirnya  Revolusi Industri  dengan  perkembangan teknologi

C.      Menganalisis perkembangan IPTEK masa depan  berdasarkan  perkembangan IPTEK  pada saat ini

D.     Merancang  ide kreatif   teknologi  masa depan yang  ramah lingkungan.

5.       Guru menayangkan video pembelajaran sejarah tentang pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, yang dilanjutkan dengan kegiatan stimulasi untuk meningkatkan pengetahuan dan rasa keingintahuan peserta didik. Selanjutnya guru memfasilitasinya dengan kegiatan …

A.      Mengamati

B.      Menanya

C.      Mengumpulkan Data

D.     Menalar

6.       Peserta didik mengecek kebenaran atau keabsahan hasil pengolahan data melalui berbagai kegiatan, atau mencari sumber yang relevan baik dari buku atau media, membuktikan benar tidaknya hipotesis, serta mengasosiasikannya sehingga menjadi suatu kesimpulan.

Proses pembelajaran demikian merupakan sintaks Discovery Learning yang ...

A.      Problem Statement

B.      Data Collecting

C.      Data Processing

D.     Verification

7.       Peserta didik dihadapkan pada permasalahan yang harus diselesaikan melalui kajian literatur, pengamatan di lapangan, wawancara narasumber, mengolah dan melaporkannya dalam bentuk tulisan secara sistematis. Kegiatan yang dilakukan peserta didik tersebut menggunakan model ….

A.      Problem based learning.

B.      Project based learning.

C.       Discovery learning.

D.      Inquiry learning.

8.       Salah satu sintaks Problem Based Learning adalah mengorganisasikan peserta didik untuk belajar. Contoh aktifitas pembelajarannya adalah ....

A.        Peserta didik mengamati permasalahan kemunculan kerajaan Hindu-buddha yang menurut informasi berkembang pada abad ke IV M.

B.        Peserta didik difasilitasi untuk membuat beberapa pertanyaan mengenai informasi yang didapatkan dari hasil pengamatan tentang perkembangan kehidupan pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia

C.        Peserta didik melengkapi informasi dengan mencari mencari berbagai informasi yang mendukung dari beberapa buku referensi, internet, atau sumber yang lain untuk menguatkan dugaan yang dibuat.

D.       Peserta didik diminta mengembangkan beberapa permasalahan yang terkait dengan kehidupan politik pemerintahan, agama, ekonomi, agama dan sosial budaya pada masa kerajaan-kerajaan Hindu Buddha di Indonesia kemudian mempresentasikan di depan kelas.

 

9.       Menggunakan model pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, didalam penyusunan RPP terletak pada....

A.     Kegiatan Pendahuluan.

B.     Kegiatan Inti.

C.     Kegiatan Penutup.

D.    Penilaian hasil belajar.

 

10.       Pada hakekatnya RPP dikatakan baik apabila ...

A.   Mudah diterapkan dan kompetensinya tercapai.

B.   Mampu memadukan berbagai regulasi.

C.    Dapat dijadikan sebagai pedoman formal dalam pembelajaran

D.   Telah ditandagani KS dan guru yang bersangkutan.

 

F.   Referensi

Ariyana Yoki, MT,dkk. Buku Pegangan pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi. 2019. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Hastikah Tika, dkk. Sejarah Indonesia (Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 tahun 2016). 2018. Jakarta. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.

Kemdikbud. 2014. Permendikbud. 103  Tahun 2014 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan  Menengah.

Kemdikbud. 2016. Permendikbud. 20  Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Kelulusan Pendidikan Dasar dan  Menengah

Kemdikbud. 2016. Permendikbud. 21  Tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan  Menengah.

Kemdikbud. 2016. Permendikbud. 22  Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan  Menengah.

Kemdikbud. 2016. Permendikbud. 23  Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan.

Kemdikbud. 2018. Permendikbud. 37  Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Perarturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 24 tahun 2016 tentang Kompetensi Inti Dan Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013

Gagne, R.M. & Bringgs, L. J. 1993. Principles of Instructional Design. New York: Holt, Rinehart, and Winston.

Hastikah Tika, dkk. Sejarah Indonesia (Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 tahun 2016). 2018. Jakarta. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.


 

                                                                             IX.            Penilaian dan Pengembangan Soal HOTS

 

A.     Kompetensi

Menyusun instrumen penilaian sikap, pengetahuan dan keterampilan serta mampu membuat soal Hots dalam pembelajaran sejarah Indonesia sesuai dengan prinsip dan sistematika yang berlaku dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama pendidikan karakter.

 

B.     Indikator Pencapaian Kompetensi

                         1.            Menyusun instrumen penilaian sikap mata pelajaran sejarah sesuai Permendikbud yang berlaku.

                         2.            Menyusun instrumen penilaian pengetahuan mata pelajaran sejarah sesuai Permendikbud yang berlaku.

                         3.            Menyusun instrumen penilaian keterampilan mata pelajaran sejarah sesuai Permendikbud yang berlaku.

 

C.      Uraian Materi

1.     Penilaian

a.         Penilaian Kompetensi Sikap

Penilaian sikap merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk memperoleh informasi deskriptif mengenai perilaku peserta didik. Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/objek. Sikap juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap dapat dibentuk, sehingga terjadi perubahan perilaku atau tindakan yang diharapkan. Penilaian sikap dilakukan secara berkelanjutan dan komprehensif oleh guru mata pelajaran, guru bimbingan konseling, dan wali kelas dengan menggunakan observasi dan informasi lain yang valid dan relevan dari berbagai sumber. Penilaian aspek sikap dilakukan melalui observasi/pengamatan dan teknik penilaian lain yang relevan, dan pelaporannya menjadi tanggungjawab wali kelas atau guru kelas.

Kompetensi sikap pada pembelajaran Sejarah Indonesia yang harus dicapai peserta didik sudah terinci pada KD dari KI 1 dan KI 2.   Guru Sejarah Indonesia dapat merancang  lembar pengamatan penilaian kompetensi sikap untuk  masing-masing KD  sesuai dengan karakteristik proses pembelajaran yang disajikan. Hasil observasi dapat dijadikan sebagai umpan balik dalam pembinaan.

Penilaian aspek sikap dilakukan melalui tahapan:

1.    Mengamati perilaku peserta didik selama pembelajaran;

2.    Mencatat perilaku peserta didik dengan menggunakan lembar observasi/pengamatan;

3.    Menindaklanjuti hasil pengamatan; dan

4.    Mendeskripsikan perilaku peserta didik.

Observasi dalam penilaian sikap peserta didik merupakan teknik yang dilakukan secara berkesinambungan melalui pengamatan perilaku. Asumsinya setiap peserta didik pada dasarnya berperilaku baik sehingga yang perlu dicatat hanya perilaku yang sangat baik (positif) atau kurang baik (negatif) yang berkaitan dengan indikator sikap spiritual dan sikap sosial. Catatan hal-hal positif dan menonjol digunakan untuk menguatkan perilaku positif, sedangkan perilaku negatif digunakan untuk pembinaan. Untuk menentukan penilaian sikap,   terlebih dahulu dirumuskan sikap-sikap yang akan dikembangkan sekolah. Sikap yang dikembangkan sekolah harus mengacu pada visi sekolah.

Langkah yang harus dilakukan, yaitu:

1.   Merumuskan nilai sikap yang dikembangkan sekolah dari Visi sekolah. Misalnya “Menciptakan insan berprestasi, berbudaya dan bertaqwa.” Sekolah mengembangkan sikap jujur, bertanggung jawab, kompetitif, disiplin, religiusitas.

2.   Membuat format jurnal yang akan dilakukan pendidik untuk melakukan penilaian sikap. Format jurnal sebaiknya disepakati oleh seluruh guru mapel.

Penilaian kompetensi sikap atau perilaku dapat dilakukan oleh guru pada saat peserta didik melakukan praktikum atau diskusi. Selama proses pembelajaran guru mengamati dan mencatat perilaku peserta didik yang sangat baik  (positif) atau kurang baik (negatif) dalam jurnal segera setelah perilaku tersebut teramati atau menerima laporan tentang perilaku tersebut. Perilaku yang diamati bisa berupa kedisiplinan, tanggung jawab, kejujuran, kepedulian, responsif dan pro-aktif. Misalnya, saat diskusi kelompok mau pun diskusi kelas guru mengamati beberapa peserta didik terlihat sangat menonjol dalam keaktifan bertanya dan atau memberi tanggapan maka guru dapat mencatat dalam jurnal tentang sikap responsif dan pro-aktif mereka. Demikian juga sebaliknya, seorang peserta didik dalam kelompok tidak aktif malah mengerjakan yang lain, guru juga mencatat perilaku peserta didik tersebut dalam jurnal.

Guru dapat mengembangkan lembar observasi dan jurnal seperti contoh berikut :

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Contoh Penilaian Sikap dengan Jurnal

Nama Satuan pendidikan : SMA Selamat Siang

Tahunpelajaran                    :2017/2018

Kelas/Semester                     :  X/Semester I

MataPelajaran                      : Sejarah Indonesia

NO.

WAKTU

NAMA

KEJADIAN/ PERILAKU

BUTIR SIKAP

POS/ NEG

TINDAK LANJUT

1

2

3

4

5

6

7

1

04 April

2017

Ria

§ Menjatuhkan globe

 

 

 

 

 

 

§ Melaporkan globe yang dijatuhkan

§ Disiplin

 

 

 

 

 

 

 

§ Tanggung jawab, jujur

-

 

 

 

 

 

 

 

+

·    Dipanggil melalui tim ketertiban, untuk di data dan diberikan pembinaan oleh guru mapel dan dilaporkan kepada wali kelas

·    Diberikan penghargaan atas sikap jujur dengan pengurangan poin pelanggaran

 

Dst

 

 

 

 

 

 

Keterangan:

1.      Nomor urut;

2.      Hari dan tanggal kejadian;

3.      Nama peserta didik yang menunjukkan perilaku yang menonjol baik positif maupun negative;

4.      Catatan kejadian atau perilaku yang menonjol baik positif maupun negatif;

5.      Diisi dengan butir sikap dari catatan pada  kolom kejadian;

6.      Diisi dengan (+) untuk sikap positif dan (–) untuk sikap negatif.

7.      Diisi dengan tindak lanjut atas perilaku yang ditunjukkan

 

Pengamatan sikap dilakukan guru secara berkala, kemudian dibuat rekapitulasi untuk dideskripsikan dan dilaporkan kepada wali kelas.

Pendidik melakukan pengamatan terhadap perilaku peserta didik selama 1 semester. Laporan guru ditindak lanjuti oleh wali kelas dan menjadi catatan wali kelas untuk memberikan deskripsi penilaian sikap di rapor.

Penilaian sikap tidak lepas dari penguatan lima nilai utama karakter yaitu religiositas, nasionalisme, kemandirian, gotong-royong, dan integritas yang dioperasionalkan melalui indikator-indikator yang dapat terukur sesuai dengan karakteristik kompetensi atau materi pembelajaran. Penguatan nilai- nilai karakter dapat diwujudkan dalam bentuk penghargaan, baik secara tertulis maupun melalui lisan atau penghargaan yang berhasil dikembangkan peserta  didik melalui proses pembelajaran di sekolah atau di lingkungan sekitarnya.

 

b.        Penilaian Kompetensi Pengetahuan

Penilaian pengetahuan merupakan penilaian untuk mengukur kemampuan peserta didik berupa pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif, serta kecakapan berpikir tingkat rendah sampai tinggi. Penilaian ini berkaitan dengan ketercapaian KD pada KI-3 yang dilakukan oleh guru mata pelajaran.

Penilaian pengetahuan, selain untuk mengetahui apakah peserta didik telah mencapai ketuntasan belajar, juga untuk mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan penguasaan pengetahuan peserta didik dalam proses pembelajaran (diagnostic). Oleh karena itu, pemberian umpan balik (feedback) kepada peserta didik oleh pendidik merupakan hal yang sangat penting, sehingga hasil penilaian dapat segera digunakan untuk perbaikan mutu pembelajaran. Ketuntasan belajar untuk pengetahuan ditentukan oleh satuan pendidikan. Secara bertahap satuan pendidikan terus meningkatkan kriteria ketuntasan belajar dengan mempertimbangkan potensi dan karakteristik masing-masing satuan pendidikan sebagai bentuk peningkatan kualitas hasil belajar.

 

Penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui tahapan:

1.      menyusun perencanaan penilaian;

2.      mengembangkan instrumen penilaian;

3.      melaksanakan penilaian;

4.      memanfaatkan hasil penilaian; dan

5.      melaporkan hasil penilaian dalam bentuk angka dengan skala 0-100 dan deskripsi.

 

a)     Teknik Penilaian Pengetahuan

Teknik yang biasa digunakan dalampenilaian pengetahuan dapat berupa tes tertulis, tes lisan, dan penugasan.. Teknik dan bentuk instrumen penilaian kompetensi pengetahuan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 23. Teknik dan Bentuk Instrumen Penilaian

Teknik Penilaian

Bentuk Instrumen

Tes tulis

Pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian.

Tes lisan

Kuis dan Tanya jawab  

Penugasan

Pekerjaan rumah dan/atau tugas yang dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas di sekolah dan/atau di luar sekolah, baik secara formal maupun informal

 

1)     Tes Tulis

Tes tertulis adalah tes dengan soal dan jawaban disajikan secara tertulis untuk mengukur atau memperoleh informasi tentang kemampuan peserta tes. Instrumen tes tulis umumnya menggunakan soal pilihan ganda dan soal uraian. Soal tes tertulis yang menjadi penilaian autentik adalah soal-soal yang menghendaki peserta didik merumuskan jawabannya sendiri, seperti soal-soal uraian. Soal-soal uraian menghendaki peserta didik mengemukakan atau mengekspresikan gagasannya dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri, misalnya mengemukakan pendapat, berpikir logis, dan menyimpulkan.

Pada pembelajaran Sejarah Indonesia yang menggunakan pendekatan scientific, instrumen penilaian harus dapat menilai keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS: “Higher Order thinking Skill”) menguji proses analisis, sintesis, evaluasi bahkan sampai kreatif. Untuk menguji keterampilan berpikir peserta didik, soal-soal untuk menilai hasilbelajar Sejarah Indonesia dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik menjawab soal melalui proses berpikir yang sesuai dengan kata kerja operasional dalam taksonomi Bloom. Misalnya untuk menguji ranah analisis peserta didik pada pembelajaran Sejarah Indonesia, guru dapat membuat soal dengan menggunakan katakerja operasional yang termasuk ranah analisis seperti menganalisis. Ranah evaluasi contohnya membandingkan,  memprediksi, dan menafsirkan.

Pengembangan instrumen tes tertulis mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.

1.   Menetapkan tujuan tes, yaitu untuk seleksi, penempatan, diagnostik, formatif, atau sumatif.

2.   Menyusun kisi-kisi, yaitu spesifikasi yang digunakan sebagai acuan menulis soal. Kisi-kisi memuat rambu-rambu tentang kriteria soal yang akan ditulis, meliputi KD yang akan diukur, materi, indikator soal, bentuk soal, dan nomor soal.  Dengan adanya kisi-kisi, penulisan soal lebih terarah sesuai dengan tujuan tes dan proporsi soal per KD atau materi yang hendak diukur lebih tepat.

3.   Menulis soal berdasarkan kisi-kisi dan kaidah penulisan butir soal.

4.   Menyusun pedoman penskoran sesuai dengan bentuk soal yang digunakan. Pada  soal pilihan ganda, isian, menjodohkan, dan jawaban singkat disediakan kunci jawaban karena jawaban dapat diskor dengan objektif. Sedangkan untuk soal uraian disediakan pedoman penskoran yang berisi alternatif jawaban, kata-kata kunci (key words), dan rubrik denganskornya.

5.   Melakukan analisis kualitatif (telaah soal) sebelum soaldiujikan.

 

Contoh Kisi-Kisi:

Nama Satuan pendidikan          : SMA Selamat Siang Malang

Kelas/Semester             : X / Semester 2

Tahunpelajaran             : 2017/2018

Mata Pelajaran                         : Sejarah

No

Kompetensi Dasar

Materi

Indikator Soal

No Soal

Bentuk Soal

1

KD 3.7 Memahami langkah-langkah penelitian sejarah (heuristik, kritik/verifkasi, interpretasi/
eksplanasi, dan penulisan sejarah)

Langkah-langkah penelitian sejarah

Disajikan contoh tahapan dalam penelitian sejarah, peserta didik dapat menentukan tahapan penelitian sejarah dengan tepat

1

PG

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

...

...

...

...

 

...

...

30

PG

a)     Tes tulis bentuk pilihan ganda

Butir soal pilihan ganda terdiri atas pokok soal (stem) dan pilihan jawaban (option). Untuk tingkat SMA biasanya digunakan 5 (lima) pilihan jawaban. Dari kelima pilihan jawaban tersebut, salah satu adalah kunci (key) yaitu jawaban yang benar atau paling tepat, dan lainnya disebut pengecoh (distractor).

Contoh butir soal pilihan ganda

Indikator     :      Menganalisis kegagalan Badan Konstituante hasil pemilu 1955  dalam menyusun UUD yang baru

Soal           :    Badan Kontituante hasil pemilu 1955 gagal dalam menyusun UUD. 

Kegagalan tersebut karena ...

a.       Badan Konstituante didominasi kekuatan PKI

b.      semua partai politik menghendaki berlakunya kembali UUD 1945

c.       anggota Konstituante mementingkan ideologi partainya masing-masing

d.      Sukarno melaksanakan Demokrasi Terpimpin sehingga bersikap otoriter

 

b)     Tes tulis bentuk uraian

Tes tulis bentuk uraian atau esai menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan dan menuliskan jawaban dengan kalimatnya sendiri.

2)     Tes lisan

Tes lisan merupakan pemberian soal/pertanyaan yang menuntut peserta didik menjawab secara lisan, dan dapat diberikan secara klasikal ketika pembelajaran. Jawaban peserta didik dapat berupa kata, frase, kalimat maupun paragraf. Tes lisan menumbuhkan sikap peserta didik untuk berani berpendapat.

3)     Penugasan

Penugasan adalah pemberian tugas kepada peserta didik untuk mengukur dan/atau meningkatkan pengetahuan. Penugasan yang digunakan untuk mengukur pengetahuan (assessment of learning) dapat dilakukan setelah proses pembelajaran sedangkan penugasan yang digunakan untuk meningkatkan pengetahuan (assessment for learning) diberikan sebelum dan/atau selama proses pembelajaran. Penugasan dapat berupa proyek yang dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas. Penugasan lebih ditekankan pada pemecahan masalah dan tugas produktif lainnya.

c.          Penilaian Kompetensi Keterampilan

Penilaian keterampilan adalah penilaian yang dilakukan untuk menilai kemampuan peserta didik menerapkan pengetahuan dalam melakukan tugas tertentu. Kaitannya dalam pemenuhan kompetensi, penilaian keterampilan merupakan penilaian untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik terhadap kompetensi dasar pada KI-4. Penilaian keterampilan menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu.

Kompetensi keterampilan terdiri atas keterampilan abstrak dan keterampilan kongkret. Penilaian kompetensi keterampilan dapat dilakukan dengan menggunakan: Unjuk kerja/kinerja/praktik, Proyek, Produk dan portofolio

·         Penilaian Unjuk Kerja/Kinerja/Praktik

Penilaian unjuk kerja/kinerja/praktik dilakukan dengan cara mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan tugas tertentu seperti: praktikum di laboratorium, praktik ibadah, praktik olahraga, presentasi, bermain peran, memainkan alat musik, bernyanyi, dan membaca puisi/deklamasi. Contoh untuk menilai unjuk kerja/kinerja/praktik dilakukan pengamatan terhadap presentasi terhadap hasil laporan atau tugas.

Contoh Penilaian Kinerja

Topik :     Perjuangan dan Kontribusi Tokoh Nasional dan Daerah dalam Upaya mempertahankan NKRI pada masa 1948 – 1965.

KI  :          Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak  terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan

KD :         4.2 Menulis sejarah tentang tokoh nasional dan daerah yang berjuang mempertahankan keutuhan negara dan bangsa Indonesia pada masa 1948 – 1965.

Indikator : Mempresentasikan hasil penelitian sederhana tentang tokoh nasional dan daerah  yang berjuang mempertahankan keutuhan negara dan bangsa Indonesia pada masa 1948 – 1965

Lembar Pengamatan

Topik: ...............................

Kelas: ................................

No

Nama

Pemaparan

Analisis Materi/Permasalahan

 

 

Penutup

 

Jumlah Skor

Keterangan

1.

………………………

 

 

 

 

 

2.

......................

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Rubrik

Tabel 24. Teknik dan Bentuk Instrumen Penilaian Kinerja

No

Keterampilan yang dinilai

Skor

Rubrik

1

Pemaparan

30

-        Persiapan presentasi

-        Kelengkapan media presentasi

-        Kepercayaan diri dalam presentasi

20

Ada 2 aspek yang terpenuhi

10

Ada 1 aspek yang terpenuhi

2

Analisis Materi/Permasalahan

30

-        Kedalaman analisis materi/permasalahan

-        Kelengkapan sumber sejarah/referensi

-        Kecakapan memberi tanggapan atas pertanyaan/permasalahan

20

Ada 2 aspek yang tersedia

10

Ada 1 aspek tang tersedia

3

Penutup

30

-        Kemampuan dalam mengaitkan antarmateri

-        Kemampuan dalam membuat kesimpulan

-        Kemampuan dalam membuat saran

20

Ada 2 aspek yang tersedia

10

Ada 1 aspek tang tersedia

                 

·         Penilaian  Proyek

Penilaian projek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasi, kemampuan menyelidiki dan kemampuan menginformasikan suatu hal secara jelas. Penilaian projek dilakukan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pelaporan dan  merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan desain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapan laporan tertulis/lisan. Untuk menilai setiap tahap perlu disiapkan kriteria penilaian atau rubrik.

Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:

1)     Kemampuan pengelolaan ;Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan. Peserta didik dituntut untuk disiplin dalam pengelolaan pembelajaran dengan menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan yang diberikan.

2)     Relevansi; Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran. Peserta didik dituntut untuk kerja keras dengan perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

3)      Keaslian ;Projek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik. Peserta didik dituntut untuk jujur sebagai upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

Contoh Format Penilaian Proyek


Mata Pelajaran :       

Nama Proyek    :       

Alokasi Waktu  :

Tabel 25. Format Penilaian Proyek

Guru Pembimbing :  

Nama                     :  

Kelas                         :

No.

ASPEK

SKOR (1 - 5)

 

1

PERENCANAAN :

a.      Rancangan Alat

-          Alat dan bahan

-          Gambar

b.      Uraian cara menggunakan alat

 

 

2

PELAKSANAAN :

a.      Keakuratan Sumber Data / Informasi

b.      Kuantitas Sumber Data

c.       Analisis Data

d.      Penarikan Kesimpulan

 

 

3

LAPORAN PROYEK :

a.      Sistematika Laporan

b.      Performans

c.       Presentasi

 

 

TOTAL SKOR

 

 

 

·         Penilaian Produk

Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam atau alat-alat teknologi tepat guna yang sederhana. Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu:

1)     Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.

2)     Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.

3)     Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.

a)     Teknik Penilaian Produk

Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik atau analitik.

(1)  Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan pada tahap appraisal.

(2)  Cara analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan.

Format Penilaian Produk

Materi Pelajaran       :          

Nama Proyek                           :       

Alokasi Waktu          :

          

            Nama Peserta didik :

Kelas   :

No

Tahapan

Skor ( 1 – 5 )*

 

1

Tahap Perencanaan Bahan

 

 

2

Tahap Proses Pembuatan :

a.      Persiapan alat dan bahan

b.      Teknik Pengolahan

c.       K3 (Keselamatan kerja, keamanan dan kebersihan)

 

 

3

Tahap Akhir (Hasil Produk)

a.      Bentuk fisik

b.      Inovasi

 

 

TOTAL SKOR

 

 

 

Catatan :

*) Skor diberikan dengan rentang skor 1 sampai dengan 5, dengan ketentuan semakin lengkap jawaban dan ketepatan dalam proses pembuatan maka semakin tinggi nilainya.

Setelah proyek selesai guru dapat melakukan penilaian menggunakan rubrik penilaian proyek. Peserta didik melakukan presentasi hasil proyek, mengevaluasi hasil proyek, memperbaiki sehingga ditemukan suatu temuan baru untuk menjawab permasalahan yang diajukanpada tahap awal.

·   Penilaian Portofolio

Penilaian portofolio pada dasarnya menilai karya-karya peserta didik secara individu pada satu periode untuk suatu mata pelajaran. Akhir suatu periode hasil karya tersebut dikumpulkan dan dinilai oleh guru dan peserta didik sendiri. Berdasarkan informasi perkembangan tersebut, guru dan peserta didik sendiri dapat menilai perkembangan kemampuan peserta didik dan terus menerus melakukan perbaikan. Dengan demikian, portofolio dapat memperlihatkan dinamika kemampuan belajar peserta didik melalui sekumpulan karyanya, untuk mata pelajaran Sejarah Indonesia antara lain:  gambar, foto, maket bangunan bersejarah, resensi buku/literatur, laporan penelitian  dan karya nyata individu peserta didik yang diperoleh dari pengalaman.

Kriteria tugas pada penilaian portofolio

§  Tugas sesuai dengan kompetensi   dan tujuan pembelajaran yang akan diukur.

§  Hasil karya peserta didik yang dijadikan  portofolio berupa pekerjaan hasil tes, perilaku peserta didik sehari-hari, hasil tugas terstruktur, dokumentasi aktivitas peserta didik di luar sekolah yang menunjang kegiatan belajar.

§  Tugas portofolio memuat aspek judul, tujuan pembelajaran, ruang lingkup belajar, uraian tugas, kriteria penilaian.

§  Uraian tugas memuat kegiatan yang melatih peserta didik mengembangkan kompetensi dalam semua aspek (sikap, pengetahuan, keterampilan).

§  Uraian tugas bersifat terbuka, dalam arti mengakomodasi dihasilkannya portofolio yang beragam isinya.

§  Kalimat  yang  digunakan  dalam  uraian  tugas  menggunakan  bahasa  yang komunikatif dan mudah dilaksanakan.

§  Alat dan bahan yang  digunakan  dalam  penyelesaian  tugas  portofolio tersedia di lingkungan peserta didik dan mudah diperoleh.

2.     Penulisan dan Pengembangan Soal HOTS

Anderson dan Krathwohl mengategorikan kemampuan proses menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating) termasuk berpikir tingkat tinggi. Menganalisis adalah kemampuan menguraikan sesuatu ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil sehingga diperoleh makna yang lebih dalam. Menganalisis dalam taksonomi Bloom yang direvisi ini juga termasuk kemampuan mengorganisir dan menghubungkan antar bagian sehingga diperoleh makna yang lebih komprehensif. Apabila kemampuan menganalisis tersebut berujung pada proses berpikir kritis sehingga seseorang mampu mengambil keputusan dengan tepat, orang tersebut telah mencapai level berpikir mengevaluasi. Dari kegiatan evaluasi, seseorang mampu menemukan kekurangan dan kelebihan. Berdasarkan kekurangan dan kelebihan tersebut akhirnya dihasilkan ide atau gagasan-gagasan baru atau berbeda dari yang sudah ada. Ketika seseorang mampu menghasilkan ide atau gagasan baru atau berbeda itulah level berpikirnya disebut level berpikir mencipta. Seseorang yang tajam analisisnya, mampu mengevaluasi dan mengambil keputusan dengan tepat, serta selalu melahirkan ide atau gagasan-gagasan baru. Oleh karena itu, orang tersebut berpeluang besar mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya. Pada pemilihan kata kerja operasional (KKO) untuk merumuskan indikator soal HOTS, hendaknya tidak terjebak pada pengelompokkan KKO. Sebagai contoh kata kerja “menentukan‟ pada Taksonomi Bloom ada pada ranah C2 dan C3. Dalam konteks penulisan soal-soal HOTS, kata kerja “menentukan‟ bisa jadi ada pada ranah C5 (mengevaluasi) apabila untuk menentukan keputusan didahului dengan proses berpikir menganalisis informasi yang disajikan pada stimulus lalu peserta didik diminta menentukan keputusan yang terbaik. Bahkan kata kerja “menentukan‟ bisa digolongkan C6 (mengkreasi) bila pertanyaan menuntut kemampuan menyusun strategi pemecahan masalah baru. Jadi, ranah kata kerja operasional (KKO) sangat dipengaruhi oleh proses berpikir apa yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan. Brookhart (2010) sependapat dengan konsep berpikir tingkat tinggi dalam taksonomi Bloom yang direvisi Anderson dan Krathwohl di atas. Secara praktis Brookhart menggunakan tiga istilah dalam mendefinisikan keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS), yaitu:

 1.            HOTS adalah proses transfer.

 2.            HOTS adalah berpikir kritis.

 3.            HOTS adalah penyelesaian masalah.

HOTS sebagai proses transfer dalam konteks pembelajaran adalah melahirkan belajar bermakna (meaningfull learning), yakni kemampuan peserta didik dalam menerapkan apa yang telah dipelajari ke dalam situasi baru tanpa arahan atau petunjuk pendidik atau orang lain. HOTS sebagai proses berpikir kritis dalam konteks pembelajaran adalah membentuk peserta didik yang mampu untuk berpikir logis (masuk akal), reflektif, dan mengambil keputusan secara mandiri. HOTS sebagai proses penyelesaian masalah adalah menjadikan peserta didik mampu menyelesaikan permasalahan riil dalam kehidupan nyata, yang umumnya bersifat unik sehingga prosedur penyelesaiannya juga bersifat khas dan tidak rutin. Dilihat dari dimensi pengetahuan, umumnya soal HOTS mengukur dimensi metakognitif, tidak sekadar mengukur dimensi faktual, konseptual, atau prosedural saja. Dimensi metakognitif menggambarkan kemampuan menghubungkan beberapa konsep yang berbeda, menginterpretasikan, memecahkan masalah (problem solving), memilih strategi pemecahan masalah, menemukan (discovery) metode baru, berargumen (reasoning), dan mengambil keputusan yang tepat.

Berdasarkan uraian di atas, keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah keterampilan berpikir logis, kritis, kreatif, dan problem solving secara mandiri. Berpikir logis adalah kemampuan bernalar, yaitu berpikir yang dapat diterima oleh akal sehat karena memenuhi kaidah berpikir ilmiah. Berpikir kritis adalah berpikir reflektif-evaluatif. Orang yang kritis selalu menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki untuk menganalisis hal-hal baru, misalnya dengan cara membandingkan atau mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya sehingga mampu menjustifikasi atau mengambil keputusan. Sementara itu, berpikir kreatif adalah kemampuan menemukan ide/gagasan yang baru atau berbeda. Dengan gagasan yang baru atau berbeda, seseorang akan mampu melakukan berbagai inovasi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan nyata yang dihadapinya

Soal yang termasuk Higher Order Thinking memiliki ciri-ciri:

  1.      transfer satu konsep ke konsep lainnya;

  2.      memproses dan menerapkan informasi;

  3.      mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda;

  4.      menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah;

  5.      menelaah ide dan informasi secara kritis

Kreativitas menyelesaikan permasalahan dalam HOTS, terdiri atas:

 1.       kemampuan menyelesaikan permasalahan yang tidak familiar;

 2.       kemampuan mengevaluasi strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda;

 3.       menemukan model-model penyelesaian baru yang berbeda dengan caracara sebelumnya.

“Difficulty’ is NOT same as higher order thinking”. Tingkat kesukaran dalam butir soal tidak sama dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sebagai contoh, untuk mengetahui arti sebuah kata yang tidak umum (uncommon word) mungkin memiliki tingkat kesukaran yang sangat tinggi, tetapi kemampuan untuk menjawab permasalahan tersebut tidak termasuk higher order thinking skills. Dengan demikian, soal-soal HOTS belum tentu soal-soal yang memiliki tingkat kesukaran yang tinggi.

3.     Langkah-langkah Penyusunan Soal HOTS

Pada penyusunan soal HOTS, penulis soal dituntut dapat menentukan kompetensi yang hendak diukur dan merumuskan materi yang akan dijadikan dasar pertanyaan. Pertanyaan tersebut disertai stimulus yang tepat dalam konteks tertentu sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Selain itu, materi dengan penalaran tinggi yang akan ditanyakan, tidak selalu tersedia di dalam buku pelajaran. Oleh karena itu, dalam penyusunan soal HOTS dibutuhkan penguasaan materi ajar, keterampilan dalam menulis soal (konstruksi soal), dan kreativitas guru dalam memilih stimulus soal sesuai dengan situasi dan kondisi daerah di sekitar satuan pendidikan. Berikut langkah-langkah penyusunan soal HOTS:

a.               Menganalisis KD

Analisis KD diawali dengan menentukan KD yang terdapat pada Permendikbud no. 37 tahun 2018. Selanjutnya, KD yang sudah ditentukan dianalisis berdasarkan tingkat kognitifnya.

b.               Menyusun kisi-kisi soal

Kisi-kisi penyusunan soal digunakan guru untuk menyusun soal HOTS. Secara umum, kisi-kisi tersebut memandu guru dalam:

1)        memilih KD yang dapat dibuat soal HOTS;

2)       menentukan lingkup materi dan materi yang terkait dengan KD yang akan diuji;

3)       merumuskan indikator soal;

4)       menentukan nomor soal;

5)       menentukan level kognitif (L1 untuk tingkat kognitif C1 dan C2, L2 untuktingkat C3, dan L3 untuk tingkat kognitif C4, C5, dan C6); dan

6)        Menentukan bentuk soal yang akan digunakan.

c.                Memilih stimulus yang tepat dan kontekstual Stimulus yang digunakan harus tepat, artinya mendorong peserta didik untuk mencermati soal. Stimulus yang tepat umumnya baru dan belum pernah dibaca oleh peserta didik. Stimulus kontekstual dimaksudkan stimulus yang sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, menarik, mendorong peserta didik untuk membaca. Dalam konteks Ujian Sekolah, guru dapat memilih stimulus dari lingkungan sekolah atau daerah setempat.

d.              Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal Butir-butir pertanyaan ditulis sesuai dengan kaidah penulisan butir soal HOTS. Kaidah penulisan butir soal HOTS, agak berbeda dengan kaidah penulisan butir soal pada umumnya. Perbedaannya terletak pada aspek materi, sedangkan pada aspek konstruksi dan bahasa relatif sama. Setiap butir soal ditulis pada kartu soal, sesuai format terlampir.

e.               Membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban Setiap butir soal HOTS yang ditulis hendaknya dilengkapi dengan pedoman penskoran atau kunci jawaban. Pedoman penskoran dibuat untuk bentuk soal uraian. Sedangkan kunci jawaban dibuat untuk bentuk soal pilihan ganda, pilihan ganda kompleks (benar/salah, ya/tidak), dan isian singkat

Soal-soal yang mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS-Higher Order Thinking Skills) peserta didik adalah soal-soal yang menguji kemampuan kognitif peserta didik pada level penalaran yang mencakup dimensi proses berpikir analisis (C4), evaluasi (C5), dan kreasi (C6). Salah satu ciri soal yang menguji kemampuan HOTS peserta didik adalah soal yang menghadapkan peserta didik pada situasi baru.

Melalui soal bernuansa HOTS, peserta didik diharapkan dapat mentransfer pengetahuan dan pemahamannya atas konsep-konsep dasar utuk menjawab permasalahan pada situasi yang baru tersebut.

 

Selanjutnya, dilakukan penyusunan soal pada kartu soal berdasarkan kisi-kisi yang telah disusun sebelumnya.  Contoh soal yang disajikan terutama untuk mengukur indikator kunci pada level kognitif yang tergolong HOTS. Di bawah ini diberikan contoh soal yang bermuatan HOTS.

 

CONTOH PENGEMBANGAN SOAL HOTS  PADA JENJANG SMA

Kisi-kisi soal:

Jenis Sekolah         : Sekolah Menengah Atas

Mata Pelajaran      : Sejarah

Alokasi Waktu       : 120 menit

Jumlah Soal            : 1

Tahun Pelajaran   : 2018/2019

NO

Kompetensi yang Diuji

Lingkup Materi

Materi

Indikator Soal

No

Level Kognitif

Bentuk Soal

      1.             

3.1 Menganalisis proses masuk dan perkembangan penjajahan bangsa Barat (Portugis, Belanda, Inggris) di Indonesia.

 

Masa Pemerintahan Republik Bataaf

Penjajahan Pemerintah Belanda

Disajikan pernyataan tentang sifat kekuasaan Belanda di Indonesia, peserta didik dapat menganalisis penyebabnya

1

L3/C4

PG

Catatan pengisian format kisi-kisi soal:

a.       Tuliskan identitas mata pelajaran dan kelas yang ditentukan dari hasil Analisis KD.

b.      Pada kolom Kompetensi Dasar, diisi dengan KD-KI 3 dari kelas dan mata pelajaran yang telah ditentukan berdasarkan Permendikbud nomor 37 Tahun 2018.

c.       Pada kolom Lingkup Materi, diisi berdasarkan Permendikbud nomor 21 Tahun 2016.

d.      Pada kolom Materi, diisi dengan materi pokok yang terkait langsung dengan IPK.

e.       Pada kolom Indikator Soal, diisi dengan indikator soal yang diturunkan dari KD-KI 3. Indikator soal memuat stimulus, kompetensi yang akan diukur, dan materi. Stimulus dapat berupa gambar, peta, tabel, wacana, dan yang lainnya.

f.        Pada kolom nomor soal, diisi dengan nomor urut soal

g.       Pada kolom Level Kognitif, diisi dengan level kognitif berdasarkan analisis KD (Level 1, level 2 atau level 3).

h.      Pada kolom Bentuk Soal, diisi dengan Pilihan Ganda, Isian Singkat, atau Uraian sesuai dengan bentuk soal yang akan digunakan

PAKET- 1

PAKET - …

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KARTU SOAL

Tahun Pelajaran 2018/2019

Jenis Sekolah

: SMA

Kurikulum

: 2016

Kelas

: XI

Bentuk Soal

:  PG

Mata Pelajaran

: Sejarah

Nama Penyusun

:  Arief

KOMPETENSI DASAR

Buku Sumber :

 

Pengetahuan/

Pemahaman

 

Aplikasi

 

Penalaran

3.1 Menganalisis proses masuk dan perkembangan penjajahan bangsa Barat (Portugis, Belanda, Inggris) di Indonesia.

 

Nomor Soal

1

RUMUSAN BUTIR SOAL

Formasi kekuasaan Belanda di Indonesia menunjukkan fenomena kesinambungan kekuasaan sejak VOC yang bersifat “indirect rule”.  Bersamaan dengan hirarki Belanda, terdapat pula hierarki pribumi yang berfungsi sebagai perantara antara petani Jawa dan layanan sipil Eropa.

Kesimpulan yang dapat diambil dari pernyataan diatas, adalah......

A.      Kekuasaan Belanda  tetap berporos pada jalur kekuasaan tradisional

B.      Wilayah kekuasaan Hindia Belanda bekas  VOC  dikuasai secara tidak langsung

C.      Hutang dan kebangkrutan VOC diambil alih oleh  pemerintah Belanda

D.     Kepentingan Belanda sejak VOC tetap di bidang ekonomi-perdagangan

LINGKUP MATERI

 

Penjajahan Pemerintah Belanda

 

MATERI

Masa Pemerintahan Republik Bataaf

Kunci Jawaban

A

INDIKATOR SOAL

Disajikan pernyataan tentang sifat kekuasaan Belanda di Indonesia, peserta didik dapat menganalisis penyebabnya

 

 

D.     Aktivitas Pembelajaran

LK. 9.1. Menyusun Soal HOTS

Tugas Individu

Berdasarkan hasil analisis KD pada aktifitas sebelumnya. Buatlah dua soal HOTS yang terdiri atas satu soal pilihan ganda dan satu soal uraian

FORMAT KISI-KISI PENULISAN SOAL

Jenis sekolah           :………………………                                       

Jumlah soal             :………………………

Mata pelajaran       :………………………                                       

Bentuk soal/tes      :................................

Penyusun                : ......…………………

Alokasi waktu         :………………………

 

Kisi-Kisi Penulisan Soal

No.

Kompetensi Dasar

IPK

Materi

Pokok

Indikator Soal

Level

Bentuk Soal

Nomor

Soal

1

2

3

4

5

6

7

8

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KARTU SOAL

KARTU SOAL PILIHAN GANDA

KARTU SOAL NOMOR 1

(PILIHAN GANDA)

 

Mata Pelajaran       : ……………………......                                        

Kelas/Semester     : ……………………......                                     

 

Kompetensi Dasar

 

Materi

 

Indikator Soal

 

Level Kognitif

 

 

Soal:

 

 


 

Kunci  Pedoman Penskoran

NO

SOAL

KUNCI/KRITERIA JAWABAN

SKOR

 

 

 

 

 

Keterangan:                                                                                                                               

Soal ini termasuk soal HOTS karena

1.       ........

2.       ........

3.       ........

 


 

KARTU SOAL URAIAN

KARTU SOAL NOMOR 2

(URAIAN)

Mata Pelajaran       : ……………………......                                        

Kelas/Semester     : ……………………......                                     

Kompetensi Dasar

 

Materi

 

Indikator Soal

 

Level Kognitif

 

 

Soal:

 

 


 

Kunci  Pedoman Penskoran

NO

SOAL

URAIAN JAWABAN/KATA KUNCI

SKOR

 

 

 

 

 

Keterangan:

Soal ini termasuk soal HOTS karena

1.       ........

2.       ........

3.       ........

 

E.      Penilaian

 1.            Seorang guru sejarah menilai karya-karya peserta didik secara individu pada satu periode. Pada akhir suatu periode hasil karya tersebut dikumpulkan dan dinilai oleh guru dan peserta didik sendiri. Berdasarkan informasi perkembangan tersebut, guru dan peserta didik sendiri dapat menilai perkembangan kemampuan peserta didik dan terus menerus melakukan perbaikan.

Jenis penilaian yang dilakukan guru tersebut adalah.......

A.   Penilaian Produk.

B.   Penilaian Proyek.

C.    Penilaian Portofolio.

D.   Penilaian Tertulis.

 

 2.            Bentuk instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian digunakan dalam penilaian ….

   A.     Kompetensi Pengetahuan.

   B.     Kompetensi Sikap.

    C.     Kompetensi Keterampilan.

   D.     Kompetensi Pengetahuan dan Keterampilan.

 

3.            Langkah awal didalam pengembangan instrumen tes tertulis adalah......

A.   Membuat kisi kisi soal.

B.   Menyusun pedoman skor.

C.    Menetapkan tujuan tes.

D.   Memetakan tingkat kesulitan KD.

 

4.            Penilaian yang dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasi, kemampuan menyelidiki dan kemampuan menginformasikan suatu hal secara jelas, adalah ....

A.    Penilaian produk.

B.    Penilaian proyek.

C.     Penilaian portofolio.

D.    Penilaian keterampilan.

 

5.             Pengembangan Instrumen penilaian pembelajaran didasarkan pada…

A.     Kompetensi Inti.

B.     Kompetensi Dasar.

C.     Indikator Kompetensi.

D.    Tujuan Pembelajaran.

 

6.            Perhatikan contoh Soal dibawah ini!

Perhatikan ilustrasi berikut.

Pemilihan presiden dan wakil presiden pertama kali dilakukan oleh PPKI. Otto Iskandardinata mengusulkan pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan secara aklamasi. Usul ini disetujui oleh PPKI sehingga PPKI kemudian .......

Mengapa pada awal kemerdekaan pemilihan Presiden dan wakil Presiden dilaksanakan seperti pada ilustrasi tersebut ? Uraikan pendapatmu!

 

 

Contoh soal tersebut berada pada level kognitif ....

A.     Pengetahuan

B.     Penalaran

C.     Aplikasi

D.    Mencipta

 

F.      Referensi

Ariyana Yoki, MT,dkk. Buku Pegangan pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi. 2019. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Hastikah Tika, dkk. Sejarah Indonesia (Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 tahun 2016). 2018. Jakarta. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.

Kemdikbud. 2016. Permendikbud. 20  Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Kelulusan Pendidikan Dasar dan  Menengah

Kemdikbud. 2016. Permendikbud. 21  Tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan  Menengah.

Kemdikbud. 2016. Permendikbud. 23  Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan.

Kemdikbud. 2018. Permendikbud. 37  Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Perarturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 24 tahun 2016 tentang Kompetensi Inti Dan Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013


          X. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pembelajaran Abad XXI

 

 

A.     Kompetensi

Mensimulasikan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung pembelajaran di abad XXI.

B.     Indikator Pencapaian Kompetensi

                       1.          Memahami konsep TIK

                       2.          Memahami pentingnya  TIK dalam pembelajaran

                       3.          Menjelaskan potensi internet dalam pembelajaran

                       4.          Menjelaskan potensi pemanfaatan TIK dalam pembelajaran luring

                       5.          Mensimulasikan TIK dalam pembelajaran abad XXI

C.      Uraian Materi

1.   Pengantar

Dalam beberapa dasawarsa terakhir, teknologi di bidang informasi dan komunikasi mengalami perkembangan yang sangat cepat. Begitu cepatnya sehingga banyak orang menyebutnya sebagai sebuah revolusi. Telepon nirkabel, komunikasi visual dari jarak jauh melalui smartphone, akses informasi dari seluruh penjuru dunia dalam hitungan detik, dan hal-hal lain yang sebelumnya hanya dianggap impian dapat terwujudkan. Teknologi tersebut telah mengubah cara hidup masyarakat dan berpengaruh terhadap beberapa aspek kehidupan, tak terkecuali dalam bidang pendidikan. Secara umum ada tiga alasan mengapa dunia pendidikan harus menerapkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Alasan tersebut adalah alasan ekonomi, sosial, dan pedagogi.[1]

Alasan ekonomi berkaitan dengan kebutuhan ekonomi, dimana dengan semakin luasnya penggunaan TIK maka dirasa perlu untuk membekali peserta didik dengan kecakapan-kecakapan yang berkaitan dengan TIK. Pengetahuan dan kemampuan menggunakan TIK merupakan aspek penting dari dunia kerja abad ke-21. Saat ini banyak negara yang berpendapat bahwa kesuksesan ekonomi berkaitan secara langsung dengan penguasaan atas TIK. Bisa dikatakan aspek utama ketenagakerjaan pada abad XXI adalah berbasis pada TIK.

Alasan sosial menekankan bahwa penggunaan TIK diperlukan sebagai   alat untuk berpartisipasi dalam masyarakat dan tempat kerja. Kompetensi atas TIK dipandang sebagai “life skill” yang penting, sama halnya dengan kemampuan baca tulis dan berhitung dan sering kali disebut sebagai “melek digital” atau “digital literacy”.

Alasan pedagogi berkaitan dengan peran TIK dalam pengajaran dan pembelajaran.  Potensi ini berkat kemajuan pesat dari dunia komputer, dari bentuk awal program “latih dan praktek” dengan penggunaan terbatas pada sejumlah kecil subyek, kemudian bergerak menuju eLearning dengan struktur dan subyek yang lebih luas. Penggunaan TIK secara luas dapat meningkatkan motivasi peserta didik dan mempermudah proses pembelajaran.

Dalam pembelajaran abad ke-21, terdapat 4 keterampilan yang dikenal sebagai 4Cs (creativity, critical thinking, communication, and collaboration) Empat keterampilan ini merupakan keterampilan penting dan diperlukan untuk pembelajaran abad ke-21.[2]

Kalau dicermati, keempat keterampilan tersebut sebenarnya diperlukan tidak hanya di abad ke-21 saja. Namun yang membedakan dengan masa-masa sebelumnya adalah penggunaan TIK yang telah mengalami perkembangan sangat pesat dan saling terkoneksi. Untuk itu modul ini akan memfokuskan pembahasan bagaimana memanfaatkan TIK pada pembelajaran abad ke-21, dimana 4Cs merupakan keterampilan yang sangat penting.

2.   Pengertian Teknologi Informasi dan Komunikasi

Teknologi informasi dan komunikasi merupakan istilah umum yang mencakup seluruh peralatan teknis untuk mengumpulkan, memproses dan menyampaikan informasi. Teknologi informasi dan komunikasi terdiri dari dua unsur yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi.

Teknologi informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengumpulkan, mengolah dan menyajikan informasi[3],[4]. Sedangkan teknologi komunikasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk membantu proses komunikasi agar pesan/informasi berhasil tersampaikan kepada penerima. Internet juga merupakan bagian dari TIK, namun karena luasnya bahasan maka akan disajikan dalam bagian tersendiri pada modul ini.

Untuk lebih memahami tentang terminologi ini, diberikan suatu contoh ilustrasi. Seorang guru memanfaatkan perangkat komputer untuk mengumpulkan referensi sumber bahan belajar, kemudian menyusun rencana pembelajaran dengan perangkat lunak Microsoft Word. Selanjutnya, sebelum mengajar guru membuat media pembelajaran berupa video atau bahan tayang dengan bantuan perangkat lunak editing video dan Power Point. Dalam proses ini, komputer masih sebatas perangkat teknologi informasi. Pada saat guru mengunggah media pembelajaran di kanal YouTube melalui komputer yang terkoneksi dengan jaringan internet maka pada proses ini komputer telah menjadi perangkat teknologi informasi dan komunikasi.

Selain komputer, contoh lain dari perangkat teknologi informasi dan komunikasi adalah ponsel pintar (smartphone). Sedangkan radio, televisi, telepon rumah, handy talky merupakan contoh dari perangkat teknologi komunikasi.

3.   Internet untuk Pembelajaran

Internet merupakan dunia virtual yang hampir tanpa batas. Internet dapat dipandang dari 2 fungsi, yaitu sebagai sarana komunikasi dan penyedia informasi. Sebagai penyedia informasi, bisa dikatakan bahwa semua tersedia di internet, baik yang berdampak positif maupun negatif. Oleh karena itu kita harus mengarahkan siswa untuk dapat memanfaatkan internet dengan bijak dan mengambil sisi positifnya. Di dalamnya terdapat banyak informasi yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber belajar. Internet sebagai sarana komunikasi memungkinkan kolaborasi dan komunikasi yang berbeda dengan abad sebelumnya. Kolaborasi dan komunikasi dapat terjadi di seluruh belahan penjuru dunia dengan skala yang sangat luas.

Perkembangan Internet di Indonesia

Pertumbuhan jumlah pengguna internet di Indonesia meningkat pesat dalam 10 tahun terakhir. Menurut hasil riset lembaga manajemen sosial media Hootsuite & We Are Social, jumlah pengguna internet di Indonesia pada awal tahun 2020 mencapai 175,4 juta pengguna. Ini artinya, sekitar 64% dari total penduduk Indonesia telah terkoneksi dengan jaringan Internet.

Gambar Visualisasi Data Jumlah Pengguna dan Lama Waktu Mengakses Internet di Indonesia

Sumber: https://datareportal.com/reports/digital-2020-indonesia

Dari hasil riset tersebut juga diketahui bahwa setiap hari pengguna internet di Indonesia rata-rata terkoneksi dengan jaringan internet selama 7 jam 59 menit. Waktu akses tersebut lebih lama jika dibandingkan dengan rata-rata waktu akses internet penduduk dunia yang hanya 6 jam 43 menit perhari. Tiga website yang paling sering diakses pengguna internet Indonesia adalah situs pencarian Google, situs sosial media YouTube dan Facebook.

Dampak Internet bagi Peserta Didik

Laju pertambahan pengguna internet di Indonesia tidak terbendung. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dalam laporan surveinya yang diterbitkan pada tahun 2018 menyebutkan dari seluruh responden usia 5 sampai 9 tahun sebanyak 25% mengaku telah memiliki pengalaman mengakses internet. Sedangkan anak usia 10 sampai 14 tahun prosentase jumlah responden yang telah memiliki pengalaman menggunakan internet meningkat menjadi 33%.

Berdasarkan penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal Penyuluhan Institut Pertanian Bogor tahun 2018, guru-guru  sebagian  besar  sudah  terbiasa  menggunakan  internet untuk mendukung pembelajaran siswanya. Meskipun penelitian tersebut dilakukan di sekolah di Jakarta, namun dapat memberikan gambaran umum pemanfaatan internet  dikalangan pelajar yaitu digunakan  untuk  keperluan  media   sosial,   mencari   bahan/sumber   pelajaran,   mencari informasi, dan bermain game[5].

Jumlah anak usia sekolah yang menjadi pengguna internet di Indonesia terus bertambah seiring dengan adanya peristiwa global pandemi COVID 19. Masa pandemi yang terjadi mulai awal tahun 2020 menyebabkan proses pembelajaran tatap muka di sekolah harus beralih ke pembelajaran jarak jauh. Pemanfaatan komputer dan perangkat telepon pintar yang terkoneksi dengan jaringan internet merupakan salah satu teknologi yang dimanfaatkan oleh sekolah agar peserta didik dapat terus belajar dari rumah. Berikut adalah beberapa dampak positif internet dalam pembelajaran:

·      Peserta didik dapat mengakses sumber belajar dari website yang ada di seluruh dunia kapan saja dan dari mana saja dengan media yang beragam tidak hanya berbentuk teks namun juga dapat berbentuk grafis maupun video.

·      Guru dapat mengirimkan atau mengunggah materi pembelajaran dan memberikan penugasan kepada siswa kapan saja dan dari mana saja.

·      Peserta didik dapat berdiskusi dengan teman dalam satu kelompok kerja, berkolaborasi mengerjakan tugas-tugas tanpa bertatap muka dari mana saja dan kapan saja.

·      Peserta didik dapat berkomunikasi, mengajukan pertanyaan dan menyampaikan permasalahan dalam pembelajaran kepada guru meskipun tidak bertatap muka di kelas.

·      Guru dapat memberikan arahan, menjelaskan suatu topik pembelajaran dan menjawab pertanyaan dari peserta didik meskipun tidak bertatap muka di kelas dari mana saja dan kapan saja.

Internet juga mempunya dampak negatif jika tidak digunakan dengan bijaksana. Salah satu contoh informasi yang tidak boleh diakses anak adalah konten informasi yang mengandung unsur kekerasan, pelecehan fisik dan verbal, juga pornografi.

Masih dari laporan survei APJII tahun 2018, sebanyak 55.9% responden mengaku pada saat mengakses internet, tiba-tiba muncul konten pornografi. Para pengguna internet ini tidak dengan sengaja membuka website yang memiliki konten pornografi, namun konten tersebut muncul tiba-tiba dalam bentuk jendela pop-up (pop-up window) atau dilampirkan dalam bentuk banner iklan.

 

Gambar Laporan Hasil Survey Pengalaman Terkait Konten Pornografi di Internet

Sumber: https://apjii.or.id/survei2018/

Peserta didik harus mendapatkan pendampingan orang dewasa pada saat pembelajaran jarak jauh yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi berbasis internet. Khususnya bagi anak di bawah umur usia 7 sampai 16 tahun yang duduk di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Sementara untuk peserta didik usia 17 tahun keatas atau yang telah duduk di jenjang Sekolah Menengah Atas(SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) perlu mendapatkan pengetahuan atau wawasan bagaimana etika berinteraksi di internet. Kasus perundungan di dunia maya (cyber bullying) marak terjadi. Beberapa kasus anak-anak yang mengalami perundungan di dunia maya berakhir dengan trauma bahkan sampai meninggal dunia.

Sebuah penelitian mengenai cyber bullying di Indonesia dilakukan dengan melibatkan 157 remaja laki-laki dan 196 remaja perempuan. Sebanyak 78% responden mengaku pernah  melihat  perundungan  di dunia maya,  21%  responden  pernah  menjadi  pelaku,  dan  49  % responden  pernah  menjadi  korban[6].  Perundungan  banyak  dilakukan  melalui  media  tulisan, suara, atau gambar. Bentuk perundungan maya yang dialami korban adalah ejekan, fitnah, ancaman,  dan  menjadi  objek  gosip.  Pelaku  melakukan  perundungan  bertujuan  untuk bercanda,  balas  dendam,  dan  karena  dapat  menyembunyikan  identitas.  Perundungan  maya menyebabkan korban merasa marah, malu, tidak bisa konsentrasi belajar, dan takut. Korban perundungan  maya  mengaku  bahwa  dampak  mental  yang  dialami  lebih  serius  dibanding dengan perundungan di dunia nyata.

Berikut adalah beberapa dampak negatif internet bagi peserta didik yang harus diwaspadai oleh guru dan orang tua:

·      pornografi

·      perundungan (cyber bullying)

·      penipuan

·      perjudian

·      kecanduan game online

·      ketidakaktifan fisik

·      mengabaikan lingkungan sekitar

·      menyebarnya berita bohong (hoax)

Etika Berkomunikasi di Dunia Maya

Seperti komunikasi langsung/tatap muka, komunikasi di dunia maya juga ada etikanya. Etika ini populer dengan sebutan netiquette,  yang merupakan akronim dari “network etiquette” atau “internet etiquette”. Banyaknya kasus perundungan hingga pencemaran nama baik di sosial media merupakan bukti nyata pentingnya pemahaman terhadap etika berkomunikasi di dunia maya agar aktifitas di dunia maya tidak merugikan orang lain bahkan berujung pada kasus pelanggaran UU ITE.

Peserta didik yang mengikuti pembelajaran jarak jauh menggunakan teknologi informasi dan komunikasi berbasis internet diharapkan memahami etika berkomunikasi di dunia maya. Dengan mematuhi etika ini maka  akan  sangat  bermanfaat  dalam  berkomunikasi  dan  berinteraksi  dengan  peserta didik lain dan atau guru tanpa  harus  mengalami  salah  pengertian. Secara umum etika dalam berkomunikasi di dunia maya sama dengan etika komunikasi sehari-hari di dunia nyata. Namun, yang membedakan adalah pada saat berkomunikasi di dunia maya terutama yang menggunakan media teks, pengguna internet tidak dapat saling bertatap muka sehingga tidak dapat melihat ekspresi wajah satu sama lain.

Berikut adalah beberapa etika pada saat berkomunikasi/berdiskusi di forum pembelajaran jarak jauh secara daring:

·      Tidak menggunakan huruf kapital di semua postingan diskusi sebab penggunaan huruf kapital sama artinya dengan marah atau berteriak.

·      Tidak menggunakan singkatan yang tidak baku seperti misalnya “sy” untuk saya, “km” untuk kamu, “kmn” untuk kemana dan lain sebagainya.

·      Jika guru atau teman satu kelompok mengirimkan pesan pribadi sebaiknya tidak mempublikasikan pesan tersebut di forum yang bersifat publik tanpa seizin dari pengirim pesan.

·      Berhati-hati dalam menyebarkan berita di forum karena ada beberapa berita yang beredar di internet adalah berita bohong (hoax).

·      Apabila hendak bertanya atau menyampaikan pendapat hendaknya menggunakan bahasa formal dan sopan.

Selain menggunakan forum berbasis teks, pembelajaran jarak jauh juga sering menggunakan media video conference. Pembelajaran dengan menggunakan media video conference ini layaknya tatap muka seperti biasa namun antara guru dan peserta didik tidak berada di tempat yang sama. Berikut adalah beberapa etika yang harus diketahui para siswa saat  mengikuti video conference:

·      Bergabung beberapa menit sebelum jadwal pembelajaran melalui video conference. Jangan sampai terlambat karena akan ketinggalan materi yang disampaikan oleh guru.

·      Berada di ruangan yang tenang dan tidak gaduh saat guru sedang menyampaikan diskusi atau pada saat peserta didik lain melakukan presentasi

·      Mengenakan pakaian rapi dan sopan. Beberapa sekolah bahkan mewajibkan peserta didik menggunakan seragam sekolah agar suasana pembelajaran lebih terbangun meskipun peserta didik belajar dari rumah.

·      Peserta didik diharapkan tidak makan dan minum selama kegiatan video conference.

·      Memohon izin kepada guru jika ingin meninggalkan ruangan video conference.

·      Memohon izin kepada guru jika ingin mengajukan pertanyaan, tidak diperkenankan memotong pembicaraan guru dan atau peserta didik yang lain.

Melindungi Anak Saat Berselancar di Internet

Sekolah hendaknya memberikan panduan bagi orang tua dalam mendampingi anak belajar di rumah selama masa pandemi. Apalagi jika pembelajaran jarak jauh menggunakan teknologi informasi dan komunikasi berbasis internet. Orang tua yang anaknya masih duduk di jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) perlu mendapatkan panduan tentang bagaimana memanfaatkan perangkat lunak monitoring di komputer atau ponsel.

Beberapa pengembang perangkat lunak telah mengembangkan aplikasi untuk melindungi anak dari konten pornografi. Bahkan Microsoft selaku pengembang sistem operasi paling familiar di Indonesia, telah mengembangkan fasilitas khusus yang dapat membantu orang tua dalam mengontrol aktifitas anaknya di komputer dengan fitur bernama Parental Control. Fitur Parental Control juga dapat diaktifkan di perangkat Android.

Fungsi umum dari Parental Control ada 3 yaitu :

·      merekam aktivitas daring anak

·      menyeleksi situs yang aman

·      menjadwalkan kapan anak dapat mengakses internet serta durasinya berapa lama.

Berikut adalah langkah-langkah untuk mengaktifkan fitur Parental Control pada Windows 10.

a.    Dari menu pencarian, ketikkan Setting lalu tekan Enter

b.    Buatkan akun baru dengan cara pilih Account

c.     Pilih Family & other users

d.    Masuk ke akun Microsoft, jika belum punya harus membuat akun dulu

e.    Tambahkan akun dengan klik Add a family member

f.      Akun anak selesai ditambahkan, langkah selanjutnya adalah mengatur setting. Pilih menu Manage family setting online

g.    Kemudian anda akan diarahkan ke pengaturan online, dan disini anda harus login ke account Microsoft. Ada banyak opsi pengaturan yang bisa kamu amankan, misalkan saja web browsing, apps & game, hingga waktu/durasi maksimal anak menggunakan Komputer.

 

Untuk perangkat ponsel pintar Android, Google telah menyediakan aplikasi Google Family Link for children & teens. Selain itu di Play Store juga tersedia berbagai aplikasi Parental Control seperti Kids Place, Kidslox Parental Control maupun Safe Family.

Meskipun komputer atau ponsel anak telah berada pada moda Parental Control, penggunaan aplikasi-aplikasi tersebut tetap membutuhkan pengecekan atau pengawasan. Orang tua tidak dapat sepenuhnya mengandalkan perangkat lunak dalam memblokir konten pornografi saat anak mengakses internet. Hal ini dikarenakan, di internet juga tersedia banyak tips dan trik untuk membobol fitur Parental Control. Bagi anak usia remaja, tidak sulit untuk mengikuti panduan dan langkah-langkah untuk keluar dari moda Parental Control. Sangat penting bagi guru dan orangtua bekerja sama dalam memberikan pemahaman akan bahaya konten negatif di internet sedini mungkin saat peserta didik mulai mengakses internet. Sehingga meskipun tidak diawasi, siswa akan menghindari konten negatif tersebut atas kesadarannya sendiri.

4.   Perangkat Lunak untuk Pembelajaran Abad XXI

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa pada pembelajaran abad ke-21 terdapat 4 keterampilan penting yang harus dikuasai. Keterampilan yang dikenal sebagai 4Cs tersebut adalah kreativitas dan inovasi (creativity and innovation), Berpikir kritis dan penyelesaian masalah (creative thinking and problem solving), komunikasi (communication), kolaboratif (collaboration).

Kreativitas

Kreativitas adalah kemampuan individu dalam menggunakan imajinasi dan berbagai kemungkinan yang diperoleh karena interaksi dengan ide atau gagasan, orang lain serta lingkungan, tentunya untuk membuat koneksi dan hasil yang baru juga memiliki makna.

Perangkat lunak yang dapat digunakan dalam proses kreativitas adalah sebagai berikut :

Comic Life[7]

 

Videoscribe[8]

Google Slide[9]

 

 

Google Draw[10]

 

Google Quick Draw[11]

 

Berpikir Kritis

Michael Scriven & Richard Paul menjelaskan bahwa berpikir kritis melibatkan proses yang secara aktif dan penuh kemampuan untuk membuat konsep, menerapkan, menganalisis, menyarikan, dan mengamati sebuah masalah yang diperoleh ataupun diciptakan dari pengamatan, pengalaman, komunikasi dan lain sebagainya.

Teknologi pada masa kini telah dapat mengakomodir peserta didik dan tenaga kependidikan untuk bisa menuangkan proses tersebut. Beberapa perangkat lunak tersebut adalah:

Freemind[12]

 

 

mindmeister[13]

 

Google Jamboard[14]

 

ClickUp[15]

 

 

Komunikasi

Perangkat lunak komunikasi adalah aplikasi yang memungkinkan pengguna untuk bertukar data, teks, audio, dan video melalui cloud atau jaringan lokal dari berbagai perangkat.[16] Lebih lanjut dikemukakan bahwa ada banyak keuntungan penggunaan teknologi komunikasi ini, diantaranya adalah sebagai berikut:

·      Bekerja dari jarak jauh.

Suatu kelompok kerja atau belajar tidak selalu berada pada tempat yang sama sehingga dapat berkomunikasi terus menerus. Mereka membutuhkan alat komunikasi supaya anggota kelompok tetap dapat berinteraksi, bekerja secara kolaboratif, atau mengatasi situasi mendesak.

·      Meningkatkan produktivitas.

Dengan komunikasi yang dilakukan secara efisien dan terus-menerus, produktivitas  akan meningkat.

·      Menangkap informasi penting

Salah satu keuntungan utama dari perangkat lunak komunikasi adalah ia bertindak sebagai tempat penyimpanan data. Banyak aplikasi dapat merekam atau mengarsipkan pertukaran pesan atau panggilan audio dan video. Kita dapat dapat menangkap detail penting seperti pertanyaan siswa dan poin-poin diskusi.

·      Meminimalkan biaya

Komunikasi secara langsung membutuhkan biaya yang besar. Komunikasi seluler lebih efisien. Namun lebih efisien lagi jika menggunakan VoIP atau komunikasi lain yang memanfaatkan jaringan internet. Contohnya aplikasi Whatsapp sangat lebih efisien dibanding jika Anda berkirim pesan lewat SMS atau komunikasi audio melalui jaringan seluler.

Beberapa contoh perangkat lunak pada penguasaan kompetensi komunikasi adalah google chat, google meet, zoom, webex, whatsapp, dan lainnya.

Google Chat[17]

Google Meet[18]

 

Zoom[19]

 

Webex[20]

Whatsapp[21]

Kolaborasi

Pemanfaatan model pembelajaran kolaboratif akan banyak membantu siswa dalam kecepatan dan kedalaman proses perolehan pengetahuan yang diinginkan. Peran TIK adalah menjembatani dua pihak atau lebih yang akan bekerja bersama-sama baik dalam satu lokasi maupun dalam jarak yang berjauhan. Melalui teknologi, siswa menjadi setara kedudukannya dalam hal kontribusi pengetahuan. Ketika terkoneksi dengan internet, mereka mendapatkan kesempatan yang sama untuk berbagi ide, informasi, pengalaman, dan kemampuan. Hambatan utama untuk pembelajaran kolaboratif virtual adalah kesulitan dalam mencapai kesepakatan ketika beragam sudut pandang, batasan budaya, ketajaman pemikiran, atau gaya belajar kognitif dan kerja yang berbeda.

Generasi milenial  lahir pada saat teknologi sudah berkembang dan menjadikan  ponsel cerdas, komputer tablet, dan internet menjadi perangkat biasa yang digunakan sehari-hari. Mereka terbiasa mencari jawaban tidak selalu dari orang yang lebih pintar atau lebih dewasa, namun melalui teknologi yang secara cepat dapat memberikan jawaban dan seringkali lebih komprehensif. Hal ini menuntut perubahan teknik pembelajaran yang sebelumnya berpusat pada guru, menjadi berpusat pada siswa.

Meskipun konsep Student-centred learning (SCL) sudah muncul dua dekade yang lalu, penerapannya makin dimudahkan dengan keberadaan TIK. Dalam SCL, guru atau dosen merupakan dirigen dalam orkestra pencarian pengetahuan. Meskipun tidak mendominasi kelas, para pendidik menguasai gambar besar peta pencarian para siswanya.

Pendidik dan peserta didik harus mengetahui aplikasi apa yang dapat digunakan dalam proses bekerja secara kolaboratif. Platform sederhana untuk pekerjaan kolaborasi seperti Google Drive, Dropbox, Microsoft Teams, dan Microsoft OneDrive sering digunakan untuk menyimpan dan memperbarui dokumen agar bisa diakses oleh anggota tim yang lain.

Platform yang lebih lengkap seperti dalam Google Workspace for Education, MS. Teams, Canva, Adobe, Wakelet, Paddlet, Moodle, dan Curriki memungkinkan kolaborasi secara langsung di internet secara langsung tanpa harus diunduh atau diunggah terlebih dahulu. Layanan awan (cloud services) tersebut menjadikan setiap orang tidak harus memiliki dokumen atau bahkan memiliki komputer untuk bekerja. Salah satu contoh implementasi dari aplikasi kolaboratif adalah guru di kota Aceh dapat membuat RPP atau bahan ajar untuk peserta didik dengan bekerja sama dengan guru dari wilayah lainnya. Transformasi dan pemerataan akses terhadap ilmu pengetahuan juga akan semakin cepat.

 

Google Workspace for Education[22]

 

MS. Teams dari Microsoft[23]

 

Canva[24]

Adobe Creative Cloud[25]

wakelet[26]

padlet[27]

Moodle[28]

Curriki[29]

 

 

5.   Pembelajaran Jarak Jauh Secara Luring

Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan formal berbasis lembaga yang peserta didik dan instrukturnya berada di lokasi terpisah sehingga memerlukan sistem telekomunikasi interaktif untuk menghubungkan keduanya dan berbagai sumber daya yang diperlukan di dalamnya. Dalam pendidikan jarak jauh terdapat apa yang kita kenal sebagai pembelajaran jarak jauh. Dengan masifnya teknologi komunikasi maka akan sangat mudah melakukan pembelajaran jarak jauh ini. Pertanyaannya adalah bagaimana dengan daerah dengan infrastruktur telekomunikasi yang tidak memadai? Bisakah teknologi berperan? Jawabnya adalah bisa.

Beberapa bentuk pembelajaran luring yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi diantaranya membuat e-modul, bahan bacaan elektronik, maupun membuat media belajar audio (dengan teknik story telling) maupun video yang kemudian bisa didistribusikan melalui media penyimpanan seperti flashdisk maupun CD.

E-Modul

E-modul adalah modul versi elektronik dimana akses dan penggunaannya dilakukan melalui alat elektronik seperti komputer, laptop, tablet atau bahkan smartphone. Teks pada e-modul dapat dibuat menggunakan Microsoft Word. Tapi untuk menampilkan media yang interaktif, e-modul harus dibuat menggunakan program e-book khusus seperti Flipbook Maker, ibooks Author, Calibre, dan lain  sebagainya.

Kelebihan e-modul dari bahan ajar cetak adalah bahwa e-modul lengkap dengan media interaktif seperti video, audio, animasi dan fitur interaktif lain yang dapat dimainkan dan diputar ulang oleh siswa saat menggunakan e-modul. E-modul dinilai bersifat inovatif karena dapat menampilkan bahan ajar yang lengkap, menarik, interaktif, dan mengemban fungsi kognitif yang bagus. E-modul ini tidak selalu berupa modul online yang terdapat pada website, tapi juga bisa berupa modul luring yang disimpan pada flashdisk.

Aplikasi paling mudah untuk membuat e-modul misalnya dengan ispring suite juga dengan exe learning. Perbedaan antara kedua aplikasi tersebut adalah soal lisensi. Yang pertama bersifat proprietary[30] sementara yang kedua bersifat open source[31].

 

Gambar tampilan depan Ispring Suite.

Gambar tampilan depan exe learning.

Kecuali memang telah membeli lisensi, sebaiknya untuk membuat e-modul adalah menggunakan aplikasi yang legal. Seandainya tidak dapat membeli dikarenakan mahalnya lisensi tersebut, maka dapat menggunakan aplikasi yang bersifat open source. Semisal dengan menggunakan exe learning, maka dapat dibuat e-modul yang berbentuk epub[32] maupun dalam bentuk single HTML file, sehingga file tersebut dapat disimpan pada flashdisk maupun media penyimpanan lainnya.

Media Pembelajaran A/V (Audio Video)

Media belajar yang bisa dikembangkan secara luring dengan memanfaatkan TIK adalah yang bersifat audio maupun video. Media audio dengan metode storytelling tentunya sangat menarik bagi siswa SD. Aplikasi open source yang bisa digunakan adalah audacity. Aplikasi ini sangat ringan sehingga bisa dioperasikan pada komputer dengan spesifikasi rendah sekalipun.

Gambar tampilan muka Audacity

Dengan aplikasi ini dan dengan memanfaatkan mic yang ada pada laptop maka akan dapat dibuat media berbasis audio yang bisa disimpan dalam berbagai macam format dari mp3 hingga ogg. Selain itu audio tersebut dapat langsung diedit dan ditambahkan berbagai efek. Setelah media tersebut dibuat, media dapat dibagikan pada macam-macam media penyimpanan.

Media lain yang dapat dikembangkan adalah video. Meskipun membutuhkan proses yang lebih rumit dalam pembuatannya, tapi dalam bentuk yang sederhana bisa juga dibuat sendiri sebagai media atau sumber belajar. Bahkan dengan smartphone video pembelajaran sederhana bisa dibuat. Beberapa aplikasi seperti Open camera yang bersifat open source dapat digunakan dalam pembuatan video tersebut. Apabila menggunakan komputer maka bisa mencoba aplikasi seperti Open shot.

Gambar aplikasi openshot

Beberapa video bahkan sudah dalam bentuk yang sudah jadi, yang tinggal diunduh, simpan dalam flashdisk dan didistribusikan. Salah satu penyedia adalah pada laman rumah belajar Kemdikbud pada tautan berikut:  https://sumber.belajar.kemdikbud.go.id/

6.   Penutup

Anda sudah berada pada bagian akhir modul tentang Pemanfaatan Teknologi Informasi Guna Mendukung Pembelajaran Ditengah Pandemi. Setelah membaca modul ini diharapkan Bapak/Ibu guru peserta pelatihan dapat memahami secara menyeluruh apa yang diuraikan di dalamnya, dengan pemahaman tersebut akan menjadi bekal dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang bermutu, yaitu kesesuaian, daya tarik, efektivitas, efisiensi, dan produktivitas pembelajaran serta bermakna bagi para peserta didik. Kemampuan-kemampuan yang bapak/ibu guru kuasai setelah mempelajari modul ini  sedikit banyak akan menambah wawasan, pengetahuan, dan kecakapan yang mungkin akan berguna dalam membimbing siswa dan bagi diri-sendiri dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.

Semoga bahan modul ini mampu memfasilitasi kinerja segenap peserta, tidak saja pada saat pendidikan dan latihan (diklat), tetapi pada saat bapak/ibu guru melaksanakan tugas di daerah masing-masing. Modul ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, kami selaku penyusun berharap saran dan kritik yang konstruktif untuk kesempurnaan modul ini.

                       

D.     Aktivitas Pembelajaran

E.      Penilaian

1.    Secara umum ada tiga alasan mengapa dunia pendidikan harus menerapkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Alasan tersebut adalah ….

A.    ekonomi, sosial, dan andragogi

B.   ekonomi, sosial, dan pedagogi

C.    ekonomi, sosial, dan politik

D.   ekonomi, andragogi, dan pedagogi

2.    Pembelajaran di masa Pandemi Covid-19 terutama area zona merah tidak mungkin dilaksanakan dengan menggunakan metode tatap muka. Salah satu pilihan pembelajaran yang dapat dilakukan adalah melalui metode jarak jauh dengan menggunakan Learning Management System (LMS). Salah satu LMS yang dapat digunakan untuk melaksanakan PJJ secara daring adalah ….

A.   Google Form

B.   Google Classroom

C.    Exe Learning

D.   Machine Learning

3.    Konsep Student-centred learning (SCL) sebagai salah satu model pembelajaran kolaboratif dapat dilakukan dengan kemajuan teknologi yang ada pada saat ini. Dibawah ini aplikasi yang memungkinkan terjadinya pembelajaran kolaboratif secara daring adalah ….

A.   Google Docs

B.   Google Form

C.    Microsoft Word

D.   Microsoft Excel

4.    Beberapa bentuk pembelajaran luring yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi diantaranya adalah ….

A.   e-modul

B.   e-mail

C.    e-learning

D.   e-commerce

 

F.      Referensi

Ariyana, Yoki. dkk. 2013. Buku Pegangan Pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi. Jakarta : Ditjend Guru dan Tenaga Kependidikan, Kemendikbud RI.

https://smpn4pakem.sch.id/wp/blog/i-movie-sebagai-media-pembelajaran-bahasa-inggris-kelas-vii-smp-negeri-4-pakem/

https://datareportal.com/reports/digital-2020-indonesia

https://www.criticalthinking.org/pages/defining-critical-thinking/766.

https://www.fimela.com/lifestyle-relationship/read/4473669/kreativitas-adalah-kemampuan-untuk-berkreasi-kenali-ciri-dan-tahapannya.

Mulyadi. 2016. Sistem Akuntansi. Salemba : Jakarta.

Kadir, Abdul. 2014. Pengenalan Sistem Informasi. Edisi Revisi. Andi : Yogyakarta

Kadir, Abdul. dan  Terra  Ch.  Triwahyuni.  2013. Pengantar  Teknologi  Informasi.  Edisi Revisi. Andi : Yogyakarta.

"Pandemi Covid-19, Mendikbud: Saatnya Manfaatkan ...." 2 Jul. 2020, https://kabar24.bisnis.com/read/20200702/79/1260858/pandemi-covid-19-mendikbud-saatnya-manfaatkan-teknologi-dengan-optimal. Accessed 14 Aug. 2020.

"Pandemi Covid-19, Momentum bagi Guru untuk Mengakrabi ...." https://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/pr-01375366/pandemi-covid-19-momentum-bagi-guru-untuk-mengakrabi-teknologi. Accessed 15 Aug. 2020.

“Pandemi Covid-19 Momentum Adaptasi Pendidikan Era i4.0 ...." 21 May. 2020, https://www.kemenkopmk.go.id/pandemi-covid-19-momentum-adaptasi-pendidikan-era-i40. Accessed 15 Aug. 2020.

Saifuddin Chalim & E. Oos M. Anwas. Jurnal Penyuluhan, Maret 2018 Vol. 14 No. 1

Sartana & Nelia Afriyeni, Jurnal Psikologi Insight Vol.1, No.1, Departemen Psikologi UPI, April 2017: hlm 25-29.

Sutabri, Tata. 2014.”Pengantar Teknologi Informasi”. Edisi Pertama. Penerbit Andi. Yogyakarta.

 OECD. 2001. Learning to Change: ICT in Schools. Paris: OECD Publications.

 

                 



 



[1] OECD. 2001. Learning to Change: ICT in Schools. Paris: OECD Publications.

[2] Ariyana, Yoki. dkk. 2013. Buku Pegangan Pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi. Jakarta : Ditjend Guru dan Tenaga Kependidikan, Kemendikbud RI.

 

 

[3] Sutabri, Tata. 2014.”Pengantar Teknologi Informasi”. Edisi Pertama. Penerbit Andi. Yogyakarta

[4] Abdul  Kadir  dan  Terra  Ch.  Triwahyuni.  2013. “Pengantar  Teknologi  Informasi”.  Edisi Revisi. Penerbit Andi. Yogyakarta.

[5] Saifuddin Chalim & E. Oos M. Anwas. Jurnal Penyuluhan, Maret 2018 Vol. 14 No. 1

[6] Sartana & Nelia Afriyeni, Jurnal Psikologi Insight Vol.1, No.1, Departemen Psikologi UPI, April 2017: hlm 25-29.

[7] “Comic Life” http://www.comiclife.com Diakses pada 29 April 2021

[8] “VideoScribe” https://www.videoscribe.co/en Diakses pada 30 April 2021

[9] "Google Slides: Free Online Presentations for Personal Use." https://www.google.com/slides/about/. Diakses pada 3 Mei. 2021.

[10] "Google Drawings - create diagrams and charts, for free.." https://docs.google.com/drawings/. Diakses pada 3 Mei. 2021.

[11] "Google Quick Draw." https://quickdraw.withgoogle.com/. Diakses pada 3 Mei. 2021.

[12] “Freemind” http://freemind.sourceforge.net/wiki/index.php/Main_Page Diakses pada tanggal 29 April 2021

[13] “Mindmeister” https://www.mindmeister.com Diakses pada tanggal 29 April 2021

[14] "Google Jamboard: Collaborative Digital Whiteboard | Google ...." https://edu.google.com/products/jamboard/. Diakses pada 3 Mei. 2021.

[15] “ClickUp” https://clickup.com Diakses pada tanggal 29 April 2021

[16] “What Is Communications Software?” https://financesonline.com/communications-software-analysis-features-benefits-pricing Diakses pada 23 April 2021.

[17] "What can you do with Chat? - Google Workspace Learning Center." https://support.google.com/a/users/answer/9300511?hl=en. Diakses pada 3 Mei. 2021.

[18] "Meet - Google." https://meet.google.com/. Diakses pada 3 Mei. 2021.

[19] "Zoom: Video Conferencing, Web ...." https://zoom.us/. Diakses pada 3 Mei. 2021.

[20] "Cisco Webex." https://www.webex.com/. Diakses pada 3 Mei. 2021.

[21] "WhatsApp." https://www.whatsapp.com/. Diakses pada 3 Mei. 2021.

[22] "Google Workspace." https://workspace.google.com/intl/id/. Diakses pada 29 Maret 2021.

[23] "Video Conferencing, Meetings, Calling | Microsoft Teams." https://www.microsoft.com/en-us/microsoft-teams/group-chat-software. Diakses pada 29 Maret 2021.

[24] "Kolaborasi & Buat Desain Grafis ...." https://www.canva.com/id_id/. Diakses pada 29 Maret 2021.

[25]Adobe Creative Cloudhttps://www.adobe.com/sea/creativecloud.html Diakses pada 20 April 2021

[26] "Wakelet." https://wakelet.com/. Diakses pada 29 Maret 2021.

[27] "Padlet." https://id.padlet.com/. Diakses pada 29 Maret 2021.

[28] "Moodle: Online Learning with the World's Most Popular LMS." https://moodle.com/. Diakses pada 29 Maret  2021.

[29] "Curriki." https://www.curriki.org/. Diakses pada 29 Maret 2021.

[30] Proprietary software atau yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia artinya software dengan hak milik. Adalah software yang kode programnya tidak dibagikan secara terbuka atau disebut juga dengan Closed source. Kebanyakan proprietary software memiliki hak cipta (Copyright). Copyright ini biasanya sama seperti layaknya hak cipta pada musik. Pengguna tidak boleh secara sembarangan menggandakan data musik. Orang yang melanggar ketentuan ini dapat dikenakan hukuman.

 

[31] Open source atau yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia berarti sumber terbuka adalah perangkat lunak yang kode sumbernya (source code)  bisa didapatkan secara bebas melalui berbagai media seperti internet, CD, atau USB Stick.

[32] Apa itu epub? Epub adalah format buku digital dan telah menjadi standar resmi IDPF (International Digital Publishing Forum). Epub dibuat berdasarkan bahasa HTML dan XHTML dan bersifat terbuka sehingga boleh digunakan oleh perangkat apapun.


 [AM1]Perlu dirubah sehingga berbentuk soal HOTS

 [AM2]Masih kosong

 [AM3]Belum HOTS, perlu perbaikan

 [AM4]Perlu diperbaiki, sehingga memuat bagaimana cara peserta belajar. Berlakuy untuk LK lainnya.