SMK Guru Sekolah Menengah Kejuruan S E J A R A H
Modul
Pelatihan
Pelatihan Peningkatan Kompetensi
Berbasis Kecakapan Abad 21
MATA PELAJARAN SEJARAH
SEKOLAH
MENENGAH KEJURUAN
(SMK)
Penulis:
Syachrial
Ariffiantono, M.Pd.
Rif'atul
Fikriya, S.Pd., S.Hum., M.Pd.
Didik
Budi Handoko, S.Pd.
Yudi
Setianto, M.Pd.
Penyunting:
Endang Setyoningsih,
S.Pd
Septa Rahadian, M.Pd
Tata Letak:
Nugroho
Susanto, S.E., M.Pd.
Copyright
© 2019
Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan
Pendidikan Kewarganegaraan Dan Ilmu Pengetahuan Sosial
Direktorat
Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengopi sebagian atau keseluruhan isi
buku ini untuk kepentingan komersial
tanpa izin tertulis dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
DAFTAR ISI
Hal
I. Pembelajaran
Berbasis Kecakapan Abad 21
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
2. Karakteristik Manusia Abad 21
4. Kerangka Konsep Berpikir Abad 21
di Indonesia
5. Contoh Perencanaan Pembelajaran
4Cs dalam Mata Pelajaran Sejarah
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
2. Sumber Sejarah dan Fakta Sejarah
3. Objektivitas dan Subjektivitas dalam Sejarah
5. Jenis-jenis Penelitian Sejarah
6. Tahap-Tahap dalam Penelitian Sejarah
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Lingkungan Alam Masyarakat
Praaksara Indonesia
3. Kebudayaan Masyarakat Praaksara
Indonesia pada Masa Batu
4. Kebudayaan Masyarakat Praaksara
Indonesia pada Masa Logam
5. Perkembangan Kehidupan Sosial,
Budaya, Ekonomi dan Kepercayaan Masyarakat Praaksara Indonesia
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Perkembangan Kerajaan Islam Awal
di Indonesia
2. Perlawanan
Rakyat Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialisme Barat
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
2. Hakekat Pergerakan Nasional di
Indonesia
3. Organisasi Modern Masa Pergerakan
Nasional
VII. SEJARAH INDONESIA
KONTEMPORER
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Pendudukan Jepang dan Proklamasi
Kemerdekaan RI
A. Perlawanan
Rakyat Indonesia Terhadap Pendudukan Jepang
C. Perumusan Naskah Teks Proklamasi
Kemerdekaan
2. Demokrasi
Liberal di Awal Kemerdekaan RI
VIII. Desain Pembelajaran
Sejarah SMK
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Analisis SKL, KI, dan KD Sejarah
SMK
a. Perumusan Indikator Pencapaian
Kompetensi
b. Konsep Berpikir Tingkat Tinggi
c. Kompetensi Keterampilan 4cs
(Creativity, Critical Thinking, Collaboration, Communication)
2. Model-model Pembelajaran Sejarah
SMA
a. Pendekatan Saintifik pada
Kurikulum 2013
b. Model-model Pembelajaran Sejarah berdasar
Kurikulum 2013
3. Strategi Mengembangkan Pembelajaran Berpikir
Tingkat Tinggi
5. Langkah Desain Pembelajaran
a. Pengertian Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP)
c. Prinsip-Prinsip Penyusunan RPP
d. Langkah-Langkah Penyusunan RPP
IX. Penilaian dan
Pengembangan Soal HOTS
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
2. Penulisan dan Pengembangan Soal HOTS
3. Langkah-langkah Penyusunan Soal
HOTS
X. Pemanfaatan Teknologi Informasi
dan Komunikasi dalam Pembelajaran Abad XXI
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
2. Pengertian Teknologi Informasi
dan Komunikasi
3. Internet untuk Pembelajaran
4. Perangkat Lunak untuk
Pembelajaran Abad XXI
5. Pembelajaran Jarak Jauh Secara
Luring
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1. Kapak Perimbas (chopper)
Gambar
2. Pahat Genggam (Hand Axe)
Gambar
3. Cara Penggunaan Alat Serpih oleh Manusia Purba
Gambar
6. Suasana sidang BPUPKI
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1. Peta Kompetensi Keterampilan 4Cs Sesuai dengan
P21
Tabel
2. Indonesian Partnership for 21 Century Skill Standard (IP-21CSS)
Tabel
3. 4Cs dari IPK KD Pengetahuan
Tabel
4. 4Cs dari IPK KD Pengetahuan
Tabel
5. Contoh Analisis SMK Sejarah Kelas XI
Tabel
6. Tahapan Kemampuan Berpikir dan Materi
Tabel
7. Contoh penyusunan IPK dari KD. 3.6
Tabel
8. Proses Kognitif sesuai dengan level kognitif
Bloom.
Tabel
9. Kata Kerja Operasional Ranah Kognitif
Tabel
11. Kata kerja operasional ranah afektif
Tabel
13. Kata kerja operasional ranah psikomotor
Tabel
14. Elemen dasar tahapan keterampilan berpikir kritis, yaitu FRISCO
Tabel
15. Peta Kompetensi Keterampilan 4Cs Sesuai dengan P21
Tabel
16. Indonesian Partnership for 21 Century Skill Standard (IP-21CSS)
Tabel
17. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi
Tabel
18. Hal-hal yang perlu dan tidak perlu dilakukan oleh guru
Tabel
19. Peran guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran
Tabel
20. Format pasangan KD dan Penetapan Target KD pengetahuan dan keterampilan
Tabel
21. Format Perumusan IPK
Tabel
22. Format desain pembelajaran berdasarkan Model Pembelajaran
Tabel
22. Teknik dan Bentuk Instrumen Penilaian
Tabel
23. Teknik dan Bentuk Instrumen Penilaian Kinerja
Tabel
24. Format Penilaian Proyek
PENDAHULUAN
Peran guru profesional dalam pembelajaran
sangat penting sebagai kunci keberhasilan belajar peserta didik. Guru profesional adalah guru yang
kompeten membangun proses pembelajaran yang baik sehingga dapat menghasilkan
pendidikan yang berkualitas. Kompetensi guru terdiri atas kompetensi
profesional, pedagogik, sosial dan kepribadian yang harus dimiliki dan
diperbarui setiap waktu salah satunya pada unsur pengembangan diri melalui
keikutsertaan guru dalam pelatihan.
Pelatihan guru dirancang sesuai kebutuhan
peningkatan kompetensi di lapangan, khususnya bagi Guru Sejarah SMK.
Tuntutan pembelajaran mengharuskan guru Sejarah SMK
menguasai kajian keilmuan selain yang telah diperoleh saat guru menempuh
pendidikan di universitas. Penguasaan guru terhadap kajian keilmuan dan
meramunya menjadi keterpaduan merupakan kompetensi profesional yang harus
dimiliki Guru Sejarah SMK.
Penguasaan
terhadap materi saja tidak cukup, guru yang profesional juga harus memiliki
kompetensi pedagogik meliputi merancang,
melaksanakan dan melakukan evaluasi hasil belajar peserta didik. Guru mengorientasikan pembelajaran pada keaktifan peserta didik melalui kemampuan pemahaman terhadap peserta didik dan pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Modul Pelatihan Peningkatan Kompetensi Guru Sejarah SMK ini dipersiapkan
untuk mendukung upaya peningkatan kompetensi profesional dan pedagogik guru
sehingga mempermudah yang bersangkutan melaksanakan tugas mengajar di
kelas. Modul ini menjelaskan tentang Pembelajaran
Kecakapan Abad 21, Metode Penelitian Sejarah, materi Praaksara Indonesia,
Sejarah Indonesia Kuno, Sejarah Indonesia Baru, Sejarah Indonesia Modern,
Sejarah Indonesia Kontemporer. Aktivitas pelatihan yang
dirancang dalam modul ini menggunakan hasil
Analisis Kompetensi Dasar yang sama dari materi pertama
sampai dengan materi akhir,
yaitu tentang Penilaian
berbasis HOTS. Tujuan penggunaan KD yang sama agar peserta
pelatihan dapat memiliki gambaran benang merah sebuah proses pembelajaran yang
runtut dan utuh dari penggunaan KD, penguraian menjadi IPK, merancang aktivitas
pembelajaran sesuai dengan IPK menggunakan Model Pembelajaran yang sesuai, Pengembangan
RPP sampai pada penentuan alat ukur untuk menilai semua proses pembelajaran
HOTS. Materi mengenai
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam pembelajaran Abad XXI
melengkapi paket pembelajaran yang disajikan dalam Pelatihan Peningkatan
Kompetensi Berbasis Kecakapan Abad XXI bagi Guru Mata Pelajaran Sejarah SMK.
SARAN PENGGUNAAN MODUL
Materi dalam modul ini dibagi menjadi dua kompetensi yaitu kompetensi profesional dan pedagogik.
Modul ini adalah sebagai salah
satu sumber belajar dalam kegiatan Pelatihan Peningkatan Kompetensi Berbasis
Kecakapan Abad XXI. Disarankan mempelajari modul sesuai dengan materi yang
sedang dipelajari. Setiap kegiatan pembelajaran dilengkapi dengan uji
kepahaman dan uji kompetensi berupa aktivitas pembelajaran dan penilaian. Uji kepahaman dan uji kompetensi menjadi alat ukur
tingkat penguasaan Anda setelah mempelajari materi dalam modul ini. Bila Anda
mengalami kesulitan dalam memahami materi dalam modul ini, silakan
mendiskusikan dengan teman atau instruktur Anda.
I.
Pembelajaran Berbasis Kecakapan
Abad 21
Menjelaskan konsep
pembelajaran abad 21 pada mata pelajaran Sejarah.
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
· Menjelaskan permasalahan
pendidikan Abad 21
· Menjelaskan karakteristik
manusia Abad 21
· Menjelaskan perkembangan
pendidikan Abad 21
· Menjelaskan kerangka konsep
berpikir Abad 21 di Indonesia
· Merencanakan pembelajaran
4Cs dalam Mata Pelajaran Sejarah
C. Uraian Materi
Dalam abad 21 sekarang ini dunia pendidikan sudah
merasakan adanya suatu pergeseran, dan bahkan perubahan yang bersifat mendasar
pada tataran filsafat, arah serta tujuannya. Tidaklah berlebihan bila dikatakan
kemajuan ilmu tersebut dipicu oleh lahirnya sains dan teknologi komputer.
Dengan piranti mana kemajuan sains dan teknologi terutama dalam bidang cognitive
science, bio-molecular, information technology dan nano-science kemudian
menjadi kelompok ilmu pengetahuan yang mencirikan abad 21. Salah satu ciri yang
paling menonjol pada abad 21 adalah semakin bertautnya dunia ilmu pengetahuan,
sehingga sinergi di antaranya menjadi semakin cepat. Dalam konteks pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi di dunia pendidikan, telah terbukti semakin
menyempitnya dan meleburnya faktor “ruang dan waktu” yang selama ini menjadi
aspek penentu kecepatan dan keberhasilan penguasaan ilmu pengetahuan oleh umat
manusia.
Secara umum karakteristik abad 21 (BSNP, 2010), yaitu:
1. Perhatian yang semakin besar
terhadap masalah lingkungan hidup, berikut implikasinya, terutama terhadap:
pemanasan global. energy, pangan, kesehatan, lingkungan binaan,
mitigasi.
2. Dunia kehidupan akan semakin
dihubungkan oleh teknologi informasi, berikut implikasinya, terutama terhadap:
ketahanan dan sistim pertahanan, pendidikan, industri, dan komunikasi
3. Ilmu pengetahuan akan
semakin converging, berikut implikasinya, terutama terhadap: penelitian,
filsafat ilmu, paradigm pendidikan, kurikulum.
4. Kebangkitan pusat ekonomi
dibelahan Asia Timur dan Tenggara, berikut implikasinya terhadap: politik dan
strategi ekonomi, industry, pertahanan,
5. Perubahan dari ekonomi
berbasis sumber daya alam serta manusia kearah ekonomi berbasis pengetahuan,
berikut dengan implikasinya terhadap: kualitas sumber daya insani, pendidikan,
lapangan kerja,
6. Perhatian yang semakin besar
pada industri kreatif dan industri budaya, berikut implikasinya, terutama
terhadap: kekayaan dan keanekaan ragam budaya, pendidikan kreatif,
entrepreneurship, technopreneurship, rumah produksi.
7. Budaya akan saling imbas
mengimbas dengan Teknosains berikut implikasinya, terutama terhadap: karakter,
kepribadian, etiket, etika, hukum, kriminologi, dan media.
8. Perubahan paradigma
Universitas, dari “Menara Gading” ke “Mesin Penggerak Ekonomi”. Terdapat
kecenderungan semakin meningkatnya investasi yang ditanamkan dari sektor publik
ke perguruan tinggi untuk risetilmu dasar dan terapan serta inovasi
teknologi/desain yang memberikan dampak pada pengembangan industri dan pembangungan
ekonomi dalam arti luas.
1.
Permasalahan Abad 21
Masalah yang dihadapi
manusia pada abad XXI semakin kompleks, saling kait mengkait, cepat berubah dan
penuh paradoks. Umumnya kaum futuris mengkaitkan pertumbuhan penduduk dunia
yang bergerak secara cepat sebagai pemicu. Bila pada tahun 2010 penduduk dunia
sebesar 6.9 milyar, maka dalam waktu 2050 oleh United Nations Population
Division diperkirakan mencapai 9.2 milyard orang, ini berarti dalam masa empat
puluh tahun akan terjadi pertambahan sebesar 2.5 milyar penduduk. Dampak dari
pertumbuhan ini pada seluruh kehidupan manusia luar biasa; mulai dari masalah
kelangsungan hidup, pangan, kesehatan, kesejahteraan, keamanan, dan
pendidikan. Penduduk Indonesia yang sebesar 234,2 juta merupakan 3.38% penghuni
planet ini mengalami pertumbuhan sekitar 1.14% per tahun (BSNP, 2010).
Masalah tersebut menjadi kompleks bila dihubungkan
dengan kondisi nyata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
karena menyangkut sistem dan nilai yang berlaku antara bangsa, sukubangsa, dan
individu. Tuntutan tersebut berimplikasi pada daya dukung alam yang lama
kelamaan tak akan mencukupi, padahal sumber dalam alam mineral tidak bertambah,
sedangkan sumberdaya hayati dan nabati dapat diberdayakan namun tetap akan ‘mengganggu’
keseimbangan ekosistem. Oleh karena itu, masalah lingkungan hidup dalam
peradaban abad 21 dijadikan isu untuk mengubah paradigma lama yang terlalu
menekankan pada ilmu pengetahuan demi ilmu pengetahuan, seni demi seni, kearah
paradigma baru yang lebih mengedepankan makna dan nilai pengembangan yang
bersifat berkelanjutan.
Sama halnya dengan dunia Ilmu Pengetahuan, kehidupan
ekonomi abad 21 mengalami konvergensi dari ekonomi “kelangkaan” kearah ekonomi
yang dikendalikan oleh informasi, di mana 93% seluruh pengetahuan di dunia ini
sudah didigitalkan. Lebih dari 80% kekayaan negara negara industri maju
dibangkitkan oleh informasi dan usaha jasa yang juga merupakan industri di mana
bahan mentahnya bukan berupa tanah, mesin, tenaga kerja, dan bahan baku alam
melainkan pengetahuan (Westland, 2002). Perekonomian global abad XXI
dikendalikan oleh jaringan teknologi informasi, di mana semua transaksi
dilakukan secara online, investasi dan pasar modal dilakukan tanpa
melihat gejolak kehidupan nyata, kecuali dengan cara melihat angka-angka di
monitor. Angka-angka itu berubah dari menit ke menit, seiring dengan gejolak
yang terjadi dalam ekonomi perdagangan, politik, sosial, bahkan oleh ‘ulah’
tokoh dunia. Dalam kondisi pasar global semacam ini, maka apa yang terjadi di
satu negara, pengaruhnya akan terasa di negara lain.
Hampir semua bangsa
mendekatkan diri dengan penguasa pasar global, yang ditanda dengan atribut
penguasaan teknologi dan inovasinya. Mereka yang tidak dapat meraihnya harus
rela tergeser ke pinggiran dan tertinggal di belakang.
Bersamaan dengan pembaharuan
hidup berkebangsaan dengan ekonomi dan sosial sadarpengetahuan kita membangun
manusia berdaya cipta, mandiri dan kritis tanpa meninggalkan wawasan
tanggungjawab membela sesama untuk diajak maju menikmati peluang abad ini.
Dalam hubungan ini kita ditantang untuk mencipta tata-pendidikan yang dapat
ikut menghasilkan sumber daya pemikir yang mampu ikut membangun tatanan sosial
dan ekonomi sadar-pengetahuan seperti laiknya warga abad 21. Mereka harus
terlatih mempergunakan kekuatan argumen dan daya pikir, alih-alih kekuatan
fisik konvensional. Tentu saja dalam memandang ke depan dan merancang langkah
kita tidak boleh sama sekali berpaling dari kenyatan yang mengikat kita dengan
realita kehidupan. Indonesia masih menyimpan banyak kantong-kantong kemiskinan,
wilayah kesehatan umum yang tidak memadai dan kesehatan kependudukan yang
rendah serta mutu umum pendidikan yang belum dapat dibanggakan. Ini memerlukan
perhatian dan upaya yang serius dan taat asas.
Sederet falsafah dan
kebijakan tradisional, yang berkembang dalam kehidupan kita, terangkum sebagai
budaya bangsa, telah ikut menerapkan dan merawat lingkungan hidup alami. Namun
masuknya budaya asing, yang kurang empati terhadap kehidupan lingkungan telah
dapat mencabut akar kebajikan itu dari lingkungan tanpa daya kita untuk
mencegahnya. Nurani dan akal sehat haruslah menjadi ciri dalam pendidikan dalam
abad yang tak lagi mengenal batas geografi seperti abad 21 ini.
2.
Karakteristik Manusia Abad 21
Perubahan radikal dan dalam
dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat ini membutuhkan perhatian yang cermat
oleh para pelaku dan pengambil keputusan di pemerintahan. Salah menilai,
menyusun, dan mengembangkan kebijakan akan berakibat fatal terhadap laju
pertumbuhan sebuah negara. Dari seluruh komponen dan aspek pertumbuhan yang
ada, manusia merupakan faktor yang terpenting karena merupakan pelaku utama
dari berbagai proses dan aktivitas kehidupan. Oleh karena itulah maka berbagai
negara di dunia berusaha untuk mendefinisikan karakteristik manusia abad 21
yang dimaksud. Berdasarkan “21st Century Partnership Learning Framework”,
terdapat beberapa kompetensi dan/atau keahlian yang harus dimiliki oleh SDM
abad 21 (BSNP, 2010) yaitu:
a.
Kemampaun berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thinking and Problem-Solving Skills)–
mampu berfikir secara kritis, lateral, dan sistemik, terutama dalam konteks
pemecahan masalah;
b.
Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication and Collaboration Skills)
- mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif dengan berbagai pihak;
c.
Kemampuan mencipta dan membaharui (Creativity and Innovation Skills) mampu mengembangkan
kreativitas yang dimilikinya untuk menghasilkan berbagai terobosan yang
inovatif;
d.
Literasi teknologi
informasi dan komunikasi (Information
and Communications Technology Literacy) – mampu memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kinerja dan aktivitas
sehari-hari;
e.
Kemampuan belajar kontekstual (Contextual Learning Skills) – mampu menjalani aktivitas
pembelajaran mandiri yang kontekstual sebagai bagian dari pengembangan pribadi;
f.
Kemampuan informasi dan literasi media (Information and Media Literacy Skills)
– mampu memahami dan menggunakan berbagai media komunikasi untuk menyampaikan
beragam gagasan dan melaksanakan aktivitas kolaborasi serta interaksi dengan
beragam pihak.
3.
Pendidikan Abad 21
Dekade
ke dua abad 21 saat ini bersamaan denga Revolusi Industri 4.0. World Economic Forum (WEF) menyebut
Revolusi Industri 4.0 adalah revolusi berbasis Cyber Physical Systemyang secara garis besar merupakan gabungan tiga domain yaitu digital,
fisik, dan biologi. Ditandai dengan
munculnya fungsi-fungsi kecerdasan buatan (artificial intelligence), mobile supercomputing, intelligent robot, self-driving cars, neurotechnological brain enhancements, era big data yang membutuhkan kemampuan cybersecurity, era pengembangan biotechnology dan genetic editing (manipulasi gen).
Era
revolusi industri 4.0 mengubah konsep pekerjaan, struktur pekerjaan, dan
kompetensi yang dibutuhkan dunia pekerjaan. Sebuah survei perusahaan perekrutan internasional, Robert
Walters, bertajuk Salary Survey 2018
menyebutkan, fokus pada transformasi bisnis ke platform digital telah memicupermintaan
profesional sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi yang jauh
berbeda dari sebelumnya. Era revolusi industri 4.0 juga mengubah cara pandang
tentang pendidikan. Perubahan yang dilakukan tidak hanya sekadar cara mengajar,
tetapi jauh yang lebih esensial, yakni perubahan cara pandang terhadap konsep
pendidikan itu sendiri (Sukartono, 2010)
Pendidikan
setidaknya harus mampu menyiapkan anak didiknya menghadapi tiga hal: a) menyiapkan anak untuk bisa bekerja yang pekerjaannya
saat ini belumada; b) menyiapkan anak untuk bisa menyelesaikan masalah yang
masalahnya saat ini belum muncul, dan
c) menyiapkan anak untuk bisa menggunakan teknologi yang sekarang teknologinya belum ditemukan. Sungguh sebuah pekerjaan
rumah yang tidak mudah bagi dunia
pendidikan. Untuk bisa menghadapi tantangan tersebut, syarat penting yang harus dipenuhi adalah bagaimana menyiapkan
kualifikasi dan kompetensi guru yang berkualitas.
Era
Revolusi Industri 4.0 merupakan tantangan berat bagi dunia pendidikan. Mengutip
dari Jack Ma dalam pertemuan tahunan World Economic Forum 2018, pendidikan
adalah tantangan besar abad ini. Jika tidak mengubah cara mendidik dan
belajar-mengajar, 30 tahun mendatang akan mengalami kesulitan besar. Pendidikan
dan pembelajaran yang sarat dengan muatan pengetahuan mengesampingkan
muatan sikap dan keterampilan sebagaimana saat ini terimplementasi,
akan menghasilkan peserta didik yang tidak mampu berkompetisi
dengan mesin. Dominasi pengetahuan dalam pendidikan dan pembelajaran
harus diubah agar kelak anak-anak muda Indonesia mampu mengungguli
kecerdasan mesin sekaligus mampu bersikap bijak dalam menggunakan
mesin untuk kemaslahatan.
Era
revolusi industri 4.0 akan berdampak pada peran pendidikan khususnya peran
pendidiknya. Jika peran pendidik masih mempertahankan sebagai penyampai
pengetahuan, maka mereka akan kehilangan peran seiring dengan perkembangan
teknologi dan perubahan metode pembelajarannya. Kondisi tersebut harus diatasi
dengan menambah kompetensi pendidik yang mendukung pengetahuan untuk eksplorasi
dan penciptaan melalui pembelajaran mandiri.
Abad
21 ditandai dengan era Revolusi Industri 4.0 sebagai abad keterbukaan atau abad
globalisasi, artinya kehidupan manusia pada abad ke-21 mengalami
perubahan-perubahan yang fundamental yang berbeda dengan tata kehidupan dalam
abad sebelumnya. Dikatakan abad ke-21 adalah abad yang meminta kualitas dalam
segala usaha dan hasil kerja manusia. Dengan sendirinya abad 21 meminta SDM
yang berkualitas, yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga yang dikelola secara
profesional sehingga membuahkan hasil unggulan. Tuntutan-tuntutan yang serba
baru tersebut meminta berbagai terobosan dalam berfikir, penyusunan konsep, dan
tindakan-tindakan. Dengan kata lain diperlukan suatu paradigma baru dalam
menghadapi tantangan-tantangan yang baru, demikian kata filsuf Khun. Menurut filsuf
Khun apabila tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan
paradigma lama, maka segala usaha akan menemui kegagalan. Tantangan yang baru
menuntut proses terobosan pemikiran (breakthrough thinking process) apabila yang diinginkan adalah
output yang bermutu yang dapat bersaing dengan hasil karya dalam dunia yang
serba terbuka (Tilaar, 1998:245).
Dalam
konteks pembelajaran abad 21, pembelajaran yang menerapkan kreatifitas,
berpikir kritis, kerjasama, keterampilan komunikasi, kemasyarakatan dan
keterampilan karakter, tetap harus dipertahankan.. Pemanfaatan berbagai
aktifitas pembelajaran yang mendukung Industri 4.0 merupakan keharusan dengan
model resource
sharing dengan
siapapun dan di manapun, pembelajaran kelas dan laboratorium dengan augmented,
dengan bahan virtual, bersifat interaktif, menantang, serta pembelajaran yang
kaya isi bukan sekedar lengkap.. Namun, harapan tersebut masih belum sepenuhnya
terealisasi. Masih banyak dijumpai proses pembelajaran di sekolah yang tidak
lebih merupakan rutinitas pengulangan dan penyampaian (informatif) muatan
pengetahuan yang tidak mengasah siswa untuk mengembangkan daya cipta, rasa,
karsa, dan karya serta kepedulian sosial.
Dunia
pendidikan pada era revolusi industri berada di masa pengetahuan(knowledge age) dengan percepatan peningkatan
pengetahuan yang luar biasa.Percepatan peningkatan pengetahuan ini didukung
oleh penerapan media dan teknologi digital yang disebut dengan information super
highway. Gaya
kegiatan pembelajaran pada masa pengetahuan (knowledge age) harus disesuaikan dengan
kebutuhan pada masa pengetahuan (knowledge
age).
Bahan pembelajaran harus memberikan desain yang lebih otentik untuk melalui
tantangan di mana peserta didik dapat berkolaborasi menciptakan solusi
memecahkan masalah pelajaran. Pemecahan masalah mengarah ke pertanyaan dan
mencari jawaban oleh peserta didik yang kemudian dapat dicari pemecahan
permasalahan dalam konteks pembelajaran menggunakan sumber daya informasi yang
tersedia (Trilling and Hood dalam Sukartono, 2010).
Tuntutan
perubahan mindset manusia abad 21
yang telah disebutkan di atas menuntut pula suatu perubahan yang sangat besar
dalam pendidikan nasional, yang kita ketahui pendidikan kita adalah warisan
dari sistem pendidikan lama yang isinya menghafal fakta tanpa makna. Merubah
sistem pendidikan indonesia bukanlah pekerjaan yang mudah. Sistem pendidikan
Indonesia merupakan salah satu sistem pendidikan terbesar di dunia yang
meliputi sekitar 30 juta peserta didik, 200 ribu lembaga pendidikan, dan 4 juta
tenaga pendidik, tersebar dalam area yang hampir seluas benua Eropa. Namun
perubahan ini merupakan sebuah keharusan jika kita tidak ingin terlindas oleh
perubahan zaman global (Sukartono, 2010)
P21
(Partnership
for 21st Century Learning)
mengembangkan framework
pembelajaran
di abad 21 yang menuntut peserta didik untuk memiliki keterampilan, pengetahuan dan kemampuan dibidang
teknologi, media dan informasi,
keterampilan
pembelajaran dan inovasi serta keterampilan hidup dan karir (P21, 2015). Framework ini juga menjelaskan tentang
keterampilan, pengetahuan dan
keahlian
yang harus dikuasai agar siswa dapat sukses dalam kehidupan dan pekerjaannya.
4.
Kerangka Konsep Berpikir Abad 21 di Indonesia
Dalam Buku Pegangan Pembelajaran Berorientasi pada Ketrampilan Berpikir Tingkat
Tinggi (2019) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan sebagai bahan atau materi Program Pengembagan Keprofesian
Berkelanjutan melalui Peningkatan Kompetensi Pembelajaran Berbasis Zonasi
dinyatakan bahwa Pembelajaran abad 21
menggunakan istilah yang dikenal sebagai 4Cs (critical thinking,
communication, collaboration, and creativity). 4Cs adalah empat
keterampilan yang telah diidentifikasi sebagai keterampilan abad ke-21 (P21)
yaitu keterampilan yang sangat penting dan diperlukan untuk pendidikan abad
ke-21.
Tabel 1. Peta Kompetensi Keterampilan 4Cs Sesuai dengan P21
Perkembangan ilmu kognitif
menunjukkan bahwa hasil yang diharapkan dalam pembelajaran akan meningkat
secara signifikan ketika peserta didik terlibat dalam proses pembelajaran
melalui pengalaman dunia nyata yang otentik. Keterampilan enGauge Abad ke-21 (enGauge 21st Century Sills) dibangun
berdasarkan hasil penelitian yang terus-menerus serta menjawab kebutuhan
pembelajaran yang secara jelas mendefinisikan apa yang diperlukan peserta didik
agar dapat berkembang di era digital saat ini.
1. Digital Age Literacy/Era
Literasi Digital
- Literasi ilmiah, matematika,
dan teknologi dasar
- Literasi visual dan informasi
- Literasi budaya dan kesadaran
global
2. Inventive Thinking/Berpikir
Inventif
- Adaptablility dan
kemampuan untuk mengelola kompleksitas
- Keingintahuan, kreativitas,
dan pengambilan risiko
- Berpikir tingkat tinggi dan
alasan yang masuk akal
3. Effective Communication/Komunikasi yang
Efektif
- Keterampilan, kolaborasi, dan
interpersonal
- Tanggung jawab pribadi dan
sosial
- Komunikasi interaktif
4. High Productivity/Produktivitas
Tinggi
- Kemampuan untuk
memprioritaskan, merencanakan, dan mengelola hasil
- Penggunaan alat dunia nyata
yang efektif
- Produk yang relevan dan
berkualitas tinggi
Adapun Implementasi dalam
merumuskan kerangka sesuai P21 bersifat mutidisiplin, artinya semua materi
dapat didasarkan sesuai kerangka P21. Untuk melengkapi kerangka P21 sesuai
dengan tuntutan Pendidikan di Indoensia, berdasarkan hasil kajian dokumen pada
UU Sisdiknas, Nawacita, dan RPJMN Pendidikan Dasar, Menengah, dan Tinggi,
diperoleh 2 standar tambahan sesuai dengan kebijakan Kurikulum dan kebijakan
Pemerintah, yaitu sesuai dengan Penguatan Pendidikan Karakter pada Pengembangan
Karakter (Character Building) dan Nilai Spiritual (Spiritual Value).
Secara keseluruhan standar P21 di Indonesia ini dirumuskan menjadi Indonesian
Partnership for 21 Century Skill Standard (IP-21CSS).
Tabel 2. Indonesian Partnership for 21 Century Skill Standard (IP-21CSS)
5.
Contoh Perencanaan Pembelajaran 4Cs dalam Mata Pelajaran
Sejarah
Dalam proses perencanaan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru, 4Cs dapat digunakan dan dipetakan dalam
perencanaan pembelajaran. Berikut adalah contoh perencanaan pembelajaran
menggunakan 4Cs
Tabel
3. 4Cs dari IPK KD Pengetahuan
KD Pengetahuan |
3.4. Menganalisis berbagai teori tentang proses masuknya agama dan kebudayaan Islam serta pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat Indonesia (ekonomi, pemerintahan, budaya) |
4Cs |
Indikator Pencapaian Kompetensi |
Critical
Thinking |
Peserta didik berpikir kritis
tentang perkembangan Islam sampai menyebar ke Indonesia. FRISCO a)
Focus (Indentifikasi
Masalah terkait masuk, kedatangan, dan
perkembangan Islam di Indonesia) b)
Reason (Alasan: mengapa Islam dapat dengan mudah diterima dan berkembang di
Indonesia) c)
Inference (Kesimpulan: Berdasarkan bukti bukti yang ada Islam masuk dan berkembang secara
luas di Indonesia, bahkan menjadi agama mayoritas di Indonesia) d)
Situation (Situasi
Sebenarnya: Dengan Islam diterima secara
luas, maka Islam sebagai agama yang dominan dengan jumlah pemeluk di
Indonesia) e)
Clarity (Kejelasan Istilah: perbedaan istilah masuk, kedatangan, dan perkembangan Islam) f)
Overview (Pengecekan: Penyebaran Islam di Indonesia disebabkan wilayah Indonesia terdiri
dari berbagai pulau, dan Islam disebarkan melalui jalur perdangan antar
pulau, maka dengan sendirinya wilayah-wilayah kepulauan sebagai jalur perdagangan
mendapat pengaruh Islam paling awal dibanding wilayah lain) |
Creativity |
Imajinatif, Banyak Solusi,
Berbeda, Lateral |
Communication |
Mempresentasikan hasil
pemecahan permasalahan terkait proses masuk, kedatangan, dan perkembangan
Islam di Indonesia |
Collaboration |
Bekerja sama di dalam
kelompok dalam memecahkan permasalahan
terkait proses masuk, kedatangan, dan perkembangan Islam di Indonesia |
D. Aktivitas Pembelajaran
LK 1.1 Pemetaan IPK bermuatan
4Cs dalam KD Pengetahuan
Dalam proses perencanaan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru, 4Cs dapat digunakan dan dipetakan dalam
perencanaan pembelajaran.
Tabel 4. 4Cs
dari IPK KD Pengetahuan
KD Pengetahuan |
Tentukan
KD dalam Kurikulum 2013 untuk Sejarah Indonesia |
4Cs |
Indikator Pencapaian Kompetensi |
Critical
Thinking |
|
Creativity |
|
Communication |
|
Collaboration |
|
E.
Penilaian
1.
Berdasarkan 21st Century
Partnership Learning Framework”, beberapa kompetensi yang harus
dimiliki oleh SDM abad 2, yaitu...
A.
Kritis, persuasif,
argumentatif, kreatif, inovatif, literasi ICT.
B.
persuasif,
argumentatif, kolaboratif, kreatif, inovatif, literasi media.
C.
Kritis, komunikatif,
kolaboratif, kreatif, inovatif, literasi ICT.
D.
Persuasif, kritis,
argumentatif, kolaboratif, inovatif, literasi media.
2.
Peserta didik dapat
mengidentifikasi, menganalisis, menginterpretasikan, dan mengevaluasi
bukti-bukti, argumentasi, klaim, dan data-data yang tersaji secara luas melalui
pengkajian secara mendalam serta merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pernyataan ini merupakan wujud dari salah-satu ketrampilan abad 21, yaitu ...
A. Creativity thinking
and innovation
B. Critical thinking and
problem solving
C. Communication
D. Collaboration
F.
Referensi
Badan Standar
Nasional Pendidikan. 2010. Paradigma
Pendidikan Nasional Abad 21. Jakarta.
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan. 2019. Pembelajaran Berorientasi pada Ketrampilan
Berpikir Tingkat Tinggi. Jakarta; Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Sukartono.
2019. Revolusi Industri 4.0. dan
Dampaknya Terhadap Pendidikan di Indonesia. Surakarta: FIP PGSD Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Tilaar, H.A.R.1998. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.
II.
Metode Penelitian Sejarah
A.
Kompetensi
Menganalisis jenis-jenis dan
tahap-tahap dalam penelitian sejarah
B.
Indikator
Pencapaian Kompetensi
·
Menganalisis jenis-jenis penelitian sejarah.
·
Menganalisis tahap-tahap dalam penelitian sejarah.
C.
Uraian
Materi
Pengantar
Pada modul di materi Metode Penelitian Sejarah ini, peserta diklat akan mempelajari berbagai hal yang bekenaan
dengan metode penelitian sejarah. Materi ini memiliki urgensi untuk dipelajari oleh guru karena
sebagai pendidik yang mengajarkan ilmunya kepada peserta didik, konsep dasar
keilmuannya harus dikuasai dengan baik. Metode penelitian sejarah utamanya berisi tentang tahapan-tahapan dan prasyarat yang
harus dipenuhi oleh suatu penelitian atau penulisan sejarah. Pada uraian awal
peserta akan mempelajari perihal sejarah sebagai ilmu. Uraian berikutnya berisi
jenis-jenis penelitian sejarah dan tahap-tahap dalam penelitian sejarah.
1.
Sejarah Sebagai Ilmu
Dalam dunia ilmu, sebuah pengetahuan
dapat dikatakan sebagai ilmu jika memenuhi beberapa syarat. Sejarah merupakan
ilmu karena sejarah memiliki syarat-syarat sebagai ilmu sebagaimana diuraikan
di bawah ini.
a. Objek
Objek sejarah adalah aktivitas manusia pada masa lampau. Sejarah
merupakan ilmu empiris. Sejarah seperti ilmu-ilmu lain yang mengkaji manusia,
bedanya sejarah mengkaji aktivitas manusia dalam dimensi waktu. Aspek waktu
inilah yang menjadi jiwa sejarah. Selanjutnya objek sejarah dibedakan menjadi
dua, yakni objek formal dan objek material. Objek formal sejarah adalah
keseluruhan aktivitas masa silam umat manusia. Objek material berupa sumber-sumber
sejarah yang merupakan bukti adanya peristiwa pada masa lampau (Zed, 2002: 48).
Bukti-bukti itu merupakan kesaksian sejarah yang bisa dilihat. Tegasnya,
rekonstruksi sejarah hanya mungkin kalau memiliki bukti-bukti berupa dokumen
atau jenis peninggalan lainnya.
b. Tujuan
Menurut Sutrasno (1975: 22) sejarah
bertujuan sebagai berikut.
1)
Memberikan kenyataan-kenyataan sejarah yang sesungguhnya, menceriterakan
segala yang terjadi apa adanya
2)
Membimbing, mengajar, dan mengupas
setiap kejadian sejarah secara kritis dan realistis.
3)
Makin objektif (makin dekat kepada kenyataan sejarah yang sesungguhnya)
makin baik, karena dengan demikian pembaca akan mendapat gambaran sesungguhnya
tentang apa yang benar-benar terjadi.
c. Metode
Metode
sejarah bertumpu pada empat langkah, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan
historiografi. Metode sejarah bersifat universal, artinya metode sejarah dapat
dimanfaatkan oleh ilmu-ilmu lain untuk keperluan memastikan fakta pada masa
lampau. Dengan semakin mendekatnya ilmu-ilmu sosial dan ilmu sejarah, maka
semakin terlihat pemanfaatan metode sejarah dalam ilmu-ilmu sosial.
d. Kegunaan
Menurut Widja (1988: 49-51) sejarah
paling tidak mempunyai empat kegunaan, yaitu edukatif, inspiratif, rekreatif, dan
instruktif. Guna edukatif adalah sejarah
memberikan kearifan dan kebijaksanaan bagi orang yang mempelajari-nya.
Menyadari guna edukatif dari sejarah berarti menyadari makna dari sejarah
sebagai masa lampau yang penuh arti. Selanjutnya berarti bahwa kita bisa
mengambil dari sejarah nilai-nilai berupa ide-ide maupun konsep-konsep kreatif
sebagai sumber motivasi bagi pemecahan masalah-masalah masa kini dan
selanjutnya untuk merealisir harapan-harapan di masa akan datang.
Guna inspiratif terutama berfungsi bagi usaha menumbuhkan harga diri dan identitas sebagai suatu bangsa. Guna
sejarah semacam ini sangat berarti dalam rangka pembentukan nation building.
Di negara-negara yang sedang berkembang guna inspiratif sejarah menjadi bagian
yang sangat penting, terutama dalam upaya menumbuhkan kebanggaan kolektif.
Guna rekreatif menunjuk kepada nilai
estetis dari sejarah, terutama kisah yang runtut tentang tokoh dan peristiwa.
Di samping itu, sejarah memberikan kepuasan dalam bentuk “pesona perlawatan”.
Dengan membaca sejarah seseorang bisa menerobos batas waktu dan tempat menuju
zaman lampau dan tempat yang jauh untuk mengikuti berbagai peristiwa di dunia
ini.
Guna
instruktif adalah fungsi sejarah dalam menunjang bidang-bidang studi
kejuruan/ketrampilan seperti navigasi, teknologi senjata, jurnalistik, taktik
militer, dan sebagainya.
Kuntowijoyo (1995: 19-35) membedakan guna sejarah menjadi guna ekstrinsik
dan guna intrinsik. Guna intrinsik sejarah meliputi, (1) sejarah sebagai ilmu,
(2) sejarah sebagai cara mengetahui masa lampau, (3) sejarah sebagai pernyataan
pendapat, dan (4) sejarah sebagai profesi. Guna ekstrinsik merupa-kan manfaat
sejarah terutama di bidang pendidikan. Sejarah mempunyai fungsi pendidikan,
yaitu sebagai pendidikan (1) moral, (2) penalaran, (3) politik, (4) kebijakan, (5) perubahan, (6) masa
depan, (7) keindahan, (8) ilmu bantu. Dalam guna ekstrinsik selain pendidikan,
sejarah juga berfungsi sebagai (1) latar belakang, (2) rujukan, dan (3) bukti.
2.
Sumber Sejarah dan
Fakta Sejarah
Sumber sejarah tidak dapat melukiskan
sejarah serba objek seluruhnya. Sumber sejarah hanyalah mengandung sebagian
kecil kenyataan sejarah, atau tidak dapat merekam peristiwa secara keseluruhan
(Ali, 2005:16). Sumber sejarah atau dapat juga disebut data sejarah
(Kuntowijoyo, 1995:94) yang dikumpulkan harus sesuai dengan jenis sejarah yang
akan ditulis. Proses pencarian dan pengumpulan sumber sejarah atau data sejarah
inilah yang disebut dengan heuristik (Hariyono, 1995:54).
Sumber sejarah adalah semua peninggalan manusia (peninggalan
sejarah) dari masa lampau. Peninggalan sejarah dapat berupa benda-benda,
seperti bangunan (candi, patung, masjid, makam), peralatan hidup (senjata,
tombak, keris, gamelan), perhiasan (emas, perak, perunggu, dll) dan juga dapat
berupa tulisan, seperti prasasti, karya sastra, dokumen.
Menurut jenisnya: Pertama, sumber tertulis (tekstual),
yaitu keterangan tertulis yang berkaitan
dengan peristiwa sejarah. Sumber tertulis ada 3 macam, yaitu: a. Sumber
tertulis sezaman dan setempat. Maksudnya sumber tertulis itu ditulis pada waktu
terjadinya peristiwa sejarah dan berasal dari lokasi terjadinya peristiwa
sejarah. Contoh: Prasasti Yupa tentang Kerajaan Kutai (Abad ke-4 Masehi).
Prasasti ini ditulis atas perintah Raja Mulawarman (sezaman dengan Kerajaan
Kutai) dan ditemukan di sungai Muarakaman Kutai (setempat dengan kerajaan
Kutai). b. Sumber tertulis sezaman tetapi tidak setempat. Maksudnya sumber
tertulis itu ditulis pada waktu terjadinya peristiwa sejarah tetapi bukan
berasal dari daerah terjadinya peristiwa sejarah. Contoh: Kitab Ling Wai
Taita karya Chou Ku Fei tahun 1178 tentang Kerajaan Kediri. Sumber ini
sezaman dengan Kerajaan Kediri (Abad 10-12) tetapi berasal dari Cina (tidak
setempat). c. Sumber tertulis setempat tetapi tidak sezaman. Maksudnya sumber
tertulis itu berasal dari daerah/lokasi terjadinya peristiwa sejarah tetapi
ditulis jauh sesudah terjadinya peristiwa sejarah. Contoh: Kitab Babad Tanah
Jawi yang ditulis pada zaman Kerajaan Mataram Islam tetapi isinya tentang akhir
Kerajaan Majapahit, Kerajaan Demak dan Kerajaan Pajang yang tidak sezaman dengan
masa Kerajaan Mataram Islam.
Kedua, Sumber lisan (oral): keterangan langsung dari pelaku
atau saksi sejarah dari peristiwa yang terjadi pada masa lampau. 3. Sumber
benda (korporal): sumber sejarah yang diperoleh dari peninggalan
benda-benda kebudayaan. Misalnya: fosil, senjata, candi. 4. Sumber rekaman
yang berbentuk foto dan kaset video. Misalnya: foto peristiwa Proklamasi
Kemerdekaan.
Menurut tingkat pemerolehan: Sumber primer (pertama):
peninggalan asli sejarah yang berasal dari zamannya. Misalnya: prasasti, candi,
masjid. 2. Sumber sekunder (kedua): benda-benda tiruan dari benda
aslinya, seperti prasasti tiruan, terjemahan kitab-kitab kuna. 3. Sumber
tersier (ketiga): berupa buku-buku sejarah yang disusun berdasarkan hasil
penelitian ahli sejarah tanpa melakukan penelitian langsung
3.
Objektivitas dan
Subjektivitas dalam Sejarah
Apabila di perpustakaan terdapat buku-buku sejarah yang ditulis
oleh seorang sejarawan, buku-buku tersebut dapat diartikan sebagai sejarah
dalam arti subjektif, artinya karya-karya itu memuat unsur-unsur dari subjek.
Setiap pengungkapan atau penggambaran telah melewati proses
"pengolahan" dalam pikiran dan angan-angan seorang subjek. Kejadian
sebagai sejarah dalam arti objektif atau aktualitas diamati, dialami, atau dimasukkan
ke pikiran subjek sebagai persepsi, sudah barang tentu sebagai
"masukan" tidak akan pernah akan menjadi benda tersendiri, tetapi
telah diberi "warna" atau "rasa" sesuai dengan
"kacamata" atau "selera" subjek (Kartodirdjo,1992: 62).
Untuk dapat dipelajari secara objektif (yakni dengan maksud memperoleh
pengetahuan yang tidak memihak dan benar, bebas dari reaksi pribadi seseorang),
sesuatu pertama kali harus menjadi objek; ia harus mempunyai eksistensi yang
merdeka di luar pikiran manusia (Gottschalk, 1986: 28). Akan tetapi, kenangan
tidak mempunyai eksistensi di luar pikiran manusia, sedangkan kebanyakan
sejarah didasarkan atas kenangan, yakni
kesaksian tertulis atau lisan.
Kata "benar" dan "objektifitas" tidak
mempunyai pengertian yang sama dan tidak boleh dipakai sebagai kata yang
searti. Secara mutlak sejarah memang tidak bisa "benar" sebab sejarah
tidak bisa menciptakan kembali ,mesa lampau. Akan tetapi, kenyataannya tidak
demikian, penulisan sejarah didasarkan atas aturan dan metode yang menjamin
keobjektifannya (Frederick dan Soeroto, 2005: 10). Jadi ada parameter untuk
menilai, sejauh mana penulisan itu gagal mencapai tujuannya.
4. Metode Penelitian Sejarah
Terdapat beberapa pengertian mengenai metode penelitian sejarah
atau biasa disebut dengan metode sejarah saja. Beberapa pengertian tersebut di
antaranya sebagai berikut.
a. Gottschalk (1986:32) berpendapat bahwa metode sejarah adalah
sebuah proses menguji dan menganalisis secara kritis rakaman dan peninggalan
masa lampau manusia. Rekostruksi masa lampau itu berdasarkan data yang di
peroleh melalui kritik sumber.
b. Kartodirdjo (1992: ix) menyatakan bahwa metode sejarah adalah alat
untuk mengorganisasi seluruh tubuh pengetahuan serta menstrukturasi pikiran.
Jadi, metode sajarah berkaitan dengan bagaimana seseorang itu memperoleh
pengetahuan mengenai masa lampau.
c. Gilbert J. Carraghan berpendapat:
“A systematic body of principles and rules
disegned to aid effectively in gathering the source materials of history,
appraising them critically, and presenting a synthesis ( generally in written )
of the result achieved”.
(Metode sejarah adalah seperangkat aturan atau prinsip-prinsip
yang sistematis untuk mengumpulhan sumber-sumber secara efektif, menilainya
secara kritis, dan mengujikan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam
bentuk tulisan” (dalam Alfian,1983:14).
5. Jenis-jenis Penelitian Sejarah
Jenis penelitian sejarah dapat dikelompokkan menjadi empat.
Jenis-jenis yang di maksud adalah sebagai berikut.
a.
Studi Eksploratif, tujuannya
menggali data, sumber, atau informasi sebanyak-banyaknya. Biasanya penelitian
semacam ini sumber-sumber, bukti, ataupun referensi sangat sulit didapatkan,
karena masih langka atau masih belum ada, tetapi sumber-sumberawal atau yang
dikenal dengan “jejak” sejarah, menunjukkan kebenaran adanya persoalan yang
akan di teliti. Dalam konteks seperti ini, bukti sejarah lisan dapat digunakan
sebagai data pendukung. Biasanya, model penelitian semacam ini tidak perlu
menggunakan hipotesis, karena dimaksudkan bukan untuk menguji sesuatu, juga bukan
untuk penelitian eksperimental. Penyajian hasil akhir penelitian dipaparkan
secara diskriptif naratif, artinya menulis apa adanya tanpa analisis dan
interpretasi yang dalam (Abdullah
et.al,eds., 1985:6).
b.
Studi Tematik, yakni meneliti
topik-topik tertentu dari masalah sosial, politik, ekonomi, budaya, agama,,
atau yang lainnya dalam aspek-aspek tertentu. Jenis penelitian seperti ini
tampaknya paling banyak dilakukan peneliti dengan berbagai tujuan. Banyak
sedikitnya variabel dan aspek yang akan diteliti sangat bergantung pada pilihan
dan kemampuan si peneliti. Termasuk juga dalam penelitian seperti ini, studi
korelasi, baik sejajar maupun kausalitas; studi perkembangan, studi biografi,
dan otobiografi baik untuk mengenal pemikiran, karya, peran seseorang atau
lainnya seperti kemapuan leadership,
manajerial, sistem pemerintahan, kemajuan peradaban, faktor-faktor kemajuan dan
kemunduran, sistem teknologi dan lain sebagainya, mencari hubungan antara satu
masalah dengan masalah yang lain. Pendekatan yang digunakan bergantung pada
peneliti, sekurang-kurangnya menggunakan satu pendekatan, tetapi jika aspek
tinjauannya kompleks, harus menggunakan banyak pendekatan, metode analisisnya
dengan analisis kausalitas.
c.
Studi Komparasi, tujuannya
membandingkan dua masalah atau lebih yang ada kemiripan atau keterkaitan, baik
antara dua masalah masa lampau atau sebuah masalah masa lampau dengan masalah
masa kini. Kegunaannya mengetahui keunggulan dan kelemahan masing-masing,
mengetahui berbagai kemajuan yang dicapai di berbagai sektor;
ekonomi,politik,sainsdan teknologi, sistem pemerintahan, kesenian, pendidikan
dan lain-lain serta faktor-faktor penyebab kemajuan dan kemunduran. Banyak
sedikitnya pendekatan yang digunakan bergantung kebutuhan, artinya penelitian
itu menekankan aspek-aspek apa saja. Sementara analisisnya menggunakan kausal
komparatif.
d.
Studi Prediktif, yakni memperkirakan
sesuatu yang pernah terjadi karena dimungkinkan kejadian itu akan berulang,
agar tidak memperburuk kondisi. Untuk keperluan tersebut harus ada perangkat-perangkat
tertentu sebagai alat ukur yang telah di ujicobakan. Teknik analisisnya dapat
menggunakan kausal komparatif.
Dalam kaitanya dengan model-model studi ini, Notosusanto
(1979:6-7) menyebutkan setidak-tidaknya ada lima madzhab sejarah yang masing-masing
memiliki ciri tersendiri, terutama dalam penulisan dan pengambilan
kesimpulan.Kelima mazhab itu adalah sebagai berikut.
1) Madzhab unik
2) Generalis terbatas
3) Mazhab interpretatif
4) Mazhab komparatif
5) Mazhab nomothatif (prediktif)
Mazhab pertama,kelompok
sejarawan yang sengaja tidak menggunakan generalisasi dalam pengambilan
kesimpulan, kecuali menyadarinya. Jika menyadari bahwa mereka telah menggunakan
generalisasi, mereka akan menghindarinya.
Keduamazhab generalisasi terbatas ketat. Yakni, mereka yang terdiri atas
sejarawan deskriptif naratif ; mereka ini hanya menuliskan peristiwa-peristiwa
apa adanya, tidak menafsirkan, tidak ada analisis, dan tidak ada komentar. Ketiga, mazhab interpretatif, yakni
kelompok sejarawan yang berusaha keras menemukan benang merah “kecenderungan”
dalam peristiwa sejarah, yang memungkinkan untuk selanjutnya membuat sintesis
dari peristiwa-peristiwa yang saling berhubungan. Keempat,mazhab komparatif, yakni kelompok sejarawan yang mencari
episode-episode atau keteraturan-keteraturanyang sejajar (analog) dengan cara
membandingkan dua peristiwa atau lebih, yang berhubungan secara kausalitas
maupun tidak. Kelima, mazhab
nomothatif (prediktif), yakni kelompok sejarawan yang sengaja memperoleh
kembali generalisasi yang telah terbukti kebenaranya di masa lampau untuk
dimungkinkan terbukti lagi kebenaranya di masa depan. Oleh karena itu, harus
ada nilai ukuran-ukuran dasar (yang telah teruji) sebagai patokan untuk
memprediksi kejadian bila dimungkinkan terjadi kembali. Maka yang terpenting
dari alat ukur tersebut adalah solusi cara menaggulangi serta mengendalikan
jika peristiwa tersebut berulang.
6. Tahap-Tahap dalam Penelitian Sejarah
Langkah-langkah penelitian sejarah meliputi lima tahap
(Kuntowijoyo,1995:91), yaitu:
1) Pemilihan masalah penelitian dan penentuan topik;
2) Pengumpulan sumber (heuristik);
3) Verifikasi (Kritik sumber);
4) Interpretasi: analisis dan sintesis;
5) Penulisan (Historiografi).
1)
Pemilihan Masalah Penelitian dan Penentuan Topik
Untuk seorang pemula pemilihan topik tidaklah mudah, karena
permasalahan sejarah sangat banyak dan hampir semuanya baru, belum ditulis
orang. Kesulitan yang lain, bahwa topik yang ditulis adalah sejarah dan bukan
sosiologi, antropologi atau ilmu-ilmu yang lain. Topik yang dipilih tidak
terlalu luas, dapat dikerjakan dalam waktu yang sudah ditentukan.
Topik sebaiknya dipilih berdasarkan kedekatan emosional dan
kedekatan intelektual. Dua syarat itu, subjektif dan obyektif, sangat penting,
karena orang hanya akan bekerja dengan baik kalau ia senang dan dapat. Setelah
topik ditentukan langkah selanjutnya membuat rancangan penelitian.
a)
Kedekatan Emosional
Apabila seseorang
penulis tertarik pada topik sejarah lokal, misal tentang sejarah desa dimana
penulis dilahirkan dan ingin berbakti pada desa itu, menulis desa sendiri
adalah paling strategis. Sebagai orang yang dihormati dan dipercaya harapannya
demikian mungkin penulis punya hubungan dengan orang dalam, sehingga bukan saja
dapat dukungan moral dari pejabat desa, tetapi akan dengan mudah mendapatkan
keterangan lisan, almari arsip di kelurahan juga terbuka. Mungkin yang ditulis
hanya sebuah desa, tetapi desa itu pastilah mewakili jenisnya hingga dapat
dibuat generalisasi. Lokasi yang begitu kecil seperti desa ternyata banyak
menyimpan persoalan. Persoalan-persoalan itubisamenyangkutpertanahan, ekonomi,
politik, demografi, mobilitas sosial, kriminalitas, dan lain-lain.
Bermula dari batasan geografis orang mengatakan itu berarti
pertanyaan where, yaitu daerah atau
desa mana yang menjadi objek penelitian. Kemudian batasan waktu ditetapkan,
dalam arti sumber tertulis dan sumber lisan masih tersedia. Untuk desa-desa di
Indonesia biasanya dapat di lacak sampai tahun 1950an. Ini berarti pertanyaan
tentang when. Selanjutnya, siapa saja
yang terlibat didalamnya; misalnya tentang pertanahan tentu dapat dilacak siapa
saja yang telah melakukan transaksi dan identitasnya, itu pertanyaan tentangwho.Kemudian perlu diketahui apa yang
dikerjakan oleh siapa, ini pertanyaan
what apabila kasus tanah, apa saja yang dikerjakan, jual, beli, sewa,
gadai, bagi hasil, atau hibah. Apa motivasi tiap-tiap perbuatan, pertanyaan
tentang why. Pertanyaan secara umum
dapat pula diajukan misalnya apa yang terjadi dalam kasus tanah itu dan
bagaimana hal itu bisa terjadi. Ini berarti penulis harus membagi-bagi
peristiwa, periodisasi, ke dalam babakan waktu. Misalnya melalui pengalaman
atau bacaan awal ditemukan bahwa di desa yang menjadi area penelitian ada
proses pemiskinan, yaitu para petani tidak lagi punya tanah. Proses ke arah
itulah yang jadi pertanyaan how,
bagaimana terjadinya.
b) Kedekatan Intelektual
Diandaikan apabila seseorang sudah membaca-baca topik yang
mempunyai kedekatan emosional dengan dirinya. Tentu saja jika seseorang
tertarik masalah pedesaan, pasti buku-buku yang terkait dengan masalah itu,
patani, tanah, geografi pedesaan.
Khusus masalah pertanahan, mungkin penulis juga aktivis LSM,
sehingga tingkat kepedulian itu tidak hanya persoalan intelektual, namun juga
tentangaksi. Dia sudah punya konsep, misalnya tentang pemiskinan petani. Akan
tetapi, generalisasi semacam itu hanyalah anggapan awal yang harus dibuktikan
melalui penelitian, jangan sampai menjadi gagasan yang punya harga mati.
Resiko lain, apabila seseorang terlibat secara emosional ialah
pertimbangan intelektualnya akan dipengaruhi emosi, sehingga sejarah berubah
menjadi pengadilan. Padahal sejarah adalah ilmu empiris yang harus menghindari
nilai subjektif. Kedekatan emosional itu harus diakui secara jujur supaya orang
dapat membuat jarak.
2) Heuristik (Pengumpulan Sumber)
Usaha sejarawan dalam
rangka memilih sesuatu subjek dan mengumpulhan informasi mengenai subjek
disebut heuristik. Heuristik sejarah pada hakikatnya tidak berbeda dengan
kegiatan bibliografis yang lain sejauh menyangkut buku-buku yang tercetak. Akan
tetapi, sejarawan harus mempergunakan banyak material yang tidak terdapat dalam
buku-buku.
Untuk mengatasi
kebingungan atas banyaknya material, maka sejarawan harus selektif dalam
memilih sumber. Sumber yang dikumpulkan harus sesuai dengan jenis sejarah yang
akan ditulis. Misalnya saja seseorang akan melakukan penelitian Konfontasi
Indonesia-Malaysia. Sumber apa yang harusditemukan oleh seorang peneliti?
Sumber itu, menurut bahannya, dapat dibagi dua, tertulis dan tidak tertulis,
atau dokumen dan artefak. Selain
itu karena topik diatas termasuk sejarah kontemporer, pastilah ingatan orang
akan peristiwa-peristiwa antara tahun 1963-1966 masih banyak direkam. Apalagi
dengan topik yang kontemporer, tentu sumber-sumber lisan banyak tersedia,
karena itu peneliti harus melacaknya melalui sejarah lisan. Demikian pula,
karena objek kajian adalah sejarah politik sumber yang berupa surat-surat
keputusan pemerintah pasti tersedia.
a)
Dokumen Tertulis
Jika penulis sudah menentukan permasalahan yang akan ditulis dan
lokasinya, yaitu Indonesia-Malaysia, kemudian rentang waktu, 1963-1966. Tahun
1963 sebagai permulaan konflik antara Indonesia- Malaysia karena munculnya
kabar pembentukan negara Federasi Malaysia oleh pemerintah kolonial Inggris.
Konflik ini diakhiri tahun 1966, setelah Indonesia di bawah Presiden Soekarno,
gagal membendung pembentukan negara Federasi Malaysia, terlebih karena di dalam
negeri Indonesia mengalami perubahan politik dari dari Soekarno ke Soeharto
setelah adanya peristiwa G30S. Perubahan politik ini menyebabkan berubahnya
kebijakan politik sehingga konflik antara Indonesia-Malaysia berakhir dengan
damai.
Dengan persoalan yang sudah tergambar jelas, peneliti mulai
mencari sumber sejarah. Pada tingkat ini, sebelum melalui keabsahan dan
interpretasi masih disebut data sejarah, belum menjadi fakta sejarah. Dokumen
tertulis dapat berupa surat-surat, notulen rapat, surat keputusan seperti
Keppres, Kepmen dan lain-lain. Surat dapat berupa surat pribadi, dinas kepada
pribadi dan sebaliknya, atau antardinas. Surat semacam itu dapat ditemukan di
almari pribadi atau dinas. Notulen rapat dinas dapat ditemukan di kantor. Dan
notulen rapat militer dapat dilacak di kantor arsip militer.
b) Artefak
Artefak dapat berupa foto-foto, bangunan, atau alat-alat yang
lain. Foto sangat mungkin dimiliki oleh pemerintah. Foto-foto ketika apel para
sukarelawan yang hendak dikirim keperbatasan Kalimantan Utara. Foto ketika
Presiden Soekarno memimpin rapat diantara para menteri dan petinggi militer di
Istana Negara. Foto-foto yang berlokasi di perbatasan Kalimantan Utara yang
menggambarkan kesiapan prajurit TNI bersama para sukarelawan. Demikian juga
data lain tentang pakaian, kendaraan tempur, jenis persenjataan, mungkin
terungkap lewat foto. Bangunan bersejarah yang pernah dipakai untuk rapat-rapat.
Lapangan atau stadion yang pernah dipakai untuk apel para sukarelawan. Namun,
sedapat mungkin peneliti menemukan bangunan yang masih asli, belum mengalami
perubahan atau renovasi.
Menurut urutan penyampaiannya, sumber itu dapat dibagi ke dalam
sumber primer dan sumber sekunder. Sumber sejarah disebut primer bila
disampaikan oleh saksi mata. Misalnya, catatan rapat, daftar peserta rapat,
daftar sukarelawan dan arsip-arsip laporan intelijen. Apa yang disebut sumber
primer oleh sejarawan, misalnya arsip-arsip Negara, sering disebut sumber
sekunder dalam penelitian ilmu sosial. Dalam ilmu sosial, yang dianggap sumber
primer adalah wawancara langsung pada responden. Sedangkan ilmu sejarah sumber
sekunder ialah yang disampaikan oleh bukan saksi mata. Sejarawan tidak
mempersoalkan sumber primer atau sekunder seandainya hanya terdapat satu
sumber. Misalnya data sejarah tentang jumlah murid sekolah pada abad ke-19,
sejarawan hanya bergantung pada laporan tercetak. Sejarawan wajib menuliskan
dari mana data itu diperoleh, baik primer maupun sekunder.
c) Sumber Lisan
Tradisi lisan telah menjadi sumber penulisan bagi antropolog dan
sejarawan. Akan tetapi, dalam ilmu sejarah penggunaan tradisi lisan merupakan
hal yang baru. Di Indonesia kegiatan sejarah lisan sebagai penyediaan sumber
dimulai oleh Arsip Nasional RI sejak tahun 1973. Penataran-penataran untuk
melatih pewawancara sudah sering dilakukan. Pengumpulan sumber sejarah lisan
mempunyai teknik-teknik dan prasarana tersendiri. Pekerjaan yang terpenting,
yang langsung mengenai pengumpulan sejarah lisan ialah wawancara, menyalin, dan
menyunting. Selanjutnya sebagai sumber, sama halnya dengan bahan arsip atau
perpustakaan ialah sebagaimana dapat memberikan pelayanan kepada peminat dan
publik.
Selain sebagai metode dan sebagai penyedia sumber, sejarah lisan
mempunyai sumbangan yang besar dalam mengembangkan subtansi penulisan sejarah
(Kuntowijoyo, 1995: 25). Pertama,
dengan sifatnya kontemporer sejarah lisan memberikan kemungkinan yang
hampir-hampir tak terbatas untuk menggali pelaku-pelakunya. Kedua, sejarah lisan dapat mencapai
pelaku-pelaku sejarah yang tidak disebutkan dalam dokumen. Dengan demikian,
dapat mengubah citra sejarah yang elitis kepada citra sejarah yang egalitarian.
Ketiga, sejarah lisan memungkinkan perluasan
permasalahan sejarah karena sejarah tidak lagi dibatasi dengan adanya dokumen
tertulis.
Apabila peneliti tidak melengkapi sumber tertulis, ia sebaiknya
menggali informasi lisan yang diperoleh melalui wawancara. Dalam hal ini,
peneliti mewawancarai pelaku sejarah yang masih hidup. Sebelum wawancara
dilaksanakan ada baiknya peneliti membaca buku pedoman wawancara, kemudian
membuat catatan mengenai siapa saja pelaku sejarah yang hendak diwawancarai.
Langkah selanjutnya, peneliti menyusun daftar pertanyaan yang akan diajukan
dalam wawancara. Sebelum bertanya sesuatu, ada baiknya jika peneliti sudah
banyak membaca buku. Apakah wawancara cukup ditulis tangan atau direkam dengan
alat perekam? Lebih baik, seandainya wawancara direkam dengan tape recorder atau alat perekam lainnya,
karena semua informasi akan terekam. Meskipun tidak semua informasi yang
terekam nantinya bisa dipakai sebagai sumber, tetapi bagi peneliti rekaman itu
akan menjadi koleksi pribadi.
Dalam wawancara ada dua syarat yang harus dipenuhi peneliti. Pertama,
harus dikuasai sungguh-sungguh bagaimana mengoperasikan alat perekam. Ada cara-cara tertentu bagaimana supaya
suara-suara di luar tidak terdengar, bagaimana supaya suara lebih keras atau
lebih lunak, di mana wawancara dilaksanakan, di dalam atau diluar ruangan,
bagaimana mengatur supaya alat perekam
tidak mengganggu, bagaimana mengatur wawancara bersama-sama, atau beberapa
keluarga menjadi satu.
Kedua, sebelum pergi
wawancara belajarlah sebanyak-banyaknya. Hal itu akan membuat peneliti percaya
diri. Jangan terlalu banyak bertanya, tapi juga jangan kehilangan bahan
pertanyaan. Jangan ada kesan memaksa, pewawancara harus siap jadi pendengar.
Pewawancara harus siap pertanyaan terurai, setidaknya ada daftar pertanyaan
berupa check list. Sesampai dirumah, alat perekam harus diputar dan
didengarkan lagi, lalu ditranskrip. Hasil transkrip dimintakan tanda tangan.
Untuk menghormati orang yang diwawancari, peneliti harus
menanyakan apa semua hasil wawancara bisa didengar orang. Ada wawancara yang
rahasianya baru boleh dibuka ketika responden meninggal. Wawancara semacam itu,
yang sifatnya konfidensal, biasanya disimpan ditempat yang aman, misalnya Arsip
Nasional.
3)
Verifikasi (Kritik Sumber)
Apabila seorang sejarawan ingin menulis sejarah politik,
tentang Sarekat Islam di Surakarta, 1911-1940. Seorang sejarawan tentu sudah
belajar dari sumber sekunder mengenai dualisme kekuasaan, di satu pihak ada
Belanda dan di lain pihak ada kekuasaan pribumi, yaitu Kasunanan dan
Mangkunegaran. Birokrasi, pegawai, penduduk, kebudayaan dan kehidupan
sehari-hari mengikuti dualisme itu.
Setelah peneliti mengetahui secara persis topiknya dan
sumber sudah dikumpulkan, tahap berikutnya adalah verifikasi ada dua macam :
otentisitas atau kritik ekstrem dan kredibilitas atau kritik intern.
a)
Otentisitas (Kritik
Ekstern)
Jika seorang sejarawan
menemukan sebuah surat, notulen rapat, dan daftar langganan majalah tertentu.
Kertasnya sudah menguning, baik surat, notulen, atau daftar. Untuk membuktikan
keaslian sumber, rasanya terlalu mengada-ada, sebab untuk apa orang memalsukan
dokumen yang tak berharga itu? Surat, notulen, dan daftar itu harus diteliti
kertasnya, tintanya, gaya tulisannya, bahasanya, kalimatnya, ungkapannya,
kata-katanya, hurufnya, dan semua penampilan luarnya untuk mengetahui
autentisitasnya. Selain pada dokumen
tertulis, juga pada artefak, sumber lisan, dan sumber kuantitatif, harus
dibuktikan keasliannya.
Untuk mempermudah sejarawan melakukan kritik ekstern sebaiknya ia
mengajukan pertanyaan (Basri, 2006:70):
·
Pertanyaan yang
mengungkap tentang waktu sumber itu di buat “kapan sumber itu dibuat?” dalam
hal ini peneliti harus menemukan tanggal sumber atau dokumen itu dibuat.
Setelah tanggal itu dapat ditemukan lalu dihubungkan dengan materi sumber untuk
mengetahui apakah ada anakronisme (tidak bertentangan dengan zaman). Misalnya,
sebuah dokumen, diklaim sudah diketik pada awal abad ke-10, maka pengakuan itu
tidak benar karena mesin ketik baru ditemukan pada abad 19.
· Menyelidiki materi
sumber, seperti: jenis kertas, jenis tinta, usia tinta, tanda tangan, stempel,
gaya bahasa dan sebagainya.
· Mengidentifikasi siapa
pengarang yang sebenarnya, dengan cara mengidentifikasi: kemiripan tulisan, jenis huruf yang sering
dipakai, gaya bahasa atau penulisan, serta ciri-ciri tanda tangan pengarang.
· Dengan mengajukan
pertanyaan “dimana sumber itu dibuat?” Kegiatan ini berarti ingin memastikan
tempat atau lokasi pembuatan sumber. Antara tempat pembuatan dengan tempat
penyimpanan sumber, termasuk tempat terbit (jika diterbitkan) dapat saja
berbeda. Misalnya, sebuah sumber (katakanlah sebuah karya ilmiah atau
ensiklopedi), tempat pembuatannya di kota Bandung diterbitkan di salah satu
penerbit di Jakarta, lalu disimpan di perpustakaan di berbagai kota di
Indonesia. Jika bentuknya seperti ini, sampai kurun waktu tertentu tidak
terlalu sulit untuk melacak dan mencarinya. Akan tetapi jika sumber itu milik
swasta atau pribadi atau arsip Negara (rahasia) yang kebanyakan tidak
dipublikasikan untuk umum, maka melacaknya cukup sulit, meskipun tetap harus
dicari dan ditemukan.
· Pertanyaan berikut ialah
“ dari bahan apa sumber itu dibuat?” apakah terbuat dari kertas, daun (daun
lontar), kulit binatang, kulit kayu, tulang, ukiran pada batu? Semua
bahan-bahan yang di gunakan itu, akan menjadi bahan pertimbangan dalam proses
analisis selanjutnya karena masing-masing bahan memang pernah digunakan oleh
manusia pada masa silam dalam kurun jaman tertentu. Sebelum bangsa Indonesia
mengenal kertas misalnya, maka yang digunakan sebagai sarana komunikasi surat
menyurat adalah daun lontar. Bangsa mesir kuna, misalnya sejak 4000 SM telah
mengenal huruf, mereka menulis di atas daun Papirus (Koentjaraningrat, 1974:
22). Diawal munculnya agama Islam 571 M, penulisan wahyu banyak menggunakan
pelepah daun kurma, kulit kayu, termasuk tulang.
b) Kredibilitas (Kritik Intern)
Apabila sejarawan sudah memutuskan bahwa suatu dokumen itu autentik, langkah
selanjutnya ia harus meneliti apakah dokumen itu bisa dipercaya, misalnya,
sejarawan ingin meneliti surat pengangkatan seseorang sebagai ketua koperasi
batik, tahun itu ketua koperasinya lowong, orang itu adalah anggota Sarekat
Islam. Melihat kredibilitas foto-misalnya foto ucapan selamat dalam upacara
penyumpahan-itu akan tampak dalam pertanyaan apakah waktu itu lazim ada ucapan
selamat atas pengangkatan sesorang. Jika semuanya positif, tidak ada cara lain
kecuali mengakui bahwa dokumen itu kredibel.
Pada prinsipnya, kritik intern bermaksud menggunakan isi kandungan
sumber, yakni ingin mengetahui “apa” dan “bagaimana” isi kandungan tersebut.
Selain itu untuk mengetahui tujuan pengarang menulis sumber tersebut, selain
itu untuk mengetahui tujuan pengarang menulis sumber tersebut, setelah itu
diajukan pertanyaan, “benarkah” itu
tulisan pengarang dimaksud? Secara rinci kritik intern ini bertujuan mengungkap
kredibilitas dan validitas sumber, menyelami alam pemikiran pengarang, kondisi
mental atau kejujuran intelektual serta keyakinan (Basri: 2006: 72).
4)
Interpretasi (Penafsiran)
Interpretasi sering dianggap sebagai biang subjektivitas. Sebagian
pendapat itu benar, tetapi sebagian salah. Dikatakan benar, karena tanpa penafsiran
sejarawan, data tidak bisa berbicara. Sejarawan yang jujur, akan mencantumkan
data dan keterangan dari mana data itu diperoleh. Orang lain dapat melihat
kembali dan menafsirkan ulang. Oleh karena itu, subjektivitas penulis sejarah
diakui, tetapi untuk dihindari. Interpretasi itu dua macam, yaitu analisis dan
sintesis (Kuntowijoyo, 1995: 105).
Sebagai contoh interpretasi, akan dipakai sejarah kota. Meskipun
sejarah kota itu macam-macam, bisa berupa sejarah pendidikan, sejarah
kependudukan, sejarah kriminalitas, sejarah politik, sejarah birokrasi, sejarah
ekonomi dan sebagainya. Sejarah kota yang dimaksud akan mengambil periode yang
amat penting, yaitu pembangunan kota sesudah revolusi. Jadi, judul tulisan itu
kira-kira adalah “Masa rekontruksi: Yogyakarta, 1950-1955”.
Contoh lain lagi, apakah artinya tugu di tengah kota, tari bedaya,
gamelan sekaten, dan lain sebagainya. Lingkungan manusia penuh dengan
simbol-simbol yang menuntut
interpretasi. Gejala itu hanya bisa dipahami lewat interpretasi dan tidak lewat
eksplanasi kausal (Kartodirojo, 1992: 221).
a)
Analisis
Analisis berarti menguraikan. Kadang-kadang sebuah sumber
mengandung beberapa kemungkinan. Misalnya, ditemukan daftar pengurus suatu
ormas di kota. Menurut kelompok sosialnya, di situ ada petani, bertanah,
pedagang, pegawai negeri, petani tak bertanah, orang swasta, guru, tukang,
mandor, dapat disimpulkan bahwa ormas itu terbuka untuk semua orang. Jadi,
ormas itu bukan khusus untuk petani bertanah, tetapi juga untuk petani tak
bertanah, pedagang, pegawai negeri dan sebagainya. Mungkin soal petani bertanah
dan tak bertanah harus dicari dengan cara lain, sebab dalam daftar pengurus
tidak mungkin dicantumkan kekayan, paling-paling pekerjaan. Setelah analisis
itu ditemukan fakta bahwa pada tahun itu ormas tertentu bersifat terbuka
berdasarkan data yang ada.
Ada informasi bahwa harga tanah naik, dapat ditemukan dari
data-data kecamatan dalam kota. Setelah melalui analisis statistik atau melalui
presentase biasa, ditemukan fakta bahwa harga tanah dalam kota naik. Dalam
demografi dapat ditemukan bahwa secara total terjadi integrasi. Hal ini sesuai
dengan data dari kecamatan dalam kota yang menunjukkan semakin banyak pendatang
dari luar daerah.
b)
Sintesis
Sintesis berarti menyatukan. Setelah ada data tentang pertempuran,
rapat-rapat, mobilisasi massa, penggantian pejabat, pembunuhan, orang-orang
mengungsi, pengibaran dan penurunan bendera, ditemukan fakta bahwa, telah
terjadi revolusi. Jadi, revolusi adalah hasil interpretasi setelah data-data
dikelompokkan menjadi satu. “mengelompokkan” data itu hanya mungkin kalau
peneliti punya konsep. Revolusi adalah, generalisasi konseptual yang diperoleh
melalui pembacaan. Dalam interpetasi,-baik analisis maupun sintesis, orang bisa
berbeda pendapat. Perbedaan interpretasi itu sah, meskipun datanya sama.
Misalnya, dari pembacaan diketahui bahwa ada anggota laskar yang
kemudian tidak menjadi tentara, proses ini disebut demobilisasi. Sesuai data
yang terkumpul ternyata ada ketegangan antara profesionalisme dan amatirisme.
Menurut data yang berhasil dikumpulkan tentang kriminalitas, ada jenis
kriminalitas, yaitu organized crime,
mungkin ini kelanjutan dari yang sebelumnya disebut gerayak. Sesuai data yang terkumpul tentang pertumbuhan pasar
ditemukan fakta bahwa ada perluasan kota.
Kadang-kadang perbedaan antara analisis dan sintesis itu dapat
diabaikan, sekalipun dua hal itu penting untuk proses berpikir. Sejarawan
menyebutnya dengan interpretasi, atau analisis sejarah, tidak pernah menyebut
sintesis sejarah. Sama halnya, orang selalu mengatakan analistik statistik
untuk analisis dan sintesis.
Kadang-kadang antara data dan fakta hanya ada perbedaan
bertingkat, jadi tidak kategoris.
Seperti pekerjaan detektif, kalau yang dicari sebab kematian dan bukan ada dan
tidaknya pembunuhan data tentang pisau yang berdarah sudah sangat dekat dengan
fakta. Demikian pula bagi sejarawan, kalau yang dicari adanya rapat dan bukan
revolusi. Data berupa notulen rapat sudah sangat dekat dengan fakta.
5)
Historiografi (Penulisan)
Tahapan akhir dari sebuah penelitian ialah penulisan. Penulisan
adalah puncak segala-galanya karena apa yang dituliskan itulah sejarah-yaitu histoire-recite, sejarah sebagaimana
terjadinya. Suatu penelitian tanpa penulisan, kurang memiliki arti, sebaliknya
suatu penulisan tanpa penelitian, tak lebih dari rekonstruksi tanpa pembuktian.
Maka kedua-duanya merupakan hal yang sama penting (Abdullah, et.al., eds.,
1985: xiii). Hasil penulisan sejarah inilah yang disebut historiografi.
Hasil pengerjaan studi sejarah yang akademis atau kritis, yang
berusaha sejauh mungkin mencari “kebenaran” historis dari setiap fakta, bermula
dari suatu pertanyaan pokok. Bermula dari suatu pertanyaan pokok inilah,
berbagai keharusan konseptual dilakukan dan bermacam proses pengerjaan penelitian
dan penulisan dijalani. Dengan bahasa slogan, dapat dikatakan bahwa “tanpa
pertanyaan, tak ada sejarah”.
Penulisan meliputi penguasaan ejaan, tata bahasa, tata tulis,
konvensi, urutan-urutan bagian tulisan, susunan bibliografi dan lain
sebagainya. Dalam hal ini diperlukan kecermatan, ketelitian konsistensi
mengikuti standar yang telah di sepakati. Dalam penulisan sejarah, aspek
kronologi sangat penting. Kalau dalam sosiologi “alur lurus” tidak menjadi
masalah, tidak demikian dengan sejarah. Demikianlah, misalnya, seseorang akan
meneliti, “Perubahan Sosial di Semarang, 1950-1990)”.
Dalam penulisan sosiologi, angka tahun tidak penting, karena ilmu
sosial biasanya berbicara masalah kontemporer. Dalam ilmu sosial, orang
berpikir tentang sistematika dan tidak
tentang kronologi. Misalnya, orang akan membagi bab dari yang besar ke yang
kecil, atau dari yang luas ke yang sempit atau dari yang konkret ke yang
abstrak atau sebaliknya. Dalam sumpah pemuda dikatakan secara sistematis, “satu
nusa, satu bangsa, satu bahasa”. Sumpah itu merunjuk tempat, penduduk, dan
pengikat; jadi bergerak dari yang konkret ke yang abstrak.
Dalam ilmu sosial, perubahan akan dikerjakan dengan sistematika:
perubahan ekonomi, perubahan masyarakat, perubahan politik, dan perubahan
kebudayaan. Dalam sejarah perubahan sosial itu akan diurutkan kronologinya.
Misalnya, penulisan itu akan tampak sebagai berikut: Semarang sekitar 1950,
1950-1960, 1960-1970, 1970-1980, 1980-1990, dan Semarang sekitar 1990.
Perubahan tiap-tiap dasawarsa dapat diukur dengan transportasi atau dengan
ukuran lain. Misalnya, ternyata Semarang berubah dari daerah pejalan kaki,
sepeda dan andong, sepeda motor, angkutan kol, dan bus kota dan antar kota.
Kalau memakai ukuran yang lebih total, setiap periode harus ada “tenaga pendorong”
(driving force) masing-masing.
Misalnya, peranan pendidikan untuk periode pertama, peranan organisasi politik
untuk periode kedua, peranan politik untuk periode ketiga, dan peranan
organisasi ekonomi untuk periode keempat.
Format karya sejarah selain ditulis secara lugas, juga jelas,
detail, kronologis, dan menggunakan gaya bahasa sastra sebagai bagian dari
seni, selain itu pertimbangan-pertimbangan filosofis pun tidak boleh diabaikan,
karena merupakan bagian dari filsafat (Maarif, 1985:13). Hal itu dimaksudkan
agar sejarah lebih arif dan mempunyai
prinsip-prinsip dasar yang kuat sehingga sejarah bukan sekadar laporan
peristiwa masa lalu manusia, tetapi benar-benar mempunyai makna filosofi bagi
kehidupan manusia kini dan mendatang (Gottschalk, 1986: 6). Penyajian
penelitian dalam bentuk tulisan mempunyai tiga bagian (a) Pengantar; (b) Hasil
Penelitian; dan (c) Kesimpulan (Kuntowijoyo, 1995: 107)
a)
Pengantar
Pengantar berisi tentang permasalahan, latar belakang (berupa
lintasan sejarah), historiografi dan pendapat penulis tentang tulisan orang
lain, pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian, teori, dan
konsep yang dipakai serta sumber-sumber sejarah. Jangan lupa, pembaca akan
melihat apakah pertanyaan yang dirumuskan peneliti sudah terjawab atau belum.
b)
Hasil Penelitian
Dalam bab-bab inilah ditunjukkan kebolehan penulis dalam melakukan
penelitian dan penyajian. Profesionalisme penulis tampak dalam
pertanggungjawaban. Tanggung jawab itu terletak dalam catatan dan lampiran.
Setiap fakta yang ditulis harus disertai dengan data yang mendukung.
c)
Kesimpulan
Dalam kesimpulan ini penulis mengemukakan generalisasi dari yang
telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya dan alasan pentingnya penelitian. Isi
kesimpulan harus terkait langsung dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian.
Dengan kata lain, kesimpulan penelitian terkait secara substantif terhadap
temuan-temuan penelitian yang mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Kesimpulan juga dapat ditarik dari hasil pembahasan, namun yang
benar-benar relevan dan dapat memperkaya temuan penelitian yang di peroleh.
Dalam kesimpulan, generalisasi penulis akan tampak apakah penulis
melanjutkan, menerima, memberi catatan, atau menolak generalisasi yang sudah
ada. Misalnya, Clifford Geertz dalam penelitiannya tentang Mojokuto dan Tabanan
mencoba memberi catatan atas Tipe Ideal Weeber bahwa Kaum Reformis itu pembaru,
dengan persetujuannya bahwa kaum Reformis Islam di Mojokuto adalah homo economicus, tetapi di Tabanan
justru kaum bangsawanlah yang punya etika ekonomi. Demikian pula Lance Castle
dalam penelitiannya tentang industri rokok di Kudus, memberi catatan bahwa
orang-orang Islam kalah berani berspekulasi dengan pedagang Cina.
Penelitian Anton E. Lucas, Peristiwa Tiga Daerah, yang melukiskan konflik
antara priyayi dengan orang kecil telah menolak generalisasi M.C. Ricklefs
dalam A History of Modem Indonesia
yang menggambarkan peristiwa itu sebagai konflik antara santri dengan abangan.
Sedangkan Sartono Kartodirdjo dalam penelitiannya tentang “Pemberontakan Petani
di Banten, 1888”, telah “menemukan” petani dan ulama. Penelitian itu sungguh
mempunyai makna sosial di tengah masyarakat yang didominasi oleh pegawai negeri
(dulu oleh priyayi) dan ulama mengalami marjinalisasi.
D.
Aktivitas
Pembelajaran
LK
2.1. Jenis-jenis dan Tahap-tahap Pelitian Sejarah
Kerjakan secara
indibidu!
1. Jelaskan jenis-jenis penelitian sejarah!
2.
Uraikan tahap-tahap dalam penelitian sejarah![AM1]
LK 2.
2. Analisis Historiografi
Lembar
kerja pada bagian ini menstimulasi pengembangan kompetensi peserta terhadap
uraian materi di atas. Kerjakan lembar kerja ini secara individu! Tetapi, Anda juga
diperkenankan berdiskusi dengan teman-teman Anda sesama peserta.
1. Dalam perjalanan Revolusi Fisik, seringkali di buku-buku sejarah terdapat dua istilah yang
kontradiktif, yaitu Pemberontakan Supriyadi di Blitar (1945) dengan Radio
Pemberontak Republik Indonesia dalam Peristiwa 10 Nopember di Surabaya yang
diinisiasi oleh Bung Tomo. Berikan analisis untuk kedua istiah ini.
2. Bagaimana cara Bapak/Ibu guru menepis historiografi kolonial
berkenaan dengan penanaman nasionalisme terhadap peserta didik dikaitkan dengan
beberapa pernyataan berikut.
a. Jika tidak ada Daendels, maka tidak ada Jalan Anyer – Penarukan.
b. Diponegoro adalah seorang pemberontak.
c. Indonesia merdeka tahun 1949.
d. Historiografi tradisional seringkali memunculkan kontradiksi.
Tokoh yang sama dikisahkan berbeda dalam sumber yang berbeda. Dalam Pararaton,
sisi gelap Ken Arok banyak diulas dibanding dengan Negarakertagama. Bagaimana
strategi Bapak/Ibu untuk menjelaskan hal tersebut terhadap peserta didik
berdasarkan kritik sumber!
E.
Penilaian[AM2]
1.
Dalam konteks
objektivititas dan subjektivitas sejarah, maka buku-buku sejarah yang ditulis
oleh seorang sejarawan merupakan sejarah dalam arti
A.
Objektif
B.
Subjektif
C.
Normatif
D.
Interpretatif
2.
Pengungkapan kredibilitas dan validitas sumber sejarah serta
upaya menyelami alam pemikiran penulis merupakan tujuan dari....
A.
Heuristik
B.
Kritik Intern
C.
Kritik Estern
D.
Interpretasi
E.
Historiografi
F.
Referensi
Abdullah, Taufik. dan Abdurrahman Surjomihardo. 1985.
Ilmu Sejarah dan Historiografi: Arah dan Perspektif. Jakarta: Gramedia.
Ali,
R. Moh. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: LKiS.
Bari, M.S. 2008. Metodologi Penelitian Sejarah.
Jakarta: Restu Agung.
Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah. Jakarta:
UI Press.
Frederick, William H. dan Soero Soeroto (eds.). 2005. Pemahaman
Sejarah Indonesia: Sebelum dan SesudahRevoulsi. Jakarta: LP3ES
Hariyono.
1998. Mempelajari Sejarah Secara Efektif. Jakarta: PT Dunia Pustaka
Jaya.
Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam
Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia.
Kuntowijoyo. 1996. Pengantar Ilmu Sejarah.
Yogyakarta: Bentang,
Maarif, Syafi’i. 1985. Ibn Khaldun dan Kontribusinya di
Bidang Sejarah. Yogyakarta: LSIPM.
Moehnilabib, et.al. 2003. Dasar-dasar Metodologi
Penelitian. Malang: UM Press.
Notosusanto, Nugroho. 1979. Sejarah Demi MasaKini.
Jakarta: UI Press.
Sutrasno. 1975. Sejarah dan Ilmu Pengetahuan.
Jakarta: Pradnya Paramita
III.
Praaksara Indonesia
A.
Kompetensi
·
Menganalisis perkembangan manusia purba Indonesia
·
Menganalisis perkembangan kehidupan awal manusia Indonesia
dalam bidang sosial, budaya, ekonomi, kepercayaan, dan teknologi serta
pengaruhnya dalam kehidupan masa kini
B.
Indikator
Pencapaian Kompetensi
·
Menganalisis jenis manusia purba di Indonesia
·
Menganalisis bukti-bukti asal-usul dan
persebaran manusia purba di Indonesia
·
Menyimpulkan keterkaitan antara rumpun
bangsa Proto Melayu, Deutero Melayu dan Melanesoid dengan asal usul nenek
moyang bangsa Indonesia
·
Menganalisis perkembangan kehidupan
sosial budaya masyarakat Praaksara Indonesia.
·
Menganalisis perkembangan kehidupan
ekonomi masyarakat Praaksara Indonesia.
·
Menganalisis perkembangan kehidupan
kepercayaan masyarakat Praaksara Indonesia.
·
Menganalisis perkembangan teknologi
masyarakat Praaksara Indonesia
C.
Uraian
Materi
1.
Lingkungan Alam Masyarakat Praaksara Indonesia
Pengantar
Aspek lingkungan merupakan salah satu unsur penting
pembentuk suatu budaya masyarakat. Oleh karena itu untuk mengetahui kehidupan
manusia praaksara Indonesia tidak dapat terlepas dari kondisi bentang alam
dimana manusia Praaksara melangsungkan kehidupanya. Seperti diketahui manusia
masa praaksara masih sangat menggantungkan hidupnya pada alam, sehinga hubungan
yang begitu dekat antara manusia dengan lingkungan membawa konsekuensi bahwa
manusia harus senantiasa beradaptasi dengan lingkungan yang ditempati.
Sejak bumi ini terbentuk, keadaan lingkungan di bumi
telah mengalami perubahan sehingga menjadi keadaan lingkungan seperti yang
terlihat sekarang ini. Pada zaman kuarter yang terbagi atas masa plestosen dan
holosen telah terjadi beberapa kali perubahan iklim. Sejak awal kehadiran
manusia plestosen di muka bumi ini senantiasa diikuti oleh peristiwa alam yang
tentu saja berpengaruh terhadap ekologi manusia praaksara yang menghuni pada
masa tersebut.
Bagan 1. Kehidupan
Praaksara Indonesia
a. Lingkungan Alam Masa Plestosen
Masaplestosen merupakan bagian
masa geologi yang paling muda dan paling singkat. Akan tetapi bagi sejarah
kehidupan manusia, masa ini merupakan
masa yang paling tua dan terpanjang yang dilalui manusia. Masa Plestosen berlangsung kira-kira 3 juta sampai 10 ribu tahun
yang lalu (Soejono, 1984). Pada
masa ini telah terjadi beberapa kali perubahan iklim. Secara umum pada masa itu
terjadi glasiasi (jaman es), dimana
suhu bumi turun dan glester meluas di
permukaan bumi. Pada masa plestosen
terjadi 4 kali masa glasial yang diselingi
3 kali masa interglasial dimana suhu
bumi naik kembali (Bemmelen, 1949). Pada saat
itu didaerah dekat kutub terjadi peng-esan, dan di daerah tropis yang tidak kena pengaruh
pelebaran es keadaannya lembab, termasuk Indonesia terjadi musim hujan (pluvial) dan pada waktu suhu naik
terjadi musim kering atau antarpluvial.
Selain terjadi perubahan
iklim, pada masa Plestosen juga
ditandai dengan gerakan berasal dari dalam bumi (endogen) seperti gerakan
pengangkatan (orogenesa) yang
menyebabkan munculnya daratan baru, kegiatan gunung berapi (vulkanisme), serta gerakan dari luar
bumi (eksogen) seperti pengikisan (erosi), turun naiknya permukaan air
laut, serta timbul tenggelamnya sungai
dan danau. Berbagai peristiwa alam tersebut dapat menyebabkan
perubahan bentuk muka bumi.
Pada masa plestosen ini bagian barat kepulauan
Indonesia berhubungan dengan daratan Asia Tenggara sebagai akibat dari turunnya
muka air laut. Sementara itu kepulauan Indonesia bagian timur berhubungan
dengan daratan Australia. Daratan yang menghubungkan Indonesia bagian barat
dengan Asia Tenggara disebut daratan
Sunda (di masa antarglasial
merupakan paparan Sunda atau Sunda shelf), dan daratan yang
menghubungkan Papua dengan Australia disebut daratan Sahul (di masa antarglasial
merupakan paparan Sahula atau Sahulshelf).
Semua peristiwa alam tersebut di atas langsung atau tidak langsung telah
mempengaruhi cara hidup manusia.
Fosil-fosil manusia yang pernah ditemukan di
Indonesia diketahui berdasarkan susunan lapisan tanah. Berdasarkan hasil
penelitian terhadap susunan lapisan tanah dan batuan menunjukkan bahwa
kronologi plestosen di Jawa dibagi atas 3 bagian, dari tua ke yang muda ialah plestosen bawah, plestosen
tengah dan plestosen atas (Heekeren, 1972). Endapan plestosen
bawah terkenal dengan formasi Pucangan, plestosen
tengah disebut formasi Kabuh, dan plestosen
atas dikenal sebagai formasi Notopuro. Masing-masing formasi tersebut
menunjukkan adanya jenis-jenis fauna tertentu. Formasi Pucangan ditemukan fauna
Jetis. Formasi Kabuh mengandung temuan fauna Trinil. Sedangkan formasi Notopuro
dijumpai fauna Ngandong (Soejono, 1984).
b. Lingkungan Alam
Masa Holosen
Masa holosen berlangsung kira-kira antara
10.000 tahun yang lalu hingga sekarang. Pada masa ini kegiatan gunung api,
gerakan pengangkatan, dan pelipatan masih berlangsung terus. Sekalipun
pengendapan sungai dan letusan gunung api masih terus membentuk endapan aluvial,
bentuk topografi kepulauan Indonesia tidak banyak berbeda dengan topografi
sekarang.
Perubahan penting
yang terjadi pada awal masa holosen
adalah berubahnya iklim. Berakhirnya masa glasial Wurm kira-kira 20.000 tahun
yang lalu menyebabkan berakhirnya musim dingin dan berakhir pula zaman es.
Iklim kemudian menjadi panas dan terjadilah zaman panas dengan akibat semua
daratan yang semula terbentuk karena turunnya muka air laut, kemudian tertutup
kembali, termasuk paparan Sunda dan Sahul seperti dikenal sekarang. Pengaruh
fenomena itu terhadap kehidupan di antaranya berupa terputusnya hubungan
kepulauan Indonesia dari daratan Asia Tenggara dan Australia.
Akibat terputusnya
wilayah Indonesia dari daratan Asia dan Australia pada masa akhir masa glasial
Wurm, terputus pula jalan hubungan hewan di wilayah tersebut. Hewan-hewan yang
hidup di pulau-pulau kecil kemudian hidup terasing, dan terpaksa menyesuaikan
diri dengan lingkungan yang baru, dan beberapa diantaranya kemudian mengalami
evolusi lokal. Perbedaan unik yang terdapat di antara fauna vertebrata di
wilayah tersebut menyebabkan disarankannya oleh para ahli tentang adanya
garis-garis yang memisahkan berbagai kelompok fauna veterbrata, yaitu kelompok
yang mirip dengan fauna daratan Australia. Garis pemisah fauna tersebut adalah
garis Wallace, garis Weber, dan garis Huxley.
Pada masa Holosen,
iklim di daerah tropik dan di Indonesia khususnya telah menunjukkan persamaan
dengan iklim sekarang. Iklim
sekarang ini merupakan tingkat awal dari masa glasial dan pluvial kelima.
2.
Manusia Purba
a.
Evolusi
Manusia Purba di Indonesia
Terhubungnya pulau-pulau akibat peng-esan
yang terjadi pada masa glasial
memungkinkan terjadinya migrasi manusia dan fauna dari daratan Asia ke kawasan
Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian, migrasi ini didahului oleh perpindahan
binatang yang kemudian diikuti oleh manusia dan diperkirakan terjadi pada masa
pleistosen. Sebagai bukti adanya proses migrasi awal binatang dari daratan Asia
ke wilayah Indonesia ialah ditemukannya situs paleontologi tertua di daerah
Bumiayu yang terletak di sebelah selatan Tegal (Jawa Tengah) dan Rancah di
sebelah timur Ciamis (Jawa Barat). Fosil tersebut, yaitu Mastodon Bumiayuensis (spesies gajah) dan Rhinoceros Sondaicus (spesies Badak). Bila dibandingkan dengan
fosil binatang didaratan Asia, fosil-fosil tersebut berumur lebih muda dari
fosil-fosil yang terdapat dalam kelompok fauna Siwalik di India.
Proses migrasi yang terjadi pada masa
pleistosen ini menyebabkan wilayah Indonesia mulai dihuni oleh manusia. Timbul
pertanyaan tentang asal-usul manusia yang bermigrasi ke wilayah Indonesia ini.
Menilik dari segi fisik manusia Indonesia sekarang ini, mayoritas dapat
dikelompokkan ke dalam ras Mongoloid dan Austroloid. Para ahli memperkirakan
bahwa pada sekitar abad ke-40 sebelum masehi, Pulau Jawa merupakan daerah
pertemuan dari beberapa ras dan daerah pertemuan kebudayaan.
Ciri-ciri Mongoloid yang terdapat pada
manusia Indonesia, nampaknya disebabkan adanya arus migrasi yang berasal dari
daratan Asia. Kedatangan mereka pada akhirnya menyingkirkan manusia yang sudah
hidup sebelumnya di wilayah Indonesia, yaitu dari ras yang disebut Austroloid.
Bangsa pendatang dari Asia ini mempunyai kebudayaan dan tingkat adaptasi yang
lebih baik sebagai pemburu dibandingkan dengan manusia pendahulunya. Keturunan
dari ras Austroloid ini nampaknya tidak ada yang dapat hidup di Jawa,tetapi
mereka saat ini dapat ditemukan sebagai suku Anak Dalam atau Kubu di Sumatera
Tengah dan Indonesia bagian timur.
Arus migrasi para pendatang dari wilayah
Asia ke Kepulauan Indonesia terjadi secara bertahap. Pada sekitar 3.000 - 5.000
tahun lalu, tiba arus pendatang yang disebut
proto-Malays (Proto Melayu) ke
Pulau Jawa. Keturunan mereka saat ini dapat dijumpai di Kepulauan Mentawai
Sumatera Barat, Tengger di Jawa Timur, Dayak di Kalimantan, dan Sasak di
Lombok. Setelah itu, tibalah arus pendatang yang disebut Austronesia atau Deutero-Malays (Detro Melayu) yang
diperkirakan berasal dari Taiwan dan Cina Selatan. Para ahli memperkirakan kedatangan mereka melalui laut dan sampai di Pulau Jawa sekitar 1.000 -
3.000 tahun lalu. Sekarang keturunannya banyak tinggal di Indonesia sebelah
barat. Orang Detro Melayu ini dating ke wilayah Indonesia dengan membawa
keterampilan dan keahlian bercocok tanam padi, pengairan, membuat barang
tembikar/pecah-belah, dan kerajinan dari batu.
Seorang ahli bahasa, yaitu H. Kern, melalui
hasil penelitiannya menyatakan bahwa terdapat keserumpunan bahasa-bahasa di
Daratan Asia Tenggara dan Polinesia. Menurut pendapatnya, tanah asal
orang-orang yang mempergunakan bahasa Austronesia, termasuk bahasa Melayu,
harus dicari di daerah Campa,Vietnam, Kamboja, dan daratan sepanjang pantai
sekitarnya. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia
berasal dari daerah Cina Selatan yaitu di daerah Yunan. Selain itu, R. von Heine Geldern yang melakukan
penelitian tentang distribusi dan kronologi beliung dan kapak lonjong yang ada
di Indonesia tiba pada kesimpulan bahwa alat-alat tersebut merupakan hasil
persebaran kompleks kebudayaan Bacson-Hoabinh
yang ada di daerah Tonkin (Indocina) atau Vietnam sekarang ini.
Terdapat beberapa teori yang membahas
tentang asal-usul manusia yang sekarang menghuni wilayah Indonesia ini.
Teori-teori tersebut antara lain sebagai berikut.
1)
Teori
Yunan
Teori ini didukung oleh beberapa sarjana
seperti R.H Geldern, J.H.CKern, J.R Foster, J.R Logan, Slamet Muljana, dan
Asmah Haji Omar. Secara keseluruhan, alasan-alasan yang menyokong teori ini
yaitu sebagai berikut.
a)
Kapak
Tua yang ditemukan di wilayah Indonesia memiliki kemiripan dengan Kapak Tua
yang terdapat di Asia Tengah. Hal ini menunjukkan adanya migrasi penduduk dari
Asia Tengah ke Kepulauan Indonesia.
b)
Bahasa
Melayu yang berkembang di Indonesia serumpun dengan bahasa yang ada di Kamboja.
Hal ini menunjukkan bahwa penduduk di Kamboja mungkin berasal dari Dataran
Yunan dengan menyusuri Sungai Mekong. Arus perpindahan ini kemudian dilanjutkan
ketika sebagian dari mereka melanjutkan perpindahan dan sampai ke wilayah
Indonesia. Kemiripan bahasa Melayu dengan bahasa Kamboja sekaligus menandakan
pertaliannya dengan Dataran Yunan.
Teori ini merupakan teori yang paling
populer dan diterima oleh banyak pasangan. Berdasarkan teori ini, orang-orang
Indonesia datang dan berasal dari Yunan. Kedatangan mereka ke Kepulauan
Indonesia ini melalui tiga gelombang utama, yaitu perpindahan orang Negrito,
Melayu Proto, dan juga Melayu Deutro.
a)
Orang
Negrito
Orang Negrito merupakan penduduk paling awal di Kepulauan Indonesia.
Mereka diperkirakan sudah mendiami kepulauan ini sejak 1000 SM. Hal ini
didasarkan pada hasil penemuan arkeologi di Gua Cha, Kelantan, Malaysia. Orang
Negrito ini kemudian menurunkan orang Semang, yang sekarang banyak terdapat di
Malaysia. Orang Negrito mempunyai ciri-ciri fisik berkulit gelap, berambut
keriting, bermata bundar, berhidung lebar, berbibir penuh, serta ukuran badan
yang pendek.
b)
Melayu
Proto
Perpindahan orang Melayu Proto ke Kepulauan Indonesia diperkirakan
terjadi pada 2.500 SM. Mereka mempunyai peradaban yang lebih maju daripada
orang Negrito. Hal ini ditandai dengan kemahirannya dalam bercocok tanam.
c)
Melayu
Deutro
Perpindahan orang Melayu Deutro merupakan gelombang perpindahan orang
Melayu kuno kedua yang terjadi pada 1.500 SM. Mereka merupakan manusia yang
hidup di pantai dan mempunyai kemahiran dalam berlayar.
2)
Teori
Indonesia
Teori ini menyatakan bahwa asal mula manusia
yang menghuni wilayah Indonesia ini tidak berasal dari luar melainkan mereka
sudah hidup dan berkembang di wilayah Indonesia itu sendiri. Teori ini didukung
oleh sarjana-sarjana seperti J. Crawford, K. Himly, Sutan Takdir Alisjahbana,
dan Gorys Keraf. Akan tetapi, nampaknya teori ini kurang populer dan kurang
banyak diterima oleh masyarakat.
Teori Indonesia didasarkan pada alasan-alasan
seperti di bawah ini.
a)
Bangsa
Melayu dan bangsa Jawa mempunyai tingkat peradaban yang tinggi. Taraf ini hanya
dapat dicapai setelah perkembangan budaya yang lama. Hal ini menunjukkan bahwa
orang Melayu tidak berasal dari mana-mana, tetapi berasal dan berkembang di
Indonesia.
b)
K.
Himly tidak setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa bahasa Melayu serumpun
dengan bahasa Champa (Kamboja). Baginya, persamaan yang berlaku di kedua bahasa
tersebut adalah suatu fenomena yang bersifat“kebetulan”.
c)
Manusia
kuno Homo Soloensis dan Homo Wajakensis yang terdapat di Pulau Jawa. Penemuan
manusia kuno ini di Pulau Jawa menunjukkan adanya kemungkinan orang Melayu itu
keturunan dari manusia kuno tersebut,yakni berasal dari Jawa.
d)
Bahasa
yang berkembang di Indonesia yaitu rumpun bahasa Austronesia, mempunyai
perbedaan yang sangat jauh dengan bahasa yang berkembangdi Asia Tengah yaitu
bahasa Indo-Eropa.
3)
Teori “out of Africa”
Hasil penelitian mutakhir/kontemporer
menyatakan bahwa manusia modern yang hidup sekarang ini berasal dari Afrika.
Setelah mereka berhasil melalui proses evolusi dan mencapai taraf manusia
modern, kemudian mereka bermigrasi ke seluruh benua yang ada di dunia ini.
Apabila kita bersandar pada teori ini, maka bisa dikatakan bahwa manusia yang
hidup di Indonesia sekarang ini merupakan hasil proses migrasi manusia modern
yang berasal dari Afrika tersebut.
Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa
fosil-fosil manusia purba yang ditemukan di Indonesia atau khususnya di daerah
Jawa Tengah dan Jawa Timur tidak mempunyai hubungan langsung dengan manusia
modern.
Dengan demikian, nampaknya jenis-jenis
manusia purba yang pernah hidup di Indonesia khususnya Jawa, seperti Meganthropus Palaeojavanicus,
Pithecanthropus Erectus, Homo Soloensis, Homo Wajakensis, dan sebagainya
telah mengalami kepunahan. Mereka pada akhirnya digantikan oleh komunitas
manusia yang berasal dari Afrika yang melakukan proses migrasi hingga sampai di
Kepulauan Indonesia. Nampaknya teori ini perlu terus dikaji dan
disosialisasikan, sehingga dapat diterima oleh masyarakat. Namun Homo Erectus
yang pernah tinggal di Pulau Jawa mempunyai sejarah menarik karena dapat
bertahan sekitar 250.000 tahun lebih lama dari jenis yang sama yang tinggal di
tempat lain di Asia, bahkan mungkin bertahan sekitar 1 juta tahun lebih lama
dari yang tinggal di Afrika. Umur fosil Homo
Erectus terakhir yang ditemukan di Ngandong dan Sambung Macan (Jawa Tengah)
sekitar 30.000 sampai 50.000 tahun. Homo
Erectus (“javaman”) di Pulau Jawa
diduga pernah hidup dalam waktu yang bersamaan dengan Homo Sapiens (manusia modern).
Sampai saat ini, penyebab kepunahan “java man” masih misteri. Diduga salah
satu penyebabnya ialah karena keterbatasan strategi hidup mereka. Tidak
ditemukannya peralatan dari batu (misalnya untuk membelah daging atau untuk
berburu) di sekitar fosil mereka menunjukkan bahwa kehidupannya masih sangat
primitif. Diduga mereka memakan daging dari binatang yang telah mati (scavenger). Kolonisasi Homo Sapiens yang
berasal dari Afrika berhasil, karena mereka punya strategi hidup yang lebih
baik dibanding penduduk asli Homo Erectus.
Manusia purba
Indonesia mengalami perubahan sejak masa plestosen
sampai holosen, hal ini dikarenakan
perkembangan waktu dan penyesuaian diri dengan alam sehingga menyebabkan
perubahan fisik.
1) Evolusi Manusia Praaksara Masa Plestosen
Gambaran evolusi
manusia purba masa plestosen dapat diketahui melalui studi paleoantropologi. Bagaimana proses evolusi yang telah terjadi,
belumlah dapat diketahui dengan pasti. Banyak teori dan dendrogram (diagram berbentuk
pohon yang menunjukkan derajat persamaan di antara anggota-anggota suatu
kelompok makhluk hidup) tentang evolusi manusia purba telah dibuat. Hal
ini menunjukkan masih banyaknya ketidaksepakatan diantara para ahli. Salah satu
faktor penyebab adalah karena tidak ada data yang cukup untuk dapat
merekonstruksi evolusi biologi secara total. Namun demikian upaya ke arah
penyusunan evolusi harus terus dilakukan.
Dalam sejarah
penelitian paleoantropologi di
Indonesia terutama di Jawa terdapat data fisik manusia purba yang cukup lengkap
rangkaiannya secara bertahap dari bentuk yang sederhana hingga bentuk yang progress. Fosil manusia purba yang
ditemukan di kawasan Indonesia berasal dari lapisan bumi masa plestosen bawah,
plestosen tengah, plestosen atas, dan awal masa Holosen. Dengan demikian
akan tampak dengan jelas evolusi bentuk fisik manusia purba pada masa tersebut.
Evolusi manusia purba di Jawa diawali dengan
fosil manusia Meganthropus paleojavanicus. Manusia ini ditemukan pada
lapisan formasi Pucangan di Sangiran. Formasi tersebut dimasukkan dalam masa plestosen
bawah. Oleh karena temuan Meganthropus hanya sedikit, sulit menentukan
dengan pasti kedudukannya dalam evolusi manusia dan hubungannya dengan Pithecanthropus.
Melalui studi perbandingan dengan temuan fosil manusia dari Afrika dan Eropa
berdasarkan segi fisik dan kulturalnya maka dalam taksonomi manusia, Meganthropus
paleojavanicus dianggap sebagai genus yang hidup pada masa plestosen
bawah, dan merupakan pendahulu dari Pithecanthropus erectus dari masa
plestosen tengah.
Fosil manusia yang
lebih muda ialah Pithecanthropus. Fosil manusia ini paling banyak
ditemukan di Indonesia terutama di Jawa. Oleh karena itu pada masa plestosen di
Indonesia banyak dihuni manusia Pithecanthropus. Manusia ini
diperkirakan hidup pada masa plestosen bawah, tengah, dan mungkin plestosen
atas. Manusia Pithecanthropus yang tertua adalah Pithecanthropus
modjokertensis yang ditemukan pertama kali pada formasi Pucangan di Kapuh
Klagen pada tahun 1936 berupa tengkorak anak-anak. Temuan lainnya berasal dari
situs Sangiran. Ditaksir manusia ini
hidup sekitar 2,5 hingga 1,25 juta tahun yang lalu, jadi kira-kira bersamaan
dengan Meganthropus (Soejono 1984).
Manusia Pithecanthropus
yang lebih banyak terdapat dan lebih luas penyebarannya adalah Pithecanthropus
erectus. Temuan fosil yang terpenting dan terkenal adalah atap
tengkorak dan tulang paha dari Trinil pada tahun 1891. Berdasarkan temuan ini
Eugene Dubois memberi nama Pithecanthropus erectus. Dubois memandang Pithecanthropus
sebagai missing link, yaitu manusia perantara yang menghubungkan antara
kera dan evolusi manusia (Howell 1980, Sartono 1985). Temuan Pithecanthropus erectus lainnya
berasal dari situs Sangiran. Berdasarkan pertanggalan absolut Pithecanthropus
erectus hidup sekitar 1 hingga 0,5 juta tahun yang lalu atau pada masa
plestosen tengah.
Pithecanthropus yang
hidup sampai awal plestosen atas adalah Pithecanthropus soloensis, dan
sisanya ditemukan dalam formasi Kabuh di Sangiran, Sambung Macan (Sragen), dan
Ngandong (Blora). Berdasarkan hasil pertanggalan sementara Pithecanthropus
soloensis hidupnya ditaksir antara 900.000 hingga 300.000 tahun yang lalu
(Soejono 1984).
Manusia yang hidup pada
masa plestosen akhir adalah manusia dari genus Homo. Manusia ini di
Indonesia diwakili oleh Homo wajakensis yang ditemukan di Wajak
(Tulungagung) dan mungkin juga beberapa tulang paha dari Trinil dan tulang
tengkorak dari Sangiran. Genus
Homo mempunyai
karakteristik yang lebih progesif dari manusia Pithecanthropus.
Dari beberapa spesies tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa di Indonesia, terutama di Jawa pada masa plestosen telah
dihuni paling sedikit oleh empat genus species manusia Praaksara, yaitu Megantropus
paleojavanicus dan Pithecanthropus modjokertensis (masa plestosen
bawah), Pithecantrhopus erectus dan Pithecantrhopus soloensis
(masa plestosen tengah-atas), serta Homo wajakensis (masa plestosen
atas-holosen awal).
2) Evolusi Manusia Purba pada Masa Holosen
Sejak sekitar 10.000 tahun yang lalu ras
manusia seperti yang dikenal sekarang sudah mulai ada di Indonesia dan
sekitarnya. Dua ras yang terdapat di Indonesia pada permulaan masa holosen,
yaitu Australomelanesid dan Monggolid.
Ras Australomelanesid
berbadan lebih tinggi, tengkorak relatif kecil, dahi agak miring, dan pelipis
tidak membulat benar. Tengkoraknya lonjong atau sedang dengan bagian belakang
kepalanya menonjol, dan bagian tengah atas tengkorak meninggi. Lebar mukanya
sedang dengan bagian busur keningnya nyata. Alat pengunyah relatif kuat dengan geraham-gerahamnya belum mengalami
reduksi yang lanjut.
Sebaliknya ras
Monggolid tinggi badannya rata-rata lebih sedikit. Tengkoraknya bundar atau
sedang, dengan isi tengkorak rata-rata lebih besar. Dahinya lebih membulat dan
rongga matanya biasanya tinggi dan persegi. Mukanya lebar dan datar dengan
hidung yang sedang atau lebar. Tempat perlekatan otot-otot lain mulai kurang
nyata. Demikian pula reduksi alat pengunyah telah melanjut, dengan gigi seri
dan taringnya menembilang.
Jika ditinjau populasi manusia di Indonesia di
masa Mesolitik, maka nyatalah bahwa kedua ras pokok ini jelas sekali
kehadirannya. Di bagian barat dan utara dapat dilihat sekelompok populasi
dengan ciri-ciri utama Australomelanesid
dan hanya sedikit campuran Monggolid.
Di Nusa Tenggara hidup Australomelanesid yang tidak banyak
berbeda dengan populasi di sana sekarang tetapi masih primitif dalam beberapa
ciri. Keadaannya berlainan di Sulawesi dimana populasinya lebih banyak
memperlihatkan ciri Monggolid.
Sementara ini penduduk masa Neolitik di
Indonesia barat sudah banyak memperlihatkan ciri Monggolid, meskipun ciri Australomelanesid
masih terdapat sedikit. Indonesia timur terutama bagian selatan dan timur lebih
dipengaruhi oleh unsur Australomelanesid,
bahkan sampai sekarang. Sulawesi keadaanya khas, karena pengaruh Monggolid lebih kuat dan lebih awal di
sini.
Di masa Paleometalik, manusia yang mendiami
Indonesia dapat diketahui melalui sisa rangka yang antara lain ditemukan di
Anyer Lor (Banten), Puger (Jatim), Gilimanuk (Bali), Ulu Leang (Sulawesi),
Melolo (Sumba), dan Liang Bua (Flores). Pada temuan tersebut terlihat pembauran antara ras Australomelanesid dan Monggolid dalam perbandingan yang
berbeda.
Pengaruh budaya bangsa lain, termasuk
pengaruh teknologi dalam perkembangan budaya masyarakat awal di Indonesia,
menunjukkan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah menjalin komunikasi dan
hubungan persahabatan dengan bangsa lain.
3. Kebudayaan Masyarakat
Praaksara Indonesia pada Masa Batu
a. Paleolitik
Kehidupan manusia Praaksara
masa paleolitik berlangsung sekitar 1,9 juta-10.000 tahun yang lalu.
Bukti-bukti peninggalan masa ini terekam dalam sisa-sisa peralatan yang sering
disebut artefak. Di Indonesia tradisi pembuatan alat pada masa Paleolitik
dikenal 3 macam bentuk pokok, yaitu tradisi kapak perimbas-penetak (chopper
choping-tool complex), tradisi serpih-bilah (flake-blade), dan alat
tulang-tanduk (Ngandong Culture) (Heekeren 1972).
Tradisi kapak
perimbas-penetak yang ditemukan di Indonesia kemudian terkenal dengan nama
budaya Pacitan, dan dipandang sebagai tingkat perkembangan budaya batu yang
terawal di Indonesia. Alat budaya Pacitan dapat digolongkan dalam beberapa
jenis utama yaitu kapak perimbas (chopper), kapak penetak (chopping-tool),
pahat genggam (proto hand-adze), kapak genggam awal (proto hand-axe), kapak
genggam (hand-axe), dan serut genggam (scraper).
Tradisi kapak perimbas, di
dalam konteks perkembangan alat-alat batu seringkali ditemukan bersama-sama
dengan tradisi alat serpih. Bentuk alat serpih tergolong sederhana dengan
kerucut pukul (bulbus) yang jelas menonjol dan dataran pukul (striking
platform) yang lebar dan rata.
Seperti diketahui bahwa
hakekat data paleolitik di Indonesia kebanyakan ditemukan di permukaan tanah.
Hal ini menyebabkan belum ada yang dapat menjelaskan tentang siapa pendukung
dan apa fungsi alat-atal batu itu secara menyakinkan. Meksipun demikian menurut
Movius, manusia yang diduga sebagai pencipta dan pendukung alat-alat batu ini
adalah manusia Pithecanthropus, yang bukti-buktinya ditemukan dalam satu
konteks dengan lapisan yang mengandung fosil-fosil Pithecanthropus pekinensis
di gua Chou-kou-tien di Cina (Movius, 1948: 329-340, Soejono 1984).
Bukti peninggalan alat
paleolitik menggambarkan bahwa kehidupan manusia pada masa ini sangat
bergantung kepada alam lingkungannya. Daerah yang diduduki manusia itu harus
dapat memberikan cukup persediaan untuk kelangsungan hidupnya. Mereka hidup
secara berpindah-pindah (nomaden) sesuai dengan batas-batas kemungkinan memperoleh
makanan. Suatu upaya penting yang mendominasi aktivitas hidupnya adalah
subsistensi. Segala daya manusia ditujukan untuk memenuhi kebutuhan makan.
Manusia masa Paleolitik
hidup dalam kelompok-kelompok kecil. Besarnya kelompok ditentukan oleh besarnya
daerah dan hasil perburuan. Jika penduduk suatu daerah melebihi jumlah optimal,
maka sebagian dari kelompok ini memisahkan diri dengan cara migrasi ataupun
mungkin dilakukan infantisida (membunuh bayi sesaat setelah dilahirkan) untuk
membatasi besarnya populasi.
Dalam kehidupan masa
Paleolitik ini secara tidak langsung terjadi pembagian kerja berdasarkan
perbedaan seks atau umur. Kaum lelaki bertugas mencari makan dengan berburu
binatang, sedang kaum perempuan tinggal di rumah mengasuh anak sembari meramu
makanan. Bahkan setelah api ditemukan, maka peramu menemukan cara memanasi
makanan. Sementara itu pada masa ini belum ditemukan bukti adanya kepercayaan
atau religi dari manusia pendukungnya.Manusia purba hidup berkelompok sebagai
bagian peduli sosial tetapi mereka sebagai pribadi yang mandiri dan pekerja
keras.
b. Mesolitik
Kehidupan manusia Praaksara
masa mesolitik diperkirakan berlangsung sejak akhir plestosen atau sekitar
10.000 tahun yang lalu. Pada masa ini berkembang 3 tradisi pokok pembuatan alat
di Indonesia yaitu tradisi serpih-bilah (Toala Culture), tradisi alat tulang
(Sampung Bone Culture), dan tradisi kapak genggam Sumatera (Sumatralith).
Ketiga tradisi alat ini ditemukan tidak berdiri sendiri, melainkan seringkali
unsur-unsurnya bercampur dengan salah satu jenis alat lebih dominan daripada
lainnya.
Tradisi serpih-bilah secara
tipologis dapat dibedakan menjadi pisau, serut, lancipan, mata panah, dan
mikrolit. Tradisi serpih terutama berlangsung dalam kehidupan di gua-gua
Sulawesi Selatan, yang sebagian pada masa tidak lama berselang masih didiami
oleh suku bangsa Toala, sehingga dikenal sebagai budaya Toala (Heekeren 1972).
Sementara industri tulang Sampung tersebar di situs-situs gua di Jawa Timur.
Kelompok budaya ini memperlihatkan dominasi alat tulang berupa sudip dan
lancipan. Temuan lain berupa alat-alat batu seperti serpih-bilah, batu pipisan
atau batu giling, mata panah, serta sisa-sisa binatang. Sedangkan tradisi
Sumatralith banyak ditemukan di daerah Sumatera, khususnya pantai timur Sumatera
Utara. Situs-situs di daerah ini berupa bukit-bukit kerang.
Bukti peninggalan alat
mesolitik menggambarkan bahwa corak penghidupan yang menggantungkan diri kepada
alam masih berlanjut. Hidup berburu dan mengumpul makanan masih ditemukan,
namun sudah ada upaya pengenalan awal tentang hortikultur yang dilakukan secara
berpindah. Masyarakat mulai mengenal pola kehidupan yang berlangsung di gua-gua
alam (abris sous roche) dan di pantai (kjokkenmoddinger) yang tidak jauh dari
sumber bahan makanan.
Suatu sistem penguburan di
dalam gua (antara lain budaya Sampung) dan bukit Kerang (Sumatera Utara)
sebagai bukti awal penguburan manusia di Indonesia, serta lukisan dinding gua
dan dinding karang (Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua)
yang merupakan ekspresi rasa estetik dan religius, melengkapi bukti kegiatan
manusia pada masa ini. Bahan zat pewarna merah, hitam, putih, dan kuning
digunakan untuk bahan melukis cap-cap tangan, manusia, manusia, binatang,
perahu, matahari, dan lambang-lambang.
Arti dan maksud lukisan
dinding gua ini masih belum jelas pada umumnya tulisan itu menggambarkan suatu
pengalaman, perjuangan dan harapan hidup. Lukisan tersebut bukanlah sekedar
dekorasi atau kegemaran seni semata-mata melainkan bermakna lebih mendalam lagi
yaitu menyangkut aspek kehidupan berdasarkan kepercayaan terhadap kekuatan gaib
yang ada di alam sekitarnya. Adanya penguburan dan lukisan dinding gua
merupakan bukti berkembangnya corak kepercayaan di kalangan masyarakat
Praaksara.
c. Neolitik
Masa neolitik merupakan masa
yang amat penting dalam sejarah perkembangan masyarakat dan peradaban. Karena
pada masa ini beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber alam
bertambah cepat.
Bukti yang didapat dari masa
neolitik terutama berupa berbagai jenis batu yang telah dipersiapkan dengan
baik. Kemahiran mengupam alat batu telah melahirkan jenis alat seperti beliung
persegi, kapak lonjong, alat obsidian, mata panah, pemukul kulit kayu, gerabah,
serta perhiasan berupa gelang dari batu dan kerang.
Beliung persegi mempunyai
bentuk yang bervariasi dan persebaran yang luas terutama di Indonesia bagian
barat. Beliung tersebut terbuat dari batu rijang, kalsedon, agat, dan jaspis.
Sementara kapak lonjong tersebar di Indonesia bagian timur dan diduga lebih tua
dari beliung persegi (Heekeren 1972). Gerabah yang merupakan unsur paling
banyak ditemukan pada situs-situs neolitik memerlihatkan pembuatan teknik tatap
Bentuk gerabah antara lain berupa periuk dan cawan yang memiliki slip merah
dengan hias gores dan tera bermotifkan garis lurus dan tumpal. Sedangkan alat
pemukul kulit kayu banyak ditemukan di Sulawesi dan Kalimantan. Demikian pula
mata panah yang sering dihubungkan dengan budaya neolitik, terutama ditemukan
di Jawa Timur dan Sulawesi.
Kebudayaan Neolitik yang berupa
kapak persegi dan kapak lonjong yang tersebar ke Indonesia tidak
datang/menyebar dengan sendirinya, tetapi terdapat manusia pendukungnya yang
berperan aktif dalam rangka penyebaran kebudayaan tersebut.Manusia pendukung
yang berperan aktif dalam rangka penyebaran kebudayaan itulah merupakan suatu
bangsa yang melakukan perpindahan/imigrasi dari daratan Asia ke Kepulauan
Indonesia bahkan masuk ke pulau-pulau yang tersebar di Lautan Pasifik.
Bangsa yang berimigrasi ke
Indonesia berasal dari daratan Asia tepatnya Yunan Utara bergerak menuju ke
Selatan memasuki daerah Hindia Belakang (Vietnam)/Indochina dan terus ke
Kepulauan Indonesia, dan bangsa tersebut adalah:
1) Bangsa Melanesia atau
disebut juga dengan Papua Melanosoide yang merupakan rumpun bangsa Melanosoide/Ras
Negroid. Bangsa ini merupakan gelombang pertama yang berimigrasi ke Indonesia.
2) Bangsa Melayu yang merupakan
rumpun bangsa Austronesia yang termasuk golongan Ras Malayan Mongoloid. Bangsa
ini melakukan perpindahan ke Indonesia melalui dua gelombang yaitu:
a) Gelombang pertama tahun 2000
SM, menyebar dari daratan Asia ke Semenanjung Melayu, Indonesia, Philipina dan
Formosa serta Kepulauan Pasifiksampai Madagaskar yang disebut dengan Proto
Melayu. Bangsa ini masuk ke Indonesia melalui dua jalur yaitu Barat dan Timur,
dan membawa kebudayaan Neolithikum (Batu Muda).
b) Gelombang kedua tahun 500
SM, disebut dengan bangsa Deutro Melayu. Bangsa ini masuk ke Indonesia membawa
kebudayaan logam (perunggu).
Manusia
masa neolitik sudah tidak lagi menggantungkan hidupnya pada alam, tetapi sudah
menguasai alam lingkungan sekitarnya serta aktif membuat perubahan. Masyarakat
mulai mengembangkan penghidupan baru berupa kegiatan bercocok tanam sederhana
dengan sistem slash and burn, atau terjadi perubahan dari food gathering
ke food producing. Berbagai macam tumbuhan dan hewan mulai dijinakkan dan
dipelihara untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, kegiatan berburu, dan
menangkap ikan masih terus dilakukan.
Masyarakat
masa neolitik mulai menunjukkan tanda-tanda cara hidup menetap di suatu tempat,
berkelompok membentuk perkampungan-perkampungan kecil. Di masa ini kelompok
manusia sudah lebih besar, karena pertanian dan peternakan dapat memberi makan
penduduk dalam jumlah yang lebih besar. Pada masa ini diperkirakan telah muncul
bentuk perdagangan yang bersifat barter. Barang yang dipertukarkan adalah hasil
pertanian ataupun kerajinan tangan. Adanya penemuan-penemuan baru ini
menyebabkan masa ini oleh V. Gordon Childe (1958) sering disebut sebagai masa
Revolusi Neolitik, karena kegiatan ini menunjukkan kepada kita adanya perubahan
cara hidup yang kemudian mempengaruhi perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya
manusia.
Pengembangan
konsep kepercayaan pada masa neolitik mulai memainkan peranan penting. Konsep
kepercayaan ini kemudian diabadikan dengan mendirikan bangunan batu besar.
Kegiatan kepercayaan seperti ini dikenal dengan nama tradisi megalitik. R. Von
Heine Geldern (1945) menggolongkan tradisi megalitik dalam 2 tradisi, yaitu
megalitik tua yang berkembang pada masa neolitik (2500-1500 SM) dan megalitik
muda yang berkembang dalam masa paleometalik (1000 SM – abad I M). Megalitik
tua menghasilkan bangunan yang disusun dari batu besar seperti menhir, dolmen,
undak batu, limas berundak, pelinggih, patung simbolik, tembok batu, dan jalan
batu.
Pengertian
tentang bangunan megalitik tidak selalu diartikan sebagai suatu bangunan yang
dibuat dari batu besar dan berasal dari masa Praaksara. Pengertian di atas
tidak terlalu mutlak. Bahkan F.A. Wagner (1962) dalam Soejono (1984) mengatakan
bahwa pengertian monumen besar (megalitik) tidak mesti diartikan sebagai ”batu
besar”, akan tetapi objek-objek batu lebih kecil dan bahan-bahan lain seperti
kayu, bahkan tanpa monumen atau objek sama sekalipun dapat dimasukkan ke dalam
klasifikasi megalitik bila benda-benda itu jelas dipergunakan untuk tujuan
sakral tertentu yakni pemujaan arwah nenek moyang. Dengan demikian maksud utama
dari pendirian bangunan megalitik tersebut tidak luput dari latar belakang
pemujaan nenek moyang, pengharapan kesejahteraan bagi yang masih hidup, dan
kesempurnaan bagi si mati. Segi kepercayaan dan nilai-nilai hidup masyarakat
ini kemudian berlanjut dan berkembang pada masa paleometalik.
4. Kebudayaan Masyarakat
Praaksara Indonesia pada Masa Logam
Paleometalik
Masa
paleometalik merupakan masa yang mengandung kompleksitas, baik dari segi materi
maupun alam pikiran yang tercermin dari benda buatanya. Perbendaharaan masa
paleometalik memberikan gambaran tentang kemajuan yang dicapai manusia pada
masa itu, terutama kemajuan di bidang teknologi. Dalam masa paleometalik
teknologi berkembang lebih pesat sebagai akibat dari tersusunnya
golongan-golongan dalam masyarakat yang dibebani pekerjaan tertentu.
Pada
masa ini teknologi pembuatan alat jauh lebih tinggi tingkatnya dibandingkan
dengan masa sebelumnya. Hal tersebut dimulai dengan penemuan baru berupa teknik
peleburan, pencampuran, penempaan, dan pencetakan jenis-jenis logam. Penemuan
logam merupakan bukti kemajuan pyrotechnology karena manusia telah mampu
menghasilkan temperatur yang tinggi untuk dapat melebur bijih logam.
Atas
dasar temuan arkeologis, Indonesia mengenal alat-alat yang dibuat dari
perunggu, besi, dan emas. Benda-benda perunggu di Indonesia ditemukan tersebar
di bagian barat dan timur. Hasil utama benda perungu pada masa paleometalik ini
meliputi nekara perunggu, kapak perunggu, bejana perunggu, patung perunggu,
perhiasan perunggu, dan benda perunggu lainnya. Sedangkan benda-benda besi yang
ditemukan antara lain mata kapak, mata pisau, mata sabit, mata tembilang, mata
pedang, mata tombak, dan gelang besi. Pada prinsipnya teknik pengerjaan artefak
logam ini ada dua macam, yakni teknik tempa dan teknik cetak. Proses
pencetakannya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung ialah
dengan menuang logam yang sudah mencair langsung ke dalam cetakan, dan secara
tidak langsung ialah dengan membuat model terlebih dahulu, dari model ini
kemudian dibuat cetakannya. Cara yang kedua ini disebut dengan acire perdue
atau lilin hilang sementara itu tipe-tipe cetakan yang digunakan dapat berupa
cetakan tunggal atau cetakan terbuka, cetakan setangkup (bivalve mould), dan
cetakan ganda (piece mould).
Pada
masa ini dihasilkan pula gerabah yang menunjukkan perkembangan yang lebih
meningkat. Gerabah tidak hanya untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi juga
diperlukan dalam upacara penguburan baik sebagai bekal kubur maupun tempayan
kubur.
Sementara
itu benda-benda temuan lainnya berupa perhiasan seperti hiasan dari kulit
kerang, tulang, dan manik-manik.
Kemahiran
teknik yang dimiliki manusia masa paleometalik ini berhubungan dengan
tersusunnya masyarakat yang menjadi makin kompleks, dimana perkampungan sudah
lebih besar. Pembagian kerja makin ketat dengan munculnya golongan yang
melakukan pekerjaan khusus (undagi). Pertanian dengan sistem persawahan mulai
dikembangkan dengan menyempurnakan alat pertanian dari logam, pengolahan tanah,
dan pengaturan air sawah. Hasil pertanian ini selain disimpan juga
diperdagangkan ke tempat lain bersama nekara perunggu, moko, perhiasan, dan
sebagainya. Peranan kepercayaan dan upacara-upacara religius sangat penting
pada masa paleometalik. Kegiatan-kegiatan dalam masyarakat dilakukan terpimpin,
dan ketrampilan dalam pelaksanaannya makin ditingkatkan.
Pada
masa ini kehidupan spiritual yang berpusat kepada pemujaan nenek moyang
berkembang secara luas. Demikian pula kepada orang yang meninggal diberikan
penghormatan melalui upacara penguburan dengan disertai bekal kubur. Penguburan
dapat dilakukan dalam tempayan, tanpa wadah dalam tanah, atau dengan berbagai kubur
batu melalui upacara tertentu yang mencapai puncaknya dengan mendirikan
bangunan batu besar. Tradisi inilah yang kemudian dikenal sebagai tradisi
megalitik muda. Tradisi megalitik muda yang berkembang dalam masa paleometalik
telah menghasilkan bangunan batu besar berupa peti kubur batu, kubur dolmen,
sarkofagus, kalamba, waruga, dan batu Kandang. Di tempat kuburan semacam itu
biasanya terdapat beberapa batu besar lainnya sebagai pelengkap pemujaan nenek
moyang seperti menhir, patung nenek moyang, batu saji, lumpang batu, ataupun
batu dakon. Pada akhirnya kedua tradisi megalitik tua dan muda tersebut
bercampur, tumpang tindih membentuk variasi lokal, bahkan pada perkembangan
selanjutnya bercampur dengan unsur budaya Hindu, Islam, dan kolonial.
Kemampuan
bangsa Indonesia dalam mempertahankan hidup yang pada akhirnya menghasilkan
peradaban besar merupakan suatu proses sejarah. Sikap kreatif dan kerja keras
tinggi patut dikembangkan untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat.
5. Perkembangan Kehidupan
Sosial, Budaya, Ekonomi dan Kepercayaan Masyarakat Praaksara Indonesia
a. Kehidupan Sosial Masyarakat
Praaksara
1) Pola Hunian
Manusia
mengenal tempat tinggal atau menetap semenjak masa Mesolithikum (batu tengah)
atau masa berburu dan meramu tingkat lanjut. Sebelumnya manusia belum mengenal
tempat tinggal dan hidup nomaden (berpindah-pindah). Setelah mengenal
tempat tinggal, manusia mulai bercocok tanam dengan menggunakan alat-alat
sederhana yang terbuat dari batu, tulang binatang ataupun kayu. Pada dasarnya
pola hidup pada masa Praaksara terdiri atas dua macam, yaitu:
a)
Nomaden
Nomaden adalah pola hidup dimana manusia purba pada saat itu hidup
berpindah-pindah atau menjelajah. Mereka hidup dalam komunitas-komunitas kecil
dengan mobilitas tinggi di suatu tempat. Mata pencahariannya adalah berburu dan
mengumpulkan makanan dari alam (Food Gathering)
b)
Sedenter
Sedenter adalah pola
hidup menetap, yaitu pola kehidupan dimana manusia sudah terorganisir dan
berkelompok serta menetap di suatu tempat. Mata pencahariannya bercocok tanam
serta sudah mulai mengenal norma dan adat yang bersumber pada
kebiasaan-kebiasaan.
Pola hunian manusia purba memiliki dua karakter khas, yaitu :
a)
Kedekatan
dengan sumber air
Air merupakan kebutuhan pokok mahkluk hidup terutama manusia. Keberadaan
air pada suatu lingkungan mengundang hadirnya berbagai binatang untuk hidup di
sekitarnya. Begitu pula dengan tumbuhan. Air memberikan kesuburan pada tanaman.
b)
Kehidupan
di alam terbuka
Manusia purba mempunyai kecendrungan hidup untuk menghuni sekitar aliran
sungai. Mereka beristirahat misalnya
di bawah pohon besar dan juga membuat atap dan sekat tempat istirahat itu dari
daun-daun. Kehidupan di sekitar sungai itu menunjukkan pola hidup manusia purba
di alam terbuka. Manusia purba juga memanfaatkan berbagai sumber daya
lingkungan yang tersedia, termasuk tinggal di gua-gua. Mobilitas manusia purba
yang tinggi tidak memungkin untuk menghuni gua secara menetap. Keberadaan
gua-gua yang dekat dengan sumber air dan bahan makanan mungkin saja
dimanfaatkan sebagai tempat tinggal sementara.
Pola
hunian itu dapat dilihat dari letak geografis situs-situsnya serta kondisi
lingkungannya. Beberapa contoh yang menunjukkan pola hunian seperti itu adalah
situs-situs purba di sepanjang aliran sungai bengawan solo (sangiran, sambung
macan, trinil, ngawi, dan Ngandong, merupakan contoh dari adanya kecenderungan
hidup dipinggir sungai). Manusia purba pada masa berburu dan mengumpulkan
makanan selalu berpindah-pindah mencari daerah baru yang dapat memberikan
makanan yang cukup.
Pada
umumnya mereka bergerak tidak terlalu jauh dari sungai, danau, atau sumber air
yang lain, karena binatang buruan biasa berkumpul di dekat sumber air.
Ditempat-tempat itu kelompok manusia Pra-aksara menantikan binatang buruan
mereka. Selain itu, sungai dan danau merupakan sumber makanan, karena terdapat
banyak ikan di dalamnya. Lagi pula di sekitar sungai biasanya tanahnya subur
dan ditumbuhi tanaman yang buah atau umbinya dapat dimakan
Pada
masa berburu dan mengumpulkan makanan, mereka telah mulai lebih lama tinggal di
suatu tempat. Ada kelompok-kelompok yang bertempat tinggal di pedalaman, ada
pula yang tinggal di daerah pantai. Mereka yang bertempat tinggal di pedalaman,
biasanya bertempat tinggal di dalam gua-gua atau ceruk peneduh (rock shelter)
yang suatu saat akan ditinggalkan apabila sumber makanan di sekitarnya habis.
Pada
tahun 1928 sampai 1931, Von Stein Callenfels melakukan penelitian di Gua
Lawa dekat Sampung, Ponorogo. Di situ ditemukan kebudayaan abris sous roche,
yaitu merupakan hasil dari kebudayaan yang ditemukan di gua-gua. Beberapa hasil
teknologi bebatuan yang ditemukan adalah ujung panah, flake, batu
penggiling. Selain itu juga ditemukan alat-alat dari tanduk rusa. Kebudayaan Abris
sous roche ini banyak ditemukan di Besuki, Bojonegoro, juga di daerah
Sulawesi Selatan seperti di Lamoncong.
Manusia
purba yang tinggal di daerah pantai makanan utamanya berupa kerang, siput dan
ikan. Bekas tempat tinggal mereka dapat ditemukan kembali, karena dapat
dijumpai sejumlah besar sampah kulit-kulit kerang serta alat yang mereka
gunakan.
Di
sepanjang pantai Sumatra Timur antara Langsa di Aceh sampai Medan, terdapat
tumpukan atau timbunan sampah kulit kerang dan siput yang disebut kjokkenmoddinger
(kjokken = dapur , modding = sampah). Tahun 1925 Von Stein
Callenfels melakukan penelitian di tumpukan sampah itu. Ia menemukan jenis
kapak genggam yang disebut pebble (Kapak Sumatra). Selain itu, ditemukan
juga berupa anak panah atau mata tombak yang digunakan untuk menangkap ikan.
Fungsi gua hunian Praaksara
dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu.
a)
Sebagai
tempat tinggal
Gua-gua dan ceruk payung peneduh (rock
shelter), sering digunakan manusia sebagai tempat berlindung dari gangguan
iklim, cuaca (angin, hujan dan panas), dan juga gangguan dari serangan binatang
buas atau kelompok manusia yang lain. Pada periode penghunian gua, yang paling
awal tampak adalah gua digunakan sebagai tempat tinggal (hunian), kemudian
kurun waktu berikutnya dijadikan tempat kuburan dan kegiatan spiritual lainnya.
Pada awal-awal penghunian, tempat hunian menyatu dengan tempat kuburan. Tetapi
seiring dengan kemajuan teknologi dan semakin bertambahnya jumlah anggota
kelompok yang membutuhkan ruangan yang lebih luas, maka mendorong manusia untuk
mencari tempat tinggal yang baru. Seiring perkembangan wawasan dan pengetahuan,
manusia kemudian memisahkan tempat hunian dan kuburan.
b)
Sebagai
kuburan
Selain sebagai tempat tinggal, gua hunian
juga berfungsi sebagai kuburan. Posisi penguburan dalam gua biasanya dalam
keadaan terlipat, yang menurut pendapat para ahli merupakan posisi pada waktu
bayi dalam posisi di dalam rahim ibunya. Penguburan manusia dalam gua pada
awalnya sangat sederhana sekali, berupa penguburan langsung (primair burial),
dengan posisi mayat terlentang atau terlipat, ditaburi dengan warna merah
(oker). Bukti penguburan tertua dalam gua dapat ditemukan pada situs Gua Lawa
di Sampung, Jawa Timur.
Pola penguburan dalam gua secara umum dapat
dibagi menjadi penguburan langsung (primair burial) dan penguburan tidak
langsung (second burial), baik yang menggunakan wadah ataupun yang tidak
menggunakan wadah. Wadah yang biasa digunakan adalah tempayan keramik (guci),
gerabah, ataupun peti kayu dalam berbagai ukuran.
Posisi mayat yang paling sering ditemukan
adalah lurus, bisa telentang, miring dengan berbagai posisi dengan tangan
terlipat atau lurus. Posisi lainnya adalah posisi terlipat dengan lutut menekuk
dibawah dagu dan tangan melipat dibagian leher atau kepala. Dalam periode
penghunian gua, kegiatan penguburan merupakan salah satu kegiatan manusia yang
dianggap penting. Awalnya penguburan dilakukan dalam gua yang sama dengan
tempat hunian, yaitu di tempat yang agak dalam dan gelap. Namun seiring
perkembangan jumlah anggota dan wawasan pengetahuan, maka manusia mencari
lokasi khusus yang digunakan sebagai lokasi kuburan yang terpisah dari lokasi
hunian. Oleh karena itu ditemukan adanya gua-gua yang khusus berisi aktivitas
sisa-sisa penguburan saja.
c)
Sebagai
lokasi kegiatan industri alat batu
Selain sebagai tempat hunian dan kuburan,
fungsi yang lainnya adalah sebagai tempat lokasi kegiatan alat-alat batu atau
perbengkelan. Banyak situs gua-gua Pra-aksara yang ditemukan adanya alat-alat
batu dan sisa-sisa pembuatannya. Dalam hal ini bekas-bekas pengerjaan yang
masih tersisa berupa serpihan batu yang merupakan pecahan batu inti sebagai
bahan dasar alat batu. Situs perbengkelan ini banyak terdapat di pegunungan
Seribu Jawa (daerah Pacitan), dan juga di Sulawesi Selatan. Salah satu situs
yang banyak tinggalan sisa alat batu adalah situs yang terdapat di Punung
(Pacitan) yang merupakan sentra pembuatan kapak perimbas yang kemudian lebih
dikenal dengan istilah chopper choppingtool kompleks.
Gambar 1. Kapak Perimbas (chopper) |
Gambar 2. Pahat Genggam (Hand Axe) |
Alat batu inti atau
serpih yang dicirikan oleh tajaman monofasial yang membulat, lonjong, atau
lurus, dihasilkan melalui pangkasan pada satu bidang dari sisi ujung (distal)
ke arah pangkal (proksimal). Ciri yang membedakan kapak perimbas dengan serut
adalah ukuran dimana serut yang kasar dan masif digolongkan sebagai kapak
perimbas, sementara yang halus dan kecil digolongkan serut. Sumber Buku Siswa Sejarah
SMA Kelas X (hal. 56) |
Alat batu inti yang dicirikan
oleh bentuk alat yang persegi atau bujur sangkar dengan tajaman yang tegak
lurus pada sumbu alat. Selain itu dikenal pula Kapak genggam awal (proto-hand axe), Kapak genggam (hand
axe). Sumber Buku Siswa Sejarah SMA Kelas X (hal. 56) |
|
Gambar 3. Cara Penggunaan Alat
Serpih oleh Manusia Purba
2)
Mengenal Api
Bagi
manusia purba, proses penemuan api merupakan bentuk inovasi yang sangat
penting. Berdasarkan data arkeologi penemuan api diperkirakan ditemukan pada
400.000 tahun yang lalu. Pertama kali api dikenal adalah pada zaman purba yang
secara tidak sengaja mereka melihat petir yaitu cahaya panas dilangit yang
menyambar pohon-pohon disekitarnya, sehingga api itu pun muncul membakar
pohon-pohon itu.
Dalam menemukan api, manusia purba
membutuhkan proses yang sangat panjang. Proses tersebut dikenal dengan trial
and error, yaitu seseorang yang mencoba sesuatu tanpa tahu petunjuk atau
cara kerjanya sehingga banyak mengalami kegagalan dan mereka akan terus mencoba
walaupun gagal sampai mereka menemukan hasil yang mereka inginkan.
Setelah mengalami banyak kegagalan, akhirnya
cara membuat apipun ditemukan. Caranya dengan membenturkan dua buah batu atau
dengan menggesekkan dua buah kayu, sehingga akan menimbulkan percikan api yang
kemudian bisa kita gunakan pada ranting atau daun kering yang kemudian bisa
menjadi sebuah api.
Api memperkenalkan manusia pada teknologi
memasak makanan dengan cara membakar dan menggunakan bumbu dengan ramuan
tertentu. Selain itu api juga berfungsi untuk menghangat badan, sumber
penerangan, dan sebagai senjata untuk menghalau binatang buas yang menyerang.
Melalui pembakaran juga manusia dapat
menaklukan alam, seperti membuka lahan untuk garapan dengan cara membakar
hutan. Kebiasaan bertani dengan cara menebang lalu membakar dikenal dengan nama
slash and burn. Ini adalah kebiasan pada masa kuno yang berkembang
sampai sekarang.
3)
Sistem Kepercayaan
Seiring dengan perkembangan kemampuan berfikir, manusia purba
mulai mengenal kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan lain di luar dirinya.
Untuk menjalankan kepercayaan yang diyakininya manusia purba malakukan berbagai
upacara dan ritual. Sistem akepercayaan yang dianut manusia pada masa prakasara
atau masa praaksara antara lain animisme, dinamisme, totemisme, dan shamanisme.
a)
Animisme,
adalah percaya pada roh nenek moyang maupun roh-roh lain yang mempengaruhi
kehidupan mereka. Upaya yang dilakukan agar roh-roh tersebut tidak mengganggu
adalah dengan memberikan sesaji.
b)
Dinamisme,
adalah percaya pada kekuatan alam dan benda-benda yang memiliki gaib. Manusia
purba melakukanya dengan menyembah batu atau pohon besar, gunung, laut, gua,
keris, azimat, dan patung.
c)
Totemisme,
adalah percaya pada binatang yang dianggap suci dan memiliki kekuatan. Dalam
melakukan upacara ritual pemujaan manusia purba membutuhkan sarana, dengan
membangun bangunan dari batu yang dipahat dengan ukuran yang besar dan
ditujukan untuk kepentingan tertentu, salah satunya untuk upacara. Masa ini
disebut sebagai kebudayaan Megalitikum (kebudayaan batu besar).
Kemampuan
masyarakat masa Praaksara di Indonesia dalam menyikapi dan menjawab tantangan
alam menunjukkan sikap mandiri yang bisa kita integrasikan dalam kehidupan
sehari-hari bahwa dalam hal menyikapi keadaan sosial kita bisa adaptif dan
mampu memiliki daya juang, profesional bahkan sikap kreatif dan keberanian
sebagai pembelajar sepanjang hayat.
D.
Aktivitas
Pembelajaran
LK 3.1 Beberapa permasalahan dalam materi Praaksara Indonesia dalam
pembelajaran Sejarah
Petunjuk
penyelesaian LK 3.1
1. Cermati gambar peta Indonesia dan lakukan aktivitas dibawahnya
2. Diskusikan bersama kelompok anda
3. Tuliskan hasil diskusi pada ketentuan yang diberikan fasilitator
4. Kirimkan hasilnya sebagai tugas kelompok pada alamat email yang
disampaikan fasilitator
a) Tentukan
salah satu lokasi provinsi Bapak/Ibu tinggal!
_____________________________________________________________________________
_____________________________________________________________________________
b) Sebutkan
peninggalan-peninggalan masa Praaksara pada lokasi provinsi Bapak/Ibu tinggal!
_____________________________________________________________________________
_____________________________________________________________________________
c) Sebutkan
tradisi praaksara yang masih ada hingga sekarang di wilayah-wilayah tersebut?
_____________________________________________________________________________
_____________________________________________________________________________
d) Tentukan sikap, perilaku, atau
nilai-nilai pendidikan karakter yang perlu dikembangkan pada saat Saudara
memahami materi Praaksara Indonesia!
_____________________________________________________________________________
_____________________________________________________________________________
E.
Penilaian
Pilihlah
jawaban yang anda anggap paling benar.
1.
Berdasarkan usianya yang lebih tua
maka urutan genus manusia purba yang paling benar adalah ....[AM3]
A.
Australopithecus-Pithecanthropus-Homo
B.
Pithecanthropus-Meganthropus-Homo
C.
Meganthropus-
Australopithecus-Paranthropus
D.
Paranthropus-Ramapithecus-Pithecanthropus
2. Penemuan manusia Wajak (homo wadjakensis) sangatlah menarik perhatian
karena memiliki kemampuan fosilisasi yang tinggi. Temuan sejenis di Asia dapat
dijumpai pada...
A. Goa Niah Serwak Malaysia
B. Gua Tabon Australia
C. Cohuna-Kow Swamp Piliphina
D. Danau Mungo Cina selatan
F.
Referensi
Bemmelen, R. W. van (Reinout
Willem van). 1949. The Geology of Indonesia; 2nd ed. The Hague :
Martinus Nijhoff, 1970 Reprint. Originally published The Hague: Govt. Printer,
1949.
Berg, H.J. Van Den dan
Baganding Tua S. 1958. Prasedjarah dan Pembagian Sedjarah Eropah.Djakarta:
Dinas Penerbitan Balai Pustaka.
Poesponegoro, Marwati
Djoened dan Nugroho Notosusanto (Ed.). 2009. Sejarah Nasional Indonesia I;
Zaman Prasejarah di Indonesia (EdisiPemutakhiran). Jakarta: Balai Pustaka.
Fischer. 1980. Pengantar
Antropologi Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Pt. Pembangunan.
Haviland, William. 1985. Antropologi
jilid 2. Edisi keempat (terjemahan oleh R.G. Soekadijo). Jakarta: Erlangga.
Heekeren, H.R. Van. 1955. Prehistoric
Life In Indonesia. Djakarta: Soeroengan.
Koentjaraningrat. 1987. Sejarah
Teori Antropologi I. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Prasetyo, Bagyo dkk. 2004. Religi
pada Masyarakat Prasejarah di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kebudayaan
dan Pariwisata.
Simanjuntak, Truman (Ed.).
2002. Gunung Sewu in Prehistoric Times.Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodologi
Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Soejono, R. P. 1976. Tinjauan
Tentang Pengkerangkaan Prasejarah Indonesia. Jakarta: Proyek Pelita
Pembinaan Kepurbakalaan dan Peninggalan Nasional.
Soekmono. 1973. Pengantar
Sejarah Kebudayaan Indonesia; Volume 1.Jakarta: Yayasan Kanisius.
Sumardi. 1958. Zaman
Nirleka (Pra-Sedjarah). Solo.
Yamin, Moh.1956. Atlas
Sejarah. Djakarta: Djambatan.
IV.
Sejarah Indonesia Kuna
A. Kompetensi
·
Menganalisis kerajaan-kerajaan Indonesia pada masa Hindu dan
Buddha dalam sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan serta
pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada masa kini
B.
Indikator
Pencapaian Kompetensi
·
Menganalisis kerajaan-kerajaan bercorak Hindu dalam sistem pemerintahan, serta pengaruhnya
dalam kehidupan masyarakat Indonesia
·
Menganalisis kerajaan-kerajaan bercorak Hindu dalam sistem sosial serta pengaruhnya dalam
kehidupan masyarakat Indonesia
·
Menganalisis kerajaan-kerajaan bercorak Hindu dalam bidang kebudayaan serta pengaruhnya
dalam kehidupan masyarakat Indonesia
·
Menganalisis kerajaan-kerajaan bercorak Buddha dalam sistem pemerintahan, serta pengaruhnya
dalam kehidupan masyarakat Indonesia
·
Menganalisis kerajaan-kerajaan bercorak Buddha dalam sistem sosial, serta pengaruhnya dalam
kehidupan masyarakat Indonesia
·
Menganalisis kerajaan-kerajaan bercorak Buddha dalam bidang kebudayaan serta pengaruhnya
dalam kehidupan masyarakat Indonesia
C. Uraian Materi
1.
Kutai dan Tarumanegara
Kerajaan Kutai yang terletak di Kalimantan Timur
sampai saat ini dianggap sebagai kerajaan tertua di Indonesia.
Penemuan sumber sejarah berupa prasasti sampai saat ini menunjukkan bahwa 7
buah prasasti yūpa yang
menginformasikan keberadaan sebuah kerajaan bernama Kutai memuat angka tahun
tertua yaitu abad ke IV M. Pertanggalan relatif ini didapat dari perbandingan
bentuk huruf yang dipahatkan dengan beberapa prasasti di India dan menunjukkan
keserupaan yang mendekati perkembangan huruf pallawa sekitar akhir abad ke IV dan
awal abad ke V (Soemadio, 1993: 31).
Penemuan bukti berupa 7 buah prasasti berbentuk yūpa, yaitu tugu peringatan bagi sebuah upacara kurban. Prasasti
ini berhuruf pallawa yang menurut bentuk dan jenisnya berasal dari abad IV M,
sedangkan bahasanya adalah Sansekerta yang tersusun dalam bentuk syair. Semuanya
dikeluarkan atas titah seorang raja bernama Mūlawarmman.
Berdasarkan isi dari prasasti tersebut dapat
diketahui silsilah raja-raja Kutai. Dimulai dengan raja Kunduńga yang mempunyai anak bernama
Aśwawarman, dan Mūlawarman adalah seorang dari ketiga anak
dari Aśwawarman. Prasasti
ini juga menyebutkan bahwa pendiri keluarga kerajaan (vańśakrttā) adalah
Aśwawarman, dan bukan Kunduńga
yang dianggap sebagai raja pertama. Kunduńga
bukan nama sansekerta, mungkin ia seorang kepala suku penduduk asli yang belum
terpengaruh kebudayaan India, sedangkan Aśwawarman adalah nama yang berbau
India. Disebut pula nama Ańsuman
yaitu dewa matahari di dalam agama Hindu yang dapat menunjukkan bahwa
Mūlawarmman adalah penganut agama Hindu (Soekatno, 2010).
Prasasti ini juga memberikan informasi mengenai
kehidupan masyarakat ketika itu, dimana sebagian penduduk hidup dalam suasana
peradaban India. Sudah ada golongan masyarakat yang menguasai bahasa Sansekerta
yaitu kaum Brahmana (pendeta) yang mempunyai peran penting dalam memimpin
upacara keagamaan. Setiap yūpa yang
didirikan oleh Mūlawarmman sebagai peringatan bahwa ia telah memberikan korban
besar-besaran dan hadiah-hadiah untuk kemakmuran negara dan rakyatnya.
Sedangkan golongan lainnya adalah kaum ksatria yang terdiri atas kaum kerabat
Mūlawarmman. Diluar kedua golongan ini adalah rakyat Kutai pada umumnya yang
terdiri atas penduduk setempat, dan masih memegang teguh agama asli leluhur
mereka.
Kerajaan Tārumanāgara berkembang kira-kira
bersamaan dengan kerajaan Kutai pada abad V M, dan berlokasi di Jawa Barat
dengan rajanya bernama Pūrņawarman. Keberadaan kerajaan Tārumanāgara dapat
diketahui melalui 7 buah prasasti batu yang ditemukan di daerah Bogor, Jakarta,
dan Banten. Prasasti tersebut adalah prasasti Ciaruteun, Jambu, Kebon Kopi,
Tugu, Pasir Awi, Muara Cianten, dan Lebak. Prasasti itu ditulis dengan huruf
Pallawa dan berbahasa Sansekerta yang digubah dalam bentuk syair.
Agama yang melatari alam pikiran raja adalah agama
Hindu. Hal ini dapat diketahui karena pada prasasti Ciaruteun terdapat lukisan
2 tapak kaki raja yang diterangkan seperti tapak kaki Wisnu. Pada prasasti
Kebon Kopi ada gambar tapak kaki gajah sang raja yang disamakan sebagai tapak
kaki gajah Airawata. Pada prasasti Tugu disebutkan penggalian 2 sungai terkenal
di Punjab yaitu Candrabhaga dan Gomati. Maksud pembuatan saluran pada sungai
ini diperkirakan ada hubungannya dengan usaha mengatasi banjir (Poerbatjaraka,
1952). Dalam prasasti Jambu dijumpai nama negara Tarumayam dan sungai Utsadana.
Negara Tarumayam disamakan dengan
Tarumanagara, sedangkan Utsadana
identik dengan sungai Cisadane. Pada prasasti ini, Pūrņawarman disamakan dengan
Indra sebagai dewa perang serta memiliki sifat sebagai dewa matahari.
Selain 7 prasasti tersebut, di daerah ini juga
ditemukan arca-arca rajarsi dan disebutkan dalam prasasti Tugu serta
memperlihatkan sifat Wisnu-Surya. Akan tetapi Stutterheim berpendapat bahwa
arca tersebut adalah arca Siwa. Sedangkan arca Wisnu Cibuaya diduga mempunyai
persamaan dengan langgam seni Palla di India Selatan dari abad VII-VIII M.
Dari bukti tersebut dapat dikatakan bahwa Jawa
Barat telah menjadi pusat seni dan agama, dan sesuai pula denganberita Cina
yang mengatakan bahwa pada abad VII M terdapat negara bernama To-lo-mo yang berarti Taruma. Dari
peninggalan ini pila dapat diketahui bahwa agama yang dianut oleh para penguasa
setempat adalah agama Hindu aliran Wisnu. Bahkan raja dianggap sebagai titisan
dewa Wisnu yang memelihara kehidupan rakyat agar makmur dan tenteram. Pembuatan
dan penggalian 2 sungai untuk menahan banjir dan saluran irigasi menunjukkan
bahwa masa itu sudah mengenal tatanan masyarakat agraris.
Kutai
sebagai Kerajaan Hindu pertama di Indonesia, yang dibangun dengan kerja keras
dan kreatif. Kutai merupakan kerajaan bercorak Hindu, sehingga nilai-nilai
religius tertanam dalam masyarakat saat itu. Berdasar prasasti, kita bisa
melihat kebesaran Kerajaan Kutai. Sudah selayaknya, kita menghargai prestasi
pendiri Kutai.
Begitu
pula dengan sejarah Kerajaan Tarumanegara yang muncul sebagai Kerajaan Hindu
pada awal-awal perkembangan agama Hindu di Jawa, kebesaran dan bukti-bukti
peninggalan yang ada sampai sekarang patut menjadi contoh dan kebanggan
tersendiri bagi bangsa Indonesia. Dalam prosesnya, Tarumanegara yang akhirnya
berkembang menjadi wilayah yang sampai sekarang menjadi wilayah dan peranan
penting dalam konteks Indonesia modern selayaknya mampu kita jadikan kebanggan.
Bangga akan kebesaran kebudayaan Hindu-Buddha awal yang pernah berkembang di
Indonesia diharapkan mampu membangkitkan jiwa nasionalisme yang tinggi dari
masyarakat Indonesia.
2. Sriwijaya
Kerajaan Śrīwijaya
merupakan sebuah kerajaan di Sumatra yang sudah dikenal pada abad VII M. Bukti
keberadaan kerajaan Śrīwijaya adalah 6 prasasti yang ditemukan
tersebar di Sumatra Selatan dan pulau Bangka. Prasasti tertua ditemukan di
Kedukan Bukit (Palembang) berangka tahun 604 S (682 M) serta berhuruf pallawa
dan berbahasa Melayu Kuno. Menurut Krom, prasasti ini
dimaksudkan untuk memperingati pembentukan negara Śrīwijaya.
Namun Moens berpendapat lain bahwa prasasti ini untuk memperingati kemenangan Śrīwijaya
terhadap Malayu. Sementara Coedes (1964) menduga prasasti ini untuk
memperingati ekspedisi Śrīwijaya ke daerah seberang laut yakni
kerajaan Kamboja yang diperintah oleh Jayawarman. Sedangkan Boechari (1979)
berpendapat bahwa prasasti ini untuk memperingati usaha penaklukan daerah
sekitar Palembang oleh Dapunta Hyaŋ dan pendirian ibukota baru atau ibukota
kedua di tempat ini.
Prasasti lain yang penting adalah
Prasasti Kota Kapur yang ditemukan di Pulau Bangka dan berangka tahun 608 S
(686 M). Kata Śrīwijaya dijumpai pertama kali di dalam prasasti ini. Keterangan yang penting
adalah mengenai usaha Śrīwijaya untuk menaklukkan bhumi Jawa yang tidak
tunduk kepada Śrīwijaya. Coedes berpendapat bahwa pada saat
prasasti ini dibuat, tentara Śrīwijaya baru saja berangkat untuk
berperang melawan Jawa yaitu kerajaan Tāruma. Prasasti lain yang ditemukan di
Palembang adalah prasasti Talang Tuo dan Telaga Batu. Sementara di Jambi
ditemukan prasasti Karang Brahi dan di Lampung ditemukan prasasti Palas
Pasemah. Prasasti ini pada umumnya dipandang sebagai pernyataan kekuasaan Śrīwijaya.
Satu hal yang menjadi perdebatan
bagi para ahli adalah lokasi Sriwijaya. Berdasarkan prasasti dan berita Cina,
Coedes berpendapat bahwa Palembang adalah lokasi ibukota
Sriwijaya.
Pendapat ini mendapat dukungan dari Nilakanta Sastri, Poerbatjaraka, Slamet
Mulyana, Wolters, dan Bronson. Namun Bosch dan Majumdar berpendapat bahwa Śrīwijaya
harus dicari di pulau Jawa atau di daerah Ligor. Sementara
Quaritch Wales dan Rajani menempatkan Śrīwijaya di Chaiya atau Perak.
Berdasarkan rekonstruksi peta, berita Cina dan Arab, Moens sampai pada
kesimpulan bahwa Śrīwijaya mula-mula berpusat di Kedah kemudian berpindah ke
Muara Takus. Selanjutnya Soekmono melalui penelitian geomorfologi berkesimpulan
bahwa Jambi sebagai pusat lokasi Śrīwijaya. Sedangkan Boechari berpendapat
bahwa sebelum tahun 682 M ibukota Śrīwijaya ada di daerah Batang Kuantan,
setelah tahun 682 M berpindah ke Mukha Upang di daerah Palembang (Soekatno,
2010). Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa secara
geomorfologis pada awal masehi semenanjung malaya masih menyatu dengan pulau
Bangka dan Belitung, serta Sumatra masih belum sebesar sekarang sehingga
penempatan Palembang sebagai ibukota
dapat beralasan karena berada di mulut botol selat malaka sehingga sebagai
bandar dagang sangat strategis (Daldjoeni, 1984). Manguin secara arkeologis
kemudian dapat memperlihat bahwa ibukota ini telah berpindah dari Palembang ke
Jambi (Munoz, 2009).
Dari peningggalan prasasti dan berita Cina dapat diketahui
kebijakan penguasa Śrīwijaya. Kerajaan Śrīwijaya adalah sebuah kerajaan maritim
yang besar dan terlibat dalam perdagangan internasional. Śrīwijaya lebih mengembangkan suatu tradisi
diplomasi dan kekuatan militer untuk melakukan gerakan ekspedisioner. Disamping
prasati-prasasti yang berisi pujian kepada dewa-dewa dan pelaksanaan suatu
keputusan raja, sejumlah prasasti menunjukkan pada birokrasi dan berbagai
aturan untuk menjamin ketenangan dalam negeri. Hubungan antara Śrīwijaya
dengan negeri di luar Indonesia bukan hanya dengan Cina tapi juga dengan India.
Sebuah prasasti raja Dewapaladewā dari Benggala (India) pada abad IX M
menyebutkan tentang pendirian bangunan biara di Nalanda oleh raja
Balaputradewā, raja Śrīwijaya
yang menganut agama Buddha. Hal ini didukung berita dari I-tsing yang
mengatakan bahwa Śrīwijaya adalah pusat kegiatan agama Buddha.
Sriwijaya merupakan kerajaan besar yang bercorak Budha (religius).
Munculnya kerajaan Budha di Indonesia, menunjukkan bahwa telah ada toleransi
beragama sejak jaman dahulu. Kerajaan Hindu dan Buddha dapat hidup berdampingan
sebagai wujud adanya cinta damai.
3.
Mataram Hindu
Kerajaan Mataram dikenal dari
prasasti Canggal yang berasal dari halaman percandian di Gunung Wukir Magelang.
Prasasti ini berhuruf pallawa dan berbahasa sansekerta, serta berangka tahun
654 S (732 M). Isinya adalah memperingati didirikannya sebuah lingga (lambang Siwā) oleh raja Sanjaya
diatas bukit Kunjarākunjā di pulau Yawadwipā
yang kaya akan hasil bumi.
Yawadwipa mula-mula diperintah oleh raja Sanna yang bijaksana. Pengganti
Sanna yaitu raja Sanjaya, anak Sannaha, saudara perempuan raja Sanna. Ia adalah
seorang raja gagah berani yang telah menaklukkan raja-raja di sekelilingnya dan
raja yang ahli dalam kitab-kitab suci.
Mendirikan lingga adalah
lambang mendirikan atau membangun kembali suatu kerajaan. Sanjaya memang
dianggap Wamçakarta kerajaan Mataram. Hal ini juga terlihat dari
prasasti para raja yang menggantikannya, misal prasasti dari Balitung yang
memuat silsilah yang berpangkal dari Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Bahkan
ada pula prasasti yang menggunakan tarikh Sanjaya.
Kecuali prasasti Canggal tidak ada prasasti lain dari Sanjaya,
yang ada ialah prasasti-prasasti dari keluarga raja lain yaitu Syailendrawangsa.
Istilah
Syailendrawangsa dijumpai pertama kali di dalam prasasti Kalasan tahun 700 S
(778 M). Prasasti ini ditulis dengan huruf pra-nagari
dan berbahasa sansekerta. Isinya adalah pendirian bangunan suci bagi Dewi Tarā
dan sebuah biara bagi para pendeta oleh Maharaja
Tejahpurna Panaŋkaran. Bangunan tersebut adalah Candi Kalasan di Yogyakarta.
Rupa-rupanya keluarga Sanjaya ini terdesak oleh para Syailendra, tetapi masih
mempunyai kekuasaan di sebagian Jawa Tengah. Meskipun demikian masih ada
kerjasama antara keluarga Sanjaya dan Syailendra (Soekatno,
2010).
Tejahpurna Panaŋkaran adalah Rakai
Panaŋkaran, pengganti Sanjaya, seperti nyata dari prasasti Mantiyasih yang
dikeluarkan raja Balitung tahun 907 M. Prasasti ini bahkan memuat silsilah
raja-raja yang mendahului Balitung diawali dengan nama
Sanjaya.
Jelaslah bahwa pemerintahan
Sanjayawangsa berlangsung terus di samping pemerintahan Syailendrawangsa.
Keluarga Sanjaya beragama Hindu memuja Siwa dan keluarga Syailendra beragama
Buddha Mahayana yang sudah cenderung kepada Tantrayana. Demikian juga ada
kecenderungan candi-candi dari abad VIII dan IX yang ada di Jawa Tengah bagian
utara bersifat Hindu (Candi Dieng, Gedongsongo), sedangkan yang ada di Jawa
Tengah bagian selatan bersifat Buddha (candi Kalasan, Borobudur), maka daerah
kekuasaan keluarga Sanjaya adalah bagian utara Jawa Tengah dan Syailendra
adalah bagian selatan Jawa Tengah (Soekmono, 1985).
Pada pertengahan abad IX kedua
wangsa ini bersatu melalui perkawinan Rakai Pikatan dan Pramodawardani, raja
puteri dari keluarga Syailendra. Dalam masa pemerintahan Syailendra banyak
bangunan suci didirikan untuk memuliakan agama Buddha, antara lain candi
Kalasan, Sewu, dan Borobudur. Rakai Pikatan dari wangsa Sanjaya telah pula
mendirikan bangunan suci agama Hindu seperti candi Loro Jonggrang di Prambanan.
Mengenai wangsa raja-raja yang
berkuasa di kerajaan Mataram ini terdapat dua pendapat yang berbeda. Casparis
(1956) berpendapat bahwa sejak pertengahan abad VIII ada 2 wangsa raja yang
berkuasa yaitu wangsa Sanjaya yang beragama Siwa dan para pendatang baru dari
Funan yang menamakan dirinya wangsa Syailendra yang beragama Buddha Mahayana.
Pendapat Casparis tersebut ditentang oleh Poerbatjaraka. Menurut Poerbatjaraka
(1956), hanya ada satu wangsa saja yaitu wangsa Syailendra yang merupakan orang
Indonesia asli dan anggota-anggotanya semula menganut agama Siwa, tetapi sejak
pemerintahan Rakai Panangkaran menjadi penganut agama Buddha Mahayana, untuk
kemudian pindah lagi menjadi penganut agama Siwa sejak pemerintahan Rakai
Pikatan.
Pengganti Pikatan adalah Rakai
Kayuwangi yang memerintah tahun 856-886 M. Pengganti Kayuwangi adalah
Watuhumalang yang memerintah tahun 886-898 M. Kemudian menyusullah raja
Balitung (Rakai Watukura) yang memerintah tahun 898-910 M. Prasastinya terdapat
di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga dapat disimpulkan ia adalah raja
pertama yang memerintah kedua bagian pulau Jawa itu, mungkin kerajaan
Kanjuruhan di Jawa Timur telah ia taklukkan, mengingat ia dalam pemerintahan di
Jawa Tengah ada sebutan Rakryan Kanuruhan yaitu salah satu jabatan tinggi
langsung di bawah raja.
Raja-raja sesudah Balitung adalah Daksa (910-919 M), Tulodong
(919-924 M), kemudian Wawa (924-929 M). Sejak 929 M prasasti hanya didapatkan
di Jawa Timur dan yang memerintah adalah seorang raja dari keluarga lain yaitu
Sindok dari Isanawangsa. Beberapa teori dikemukakan di
antaranya mengemukakan bahwa perpindahan itu karena terjadi perang saudara,
namun ada pula teori dari van Beumellen yang menyatakan bahwa perpindahan tersebut
secara geomorfologis diakibatkan sebuah bencana hebat letusan gunung merapi di
Jawa Tengah sehinggamenimbulkan mahapralaya.
Sindok dianggap sebagai pendiri dinasti baru di Jawa Timur yaitu Isanawangsa. Istilah wangsa Isana
dijumpai dalam prasasti Pucangan tahun 963 S (1041 M) yang menyebut gelar
Sindok yaitu Sri Isanatungga. Rupanya kerajaan yang baru itu tetap bernama
Mataram, sebagaimana tertera dalam prasasti Paradah 865 S (943 M) dan prasasti
Anjukladang 859 S (937 M).
Kedudukan Mpu Sindok dalam keluarga raja Mataram memang
dipermasalahkan. Poerbatjaraka berpendapat bahwa Sindok naik tahta karena
perkawinannya dengan Pu Kbi, anak Wawa. Dengan demikian Pu Sindok adalah
menantu Wawa, Stutterheim membantah pendapat tersebut dengan mengatakan bahwa Mpu
Sindok adalah cucu Daksa. Bahkan Boechari (1962) mengemukakan bahwa Mpu Sindok
pernah memangku jabatan Rakai Halu dan Rakryan Mapatih I Hino yang menunjukkan
bahwa ia pewaris tahta kerajaan yang sah, siapapun ayahnya. Jadi tidak perlu
harus kawin dengan putri mahkota untuk dapat menjadi raja.
Pu Sindok memerintah mulai tahun
929-948 M. Ia meninggalkan banyak prasasti yang sebagian besar berisi penetapan
Sima. Dari prasasti tersebut dapat diketahui bahwa agama Sindok adalah Hindu.
Selama Sindok berkuasa terhimpun pula sebuah kitab suci agama Buddha yaitu Sang Hyang Kamahayanikan yang menguraikan ajaran dan ibadah
agama Buddha-Tantrayana.
Pengganti-pengganti Sindok dapat
diketahui pula dari prasati Pucangan yang dikeluarkan Airlangga. Demikianlah
Sindok digantikan anak perempuannya Sri Isana Tunggawijaya yang bersuamikan
raja Sri Lokapala. Mereka berputra Sri Makutawangsawarddhana. Mengenai kedua
raja pengganti Sindok tak ada suatu keterangan lain lagi, kecuali bahwa
Makutawangsawarddhana mempunyai seorang anak perempuan bernama
Gunapriyadharmmapatni atau Mahendradatta yang kawin dengan Udayana dari
keluarga Warmadewa dan memerintah di Bali. Mereka mempunyai anak bernama
Airlangga.
Pengganti Makutawangsawarddhana
adalah Sri Dhammawangsa Teguh Anantawikrama. Kemungkinan besar ia adalah anak
Makutawangsawarddhana, jadi saudara Mahendradatta yang menggantikan ayahnya
duduk di atas tahta kerajaan Mataram. Dalam masa pemerintahan Dharmawangsa,
kitab Mahabharata disadur dalam bahasa Jawa Kuno. Sementara itu dalam bidang
politik, Dharmawangsa berusaha keras untuk menundukkan Sriwijaya yang saat ini
merupakan saingan berat karena menguasai jalur laut India-Indonesia-Cina.
Politik DharmawangsaTeguh berambisi
meluaskan kekuasaannya ternyata mengalami keruntuhan. Prasasti Pucangan
memberitakan tentang keruntuhan itu. Disebutkan bahwa tak lama sesudah
perkawinan Airlangga dengan putri Teguh, kerajaan ini
mengalami pralaya pada tahun 939 S
(1017 M), yaitu pada waktu raja Wurawari menyerang dari Lwaram. Banyak pembesar
yang meninggal termasuk Dharmawangsa Teguh.
Prasasti Pucangan menyebutkan bahwa
Airlangga dapat menyelamatkan diri dari serangan Haji Wurawari, dan masuk hutan
hanya diikuti abdinya yang bernama Narottama. Selama di hutan Airlangga tetap
melakukan pemujaan terhadap dewa-dewanya. Maka pada tahun 941 S (1019 M) ia
direstui para pendeta Siwa, Buddha, dan Mahabrahmana sebagai raja dengan gelar
Rake Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa
(Soekmono, 1973).
Pada masa pemerintahannya, raja Airlangga
telah banyak mengeluarkan prasasti. Hal ini dikarenakan raja ini memerlukan
pengesahan atau legitimasi atas kekuasaannya dengan menciptakan leluhur (wangsakara).
Salah satu prasasti yang penting adalah prasasti Pucangan
atau Calcutta. Prasasti ini dikeluarkan Airlangga pada tahun 963 S (1041 M).
prasasti ini memuat silsilah raja Airlangga yang dimulai dari raja Sri Isana
Tungga atau Pu Sindok. Dengan silsilah ini, Airlangga ingin memperkokoh dan
melegitimasi kedudukannya sebagai pewaris sah atas tahta kerajaan Dharmmawangsa
Teguh dan benar-benar masih keturunan Pu Sindok.
Sebagaian besar masa pemerintahan Airlangga dipenuhi dengan
peperangan menaklukkan kembali raja-raja bawahannya, antara lain menyerang Haji
Wengker, Haji Wurawari, dan raja Hasin. Di bidang karya sastra, pada masa ini
telah dihasilkan kitab Arjunawiwaha yang merupakan gubahan Pu Kanwa.
Pada masa pemerintahan Airlangga, yang menjabat kedudukan Rakryan
Mahamantri I Hino (putra mahkota kerajaan) adalah seorang putri bernama Sri
Sanggrama Wijaya Dharmmaprasadottunggadewi, seperti disebutkan dalam prasasti
Cane, Munggut, dan Kamalagyan. Akan tetapi dalam prasasti Pucangan dan Pandan,
yang menjabat Hino adalah seorang laki-laki bernama Sri Samarawijaya
Dhamasuparnnawahana Tguh Uttunggadewa, anak laki-laki Dharmmawangsa Teguh yang
selamat dari pralaya menuntut haknya atas tahta kerajaan Mataram. Selanjutnya
Sanggramawijaya lebih memilih kehidupan sebagai pertapa di Kambang Sri karena
tidak menginginkan adanya perebutan kekuasaan yang mengarah pada perpecahan.
Diperkirakan ada adik Sanggramawijaya yang tidak dapat menerima keputusan itu
lalu bermaksud merebut kekuasaan.
Untuk menghindari perang saudara
maka Airlangga terpaksa membagi kerajaan menjadi dua. Samarawijaya sebagai
pewaris yang sah karena ia anak Dharmmawangsa Teguh mendapatkan kerajaan Pangjalu dengan ibukota yang lama yaitu Dahana Pura. Sedangkan anak Airlangga sendiri entah
Sanggramawijaya entah adiknya mendapat bagian kerajaan Janggala yang beribukota di Kahuripan.
Kerajaan
Mataram mempunyai peningggalan bangunan sejarah yang spektakuler yaitu
Borobudur dan Prambanan. Kita selayaknya menghargai prestasi, kerja keras dan
kreatifitas dari nenek moyang kita. Kedua candi tersebut juga sebagai
perwujudan nilai religius dan toleransi yang dikembangkan di Mataram. Antara
kerajaan bercorak Hindu dan Buddha dapat berdampingan dan mengembangkan
semangat cinta damai.
4.
Kadiri
dan Janggala
Berdasarkan pembagian kerajaan tersebut,
selanjutnya Boechari (1968) menyebut bahwa raja pertama Pangjalu yang
berkedudukan di Daha adalah Sanggramawijaya yang kemudian diambil alih oleh
Samarawijaya. Sedangkan kerajaan Janggala yang berkedudukan di Kahuripan
rajanya bernama Mapanji Garasakan, yang tidak lain adalah anak Airlangga, adik
Sanggramawijaya. Garasakan kemudian digantikan oleh Alanjung Ahyes, selanjutnya
digantikan oleh Samarotsaha.
Tampaknya setelah 3 orang raja Janggala tersebut di atas dan
setelah ada masa gelap selama kira-kira 60 tahun, yang muncul dalam sejarah
adalah kerajaan Kadiri dengan ibukotanya di Daha. Hal ini dapat dibuktikan dari
beberapa temuan prasasti batu yang sebagian besar ada di daerah Kediri.
Prasasti yang pertama adalah Prasasti Pandlegan tahun 1038 S (1117 M) yang
dikeluarkan oleh raja Sri Bameswara. Prasasti ini berisi tentang anugerah raja
Bameswara kepada penduduk desa Pandlegan (Boechari, 1968). Prasasti
lain yang dikeluarkan Bameswara adalah prasasti Panumbangan (1042 S), Geneng
(1050 S), Candi (1051 S), Besole (1051 S), Tangkilan (1052 S), dan Pagilitan
(1056 S). Berdasarkan data prasasti yang ada dapat diketahui bahwa raja
Bameswara memerintah antara tahun 1038-1056 S.
Setelah
pemerintahan raja Bameswara, muncul raja lain bernama Jayabaya. Hanya 3
prasasti yang telah ditemukan dari raja ini yaitu prasasti Hantang (1057 S),
Talang (1058 S), dan Jepun (1066 S) yang berisi tentang penetapan Sima. Cap
kerajaannya berupa Narasingha. Pada masa pemerintahan Jayabaya telah digubah
kakawin Bhatarayuddha pada tahun 1079 S (1157 M) oleh Mpu Sedah dan Mpu
Panuluh.
Raja
berikutnya adalah Sri Sarweswara. Dua prasastinya adalah prasasti Pandlegan II
(1081 S) dan Kahyunan (1082 S). pada tahun 1169 M muncul raja Sri Aryyswara.
Hanya dua prasasti yang ditemukan dari raja ini yaitu prasasti Waleri (1091 S)
dan prasasti Angin (1093 S). cap kerajaannya berupa Ganesa. Raja selanjutnya
adalah Sri Kroncaryyadipa. Satu-satunya prasasti yang ditemukan adalah prasasti
Jaring atau Gurit (1103 S). raja ini hanya memerintah kerajaan Kadiri selama 4
tahun (1181-1184 M). kemudian dijumpai nama raja Kameswara yang memerintah
Kadiri antara tahun 1184-1194 M. Ada dua prasasti dari raja ini yaitu prasasti
Semanding (1104 S) dan Ceker (1107 S). Pada masa pemerintahan Kameswara,
seorang pujangga bernama Mpu Darmaja berhasil menggubah kitab Smaradhahana.
Raja
Kadiri yang terakhir adalah Srengga atau Krtajaya. Raja ini memerintah antara
tahun 1194-1222 M. Ada 6 prasasti dari raja ini, yaitu prasasti Kemulan (1116
S), Palah (1119 S), Galunggung (1122 S), Biri (1124 S), Sumber Ringin Kidul
(1126 S), dan Lwadan (1127 S). Lencana kerajaan Kadiri yang dipakai Krtajaya
adalah Srenggalanchana. Prasati Palah
1119 S atau 1197 M terletak di pelataran percandian Panataran di Blitar.
Keberadaan candi ini ternyata merupakan sebuah bangunan kontinuitas yang
digunakan dari masa Kadiri hingga Majapahit, dan mungkin merupakan candi
kerajaan pada setiap masanya (Wahyudi, 2005).
Masa akhir kerajaan Kadiri dapat diketahui dari
beberapa sumber tertulis. Kerajaan Kadiri runtuh pada tahun 1144 S (1222 M).
Menurut Nagarakretagama (XL:3-4) Sri Ranggah Rajasa yang bertahta di Kutaraja,
ibukota kerajaan Tumapel pada tahun 1144 S menyerang raja Kadiri yaitu raja Sri
Krtajaya. Krtajaya kalah, kerajaan dihancurkan, dan ia melarikan diri ke gunung
yang sunyi. Sedangkan menurut Pararaton, raja Kadiri bernama Dandang Gendis
minta kepada para bhujangga Siwa dan
Buddha supaya menyembah kepadanya. Para bhujangga
menolak lalu melarikan diri ke Tumapel berlindung pada Ken Angrok. Para bhujangga
merestui Ken Angrok sebagai raja di Tumapel, kerajaannya bernama Singhasari
dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi. Lalu ia menyerang
Daha (Kadiri), dan raja Dandang Gendis dapat dikalahkan.
Dalam Nagarakretagama (XLIV:2) disebutkan pula
dengan ditaklukkannya Daha tahun 1222 M oleh Ken Angrok dari Tumapel, maka
bersatulah Janggala dan Kadiri sama-sama beraja di Tumapel (Singhasari). Kadiri
tidak dihancurkan, tetapi tetap diperintah oleh keturunan raja Krtajaya dengan
mengakui kepemimpinan Singhasari. Sejak tahun 1271 M Jayakatwang salah seorang keturunan
Krtajaya memerintah di Glang-Glang.
Perkembangan
sastra dan berbagai peninggalan budaya sejak masa Kerajaan Kadhiri menunjukkan
kreatifitas bangsa Indonesia. sikap yang mampu kita kembangkan sampai saat ini,
bahwa kerja keras dan kreatifitas bisa menghasilkan sebuah pertahanan hidup.
5.
Singhasari
Pada masa akhir kerajaan Kadiri, daerah Tumapel
merupakan suatu daerah yang dikepalai oleh seorang akuwu bernama Tunggul
Ametung. Daerah Tumapel ini termasuk dalam daerah kekuasaan raja Krtajaya
(Dandang Gendis) dari Daha (Kadiri). Kedudukan Tunggul Ametung menjadi akuwu
Tumapel berakhir setelah dibunuh oleh Ken Angrok, dan jandanya yang bernama KenDedes dikawininya. Ken Angrok kemudian menjadi
penguasa baru di Tumapel. Ken Angrok pula yang kemudian menaklukkan Dandang
Gendis dari Kadiri, dan kemudian menjadi maharaja di Singhasari.
Munculnya tokoh Ken Angrok ini kemudian
menandai lahirnya wangsa baru yaitu Rajasawangsa
atau Girindrawangsa. Wangsa inilah
yang berkuasa di Singhasari dan Majapahit. Ken Angrok memerintah Singhasari sejak 1222-1227 M dan tetap berkedudukan di
Tumapel atau secara resmi disebut Kutaraja.
Pemerintahan Rajasa berlangsung aman dan tentram.
Dari perkawinannya dengan Ken Dedes, Ken Angrok
memperoleh 4 orang anak, yaitu Mahesa Wonga Teleng, Panji Anabrang, Agnibhaya,
dan Dewi Rimbu. Dari istrinya yang lain yaitu Ken Umang, Ken Angrok mempunyai 4
orang anak yaitu Tohjaya, Sudahtu, Wregola, dan Dewi Rambi. Pada tahun 1227 M Ken Angrok dibunuh oleh seorang pengalasan
dari Batil atas suruhan Anusapati, anak tirinya sebagai balas dendam terhadap
pembunuhan ayahnya Tunggul Ametung. Dari kitab Pararaton diketahui bahwa
Anusapati bukanlah anak dari Ken Dedes dan Ken Angrok, tatapi anak Ken Dedes
dari Tunggul Ametung. Ken Angrok kemudian dicandikan di Kagenengan sebagai
Siwa. (Nagarakretagama, XXXVI:1-2) dan di Usana sebagai Buddha (Soekatno, 2010).
Sepeninggal Ken Angrok, Anusapati menjadi raja,ia memerintah tahun 1227-1248 M. Selama masa
pemerintahannya itu tidak banyak yang diketahui. Tetapi juga Tohjaya hendak
pula membalas dendam atas pembunuhan ayahnya, Ken Angrok oleh Anusapati.
Akhirnya pada tahun 1248 Anusapati dapat dibunuh oleh Tohjaya. Anusapati
kemudian didharmakan di candi Kidal. Didharmakan atau
dicandikan atau ridharma ring adalah
usaha untuk menghormati seorang raja yang telah mangkat dan dibuatkan candi
atau kuil pemujaan dengan menempatkan seorang dewa tertinggi sebagaimana dewa
yang dipuja oleh raja tersebut. Candi ini dibuat oleh para penerusnya setelah
melaksanakan upacara sraddha atau 12
tahun setelah kematiannya. Jadi candi bukan makam dari seorang raja dan
biasanya seorang raja dapat memiliki candi pendharmaannya.
Dengan meninggalnya Anusapati, Tohjaya kemudian
menggantikannya menjadi raja. Tohjaya hanya memerintah selama beberapa bulan
dalam tahun 1248. Pada masa pemerintahannya terjadi pemberontakan yang
dilakukan oleh orang-orang Rajasa dan Sinelir. Dalam penyerbuan itu Tohjaya
luka parah dan diungsikan ke Katang Lumbang. Akhirnya ia meninggal dan
dicandikan di Katang Lumbang.
Sepeninggal Tohjaya, pada tahun 1248 Ranggawuni
putra Anusapatti dinobatkan
menjadi raja dengan gelar Sri Jayawisnuwardana. Dalam menjalankan
pemerintahannya ia didampingi oleh Mahisa Campaka, anak Mahisa Wonga Teleng.
Kedua orang itu memerintah bersama bagaikan Wisnu dan Indra atau bagaikan dua naga dalam
satu liang. Pada tahun 1255 M Wisnuwarddhana mengeluarkan sebuah prasasti untuk
mengukuhkan desa Mula dan Malurung menjadi Sima. Di dalam prasasti tersebut ia
disebut dengan nama Nararyya Smining Rat. Sebelumnya, dalam tahun 1254
Wisnuwarddhana menobatkan anaknya Krtanagara sebagia raja, tetapi ia sendiri
tidak turun tahta tetapi memerintah terus untuk anaknya. Menurut Kakawin
Nagarakertagama (LXXIII:3) Wisnuwarddana meninggal pada tahun 1268, serta dicandikan
di Weleri sebagai Siwa dan di Jajaghu sebagai Buddha.
Sebelum tahun 1268, Kertanagara belum
memerintah sendiri sebagai raja Singhasari Pada waktu itu ia masih memerintah
di bawah bimbingan ayahnya, Raja Wisnuwarddhana sebagai rajamuda (rajakumara) di Daha. Setelah memerintah, raja Krtanagara
adalah seorang raja Singhasari yang sangat terkenal. Dalam bidang politik ia
terkenal sebagai seorang raja yang mempunyai gagasan perluasan Cakrawala
Mandala ke luar pulau Jawa. Di bidang keagamaan ia dikenal sebagai seorang
penganut agama Buddha Tantrayana.
Selama masa pemerintahannya, seluruh pulau Jawa
tunduk dibawah kekuasan raja Krtanagara. Bahkan pada tahun 1275 Krtanagara
mengirim ekspedisi untuk menaklukan Malayu. Namun demikian raja Krtanagara juga
menjaga hubungan politik yang baik dengan wilayah yang lain. Ia menjaga
hubungan politik dengan Jayakatwang yaitu dengan jalan mengambil anaknya yang
bernama Arddharaja sebagai menantunya dan memberikan anaknya yang bernama
Turukbali menjadi istri raja Jayakatwang yang sebenarnya bertekad akan membalas
dendam kematian leluhurnya oleh leluhur raja Krtanagara.
Menurut Pararaton bahwa dalam usaha meruntuhkan
Kerajaan Singhasari itu, Jayakatwang mendapat bantuan dari Arya Wiraraja,
Adipati Sumenep yang telah dijauhkan dari kraton oleh raja Krtanegara. Serangan
Jayakatwang dilancarkan pada tahun 1292. kitab Pararaton menceritakan bahwa
tentara Kadiri dibagi dua, menyerang dari dua arah, pasukan yang menyerang dari
arah utara ternyata hanya untuk menarik pasukan Singhasari dari arah kraton.
Siasat itu berhasil setelah pasukan Singhasari dibawah pimpinan Raden Wijaya
(anak Lembu Tal, cucu Mahisa Campaka) dan Arddharaja (anak Jayakatwang)
menyerbu ke utara, maka pasukan Jayakatwang yang menyerang dari arah selatan
menyerbu ke kraton, dan dapat membunuh raja Kertanegara. Dengan gugurnya raja
pada tahun 1292,
seluruh kerajaan Singhasari dikuasai oleh Jayakatwang. Raja Krtanegara kemudian
didharmakan di candi Singosari sebagai Bhairawa, candi Jawi sebagai
Siwa-Buddha, dan di Sagala sebagai Jina (Soekmono, 1985).
Sejarah Kerajaan Singhasari dianggap sebagai salah satu proses
perkembangan politik modern, semangat pantang menyerah dapat dikembangkan
menjadi jiwa integritas yang tinggi bagi generasi penerus bangsa. Nilai-nilai
yang dapat diambil dari perkembangan sejarah Kerajaan Singhasari yang cukup
diwarnai banyak konflik internal dan eksternal sebaiknya mampu menjadi
pembelajaran yang berharga, bagaimana peristiwa sejarah sebaiknya menjadi
hikmah bagi pembentukan karakter anak bangsa. Mengambil nilai-nilai positif dan
meninggalkan hal yang negatif mampu dikemas dalam pembelajaran Sejarah
Indonesia.
6.
Majapahit
Setelah penguasa Singhasari terakhir (raja
Krtanegara) gugur karena serangan Jayakatwang, Singhasari berada di bawah kekuasaan
raja Kadiri Jayakatwang. Raden Wijaya yang juga menantu Raja Krtanegara
kemudian berusaha untuk merebut kembali kekuasaan nenek moyangnya dari tangan
raja Jayakatwang dengan bantuan Adipati Wiraraja dari Madura, serta
memanfaatkan kedatangan tentara Khubilai Khan yang sebenarnya dikirim untuk
menyerang Singhasari dalam menyambut tantangan raja Krtanegara yang telah
menganiaya utusannya Meng-Chi. Demikianlah maka dengan kedatangan tentara
Khubilai Khan tercapailah apa yang dicita-citakan oleh Wijaya, yaitu runtuhnya
Daha. Setelah Wijaya berhasil mengusir tentara Mongol, maka dirinya dinobatkan
menjadi raja Majapahit pada tahun 1215 S (1293 M) dengan gelar Sri Krtarajasa
Jayawardhana. Raja ini kemudian meninggal pada tahun 1309 M serta dicandikan di
Antahpura sebagai Jina dan di Simping sebagai Siwa.
Sepeninggal Krtarajasa, putranya Jayanagara
dinobatkan menjadi raja Majapahit. Pada masa pemerintahannya ia dirongrong oleh
serentetan pemberontakan. Dalam pemberontakan Kuti tahun 1319 M muncul seorang
tokoh yang kemudian akan memegang peranan penting dalam sejarah Majapahit yaitu
Gajah Mada. Dalam Pararaton diceritakan bahwa pada pada tahun 1328 M Raja
Jayanagara meninggal dibunuh seorang tabib bernama Tanca. Selanjutnya menurut
Nagarakretagama (XLVIII:3) Raja Jayanagara dicandikan dalam pura di Sila Petak
dan Bubat sebagai Wisnu, serta di Sukhalila sebagai Amoghasiddhi.
Raja Jayanagara tidak mempunyai keturunan, maka
sepeninggalnya pada tahun 1328 M, ia digantikan oleh adik perempuannya yaitu
Bhre Kahuripan. Ia dinobatkan menjadi raja Majapahit dengan gelar
Tribuwanottunggadewi Jayawisnuwardhani. Dari kakawin Nagarakretagama (XLIX:3)
diketahui bahwa dalam masa pemerintahannya telah terjadi pemberontakan di
Sadeng dan Keta pada tahun 1331 M. Pemberontakan ini dapat dipadamkan oleh
Gajah Mada, setelah peristiwa Sadeng ini, kitab Pararaton menyebutkan sebuah
peristiwa yang kemudian menjadi amat terkenal dalam sejarah yaitu Sumpah Palapa
Gajah Mada. Pada tahun 1350 M Tribhuwana mengundurkan diri dari pemerintahan
dan digantikan oleh anaknya Hayam Wuruk. Pada tahun 1372 M Tribhuwana meninggal
dan didharmakan di Panggih (Soekatno, 2010).
Pada tahun 1350 M, putra mahkota Hayam Wuruk
dinobatkan menjadi raja Majapahit dengan gelar Sri Rajasanagara. Dalam menjalankan
pemerintahannya ia didampingi oleh Gajah Mada yang menduduki jabatan patih
Hamangkubhumi. Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk inilah kerajaan Majapahit
mengalami puncak kebesarannya. Untuk menjalankan politik Indonesianya, satu
demi satu daerah-daerah yang belum bernaung di bawah panji kekuasaan Majapahit
ditundukkan dan dipersatukan oleh Hayam Wuruk. Akan tetapi politik Majapahit itu berakhir sampai tahun 1357 M dengan
terjadinya peristiwa Bubat, yaitu perang antara orang Sunda dan Majapahit.
Dalam masa pemerintahannya, Hayam Wuruk sering
mengadakan perjalanan keliling daerah-daerah kekuasaannya yang dilakukan secara
berkala. Pada masa ini bidang kesusastraan sangat maju. Kitab Nagarakretagama
yang merupakan kitab sejarah tentang Singhasari dan Majapahit berhasil dihimpun
dalam tahun 1365 oleh Prapanca. Sedangkan pujangga Tantular berhasil menggubah
cerita Arjunawiwaha dan Sutasoma.
Selanjutnya dalam kitab Pararaton (XXX:24)
disebutkan bahwa pada tahun 1311 S (1389 M) Raja Hayam Wuruk meninggal
dunia, namun tempat
pendharmaannya tidak diketahui. Sepeninggal Hayam Wuruk, tahta kerajaan
Majapahit dipegang oleh Wikramawarddhana. Ia adalah menantu dan keponakan Raja
Hayam Wuruk yang dikawinkan dengan putrinya bernama Kusumawarddhani.
Wikramawarddhana mulai memerintah tahun 1389 M. Pada tahun 1400 M ia
mengundurkan diri dari pemerintahan dan menjadi seorang pendeta.
Wikramawarddhana kemudian mengangkat anaknya yang bernama Suhita untuk
menggantikannya menjadi raja Majapahit.
Diangkatnya Suhita di atas tahta kerajaan
Majapahit ternyata telah menimbulkan pangkal konflik di Majapahit, yaitu
timbulnya pertentangan keluarga antara Wikramawarddhana dan Bhre Wirabhumi.
Pada tahun 1404 M persengketaan itu makin memuncak, dan muncul huru hara yang
dikenal dengan nama Perang Paregreg. Dari Pararaton disebutkan bahwa dalam
Perang Paregreg akhirnya Bhre Wirabhumi berhasil dibunuh Bhre Narapati. Walaupun Bhre Wirabhumi sudah
meninggal, peristiwa pertentangan keluarga itu belum reda juga. Bahkan
peristiwa terbunuhnya Bhre Wirabhumi telah menjadi benih balas dendam dan
persengketaan keluarga itu menjadi berlarut-larut.
Masa pemerintahan Suhita berakhir dengan
meninggalnya Suhita pada tahun 1447 M. Ia didharmakan di Singhajaya. Oleh
karena Suhita tidak memiliki anak, maka tahta kerajaan diduduki oleh adiknya
yang bernama Bhre Tumapel Dyah Kertawijaya. Ia tidak lama memerintah. Pada
tahun 1451 M ia meninggal dan didharmakan di Krtawijaya pura.
Dengan meninggalnya Kertawijaya, Bhre Pamotan
menggantikannya menjadi raja dengan gelar Sri Rajasawarddhana,ia memerintah hampir 3 tahun lamanya. Pada tahun
1453 M ia meninggal dan didharmakan di Sepang. Menurut Pararaton sepeninggal
Rajasawarddhana selama 3 tahun (1453-1456 M) Majapahit mengalami masa
kekosongan tanpa raja (interregnum). Baru pada tahun 1456 M tampillah
Dyah Suryawikrama Girisawarddhana menduduki tahta. Ia memerintah selama 10
tahun (1456-1466 M). Pada tahun 1466 M ia meninggal dan didharmakan di Puri
(Soekmono, 1985).
Sebagai penggantinya kemudian Bhre Pandan Salas
diangkat menjadi raja. Setelah Bhre Pandan Salas meninggal, kedudukannya
sebagai raja Majapahit digantikan oleh anaknya Girindrawarddhana Dyah
Ranawijaya. Sebelum menjadi raja Majapahit, Ranawijaya berkedudukan sebagai Bhattara
i Kling. Pada masa pemerintahannya ia tidak berkedudukan di Majapahit,
melainkan tetap di Kling karena Majapahit di duduki Bhre Krtabhumi. Pada tahun
1478 M Ranawijaya melancarkan serangan terhadap Bhre Krtabhumi. Dalam perang
tersebut Ranawijaya berhasil merebut kembali kekuasaan Majapahit dari tangan
Bhre Krtabhumi, dan Krtabhumi gugur di Kadaton (Djafar, 2009).
Mengenai masa akhir kekuasaan Majapahit dapat
diketahui dari beberapa sumber sejarah yang ada. Serat Kanda dan Pararaton menyebutkan bahwa kerajaan Majapahit runtuh pada
tahun 1400 S (1478 M). Saat keruntuhannya itu disimpulkan dalam candra sengkala
”sirna-ilang-kertaning-bumi”, dan
disebutkan pula bahwa keruntuhannya itu dikarenakan serangan dari kerajaan
Islam Demak. Berdasarkan bukti sejarah ternyata bahwa pada saat itu kerajaan
Majapahit belum runtuh benar dan masih berdiri untuk beberapa waktu yang cukup
lama lagi. Rajanya bernama Dyah Ranawijaya yang bergelar Girindrawarddhana.
Bahkan berita Cina dari dinasti Ming (1368-1643 M) masih menyebutkan adanya
hubungan diplomasi antara Majapahit dengan Cina pada tahun 1499 M.
Dari Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda diketahui
bahwa antara 1518-1521 M di Majapahit telah terjadi suatu pergeseran politik,
yaitu kekuasaan Majapahit telah beralih dari tangan penguasa Hindu ke tangan
Adipati Unus (Pangeran Sabrang Lor) penguasa Islam dari Demak. Demikian
Majapahit telah ditaklukkan dan dikuasai Pati Unus dari Demak (Graaf &
Pigeaud, 1974). Penguasaan Majapahit oleh Demak itu dilakukan oleh Adipati Unus, anak Raden Patah
sebagai tindakan balasan Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya yang telah
mengalahkan kakeknya yaitu Krtabhumi (Djafar, 2009).
Kerajaan
Majapahit dengan segala proses dan polanya, diharapkan menjadi contoh bagi
perkembangan sejarah Indonesia modern. Nilai-nilai religius, semangat nasionalisme
dan sikap tanggungjawab sebagai warga negara diharapkan mampu dilestarikan dan
dijadikan contoh bagi generasi penerus bangsa.
Keteladanan
terhadap tokoh-tokoh pendiri bangsa sejak masa Hindu-Buddha di Indonesia patut
kita jadikan tauladan. Sisi positif bisa kita kembangkan sedangkan sisi negatif
merupakan proses menjadikan diri kita sebagai pribadi yang lebih profesional
dalam menyikapi berbagai masalah. Bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghargai perkembangan dan jasa-jasa para pendiri bangsa.
D.
Aktivitas
Pembelajaran
LK 4.1 Beberapa permasalahan
materi Sejarah Indonesia Kuna dalam Pembelajaran Sejarah
Petunjuk penyelesaian:
1. Cermati setiap permasalahan pada mata diklat Sejarah Indonesia Kuna
berikut
2. Diskusikan bersama kelompok anda
3. Tuliskan hasil diskusi pada ketentuan yang diberikan fasilitator
4. Kirimkan hasilnya sebagai tugas kelompok pada alamat email yang
disampaikan fasilitator
Permasalahan
1. Berilah rasionalisasi
kekuatan dan kelemahan teori masuknya agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia!
Jelaskan disertai bukti prasasti atau sumber yang pernah ditemukan!
_______________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
2. Konsep Nusantara sebenarnya
sudah pernah diutarakan oleh Kertanegara (1269-1292 Masehi) dalam prasasti
Camundi (1214 Saka/1292 Masehi) dengan bunyi “(œ)rî (ma)hâraja digwijaya ring sakaloka manuluyi sa(kala dwipantara)...
“ yang diartikan (Sri Maharaja penakluk seluruh dunia, menguasai pulau-pulau
lain ...), konsep ini kemudian dilanjutkan Gajahmada dengan sumpah palapanya.
Apa nilai yang dapat diambil dari konsep awal persatuan ini apabila dianalogkan
dengan kondisi akan adanya disintegrasi wilayah Indonesia dan bagaimana peran
guru menginternalisasi makna persatuan ini pada pembelajaran sejarah!
_________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________
E. Penilaian
Pilihlah jawaban yang anda
anggap paling benar.
1. Majapahit selain sebagai kerajaan agraris juga mengembangan maritim, hal
ini dapat dibuktikan dengan ....
A.
Banyaknya nama kerajaan sahabat dalam
diplomasi internasional
B.
Terdapat pelabuhan Hujung Galuh di
muara Sungai Brantas
C.
Penaklukan berbagai tempat sebagai
wujud sumpah palapa Mpu Mada
D.
Kebudayaan Panji menyebar hingga ke
daratan Indocina
2.
Asal-usul ayah Ken Angrok agak sulit dicari dalam sumber
sejarah, namun ada sedikit informasi dari Pararaton dan diperkuat prasasti
Mula-Malurung, yaitu anak dari sang amawa bhumi. Tafsiran Boechari
terhadap kata-kata amawa bhumi dari konteks prasasti Mula-Malurung bahwa sang amawa bhumi
adalah ....
A.
penguasa yang tidak tersentuh yaitu Tunggul Ametung
B.
penguasa yang maha
ditakuti yaitu Dewa Siwa
C.
penguasa awal
kehidupan yaitu Dewa Brahma
D.
penguasa seluruh kerajaan yaitu Kertajaya
F.
Referensi
Boechari. 1968. Sri Maharaja
Mapanji Garasakan. Majalah Ilmu-Ilmu
Sastra Indonesia IV (1-2) : 1-26.
Daljoeni, N. 1984.Geografi
Kesejarahan II (Indonesia). Bandung: Penerbit Alumni.
Djafar, H. 1978. Masa Akhir Majapahit: Girindrawarddhana dan
Masalahnya.Depok: Komunitas Bambu.
Lombard, D. 2003. Nusa Jawa: Silang Budaya 3 jilid. Buku ke III: Warisan
Kerajaan-kerajaan Konsentris. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Munandar, Agus Aris. 2004. Mitra Satata; Kajian Asia Tenggara Kuna. Jakarta:
Wedatama Widya Sastra.
Munoz, P. M. 2009. Kerajaan-kerajaan
Awal Kepulauan Indonesia dan Semenanjung Malaysia: Perkembangan Sejarah dan
Budaya Asia Tenggara (Jaman Prasejarah-Abad XVI). Yogyakarta: Mitra Abadi.
Poerbatjaraka, R.M. Ng. 1952. Riwayat Indonesia I. Jakarta:
Pembangunan.
Soekatno, S.H. (ed). 2010. Sejarah
Nasional Indonesia jilid II: Zaman Kuno. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan bekerjasama dengan Balai Pustaka.
Soekmono, R. 1985. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2.
Yogyakarta: Kanisius.
Soemadio, B. 1994. Sejarah Nasional Indonesia jilid II. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan bekerjasama dengan Balai Pustaka.
Suud, A. 1988. Sejarah
Asia Selatan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Wahyudi, D.Y. 1997. Pemujaan
Dewi Śrī pada Masyarakat Jawa Kuna (X-XVIM) dan Tradisinya. Skripsi tidak
diterbitkan. Malang: IKIP Malang.
___________. 2005. Rekonstruksi Keagamaan Candi Panataran pada
Masa Majapahit. Tesis tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia.
V.
Sejarah Indonesia Baru
A.
Kompetensi
B.
Indikator
Pencapaian Kompetensi
·
Menganalisis perkembangan kerajaan
Islam Awal di Indonesia
·
Menganalisis perlawanan rakyat
Indonesia terhadap
kolonialisme dan imperialisme
C.
Uraian
Materi
1. Perkembangan Kerajaan
Islam Awal di Indonesia
Perkembangan
Islam di Indonesia mulai abad ke-13 menunjukkan intensitas yang tinggi,
munculnya Samudra Pasai sebagai kerajaan Islam di Indonesia telah menunjukkan
bukti pengaruh Islam pada sistem kemasyarakatan secara konkrit, yang dalam
konteks ini adalah sistem politik dan pemerintahan. Dipergunakan gelar Sultan untuk raja merupakan bukti adanya
pengaruh Islam dalam sistem pemerintahan. Demikian juga dengan diperkenalkannya
jabatan penghulu dalam struktur pemerintahan di Kraton Demak menunjukkan bahwa
Islam telah mempengaruhi pola dan tatanan pemerintahan kerajaan-kerajaan di
Indonesia (Sjamsulhuda, 1987).
Di
Sumatera Barat Islam memperkaya norma-norma adat, pepatah yang mengatakan bahwa
“adat bersendi sara, dan sara bersendikan
kitabullah” merupakan pengakuan masyarakat Sumatera Barat tentang perlunya
norma-norma adat yang tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang
ditetapkan Islam (Hamka, 1981). Di Jawa diadakan upacara grebeg Maulud yang
memadukan antara upacara adat dengan dakwah Islam. Demikian pula di berbagai
tempat di Indonesia, banyak upacara adat memiliki latar belakang terkait dengan
paham-paham tertentu dalam Islam. Misalnya kenduri
bubur sura, Asan-usen tabut, Kanji Asura, dsb.
Di
bidang keagamaan sebagaimana telah dibahas dalam uraian di atas bahwa tasawuf
memiliki pengaruh yang cukup penting. Banyak ritual keagamaan masyarakat yang
didasarkan atas ajaran tarekat, tokoh-tokoh tarekat seperti Hamsah Fansuri,
Abdur Rauf Singkel, Nuruddin Ar Raniri menjadi rujukan masyarakat dalam
menjalankan ritual keagamaan. Mereka adalah pengembang tarekat yang mendapat
banyak pengikut di Sumatera. Di Jawa pada Wali menggunakan berbagai saluran
kesenian untuk mengembangkan Islam, yang sangat popular adalah Sunan Kalijaga
yang mampu mempengaruhi pertunjukkan wayang menjadi sarana dakwah yang efektif.
Bukti
fisik tentang masuknya pengaruh Islam adalah pada bidang seni bangunan
(arsitektur) dan seni sastra. Seni bangunan yang merupakan bukti adanya
pengaruh Islam adalah Masjid, bangunan tempat shalat bagi umat Islam. Dalam
bangunan Masjid jelas sekali adanya pengaruh Islam di dalamnya (Soekmono,
1985). Selain bangunan masjid, bentuk bangunan yang terpengaruh Islam adalah
makam. Ragam hias dan bentuk nisan memberikan bukti adanya pengaruh Islam.
Nisan Fatimah binti Maimun di Leran Gresik, makam Al Malikus Saleh, dan Troloyo
menunjukkan bukti bahwa Islam berpengaruh dalam seni bangunan. Hasil seni ukir
sebagaimana yang terdapat dalam relief di Masjid Mantingan, seni ukir kayu di
Cirebon. Bukti pengaruh Islam pada seni sastra sangatlah banyak. Di Sumatera
muncul karya sastra yang berbentuk hikayat, syair, tambo, dan silsilah. di Jawa
muncul karya berbentuk Suluk, babad, tembang, dan kitab (Soekmono, 1985).
Dalam
perilaku keagamaan ajaran tasawuf dapat diterima di Indonesia karena dapat
menemukan titik temu dengan kepercayaan masyarakat terdahulu, sehingga dalam
perkembangan Islam di masyarakat bentuk-bentuk ritual tasawuf sangat mewarnai
perilaku keagamaan masyarakat. Beberapa tarekat berkembang di Indonesia dengan baik,
antara lain tarekat Qodiriyah, Naqsabandiyah, Satariyah, Rifaiyah, Qodiriyah wa
Naqsabandiyah, Syadziliyah, Khalwatiyah, dan Tijaniyah (Kartodirjo,
Poesponegoro, Notosusanto, 1975). Beberapa tarekat bahkan sampai sekarang masih
berkembang di tengah-tengah masyarakat.
a. Peurlak
Masyarakat
Islam di Indonesia mulai mampu menata sebuah pemerintahan berbentuk kerajaan
pada abad ke-10 sebagaimana tampak pada munculnya kerajaan Peurlak. Raja
pertama kerajaan Peurlak adalah Alaidin Sayyid Maulana Aziz Syah, akan tetapi
masa kekuasaannya tidak banyak diketahui.
Kerajaan
Peurlak sempat pecah menjadi dua. Satu berada di pedalaman dengan pusatnya di
Tonang, dan satunya di daerah pesisir di Bandar Khalifah. Karena pecah menjadi
dua maka kekuasaannya menjadi kecil dan bahkan tidak lagi disebut sebagai
kerajaan. Perjalanan sejarah kerajaan Peurlak diwarnai dengan berbagai
peperangan termasuk perang dengan Sriwijaya. Raja terakhir Muhammar Amir Syah
mengawinkan putrinya dengan Malik Saleh. Malikus Saleh kemudian mendirikan
kerajaan Samudera Pasai (Harun, 1995). Kerajaan Peurlak masih eksis sampai
tahun 1296 M.
b. Samudera Pasai
Kerajaan
Samudera Pasai didirikan oleh Malikus Saleh. Masa kekuasaannya diperkirakan
tidak lama berdasarkan informasi dari tulisan di batu nisan makamnya, ia
meninggal tahun 1297 M. Walaupun masa kekuasaannya pendek Malikus Saleh dikenal
sebagai Sultan yang bijaksana. Setelah Malikus Saleh wafat, kerajaanSamudera
Pasai dipegang oleh Malik Az-Zahir I yang berkuasa pada 1297-1326 M. Pada masa
pemerintahannya tidak banyak yang diungkapkan karena kelangkaan sumber. Malik
Az-Zahir I kemudian diganti dengan Al Malik Az-Zahir II.
Catatan
perjalanan dari Ibnu Batutah menjelaskan bahwa Az-Zahir II merupakan orang yang
taat dengan agama Islam dan bermazhab Syafii. Az-Zahir II juga sangat giat
untuk mengislamkan daerah sekitarnya, sehingga Ibnu Batutah menjelaskan bahwa
Az-Zahir II adalah seorang ulama yang menjadi Raja (Hamka, 1981). Samudera
Pasai menjadi salah satu pusat perkembangan mazhab Syafii.
Az-Zahir
II wafat dan digantikan oleh putranya yang masih kecil bernama Zainal Abidin.
Pada masa kekuasaan Zainal Abidin, Pasai mendapat serangan dua kali yakni dari
Siam dan Majapahit, sehingga kerajaan Samudera Pasai sangat lemah. Dalam
kondisi demikian datanglah laksamana Cheng Ho yang meminta agar Samudera Pasai
mengakui perlindungan Tiongkok, dengan demikian Samudera Pasai akan dibela bila
diserang oleh negara lain. Sepeninggal Zainal Abidin kondisi Samudera Pasai
semakin lemah, di sisi lain Malaka mulai berkembang menjadi bandar yang besar.
Kapal-kapal dagang lebih memilih bersandar ke Malaka daripada ke Samudera
Pasai, sehingga Samudera Pasai lambat laut tenggelam dengan sendirinya.
c. Aceh Darussalam
Kerajaan
Aceh Darussalam adalah kelanjutan dari Samudera Pasai yang bersatu dengan
daerah sekitarnya, kerajaan ini berdiri pada awal abad ke-16 bersamaan dengan
datangnya armada Portugis ke Malaka. Raja yang pertama adalah Alaudin Ali
Mughayat Syah dengan ibukota Banda Aceh. Banda Aceh saat itu tidak sekedar
pusat kegiatan politik, tetapi ilmu pengetahuan dan bandar transit di Asia
Tenggara. Perkembangan kerajaan ini tidak dapat dijelaskan karena kekurangan
dan ketiadaan sumber yang dapat digunakan.
d. Ternate dan Tidore
Wilayah
kepulauan Maluku sebelum berkembangnya agama Islam terdiri atas empat kerajaan
yakni Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo. Maluku sebagai pusat rempah-rempah
dipastikan menjadi tujuan para pedagang yang berlayar antarpulau di kepulauan
Indonesia. Dengan demikian Islam berkembang di Maluku melalui saluran
perdagangan, dan diperkirakan terjadi pada abad ke-15 M. Hamka dengan
menggunakan sumber Portugis menjelaskan bahwa di antara empat kerajaan yang
ada, Ternate yang mula-mula memeluk agama Islam. Dari sumber lisan disebutkan
tokoh yang mengislamkan Ternate bernama Datuk Maulana Husin. Raja pertama yang
memeluk agama Islam bernama Gapi Baguna, setelah memeluk Islam bernama Marhum
dengan gelar Sultan. Sultan Marhum berkuasa dari tahun 1465 sampai wafatnya
tahun 1486. Berdasar pada tahun dan saluran yang dipergunakan dalam islamisasi
di Maluku maka dapat diketahui bahwa pembawa agama Islam di Maluku adalah orang
Melayu, Parsi, dan Arab. Berdasar pada sumber lisan maka penyebaran agama Islam
di Maluku juga dilakukan oleh para mubaligh.
Sultan
Marhum digantikan putranya yang bernama Zainal Abidin pada tahun 1495. Sultan
Zainal Abidin sempat memperdalam agama Islam di Giri Jawa Timur. Hal ini telah
meningkatkan hubungan antara Jawa (Giri, Gresik) dengan Hitu Ambon. Pada masa
kepemimpinan Sultan Zainal Abidin, Portugis juga telah sampai di Maluku. Dengan
berbagai siasat Portugis berhasil memonopoli perdagangan rempah-rempah di
Maluku, hal ini menyebabkan kalangan rakyat Ternate menjadi tertekan. Sultan
Ternate kemudian mengadakan perlawanan terhadap Portugis, perlawanan
berlangsung dipimpin oleh:
1. Sultan Zainal Abidin
2. Sultan Sirullah
3. Sultan Khairun
4. Sultan Baabullah
Sultan Baabullah akhirnya berhasil
mengusir Portugis dari Ternate, tetapi belum berhasil mengusir Portugis dari
seluruh kepulauan Maluku.
Di
Tidore raja yang pertama memeluk Islam adalah Kolano Cirililiati yang
diislamkan oleh seorang mubaligh Arab yang datang ke Tidore bernama Syech
Mansyur (Hamka, 1981:218). Setelah masuk Islam Kolano Cirililiati berganti nama
Sultan Jamaluddin. Sumber Portugis memberikan informasi bahwa Islam datang ke
Tidore kurang lebih 30 tahun sebelum Ternate. Informasi dari sumber Spanyol
menyatakan bahwa ketika Spanyol sampai di Maluku, Islam telah ada di Tidore
kurang 50 tahun sebelumnya. Sultan Jamaluddin digant oleh putranya bernama
Sultan Mansyur, tetapi perkembangan kerajaan Islam Tidore tidak banyak membantu
Ternate untuk melawan Portugis. Tidore dan Ternate pada abad ke-16 hingga
pertengahan abad ke-17 menjadi daerah konflik, baik antara penguasa lokal
maupun Kolonial Portugis, Spanyol, dan Belanda. Belanda akhirnya keluar sebagai
pemenang.
e. Demak
Kerajaan
Demak didirikan oleh Raden Patah, seorang putra Majapahit dari istri seorang
putri Cina hadiah dari Raja Palembang. Raden Patah mulai berkuasa tahun 1478
dengan pusat pemerintahan di Demak Bintoro, pesisir utara Jawa Tengah. Dalam
menjalankan pemerintahannya Raden Patah didampingi dewan wali yang dikenal
sebagai Wali Songo. Wali Songo inilah yang nantinya berjasa mengislamkan Jawa
sampai daerah pedalaman.
Demak
berhasil menggantikan posisi Majapahit sebagai kerajaan yang berpengaruh di
Jawa, karena Majapahit hancur setelah terjadi peperangan antara Kertabumi dan
Girindrawardana. Perkembangan Islam di Jawa secara intensif terjadi pada masa
kerajaan Demak.
Raden
Patah digantikan putranya yakni Adipati Unus yang dikenal juga dengan nama
Pangeran Sabrang Lor. Adipati Unus pernah membawa ekspedisi ke utara untuk
menyerang Portugis di Malaka, tetapi usahanya gagal. Adipati Unus hanya
berkuasa dalam masa yang pendek dari tahun 1518 M sampai tahun 1521 M. Adinya
yang bernama Trenggono kemudian menggantikan Adipati Unus, karena Adipati Unus
tidak punya anak. Sultan Trenggono kemudian meneruskan jejak pendahulunya untuk
mengislamkan tanah Jawa.
Sultan
Trenggono mengutus Syarif Hidayatullah untuk mengislamkan wilayah Jawa bagian
Barat, maka ditundukkanlah Pajajaran, Cirebon, Banten, dan juga Sunda Kelapa
(kemudian diubah menjadi Jayakarta). Beberapa putrinya dikawinkan dengan
beberapa Adipati, sehingga wilayah kedaulatan Demak semakin luas. Hanya wilayah
Jawa Timur bagian Timur yang belum berhasil diislamkan, maka Sultan Trenggono
sendiri yang memimpin ekspedisi tersebut, akan tetapi ekspedisi ini gagal dan
Sultan Trenggono meninggal. Terjadi kekacauan politik di Demak siapa yang
menggantikan Sultan Trenggono, akhirnya putra menantu Sultan Trenggono yang
bernama Hadiwijaya memenangkan pertarungan politik dan memindahkan pusat
kerajaan ke Pajang, masuk pedalaman Jawa Tengah.
f.
Pajang
dan Mataram
Pindahnya
pusat kerajaan dari daerah pesisir ke pedalaman Jawa Tengah membawa pengaruh
pada perkembangan Islam di Jawa, khususnya Jawa Tengah. Contohnya adalah paham
wahdatul wujud mendapatkan tempat yang cukup luas karena inti ajaran tasawuf
itu lebih mudah diterima masyarakat. Hadiwijaya berusaha untuk tetap menegakkan
pengaruh Demak di berbagai wilayah, termasuk daerah yang dipegang oleh para
menantu Sultan Trenggono. Hadiwijaya tampaknya berhasil untuk tetap menyatukan
pengaruh Demak, termasuk ketika menghadapi Arya Penangsang yang berusaha
merebut tahta Demak. Namun ketika Mataram yang selama ini diserahkan putra
angkatnya memberontak, Sultan Hadiwijaya kalah sehingga pusat pemerintahan
dipindah ke Mataram. Hadiwijaya tewas tahun 1582 M, sementara itu putra mahkota
bernama Pangeran Benawa dijadikan Bupati Demak. Putra angkat Hadiwijaya adalah
Sutawijaya, bersama ki Pemanahan diberi hadiah tanah Mataram yang dulunya
berwujud hutan, berubah menjadi wilayah yang menjanjikan sehingga dapat
berkembang dengan pesat. Pada akhirnya wilayah ini menjadi pusat kerajaan
Mataram.
Mataram
dipimpin oleh Sutawijaya dengan memakai gelar Senopati Ing Alogo Sayidin Panotogomo. Senopati Ing Alogo sebagai
penerus penguasa Pajang berusaha mempertahankan kedaulatan penguasa sebelumnya,
sehingga terjadi beberapa kali peperangan. Namun akhirnya Jawa Tengah dan Jawa
Timur berhasil dikuasai, bahkan kemudian bergerak ke arah Jawa Barat. Pada
tahun 1595 Masehi, Galuh di Jawa Barat berhasil dipaksa mengakui Mataram.
Perkembangan
Islam sangat pesat ketika Mataram di bawah Sultan Agung, usaha Sultan Agung
tampak jelas ketika banyak ulama yang diberi hak untuk mengolah tanah perdikan.
Tanah perdikan adalah sebuah wilayah dengan luas tertentu yang dibebaskan
membayar pajak kepada kerajaan. Sultan Agung dikenal sebagai raja yang
bijaksana, dan dikenal juga sebagai pujangga. Di bawah kepemimpinan Sultan
Agung, Mataram pernah menyerang Belanda di Batavia pada tahun 1628. Pada masa
pemerintahan Sultan Agung Masjid Agung kota dibangun bersamaan dengan
pembangunan kompleks kraton.
Bersamaan
dengan perluasan pengaruh Mataram ke seluruh Jawa maka Islam juga tersebar luas
di seluruh Jawa, tapi Amangkurat I pengganti Sultan Agung tidak meneruskan
kebijakannya. Pada masa Amangkurat I perkembangan Islam di Jawa seakan surut
karena kebijakan Amangkurat I yang cenderung meninggalkan ulama dan bahkan
memusuhinya. Yahya Harun (1995) menyebut kebijakan Amangkurat I sebagai menjawakan Islam, artinya memaksakan
kesesuaian antara Islam dan nilai-nilai Jawa. Kebijakan Amangkurat I yang
banyak merugikan Matarammelahirkan banyak pemberontakan yang pada akhirnya
Mataram terpecah belah menjadi 4 wilayah kekuasaan sebagaimana terlihat sampai
sekarang.
g. Banten dan Cirebon
Banten
dan Cireboh sebelum muncul Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa, sudah
merupakan bandar atau pelabuhan ramai dikunjungi para pedagang dari luar pulau
Jawa. Hadirnya seorang Mubaligh dari Arab yang kemudian dikenal sebagai Sunan
Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) mengabdikan diri ke Demak, berhasil
melaksanakan misi Demak untuk mengislamkan Jawa Barat.
Banten
adalah kerajaan kecil yang mengakui kedaulatan Pakuan Pajajaran, sebuah
kerajaan Hindu yang menguasai wilayah Pasundan Jawa Barat. Demak menilai bahwa
Banten sebagai wilayah yang strategis harus dikuasai, maka Demak kemudian
mengirim Syarif Hidayatullah untuk menaklukkan Banten. Banten berhasil dikuasai
Syarif Hidayatullah yang kemudian menyebarkan Islam ke Sumatera Selatan. Dari
Banten, Demak kemudian mengincar Sunda Kelapa, pelabuhan Pakuan Pajajaran
sekaligus tempat Portugis melakukan transaksi perdagangan. Sunda Kelapa
berhasil dikuasai oleh Syarif Hidayatullah tahun 1572,kemudian namanya diubah
menjadi Jayakarta. Dari Sunda Kelapa Syarif Hidayatullah kemudian meneruskan
menaklukkan Cirebon, kota pelabuhan yang juga mengakui kedaulatan Pakuan
Pajajaran. Cirebon akhirnya juga jatuh ke tangan Syarif Hidayatullah, sehingga
Pakuan Pajajaran tidak lagi memiliki kota pelabuhan yang strategis.
Syarif
Hidayatullah pada tahun 1552 M menyerahkan daerah kekuasaannya kepada putranya
yakni Pangeran Hasanuddin untuk Banten, dan Pangeran Pasareyan untuk Cirebon.
Syarif Hidayatullah kemudian mendirikan lembaga pendidikan di daerah Gunung
Jati, hingga wafatnya pada tahun 1570 sehinga dikenal sebagai Sunan Gunung
Jati.
Banten
kemudian berkembang semakin pesat, Pangeran Hasanuddin dapat mengembangkan
Banten sebagai kota dagang yang mensejahterakan rakyat. Setelah berkuasa 18
tahun Pangeran Hasanuddin yang bergelar Maulana Hasanuddin
wafat dan dimakamkan di Sabakiking. Pengganti Hasanuddin adalah putra tertuanya
yakni Pangeran Yusuf. Pangeran Yusuf berjasa menaklukkan raja Pakuan Pajajaran,
dengan demikian seluruh Jawa Barat berhasil diislamkan.
Ketika
terjadi huru-hara politik di Demak, berlanjut dengan perpindahan pusat
pemerintahan Islam ke pedalaman yakni di Pajang, Cirebon kemudian berdiri
sendiri sebagai kerajaan, dan Pangeran Pasareyan menjadi raja pertama. Cirebon
berkembang menjadi kerajaan Islam yang disegani, tetapi pada akhirnya Cirebon
pecah menjadi dua yakni Kasepuhan dan Kanoman (Sulendraningrat, 1985).
h. Gowa – Sulawesi Selatan
Di
daerah Sulawesi Selatan Islam berkembang pada awal abad ke-17 M, yaitu ketika
kerajaan Gowa dan Tallo menyatakan masuk Islam (Soekmono, 1985). Raja Tallo
yang bernama Karaeng Matoaya yang juga merangkap jabatan Mangkubumi di Kerajaan
Gowa menyatakan masuk Islam dan berganti nama dengan Sultan Abdullah. Raja Gowa
yang bernama Daeng Manrabia juga menyatakan masuk Islam dan berganti nama
dengan Sultan Alaudin. Dua tokoh inilah yang kemudian menyebarkan Islam di
seluruh daerah kekuasaannya. Bahkan perkembangan Islam dapat dirasakan sampai
di daerah Nusa Tenggara.
Sultan
Alaudin mempunyai sikap tegas terhadap Belanda, sehingga membantu Maluku ketika
Belanda memaksakan monopoli perdagangan. Sampai wafatnya sikap menentang
terhadap Belanda terus dilakukan. Sikap Sultan Alaudin diteruskan oleh
keturunannya yakni Sultan Muhammad Said, dan Sultan Hasanuddin. Belanda
mempertimbangkan pentingnya Gowa dalam jalur
perdagangan maka kemudian memanfaatkan pemberontakan Arung Palaka untuk
menghancurkan Gowa. Akhirnya setelah terjadi beberapa kali peperangan Gowa
harus mengakui kekalahan sehingga diadakan perjanjian Bongaya pada tahun 1667
M. Beberapa waktu setelah perjanjian itu Gowa sempat mencoba mengangkat senjata
lagi, akan tetapi kemudian ditumpas oleh Belanda sehingga Gowa hancur.
2. Perlawanan Rakyat
Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialisme Barat
Kedatangan penjajah dengan
sendirinnya membawa banyak kesengsaraan, penderitaan, kemiskinan dan kebodohan.
Karenanya wajar apabila hal tersebut wajar bagi bangsa Indonesia untuk
mengangkat senjata dalam menghadapi npenjajahan bangsa asing. Sejak abad ke-16
sampai dengan abad ke-18, bangsa Indonesia terus menerus mengadakan perlawanan
terhadap bangsa Barat sebagai usaha untuk mempertahankan kemerdekaan negeri
maupun perkembangan perdagangannya. Pada
abad ke 16 perlawanan ditujukan kepada bangsa Portugis, sedangkan pada abad
ke-17 perlawanan ditujukan terhadap bangsa Belanda. Beberapa perlawanan rakyat
yang dimaksudkan itu adalah sebagai berikut:
a. Perlawanan Rakyat Aceh terhadap Bangsa Portugis.
Portugis menguasahi Malaka
pada tahun 1511, dengan dipimpin oleh Alfonso de Albquerque. Setelah Malaka
dapat dikuashi maka Portugis segera menerapkan sistem Monopoli dan berusaha
unt6uk menguasahi kerajaan Samudera Pasai. Melihat situasi yang demikian maka
kerajaan Asamudera Pasai segera melakukan reaksi perlawanan untuk mencegah
bangsa Portugis memperluas pengaruh kekuasaannya. Pada tahun 1692 Sulta
Iskandar Muda yang berkuasa di Aceh mengadakan perlawanan dengan Malaka yang
diduduki oleh bangsa Portugis, akan tetapi penyerbuan tersebut gagal karena
dihadang oleh kerajaan Johor yang menjadi musuh Kerajaan Aceh. Karena harus
melawan Bangsa Portugis dan Kerajaan Johor maka Pasukan Aceh terpaksa mengalami
kekalahan.
b.
Perlawanan Rakyat Maluku
terhadap Bangsa Portugis
Kedatangan Bangsa Portugis
pada tahun 1512 mula-mula disambut dengan baik oleh rakyat Maluku, atas
persetujuan raja penguasa setempat mereka juga diperbolehkan untuk mendirikan
benteng atau pangkalan untuk lebih memperlancar perdagangannya. Akan tetapi
lama kelamaan sambutan baik tersebut hilang sama sekali dan berubah menjadi
sikap menentang dan memusuhi. Hal dapat terjadi dikarenakan:
1.
Sistem Perdagangan monopoli yang dilakukan bangsa Portugis
sangat merugikan rakyat ternate.
2.
Bangsa Portugis terlalu campur tangan dalam urusan
pemerintahan kerajaan Ternate.
3.
Sikap bangsa Portugis yang memaksakan agama Katolik dan
memandang rendah bangsa yang beragama lain.
4.
Sikap serakah dan sombong bangsa Portugis yang memandang
rendah penduduk pribumi.
Karena faktor-faktor
tersebut raja-raja Ternate menentang bangsa Portugis yanjg kemudian berbuntut
kepada perlawanan rakyat. Pada tahun 1533 rakyat Tidore dan Ternate bersatu
untuk mengadakan perlawanan terhadap bangsa Portugis. Akan tetapi perlawanan
tersebut belum bisa mengusir bangsa Portugis dari Maluku disebabkan karena
datangnya bala bantuan tentara Portugis dengan persenjataan lengkap dari Malaka
yang dipimpin oleh Antonio Galvao.
Pada tahun 1565 rakyat
Ternate bangkit kembali mengadakan perlawanan dibawah pimpinan Sultan Hairun.
Sultan Hairun adalah salah seorang sultan di Ternate yang sangat membenci
bangsa Portugis. Sultan hairun pemeluk agama Islam yang taat yang tidak setuju
sikap bangsa Portugis yang mau memaksakan masuknya agama Katolik di Maluku. Tindakkan Sultan hairun ini
membuat Gubernur Portugis merasa disepelekan, maka ia memerintahkan untuk
menangkap Sultan Hairun dengan berbagai alasan. Melalui tipu daya yang licik
akhirnya Sultan Hairun dapat ditangkap dan dibunuh. Peristiwa tersebut
menggemparkan seluruh rakyat Maluku dan sekaligus membakar semangat rakyat
Ternate untuk terus memerangi bangsa Portugis hingga hancur.
Dibawah pimpinan Sultan Baabullah
putra Sultan Hairun rakyat Maluku bersatu padu melawan bangsa Portugis.
Walaupun bangsa Portugis bertahan mati-matian tetapi menghadapi serbuan rakyat
Ternate secara terus menerus akhirnya lumpuh juga pertahanannya. Pada tahun
1574 benteng Portugis berhasil direbut oleh rakyat Ternate. Dengan jiwa
kesatriannya ternyata Sultan baabullah membebvaskan orang-orang Portugis
asalkan mereka mau meninggalkan Maluku. Akhirnya mereka meninggalkan Maluku dan
menetap di Timor Timur. Setelah Sultan Baabullah wafat, tahta kesultanan
diteruskan oleh putranya , yaitu Sultan Sahid Barkat. Dibawah kepemimpinannya
kebesaran Ternate mulai merosot karena terdesak oleh Spanyol dari Utara dan
Belanda dari Selatan.
Perlawanan rakyat Maluku
ternyata tidak hanya terjadi di Ternate. Di Tidore rakyatnya telah bersiap
mengahadapi serbuan pasukan Antonio Galvao sehingga terjadilah pertempuran yang
sangat hebat. Dalam pertempuran itu akhirnya bangsa Portugis berhasil menguasahi Tidore. Orang-orang Tidore tetap
melakukan perlawanan dari laut dan darat. Akan tetapi uasaha ini tetap tidak
membuahkan hasil, sebab bangsa Portugis lebih unggul dalam persenjataan.
Portugis baru meninggalkan Tidore setelah Sultan Baabullah dari Ternate
berhasil mengalahkan bangsa Portugis. Dengan ini berakhirlah kekuasaan Portugis
di Maluku.
c. Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Bangsa Belanda.
Pada saat orang-orang
Belanda datang ke Maluku mereka disambut dengan baik oleh penduduk setempat.
Alasannya karena bangsa Belanda dapat dijadikan sebagai sekutu untuk melawan
bangsa Spanyol yang saat itu menduduki Maluku. Dengan bantuan rakyat Ternate Belanda
akhirnya berhasil merebut Maluku dari kekuasaan bangsa Spanyol. Tetapi
kenyataannya setelah berkuasa mereka tidak lebih baik daripada bangsa Portugis,
bahkan lebih kejam dan bengis. Bangsa Belanda mengusahi Maluku dengan tujuan
untuk menguasahi monopoli perdagangan rempah-rempah. Semua bentuk perdagangan
harus dilakukan dengan persetujuan VOC dan
yang melanggar dianggap sebagai perdagangan gelap. Bagi mereka yang
melanggar dapat dijatuhi hukuman yang berat, seperti dirampas barang
dagangannya, dianiaya, bahkan tidak sedikit pedagang yang dibunuh.
Untuk memantapkan praktek
monopolinya VOC mengadakan pelayaran Hongi, yaitu pelayaran patroli dengan
menggunakan perahu kora-kora yang dipersenjatai untuk mengawasi perdagangan di
Maluku. Bagi penduduk Maluku pelayaran Hongi adalah suatu bentuk perampasan,
perampokan, pemerkosaan,, perbudakkan dan pembunuhan terhadap hak-hak rakyat
Maluku. Keadaan yang demikian ini akhirnya menimbulkan perlawanan rakyat Maluku
di Ternate. Pada tahun 1635 dibawah pimpinan Kakiali seorang Kapten di Hitu
rakyat Maluku mengadakan perlawanan terhadap bangsa Belanda.
Peperangan segera meluas
diberbagai daerah, karena kedudukan Bangsa Belanda mulai terancam, maka untuk
mematahkan perlawanan rakyat Maluku, Belanda melakukan tipu daya dengan
menjanjikan hadiah yang besar kepada siapa yang berhasil membunuh Kakiali.
Akhirnya pada tahun 1643 Kakiali berhasil dibunuh oleh seorang pengkhianat
dengan cara ditusuk golok pada malam hari ditempat tidurnya. Dengan
meninggalnya Kakiali maka bangsa Belanda utnuk sementara dapat menumpas
perlawanan rakyat Maluku.
Pada tahun 1646 kembali
terjadi perlawanan rakyat, kali ini Belanda mendapatkan perlawanan yang sengit
dari orang-orang Hitu dibawah pimpinan Telukabesi. Perlawanan ini berhasil
dipadamkan pada tahun itu juga. Sebagai akibat dari perlawanan ini banyak dari
pemimpin-pemimpin Hitu yang diasingkan ke Batavia agar lebih mudah diawasi oleh
pemerintah tinggi Belanda. Pada tahun
1950 timbul lagi perlawanan rakyat yang dipimpin oleh Saidi. Perlawanan
ini cukup besar dan meluas samapai daerah Ambon, bahkan rakyat dapat memaksa
Sultan Mandarsyah turun tahta karena dianggap mempunyai hubungan yang erat
dengan VOC. Perlawanan berhasil dipadamkan setelah Saidi tertangkap dan dibunuh
pada pertempuran yang hebat di Huwamohel pada tahun 1655.
Di Tidore terjadi juga
perlawanan terhadap Belanda. Dengan dipimpin oleh raja Tidore yang bernama
Sultan Jamaludin. Pada tahun 1779 Sultan jamaludin berhasil tertangkap dan
dibuang ke Sailan (Srilanka), penggantinya adalah Putra Alam seorang kaki
tangan Belanda, namun rakyat Tidore tidak mengakui Putra Alam sebagai Sultan di
Tidore. Rakyat lebih mengakui Pangeran Niku (Putra Jamaludin) sebagai sultan di
Tidore. Dalam menghadapi Belanda Sultan Niku memakai taktik Devide Et Impera
dengan cara menghasut orang-orang Inggris supaya mau bersama-sama mengusir
orang-orang VOC dari tanah Tidore. Melalui pertempuran yang dasyat orang-orang
VOC akhirnya berhasil diusir dari Tidore. Setelah VOC tersingkir dari Tidore
secara tiba-tiba Pangeran Nuku bersama Rakyatnya melancarkan serangan terhadap
Inggris. Usaha ini berhasil dengan baik,
maka untuk sementara waktu Tidore dapat dipertahankan dari kekuasaan
bangsa barat terutama Belanda. Pada
tahun 1805 setelah Pangeran Nuku wafat, Belanda kembali dapat menguasahi tanah
Tidore.
Pada tahun 1816 tindakan
bangsa Belanda semakin menekan kehidupan rakyat Maluku. Belanda kembali
menerapkan sistem kerja rodi dengan paksa. Dibawah tekanan yang berat rakyat
Saparua mengangkat Thomas Matulessi atau Pattimura untuk memimpin perlawanan
terhadap bangsa Belanda. Perjuangan dimulai dengan penyerbuan rakyat terhadap
Benteng Belanda Duurstede. Benteng Duurstede akhirnya dapat direbut dengan
meminta korban yang sangat banyak dikedua belah pihak. Dalam penyerbuan
tersebut Residen Belanda di Saparua yang bernama Van den Berg bersama istrinya
terbunuh. Dampak dari serangan ini mengobarkan semangat rakyat daerah
sekitarnya untuk melawan penjajah Belanda. Namun akhirnya perlawanan rakyat
Maluku dapat dilumpuhkan sebagai akibat Belanda melakukan tindakan
kekerasansecara besar-besaran di Maluku , yakni di Ambon, Saparua, dan Haru.
Pada tahun 1817 Pattimura bersama beberapa temannya berhasil ditangkap kemudian
dihukum mati dengan cara digantung. Dalam perjuangan ini dikenal pula seorang
pahlawan wanita dari Maluku, yaitu Martha Christina Tiahahu.
d.
Perlawanan Kerajaan Mataram
terhadap VOC
Kerajaan Mataram mencapai
masa kejayaan dibawah pemerintahan
Sultan Agung ( 1615-1645 ).
Cita-citanya adalah mempersatukan Pulau Jawa di bawah kekuasaan kerajaan
Mataram dan mengusir segala bentuk kekuasaan asing dari bumi nusantara. Ketika
Sultan Agung memerintah banyak sekali terjadi ketegangan-ketegangan antara
Mataram dengan VOC. VOC menganggap perdagangan yang dilakukan Jepara dengan
Malaka adalah suatu bentuk pelanggaran yang dilakukan Mataram terhadap Praktek
Monopoli bangsa Belanda. Ketegangan-ketegangan tersebut akhirnya memuncak
menjadi pertempuran setelah Sultan Agung melakukan penyerangan kekantor dagang VOC di Batavia. Adapun
sebab-sebab Sultan Agung melakukan penyerangan ke Batavia dapat diuraikan
sebagai berikut:
a.
Kapal-kapal
Belanda seringkali merampok lumbung-lumbung padi milik petani di Jepara.
b.
VOC
seringkali merintangi kapal-kapal dagang milik Mataram yang ingin berdagang ke
Malaka.
c.
VOC
tidak mau mengakui kedaulatan Mataram.
d.
Tindakan-tindakan
utusan VOC yang seringkali melakukan penipuan dan mengingkari janji.
e.
VOC
tidak mau mendukung politik Mataram untuk mnundukkan Banten.
f.
VOC
bersekutu dengan Bupati Surabaya yang merupakan musuh kerajaan Mataram.
Pada tahun 1619 tindakan
penyerangan Sultan Agung terhadap kantor dagang VOC dibalas oleh J.P Coen
dengan membombardir kota Japara dari laut, namun pasukan Sultan Agung mampu
bertahan hingga Belanda mersa dipermalukan. Pada tahun 1628 dibawah pimpinan
Tumenggung Baureksa armada Mataram melakukan serangan yang pertama ke benteng
VOC di Batavia. Karena taktik VOC yang jitu dan persenjataan yang lengkap
serangan Mataram menemui kegagalan bahkan dalam pertempuran tersebut Tumenggung
Baureksa dan putranya gugur. Bantuan pasukan Mataram kembali berdatangan
dibawah pimpinan Tumenggung Sura Agul-agul, Kyai Dipati Mandureja dan
Umpasanta. Akan tetapi karena kekuatan VOC cukup tangguh dengan didukung oleh
perlengkapan perang yang lebih baik VOC mampu mendesak pasukan Mataram. Dengan
demikian gagallah serangan pasukan tentara Sultan Agung yang pertama.
Meskipun Mataram tidak
berhasil merebut benteng Batavia dan menundukkan VOC, Sultan Agung tidak begitu
saja menyerah. Pada tahun 1629 pasukan Mataram berangkat lagi menuju Batavia
dengan membawa perlengkapan perang dan perbekalan pangan yang lebih baik dari
sebelumnya. Perbekalan pangan tersebut diletakkan lumbung-lumbung padi di
daerah sekitar Batavia dan Tegal. Tetapi malang bagi Sultan Agung, karena VOC
mengetahui siasat ini dari seorang pengkhianat dan melakukan pemusnaan terhadap
lumbung-lumbung padi di Tegal. Akibat dari pemusnaan gudang beras ini usaha
pengepungan kota Batavia tidak berlangsung lama. Meskipun demikian pasukan Sultan
Agung berhasil menguasahi benteng Holandia. Setelah itu pasukan berangkat lagi
menuju benteng Bomel. Pertempuran dasyat kembali terjadi lagi. Kekalahan berada
dipihak Sultan Agung. Dalam serangan ini Gubernur Jendral yaitu J.P Coen
mendadak meninggal dunia akibat diserang oleh suatu penyakit. Karena cadangan
pangan pasukan Mataram diTegal dibakar habis oleh pasukan Belanda , maka
pasukan Mataram mengalami kelaparan. Akhirnya atas perintah Sultan Agung
pasukan Mataram ditarik mundur dengan meninggalkan korban yang cukup banyak.
Dengan demikian serangan Mataram yang kedua juga mengalami kegagalan. Hingga
Sultan Agung meninggal (1645) Kerajaan Mataram tetap melakukan perlawanan
terhadap VOC dengan mengadakan penyerbuan kapal-kapal Belanda yang melintasi Laut
Jawa.
e.
Perlawanan Kerajaan Makasar
terhadap Belanda
Setelah Malaka jatuh
ketangan Portugis banyak saudagar-saudagar Islam yang mengalihkan Aktivitas
perdagangannya ke Bandar Makasar. Keadaan Makasar saat itu adalah menjadi
pelabuhan Transito, yaitu sebagai pusat jual beli rempah-rempah dari Maluku
yang akan dibawa ke Malaka. Hal ini tidak terlepas dari letak Maksar yang
strategis yaitu terletak diantara jalur perdagangan antara Malaka dan Maluku.
Mengetahui keadaan yang demikian tersebut VOC berusaha untuk bersahabat dan
berdagang dengan Makasar. Untuk itu Voc mengirimkan utusannya ke Makasar.
Utusan itu diterima dengan baik atas dasar hubungan persahabatan dan
perdagangan. Pada saat itu Makasar diperintah oleh Sultan Hasanudin.
Perkembangan perdagangan kerajaan Makasar dibawah kepemimpinannya tampak maju
pesat. Melihat kemajuan tersebut VOC menjadi tidak senang karena dianggap
menyaingi praktek monopoli yang dianutnya. Karena itulah VOC mengajukan
beberapa tuntutan kepada Sultan Hasanudin, yang isinya antara lain:
1.
Makasar
harus mau mengakui monopoli dagang yang dijalankan oleh VOC.
2.
Menganjurkan
kepada Makasar untuk tidak menjual beras kepada Portugis yang dianggapnya
sebagai saingan dagang.
3.
Makasar
mau menyerang gudang rempah-rempah di Banda bersama VOC.
Permintaan tersebut ditolak
secara tegas oleh Sultan Hasanudin. Karena itu sama saja merugikan diri sendiri
dengan memutuskan hubungan baik dengan bangsa Portugis. Akibat dari tindakan
Sultan Hasanudin yang menggubris tuntutan tersebut, maka VOC berusaha untuk
memaksakan monopolinya dengan kekerasan. Beberapa kali terjadi insiden antara
pedagang Makasar dengan VOC. Akhirnya perang tidak dapat dicegah. Belanda
dengan armadanya mulai memblokade pelabuhan Sembapou agar kapal-kapal dagang
Makasar tidak dapat melakukan tidak dapat melakukan hubungan perdagangan dengan
pihak lain. Usaha VOC ini menemui kegagalan sebab perahu-perahu Makasar yang
berukuran kecil lebih lincah dan mudah bergerak diantara karang-karang tanpa
dapat dikejar oleh Kompeni yang memiliki kapal-kapal besar. Selain itu
kapal-kapal VOC juga diperintahkan untuk merusak dan memusnahkan kapal-kapal
pribumi atau orang asing yang melintas di pelabuhan Sembapou. Pertempuran
antara Kerajaan Maksar dengan Belanda terjadi dua kali. Yang pertama pada tahun
1654 pertempuran terjadi di Buton dan
Maluku terutam didaerah Ambon. Pertempuran berhasil diselesaikan melalui
perjanjian damai yang isinya antara lain :
1. Kerajaan Gowa diperbolehkan menagih
hutangnya di Ambon.
2. Saling melepaskan tawanan diantara kedua
belah pihak.
3. Musuh Kompeni bukanlah musuh Kerajaan
Goa.
4. Kompeni tidak akan turut campur dalam
perselisihan intern orang-orang Makasar.
5. Makasar akan mendapatkan ganti rugi atas
penyitaan barang-barang disebuah kapal bangsa Portugis.
Bagi kompeni isi perjanjian
ini tidaklah menguntungkan, oleh karena itu Belanda kembali menggalang kekuatan
untuk menundukkan Makasar. Pada tahun 1660 Belanda mengirimkan ekspedisi perang ke pelabuhan Sembapou. Dengan strategi
dan taktik yang tepat akhirnya bangsa Belanda berhasil merebut Benteng
Penakukan. Atas kekalahan ini Sultan Hasanudin harus menandatangani perjanjian
yang sangat merugikan Makasar yang isinya antara lain:
1.
Kerajaan
Gowa harus melepaskan Buton, Menado dan pulau Maluku dari wilayah kekuasaannya.
2.
Bangsa
Portugis harus diusir dari wilayah kerajaan Goa.
3.
Semua
kerugian akibat perang harus ditanggung oleh Kerajaan Goa.
4.
Benteng
Penakukan akan dikembalikan setelah perjanjian ini dilaksanakan.
Bagi Belanda semua itu
belumlah cukup untuk menghancurkan Kerajaan Makasar. Cara lain yang diterapkan
VOC dalam melumpuhkan Makasar adalah melaksanakan politik Devide Et Impera,
yaitu dengan mengadu domba raja Bone yaitu Aru Palaka untuk melawan Sultan
Hasanuddin. Perang kedua tidak dapat dihindarkan ketika pihak Belanda memberikan
bantuan kepada Aru Palaka.
D.
Aktivitas
Pembelajaran
LK 5.1 Beberapa permasalahan materi Sejarah Indonesia Baru dalam
pembelajaran sejarah
Kerjakan secara individu![AM4]
1.
Analsisis faktor-faktor yang memudahkan Islam berkembang di
Indonesia ditinjau dari aspek politik, ekonomu, sosial, dan budaya!
___________________________________________________________
___________________________________________________________
2.
Jelaskan perlawanan Kerajaan-kerajaan Islam terhadap
Kolonialisme!
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
E. Penilaian
1.
Demak dikenal pula sebagai kerajaan
Islam yang memperluas pengaruhnya melalui kekuatan armada lautnya yang kuat.
Hal ini dapat dibuktikan dengan ....
A.
Pengiriman armada laut menyerbu
Portugis di Malaka
B.
Pembangunan pelabuhan samudra di kota
Jepara
C.
Penguasaan pelabuhan sekitar semisal
Lasem dan Sedayu
D.
Menjalin perdagangan internasional
dengan pedagang asing
2. Perhatikan dibawah ini!
(1) Perlawanan rakyat Mataram Islam
(2) Perlawanan rakyat Aceh
(3) Perlawanan rakyat Maluku
(4) Perlawanan rakyat Makassar
Jika melihat data di atas,
kerajaan yang rakyatnya pernah mengalami perlawanan kepada kekuasaan
imperialisme Portugis adalah….
A. (1) dan (2)
B. (2) dan (3)
C. (2) dan (4)
D. (3) dan (4)
F.
Referensi
Aceh, Abubakar. 1985. Sekitar
Masuknya Islam ke Indonesia. Solo: Ramadani.
HAMKA. 1981. Sejarah Umat
Islam IV.Jakarta: Bulan Bintang.
Haekal, Muhammad Husain. 2002. Sejarah
Hidup Muhammad. Jakarta: Litera Antar Nusa.
Harun, Yahya. 1995. Sejarah
Masuknya Islam di Indonesia.Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta.
Kartodirdjo, Sartono. 1987. Pengantar
Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900, Dari Emporium Sampai Imperium Jilid I. Jakarta:
Gramedia.
Kartodirdjo, Sartono, Poesponegoro MD, Notosusanto, N. 1975. Sejarah Nasional Indonesia III.Jakarta:
Depdiknas.
Matdawam, Noer. 1984. Lintasan
Sejarah Kebudayaan Islam.Yogyakarta: Yayasan Bina Karier.
Sjamsulhuda. 1987. Penyebaran dan
Perkembangan Islam-Katolik-Protestan di Indonesia.Surabaya: Usaha Nasional.
Soekmono, R. 1985. Pengantar
Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. Yogyakarta: Kanisius.
Sulendraningrat. 1985. Sejarah
Cirebon.Jakarta: Balai Pustaka.
Syalabi. 1990. Sejarah dan
Kebudayaan Islam Jilid 1 dan 2.Jakarta: Pustaka Al Husna.
Tjandrasasmita, Uka. 2000. Penelitian
Arkeologi Islam di Indonesia dari Masa ke Masa. Kudus: Menara Kudus.
Tohir, M. 1981. Sejarah
Islam dari Andalus sampai Indus. Jakarta: Pustaka Jaya.
Watt, M. 1988. Politik Islam
dalam Lintasan Sejarah.Jakarta: P3M.
Yuanshi, Kong. 2005. Muslim
Tionghoa Cheng Ho, Misteri Perjalanan Muhibah di Indonesia.Jakarta: Pustaka
Populer Obor.
Zuhdi, Susanto (Peny). 1997. Pasai
Kota Pelabuhan Jalan Sutera. Jakarta: Depdiknas.
VI.
Sejarah Indonesia Modern
A.
Kompetensi
Menganalisis
latar belakang munculnya pergerakan nasional dan perkembangan
organisasi-organisasi pergerakan nasional di Indonesia.
B.
Indikator
Pencapaian Kompetensi
·
Menjelaskan konsep nasionalisme
·
Menganalisis hakekat Pergerakan
Nasional di Indonesia
·
Menganalsis bentuk organisasi modern
masa pergerakan nasional Indonesia.
C.
Uraian
Materi
1. Konsep Nasionalisme
Nasionalisme adalah paham yang berpendapat bahwa kesetiaan
tertinggi individu diserahkan kepada negara kebangsaan (Kohn, 1984: 11). Kata nation
atau bangsa diadopsi dari bahasa Perancis dimana, kata tersebut berakar dari
bahasa Latin natio. Pada masa klasik, kata tersebut bermakna negatif
untuk menyebut ras, suku atau sekumpulan
manusia yang dianggap tidak beradab oleh standar Romawi. Kata nation pada
akhirnya mengalami pergeseran makna positif untuk menunjukkan kesatuan budaya
dan kedaulatan politik tertentu yang mencakup suatu masyarakat (Eatwell,
2004:210). Kata Nasionalisme pada
awalnya sering kali dikaitkan dengan suatu perang atau revolusi. Disamping itu,
nasionalisme sering digunakan untuk
menggambarkan pergerakan-pergerakan kaum minoritas di suatu daerah atau negara.
Pandangan inilah yang menjadikan nasionalisme pada awalnya dianggap sebagai hal
yang jelek atau negatif (Sargent,
1986:21).
Terdapat tiga macam teori tentang pembentukan nation.
Pertama, teori kebudayaan (cultuur) yang menyebutkan suatu bangsa itu adalah
sekelompok manusia dengan persamaan kebudayaan. Kedua, teori negara (staat)
yang menentukan terbentuknya suatu
negara lebih dahulu adalah penduduk yang ada di dalamnya disebut bangsa.
Ketiga, teori kemauan (wils), yang berpandangan bahwa syarat mutlak terbentuknya
nation yaitu kemauan bersama dari sekelompok manusia untuk hidup bersama dalam
ikatan suatu bangsa tanpa memandang perbedaan suku,ras, kebudayaan dan agama
(Suhartono, 2001:7). Sebenarnya, Nasionalisme adalah suatu ideologi yang
mempengaruhi semua bentuk ideologi lainnya. Kata nasionalisme tumbuh di tengah
masyarakat saat pola pikirnya merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai
hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu. Saat itu, naluri mempertahankan
diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negeri atau
wilayahnya.
Dengan lahirnya nasionalisme, maka timbullah faktor kekuatan
baru, yang ikut menentukan jalannya politik kolonial. Sejak nasionalisme
menjadi progresif yang menghendaki realitas kebebasan berpolitik, maka
nasionalisme merupakan kekuatan yang menjadi lawan kolonialisme
(Kartodirdjo,1993: 41). Timbulnya nasionalisme sebagai kombinasi faktor subyektif dan
obyektif. Subyektif disini berupa kemauan,sentimen,aspirasi dan
lain-lain. Sedangkan obyektif berupa kondisi ekonomi, geografi, histori dan
lainnnya (Suhartono, 2001: 7).
Nasionalisme dan kolonialisme tidak terlepas satu dengan
lainnya, dan adanya pengaruh timbal balik antara nasionalisme yang sedang
berkembang dan politik kolonial dengan ideologinya (Kartodirdjo,1993: 58).Timbulnya
nasionalisme di Indonesia khususnya dan Asia umumnya berbeda dengan timbulnya
nasionalisme Eropa. Hal ini menunjukkan bahwa nasionalisme di Indonesia terkait
dengan kolonialisme Belanda yang sudah beberapa abad menguasai Indonesia. Usaha
untuk menolak keberadaan kolonialisme sebagai manifestasi dari penderitaan dan
tekanan-tekanan melahirkan nasionalisme.
Sementara itu, nasionalisme di Eropa terjadi pada masa transisi
dari masyarakat feodal ke masyarakat
industri. Proses peralihan itu didahului
oleh kapitalisme awal dan liberalisme pada abad XVII (Suhartono, 2001: 5-6). Nasionalisme Indonesia
sebagai gejala historis telah berkembang sebagai jawaban terhadap kondisi
ekonomi, sosial dan politik yang ditimbulkan oleh situasi kolonial (Kartodirdjo,
1993: 58).
Nasionalisme sebagai manifestasi kesadaran bernegara.
Kesadaran bernegara telah ada pada para pemegang kekuasaan saat Nusantara masih
terdiri dari berbagai kerajaan dengan corak dan karakternya yang berbeda,
seperti kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Para pemegang kekuasaan
kerajaan-kerajaan di Nusantara berusaha memberikan kesejahteraan dan
menciptakan rasa aman bagi rakyatnya. Semangat nasional saat itu mengandung
unsur-unsur kompleks kebanggaan dan superioritas. Usaha memperluas wilayah saat
itu merupakan bagian dari manifestasi semangat nasionalisme yang melanggar
kedaulatan bangsa lain (Slametmulyana, 1968: 8).
Nasionalisme pada jaman penjajah pada hakekatnya sebagai nasionalisme yang masih awal namun sangat
penting yaitu kemerdekaan. Melalui
kemerdekaan, maka bangsa dapat menentukan nasib dan mengatur negara berdasarkan
konsepnya sendiri. Nasionalisme di Indonesia pada masa kolonialisme mempunyai
watak yang khusus yaitu antipenjajajahan atau antibelanda. Nasionalisme ini
dapat berhasil jika masyarakat dapat menumbuhkan kesadaran berpikir nasional
yaitu sikap masyarakat terhadap kesadaran bernegara. Cara berpikir nasional
sebagai antitesa terhadap cara berpikir kedaerahan, yaitu mengutamakan
kepentingan suku dan daerah masing-masing di Nusantara.
2. Hakekat Pergerakan
Nasional di Indonesia
Politik etis ini berakar dari masalah kemanusiaan serta
keuntungan ekonomis meski hal ini disebabkan oleh kecaman-kecaman dari
orang-orang Belanda sendiri yang peduli dengan
nasib bangsa Indonesia. Kritikan tersebut antara lain dilontarkan
melalui sebuah novel berjudul Max Havelaar , karangan Eduard Douwes Dekker
(1860) yang mengunakan nama samaran Multatuli (artinya: aku banyak menderita).
Dalam buku tersebut Multatuli dengan keras mengecam tindakan pegawai-pegawai
Belanda dalam menindas rakyat Indonesia dengan legitimasi cultuurstelsel.
Disamping itu, pada tahun 1899 C. Th. Van Deventer, seorang
ahli hukum yang pernah tinggal di Indonesia, menerbitkan artikel dalam majalah De Gids yang berjudul ”Een
eereschuld” (Suatu Hutang Kehormatan). Dalam tulisannya tersebut dijelaskan
bahwa kekosongan kas Belanda akibat
Perang Diponegoro dan Perang Kemerdekaan Belgia telah diisi oleh
penduduk Indonesia melalui program Tanam paksa (Cultuur Stelsel) sehingga orang
Indonesia berjasa terhadap perekonomian
negeri Belanda. Untuk itu, sudah sewajarnya
jika kebaikan budi dibayarkan
kembali. Menurut van Deventer, hutang budi tersebut dibayar dengan peningkatan
kesejahteraan rakyat Indonesia melalui Trias yang dikenal sebagai Trias van
Deventer, meliputi :
(1) irigasi atau
pengairan,
(2) edukasi atau
pendidikan, dan
(3) emigrasi atau pemindahan
penduduk untuk pemerataan
kepadatan penduduk.
Program tersebut didukung kaum industrialis dan kapitalis
karena mereka berkepentingan dengan hal itu dalam rangka memasarkan produk
industrinya ke Indonesia serta mengadakan perbaikan kesejahteraan kepada rakyat
yang telah berjasa bagi pemerintah belanda. Kritikan van Deventer juga direspon
oleh Ratu Belanda, Wilhelmina berpidato
pada tahun 1901 menyatakan jaman baru dalam politik kolonial setelah mengetahui
dari hasil penyelidikan tentang kesejahteraan di Jawa. Meskipun pidato Ratu
Wilhelmina menekankan kesejahteraan pribumi dalam ide politik ethis, namun
tetap dalam kerangka modernisasi yang dipersepsikan dengan pem-Barat-an atau
bahkan pem-Belanda-an (Nagazumi,
1989:27).
Tujuan politik ethis antara lain:
(1) meningkatkan kesejahteraan penduduk pribumi
(2) berangsur-angsur
menumbuhkan otonomi dan desentralisasi
politik di Hindia Belanda.
Pelaksanaan Trias van Deventer di masyarakat tidak sesuai
dengan rencana program. Kenyataannya, Pemerintah Belanda hanya memperluas
jaringan irigasi, demi memajukan pertanian yang berhubungan langsung dengan
kepentingan Hindia Belanda. Pemindahan penduduk atau emigrasi dilaksanakan
dalam rangka memenuhi tenaga kerja untuk daerah-daerah perkebunan milik
pengusaha asing sedangkan edukasi atau pengembangan pendidikan sebagai sarana
untuk mengisi tenaga-tenaga administrasi pemerintah Hindia Belanda.
Pada saat bersamaan, adanya politik ethis dalam bidang
edukasi bermunculan kaum intelektual pribumi. Para kaum intelektual ini mulai
diserap dalam berbagai bidang kegiatan pemerintahan. Kebutuhan aparatur dan
tenaga administrasi Hindia Belanda yang meningkat cukup signifikan menjadikan
kaum intelektual pribumi berperan lebih besar dalam urusan berbagai hal.
Golongan intelektual ini sebagai golongan elite baru yang kedudukannya
dibedakan dalam tatanan masyarakat kolonial. Golongan inilah yang menjadikan
adanya pembaharuan dalam mewujudkan cita-cita kebangsaan yang direalisasikan
melalui bentuk pergerakan yang modern yang disebut sebagai Pergerakan Nasional.
Pergerakan Indonesia meliputi berbagai gerakan atau aksi yang
dilakukan dalam bentuk organisasi secara modern menuju ke arah yang lebih baik.
Oleh karena itu dalam perkembangannya, gerakan yang terjadi tidak hanya
bersifat radikal tetapi juga moderat. Munculnya organisasi yang mengarah pada
upaya mewujudkan nasionalisme Indonesia merupakan bukti berubahnya pola pikir
para tokoh pejuang kemerdekaan dari pola perjuangan fisik menjadi non fisik.
Hal tersebut terwujud berkat meningkatnya pendidikan di masa itu yang kemudian
melahirkan kelompok baru yakni kaum intelektual/ golongan terpelajar.Nasionalisme
mengacu pada paham yang mementingkan perbaikan dan kesejahteraan suatu bangsa.
Di Indoensia terdapat berbagai suku dan etnis yang mana suku dan etnis tersebut
bersifat sangat lokal sehingga diperlukan adanya koordinasi dalam lintas suku
secara kolektif sehingga menghasilkan kekuatan dalam menuju keinginan bersama.
Klimak dari pergerakan nasional adalah pembentukan sebuah bangsa yaitu
Indonesia.
Penyebutan nama Indonesia merupakan simbol signifikan dalam
Sejarah Pergerakan Nasional terjadi melalui proses yang panjang. Dengan
menggunakan nama Indonesia maka perkembangan nasionalisme wilayah Hindia
Belanda sudah mencapai fase yang kongkrit karena pengertiannya secara eksplisit
sudah menjadi ranah dari nasionalisme suatu bangsa.
Faktor-faktor penyebab timbulnya Pergerakan Nasional
Indonesia:
(1) Faktor Internal:
a. Kesengsaraan dan penderitaan
selama massa imperalis-kolonialis.
b. Eksploitasi sumber-sumber
ekonomi oleh Hindia Belanda.
c. Kemajuan dalam bidang
pendidikan yang menghasilkan kaum intelektual.
d. Kegagalan-kegagalan
perlawanan daerah selama ini (seperti Perang Diponegoro, Padri dan lain-lain.
e. Kenangan pada kejayaan sejarah masa lampauPerubahan
kebijakan pemerintah Belanda terhadap Indonesia.
(2) Faktor Ekternal:
a. Kemenangan Jepang
atas Rusia tahun 1904-1905
b. Pengaruh
pergerakan nasional di luar negeri
c. Pengaruh
paham-paham kebebasan di Eropa
Penderitaan rakyat di
Nusantara yang terus-menurus selama dalam kekuasaan Hindia Belanda, yang
mencapai puncaknya pada masa Cultuurstelsel memberikan inspirasi kepada rakyat
tertindas untuk segera melepaskan diri dari praktek-praktek eklporasi dan
ekploitasi segala sumber kehidupan rakyat. Penggerak utama adanya kesadaran
terhadap identitas dan pergerakan
nasional adalah para kaum intelektual di Indonesia sebagai salah satu produk
dari penerapan politik ethis.
Di dalam pergaulan hidup masyarakat kolonial berlaku sistem
diskriminasi rasial yang membedakan antara kulit putih (Eropa) dan kulit
berwarna (Asia). Perbedaan warna kulit (color line) digunakan untuk membatasi
hak dan kewajiban, hukum dan pengajaran bagi bumiputera. Diskriminasi ini
dijaga oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai cara menjaga prestise mereka agar
tetap muncul perbedaan psikologis antara perasaan superioritas kulit putih
dengan inferioritas bangsa pribumi. Kebijakan politik ethis mengakibatkan
perubahan-perubahan signifikan dalam beberapa aspek kehidupan di Indonesia.
Dalam aspek sosio-politik, pemerintah Hindia Belanda mengijinkan adanya
organisasi-organisasi dengan berbagai latar belakang. Organisasi modern pertama
adalah BU sedang organisasi bernafas politik yang pertama kali adalah Indiche
Partij (IP). Berdirinya organisasi-organisasi ini selanjutnya diikuti oleh
perkumpulan yang lain, yang pada akhirnya dapat mempercepat tumbuhnya identitas
nasional sehingga melahirkan kebangkitan nasional.
Munculnya pergerakan nasional di Indonesia serta kawasan lain
Asia pada umumnya, juga dipengaruhi oleh kemenangan Jepang atas Rusia dalam
perang tahun 1904-1905. Sebelumnya terdapat mitos, bahwa bangsa Barat (kulit
putih) mempunyai peradapan yang lebih maju dibanding bangsa berkulit lainnya
termasuk bangsa Asia. Hal ini juga mempengaruhi pandangan bahwa bangsa Barat
selalu dapat menguasai bangsa lain, dengan bukti bahwa semua kawasan di benua
Asia, Afrika, Amerika dan Australia sebagai wilayah kekuasaan bangsa Eropa.
Namun dengan kemenangan Jepang atas Rusia, mematahkan mitos tersebut sehingga
mengilhami bangsa-bangsa Asia, termasuk Indonesia untuk dapat berjuang, sejajar
dengan bangsa Eropa.
Kepercayaan diri bangsa Indonesia tumbuh untuk dapat segera
mengakhiri kekuasaan pemerintah Hindia Belanda, meskipun cara yang dilakukan
melalui cara dan strategi modern, karena sebelumnya perjuangan dengan strategi
tradisional seringkali mengalami kegagalan. Di kawasan Asia lainnya seperti
terdapat gerakan-gerakan nasionalisme seperti di Philipina, India, Turki dan di
daerah lain sehingga memberikan insipirasi bagi tumbuhnya semangat pergerakan
nasional. Kecenderungan munculnya perlawanan terhadap kolonialisme-imperalisme
menyebar keseluruh penjuru dunia, terutama sejak berakhirnya Perang Dunia I .
Para kaum intelektual bangsa-bangsa terjajah juga sudah mendapat paham-paham
kebebasan yang berkembang di Barat seperti liberalisme, demokrasi, kapitalisme,
hak-hak asasi manusia serta ideologi–ideologi yang memperjuangkan kaum
tertindas seperti sosialisme dan komunisme. Ideologi dan teori-teori politik
tersebut sebagai salah satu sumber inspirasi adanya pergerakan nasional
negara-negara terjajah termasuk Indonesia.
3. Organisasi Modern Masa
Pergerakan Nasional
Nasionalisme Indonesia diawali dari adanya Pergerakan
Nasional. Pergerakan Nasional adalah gerakan bangsa, walaupun yang bergerak
sebagaian rakyat atau sebagaian kecil asalkan apa yang menjadi tujuan itu dapat
menentukan nasib bangsa secara keseluruhan, menuju tujuan tertentu yaitu
kemerdekaan. Dalam gerakan ini, kesetiaan diletakkan pada bangsa itu sendiri (
I Nyoman Dekker, 19751). Sebelum lahirnya pergerakan nasional terlebih dahulu
muncul kesadaran nasional. Pergerakan Nasional di Indonesia meliputi berbagai
gerakan atau aksi yang dilakukan dalam bentuk organisasi modern menuju kearah
yang lebih baik terutama dalam kehidupan rakyat Indonesia. Sifat dari
perjuangan pada masa pergerakan nasional dapat bersifat kooperatif atau non-kooperatif
terhadap kolonial, hal ini semata-mata sebagai taktik dan strategi dalam
perjuangan itu sendiri. Oleh karena itu, perjuangan dapat bersifat radikal
ataupun moderat.
Cara berpikir nasional merupakan antitesis cara
berpikir kedaerahan atau golongan. Perjuangan bangsa Indonesia dalam menentang
kolonialisme pada awalnya mengalami kegagalan karena bersifat kedaerahan yang
salah satu cirinya sangat tergantung kepada pemimpin tertentu saja. Berubahnya
pola berpikir menuju sifat nasional sejak Indoesia mengenal organisasi modern
yang dimulai lahirnya Budi Utomo tahun 1908
1) Budi Utomo
Dalam penerapan politik ethis adalah usaha memajukan
pengajaran dan pendidikan bagi generasi muda di Indonesia. Salah satu kendala
dalam memajukan bidang pendidikan, masih terbatasnya anggaran dana untuk bidang
tersebut. Hal ini menimbulkan keprihatinan bagi Dr. Wahidin Sudirohusudo
dalam melakukan kegiatan menghimpun dana
dengan melakukan propaganda berkeliling di Jawa tahun 1906. Dr. Wahidin
Sudirohusodo (1857-1917) salah seorang dari keturunan bangsawan yang sangat
peduli dengan nasib bangsa ke depan. Ia merupakan pembangkit semangat
organisasi Budi Utomo yang sangat penting di tengah situasi kolonialisme yang
membutuhkan pemikiran agar bangsa ini dapat segera berubah setelah sekian ratus
tahun dalam kekuasaan kolonial.
Dr. Wahidin Sudirohusodo lulusan sekolah dokter Jawa di
Weltvreden (sesudah tahun 1900 dinamakan STOVIA), merupakan salah satu tokoh intelektual yang
berusaha memperj’’uangkan nasib bangsanya. Pada tahun 1901 ia menjadi direktur majalah Retnodhoemilah
(Ratna yang berkilauan) diterbitkan dalam bahasa Jawa dan Melayu, yang
dikhususkan untuk kalangan kaum feodal atau priyayi. Hal ini mencerminkan
perhatian seorang priyayi terhadap masalah-masalah dan status golongan priyayi
itu sendiri. Ia juga berusaha memperbaiki masyarakat Jawa melalui pendidikan
Barat (Ricklefs, 1991:248- 249). Wahidin menghimpun beasiswa agar dapat
memberikan pendidikan modern atau Barat kepada golongan priyayi Jawa dengan
mendirikan Studie Fonds atau Yayasan Beasiswa.
Ide Dr. Wahidin selanjutnya menarik seorang mahasiswa School
tot Opleiding voor Inlandsche Arsten (STOVIA), yaitu Sutomo. Hal tersebut
sebagai awal perkembangan menuju keharmonisan bagi masyarakat Jawa dan madura
di Pulau Jawa. Akhirnya Sutomo mendirikan sebuah organisasi yang bernama Budi
Utomo (BU). BU merupakan organisasi modern pertama kali di Indonesia yang
didirikan pada tanggal 20 Mei 1908. Corak baru yang diperkenalkan BU adalah
kesadaran lokal yang diformulasikan dalam wadah organisasi modern dalam arti
bahwa organisasi ini mempunyai pemimpin, ideologi yang jelas, dan anggota. Yang
menarik pada BU, berdirinya organisasi ini diikuti berdirinya organisasi lain
sehingga dari sinilah terjadi perubahan-perubahan sosio-politik
(Suhartono,2010: 30).
Gubernur Jenderal Hindia Belanda, van Heutsz menyambut baik
kelahiran BU karena hal tersebut sebagai salah satu tanda keberhasilan politik
ethis yang dijalankan selama ini. BU juga sebagai organisasi yang
karakteristiknya dianggap sesuai dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda,
yaitu organisasi pribumi progresif-moderat yang dikendalikan oleh para pejabat
berpikiran maju (Ricklefs, 2005: 345). Hal tersebut menjadikan BU ditetapkan
oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai organisasi yang sah pada tahun 1909.
Namun demikian, adanya sambutan yang baik dari pemerintah Hindia Belanda kepada
keberadaan BU, menjadikan organisasi ini pada awalnya dicurigai oleh pribumi
sebagai organisasi buatan pemerintah.
Budi Utomo mempunyai program utama yaitu mengusahakan
perbaikan pendidikan dan pengajaran. Programnya lebih bersifat sosial
disebabkan saat itu belum dimungkinkan didirikannya organisasi politik karena
adanya aturan yang ketat dari pihak
pemerintah Hindia Belanda. Disamping itu, pemerintah Hindia Belanda sedang
melaksanakan program edukasi dari politik ethis sehingga terdapat kesesuaian
kedua program.
Namun tidak semua golongan priyayi mendukung berdirinya Budi
Utomo dengan alasan yang hampir sama yaitu kaum priyayi birokrasi dari golongan
ningrat atau aristikrat mengkhawatirkan eksistensinya karena jika gerakan
tersebut mengancam kedudukan kaum aristokrasi yang menginginkan situasi status
quo, yaitu keadaan yang dapat menjamin kepentingan mereka (Kartodirdjo,
1993:102). Di kalangan priyayi elite (gedhe) yang mempunyai status mapan kurang
senang keberadaan BU sehingga para bupati membentuk perkumpulan Regenten Bond
Setia Mulia pada tahun 1908 di Semarang untuk mencegah cita-cita BU yang
dianggap menganggu stabilitas mereka. Sebaliknya, beberapa bupati progresif
seperti Tirtokusumo (Karanganyar) sangat mendukung BU (Suhartono,2001:30).
Resistensi dikalangan golongan elite priyayi terhadap BU sebagai gerakan kaum
terpelajar tersebut akan membawa perubahan struktur sosial sehingga kaum intelektual
akan mengurangi ruang lingkup kekuasaan elite birokrasi. Meskipun kaum
intelektual pada masa awal pergerakan nasional didominasi kaum priyayi namun BU
dapat membahayakan kedudukan kaum feodal konservatif terkait masalah status
sosialnya.
Peran BU semakin memudar seiring berdirinya organsasi yang
lebih aktif dan penting bagi pribumi. Beberapa diantaranya bersifat keagamaan,
kebudayaan dan pendidikan dan organisasi yang bersifat politik. Organisasi baru
yang tersebut antara lain:
a.
Sarekat Islam, yang didirikan pada tahun 1912, berasaskan
dasar hubungan spiritual agama dan
kepentingan perdagangan yang sama.
b.
Indishe Partij,
bergerak dalam bidang politik yang mempropagandakan “Nasionalisme Hindia”.
c.
Muhammadiyah, sebagai organisasi sosial keagamaan yang
berdiri pada tahun 1918 dengan semangat pembaharuan keagamaan.
2) Sarekat Islam (SI)
SI dipandang sebagai salah satu pergerakan politik yang
menonjol pada masa pergerakan nasional. Organisasi ini mengalami perkembangan
yang sangat pesat dan dinamis namun cepatnya perkembangan ini juga membawa
kemunduran yang cepat pula, setelah beberapa tahun berada di bawah pengaruhnya.
Berkurangnya pengaruh organisasi dan timbulnya pertentangan intern menyebabkan
mengendurnya simpati massa terhadap SI (Korver dalam Suhartono, 2001:33)
Pergolakan masyarakat sebagai akibat perubahan sosial yang
cepat membangkitkan kesadaran kaum pribumi yang bermula secara perorangan
kemudian meluas di kalangan rakyat pribumi. Tiga tahun setelah berdirinya BU,
pada tahun 1911 berdirilah organisasi yang disebut SI. Latar belakang ekonomis
perkumpulan ini sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi pedagang
orang-orang Cina.
Di Solo yang dikenal sebagai kota batik mempunyai dinamika
perdagangan batik yang sangat tinggi. Perusahaan batik ini terdiri dari
pengusaha pribumi dan non-pribumi (pedagang Cina dan Arab). Para pedagang Cina
memproduksi dalam partai besar, sedangkan para pengusaha pribumi menjalankan
produksinya secara home industry. Selanjutnya, untuk sementara waktu persaingan
dagang ini dimenangkan oleh industri besar kelompok pedagang Cina. Sentimen
anti-Cina dipergunakan sebagai alat membentuk solidaritas para pengusaha
pribumi dengan dilandasi ideologi Islam. Dua tiang utama organisasi ini adalah
semangat dagang dan agama Islam.
Semangat ke-Islaman tidak hanya ditujukan terhadap para
santri di kalangan penduduk dan pengusaha pribumi, tetapi juga kalangan
pedagang Islam dari negara-negara Arab. Dalam sejarahnya, terdapat benih-benih
sikap permusuhan antara keturunan Cina dan warga pribumi di Solo, ketika pada
bulan Juni tahun 1742 muncul pemberontakan dari kaum keturunan Cina yang
didukung kelompok pribumi anti-VOC dan anti raja Pakubuwana II. Pusat
pemerintahan Kartasura berhasil diduduki pemberontak ini. Dampak dari
pemberontakan tersebut maka pusat pemerintahan kerajaan dipindahkan dari
Kartasura ke Solo. Dalam filosofis Jawa, jika suatu pusat kerajaan (istana)
sudah pernah diduduki musuh atau muncul masalah krusial lainnya, maka istana
akan mengalami krisis legitimasi sehingga pusat kerajaan harus berpindah. Secara langsung atau tidak, dalam
perkembangannya sampai pasca kemerdekaan Indonesia, benih-benih anti-Cina di
Solo tersebut sering dijadikan alat untuk mendiskreditkan keturunan Cina. Hal
ini yang menjadikan masalah sensitif terkait SARA, khususnya masalah etnis Cina
di Kota Solo sampai sekarang ini. Berdasarkan data sejarah, konflik anti-Cina
sering terjadi di kota ini.
Para pendiri SI tidak semata-mata mengadakan perlawanan
terhadap pedagang Cina, tetapi juga sebagai front melawan semua penghinaan
terhadap rakyat pribumi serta reaksi adanya politik kristenisasi dari kaum
zending (Notosusanto, 1975:187). Atas prakarsa K.H Samanhudi seorang saudagar
batik dari Laweyan, Solo berdirilah Sarekat Dagang Islam (SDI) yang pada awalnya
anggotanya para pedagang batik di kota tersebut. Tujuannya untuk memperkuat
persatuan sesama pedagang batik dalam menghadapi persaingan dengan pedagang
Cina yang menjadi agen-agen bahan-bahan batik. Para pengusaha tersebut umumnya
beragama Islam sehingga organisasi tersebut bernama Sarekat Dagang Islam.
SDI mengalami kemajuan pesat karena dapat mengakomodasi
kepentingan rakyat biasa. Rakyat di pedesaan mengganggap bahwa SI sebagai alat
untuk membela diri melawan struktur kekuasaan lokal dari pada gerakan politik
modern. Oleh sebab itu, organisasi ini menjadi lambang persatuan bagi
masyarakat yang tidak suka dengan orang-orang Cina, pejabat-pejabat priyayi dan
orang-orang Belanda (Ricklefs, 1991:253). Di Solo, gerakan
nasionalistis-demokratis-religius-ekonomis ini berdampak pada permusuhan antara
rakyat biasa dengan kaum pedagang Cina, sehingga sering terjadi bentrok
diantara mereka. Pemerintah Hindia Belanda semakin khawatir dengan gerakan
radikal ini karena berpotensi menjadi gerakan melawan pemerintah. Hal ini
menyebabkan SDI pada tanggal 12 Agustus 1912 diskors oleh Residen Surakarta
dengan larangan untuk menerima anggota baru dan larangan mengadakan rapat.
Karena tidak ada bukti untuk melakukan gerakan anti pemerintih maka tanggal 26
Agustus 1912 skors tersebut dicabut
(Pringgodgdo, 1984: 4-5).
Sarekat Islam
mengambil sikap kritis terhadap pemerintah Hindia Belanda. Prasangka
anti-pemerintah ini merupakan ciri mencolok dari pemimpin-pemimpin teras SI
pada masa awal. Para pemimpin tersebut pernah mengalami dipecat atau keluar
dengan sendirinya dari birokrasi pribumi (Nagazumi, 1989: 148). Dengan
paradigma perjuangan yang demikian maka Sarekat Islam tidak berusaha merekrut
anggota dari kalangan pejabat pribumi. Namun demikian, beberapa anggota BU yang
kecewa dengan organisasinya sendiri tertarik dengan konsep perjuangan SI.
Atas usul dari H.O.S Cokroaminoto pada tanggal 10 September
1912 SDI berubah menjadi SI. K.H Samanhudi diangkat sebagai ketua Pengurus
Besar SI yang pertama dan H.O.S. Cokroaminoto sebagai komisaris. Setelah
menjadi SI sifat gerakan menjadi lebih luas karena tidak dibatasi
keanggotaannya pada kaum pedagang saja. Dalam Anggaran Dasar (statuten)
tertanggal 10 September 1912, tujuan perkumpulan ini diperluas, antara lain:
a. Memajukan perdagangan
b. Memberi pertolongan kepada
anggota yang mengalami kesukaran (semacam usaha koperasi)
c. Memajukan kecerdasan rakyat
dan hidup menurut perintah agama dan
d. Memajukan agama Islam serta
menghilangkan faham- faham yang keliru tentang agama Islam.
Program yang baru tersebut masih mempertahankan tujuan lama
yaitu dalam bidang perdagangan namun tampak terlihat perluasan ruang gerak yang
tidak membatasi pada keanggotaan para pedagang tetapi terbuka bagi semua
masyarakat. Tujuan politik tidak tercantumkan karena pemerintah masih melarang
adanya partai politik. Perluasan keanggotaan tersebut menyebabkan dalam waktu
relatif singkat keanggotaan SI meningkat drastis. Gubernur Jenderal Idenburg
dengan hati-hati mendukung SI dan pada tahun 1913 Idenburg memberi pengakuan resmi
kepada SI meski banyak pejabat Hindia Belanda menentang kebijakannya. Namun
pengakuan tersebut sebatas suatu kumpulan cabang-cabang yang otonom, bukan
sebagai organisasi nasional yang dikendalikan oleh markas besarnya Central
Sarekat Islam (CSI)( Ricklefs, 1991: 253).
SI mengadakan kongres I di Surabaya pada tanggal 26 Januari
1913. Konggres yang dipimpin oleh H.O.S. Cokroaminoto antara lain mejelaskan
bahwa SI bukan sebagai partai politik dan tidak beraksi untuk melakukan
pergerakan secara radikal melawan pemerintah Hindia Belanda. Meskipun demikian,
asas Islam yang dijadikan prinsip organisasi menjadikan SI sebagai simbol
persatuan rakyat yang mayoritas memeluk Islam serta adanya kemauan untuk
mempertinggi martabat atau derajat rakyat. Cabang-cabang SI telah tersebar di
seluruh pulau Jawa dengan jumlah anggota yang sangat banyak.
Kongres SI II diadakan di Solo tahun 1914, yang memutuskan
antara lain bahwa keanggotaan SI terbuka bagi seluruh rakyat Indonesia dan
membatasi keanggotaan dari golongan pagawai Pangreh Praja. Tindakan ini sebagai
cara untuk memperkuat identitas dan citra bahwa SI sebagai organisasi rakyat.
Pemerintah Hindia Belanda tidak suka melihat kekuatan SI yang begitu besar dan
bersikap berani. Untuk membatasi kekuatan SI, pemerintah menetapkan peraturan
pada tanggal 30 Juni 1913 bahwa cabang-cabang SI harus bersikap otonom atau
mandiri untuk daerahnya masing-masing. Setelah terbentuk SI saerah berjumlah
lebih dari 50 cabang, pada tahun 1915 SI mendirikan CSI di Surabaya. Tujuan
didirikannya CSI adalah dalam rangka memajukan dan membantu SI di daerah serta
mengadakan hubungan antara cabang-cabang SI.
Kongres III SI diadakan di kota Bandung pada tanggal 17-24
Juni 1916. Konggres yang dipimpin H.O.S. Cokroaminoto tersebut bernama Kongres
Nasional Sarekat Islam pertama, yang dihadiri hampir 80 SI daerah.
Dicantumkannya kata “nasional” dalam kongres tersebut dimaksudkan, bahwa SI
menuju kearah persatuan yang teguh dan semua golongan atau tingkatan masyarakat
merasa sebagai satu bangsa/nation.
Kongres Nasional SI kedua dilaksanakan di Jakarta pada
tanggal 20-27 Oktober 1917. Dalam kongres tersebut menyetujui bahwa CSI tetap
dalam garis parlementer-evolusioner meskipun lebih berani bersikap kritis
terhadap pemerintah. Pada tahun 1918, SI
mengirimkan wakilnya ke Volksraad yaitu Abdul Muis(dipilih) dan H.O.S
Cokroaminoto (diangkat). Dalam sidang Volksraad, H.O.S. Cokroaminoto
mengusulkan agar lembaga tersebut menuju pada status dan fungsi parlemen yang
sesungguhnya.
Pada tahun 1914 tokoh
sosialis, Semaun melakukan infiltrasi ke SI dengan cara masuk menjadi anggota
SI cabang Surabaya kemudian tahun 1916 ia pindah ke Semarang dan bertemu dengan
tokoh sosialis dari Belanda, Sneevliet yang menjadi pelopor berdirinya Indische
Social Democratische Vereniging (ISDV). Pengaruh kiri di dalam SI semakin besar
karena Semaun juga aktif sebagai anggota ISDV (Indische Social- Democratishe
Vereniging= Perserikatan Sosial Demokrat Hindia Belanda) yang berusaha
menjadikan rakyat sebagai landasan perjuangan. SI cabang Semarang berkembang
pesat dan dibawah pengaruh Semaun, SI Semarang bersikap anti-kapitalis secara
radikal.
Dengan keberadaan wakil SI di Volksraad yaitu H.O.S.
Cokroaminoto dan Abdul Muis, menunjukkan bahwa SI menempuh jalur ko-operative.
Hal ini ditentang kaum kiri dalam SI bahkan Semaun melakukan kritik keras
terhadap kepimimpinan CSI. SI dibawah
kepemimpinan Semaun dan Darsono mempelopori perjuangan SI melawan imperalis
secara radikal dengan menggunakan teori perjuangan Karl Marx atau paham
komunis. Akibat infiltrasi paham komunis di SI maka organisasi tersebut
terdapat dua aliran yaitu:
a. SI Putih ,yang tetap
mempertahankan dasar agama Islam dibawah pimpinan H.O.S. Cokroaminoto dan Agus
Salim
b. SI Merah, yang bersifat
ekonomis dogmatis dengan yang dipimpin Semaun dan Darsono
Pertentangan antara dua aliran tersebut tidak mungkin
disatukan sehingga SI menuju kearah perpecahan. Dalam rangka membersihkan dari
unsur-unsur komunis, SI mengambil kebijakan tegas untuk menegakkan disiplin
partai sehingga Semaun dan kelompoknya dikeluarkan dari keanggotaan SI. SI
Merah yang dipimpin Semaun berubah namanya menjadi Sarekat Rakyat yang pada
akhirnya menjadi organisasi sayap dari PKI. Sementara itu, pada tahun 1923 CSI
merubah namanya menjadi PSI Partai Sarekat Islam (PSI).
3) Indishe Partij (IP)
IP merupakan
organisasi yang bercorak politik mutlak dan program nasional yang
meliputi pengertian nasionalisme modern (Notosusanto, 1975:189). Keistimewaan
IP adalah meskipun usianya relatif pendek namun anggaran dasarnya dijadikan
program politik pertama di Indonesia (Suhartono, 2001:38). IP merupakan
organisasi campuran orang Indo dan pribumi. Hal ini didasarkan bahwa jumlah
orang Indo di Indonesia sangat terbatas sehingga untuk memperkuat posisinya
dalam kancah perpolitikan di Indonesia harus didukung pula para kaum
intelektual pribumi.
IP didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912 oleh Tiga Serangkai yaitu
E.F.E Douwes Dekker (Danudirjo, Setyabudi), dr. Cipto Mangunkusumo dan Suwardi
Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara).
Organisasi ini juga berusaha menggantikan Indische Bond yang merupakan wadah
bagi kaum Indo dan Eropa di Indonesia yang didirikan pada tahun 1898.
Perumus gagasan IP adalah Douwes Dekker, seorang Indo-Belanda
yang mengamati adanya keganjilan-keganjilan dalam masyarakat kolonial ,
khususnya diskriminasi antara keturunan Belanda Totok dengan kaum Indo. Ia juga
memperluas pandangannya untuk peduli dengan nasib masyarakat Indonesia yang
masih hidup dalam belenggu aturan kolonialis. Melalui tulisan-tulisan para
tokoh IP dalam majalah Het Tijdschrift dan surat kabar De Express, mereka
menyampaikan pemikiran-pemikirannya. Mereka berusaha menyadarkan golongan Indo
dan pribumi, bahwa masa depan mereka terancam oleh bahaya yang sama yaitu
eksploitasi kolonial. Untuk melancarkan aksi-aksi perlawanan terhadap koloniali
tersebut, mereka mendirikan Indische Partij.
IP sebagai partai yang terbuka bagi semua golongan maka
keanggotannya meliputi kaum pribumi,
bangsa Eropa yang tinggal di Hindia Belanda, Indo-Belanda, keturunan
Cina dan Arab serta lainnya. Tujuan IP adalah: “Indie’ merdeka, dengan dasar “
Nasional Indische” melalui semboyan “
Indie untuk Indiers” berusaha membangun rasa cinta tanah air serta bersama-sama
memajukan tanah air untuk menyiapkan kemerdekaan (Pringgodigdo, 1984: 12). Cara-cara untuk
mencapai tujuan tersebut adalah (Notosusanto, 1975: 191):
a. Memelihara nasionalisme
Hindia dengan meresapkan cita-cita
kesatuan kebangsaan semua “Indiers”, meluaskan penghetahuan umum tentang
sejarah budaya “Hindia”, menghidupkan kesadaran diri dan kepercayaan kepada
diri-sendiri.
b. Memberantas rasa kesombongan
rasial dan keistimewaan ras baik dalam bidang ketatanegaraan maupun dalam
masyarakat.
c. Memberantas usaha-usaha yang
mengakibatkan kebencian agama dan sektarisme
sehingga muncul perpecahan dalam ranmgka memupuk kerja sama yang
bersifat nasional.
d. Berusaha mendapatkan
persamaan hak bagi semua orang Hindia
e. Memperkuat ketahanan rakyat
untuk dapat mempertahankan Tanah Air dari serangan bangsa Asing
f.
Memperbesar pengaruh pro-Hindia didalam pemerintahan
g. Memperbaiki keadaan ekonomi
bangsa Hindia,terutama yang berekonomi lemah.
IP berdiri berdasarkan nasionalisme yang luas menuju
kemerdekaan Indonesia yang mengakomodasi semua orang pribumi, Belanda,
keturunan Cina dan Arab serta lainnya. Namun pemerintah Hindia Belanda bersikap
tegas terhadap IP. Permohonan yang diajukan kepada Gubernur Jenderal agar IP
mendapat pengakuan sebagai badan hukum
pada tanggal 4 maret 1913, ditolak dengan alasan bahwa organisasi tersebut berdasarkan
politik dan mengancam keamanan Hindia Belanda. Bahkan pemerintah tetap
menganggap IP sebagai partai terlarang.
Ketika negeri Belanda akan memperingati ulang tahun ke- 100
kemerdekaan Belanda dari penjajahan Perancis, di Bandung dibentuk Komite Bumiputra.
Komite ini bermaksud mengirim telegram kepada Ratu Belanda yang berisi antara
lain permintaan dibentuknya majelis perwakilan rakyat yang sejati serta adanya
kebebasan berpendapat di daerah jajahan. Salah seorang tokoh Komite Bumiputra
yaitu Suwardi Suryaningrat, menulis
sebuah risalah yang berjudul “ Als ik eens Nederlander wa…” (Seandainya Saya
Seorang Belanda), yang berisi sindiran
tajam terhadap ketidakadilan di daerah jajahan. Adanya sesuatu yang ironis,
disaat Belanda akan merayakan kebebasannya dari penjajah Perancis di lain pihak
tenyata Belanda menjajah tanah Indonesia. Kegiatan Komite Pribumi dianggap oleh
Belanda sebagai aktivitas yang membahayakan sehingga pada tahun 1913 ketiga
tokoh IP dijatuhi hukuman pengasingan di negeri Belanda. Saat di Belanda ,
mereka aktif dalam perkumpulan Perhimpunan Indonesia.
Dengan pengasingan tokoh-tokoh utama IP membawa
pengaruh yang signifikan terhadap aktivitas organisasi tersebut sehingga para
pengikutnya bubar. Namun propaganda IP tentang “Nasionalisme Indonesia” dan
kemerdekaan menjadi bagian dari semangat bangsa di kemudian hari, terutama
dalam organisasi-organisasi setetah IP.
2. Organisasi
Keagamaan
a.
Muhammadiyah
Muhammadiyah merupakan
organisasi Islam modern yang paling penting di Indonesia yang berdiri di
Yogyakarta pada tanggal 18 November 1918 dan didirikan oleh tokoh elite agama
Kasultanan Yogyakarta, K.H Ahmad Dahlan. Sebagai aliran modernis Islam,
organisasi ini berusaha memperbaiki agama dan umat Islam di Indonesia. Agama
Islam dianggap tidak murni lagi karena pemeluknya telah terkungkung dalam
tradisi yang menyimpang dari ajaran murni Al Qur’an dan Hadist. Keadaan semacam
ini menggugah kaum modernis dan intelektual Islam untuk mendirikan wadah
keagamaan agar Islam dapat dibersihkan dari unsur-unsur non-Islam yang tidak
sesuai dengan ajaran hakiki Islam. Pandangan-pandangan dan pola pikir
irasional, mistis dan klenik yang telah menyatu dengan ajaran Islam saat itu,
dianggap menghambat paradigma dan kemajuan Islam di Indonesia.
Dorongan dari luar yang
melahirkan Muhammadiyah karena politik kolonial yang berusaha agar ajaran Islam di Indonesia tetap tidak murni dan utuh
agar tidak membahayakan eksistensi pemerintah kolonial. Pemerintah kolonial
khawatir jika ajaran Islam dijadikan kekuatan anti-Barat sehingga melakukan
perlawanan fisik terhadap pemerintah Hindia Belanda.
Sebelum mendirikan
Muhammadiyah, Ahmad Dahlan pada tahun 1890 naik haji yang dilanjutkan dengan
memperdalam ilmu agama di Mekah. Sepulang dari Mekah, ia bertekad untuk
mengadakan pembaharuan dalam penerapan dan pelaksanaan agama Islam di Indonesia
serta menentang usaha-usaha kristenisasi yang dilakukan oleh kaum misionaris
Barat (Ricklefs, 1991: 259).
Pada awalnya, K.H Ahmad Dahlan masuk dalam organisasi BU
dengan harapan dapat memberikan pemikiran Islam pembaharuan kepada
anggota-anggota organisasi tersebut. Namun cara tersebut kurang efektif
sehingga ia mendirikan organisasi Muhammadiyah. Muhammadiyah mencurahkan
kegiatannya pada usaha-usaha pendidikan serta kesejahteraan. Dalam program
dakwahnya berusaha menghapus bentuk-bentuk pemikiran dan pelaksanaan Islam yang
dihubungkan dengan hal-hal mistik atau takhayul.
Ide-ide pembaharuan K.H Ahmad Dahlan dipengaruhi
gerakan-gerakan pembaharuan di Arab saat ia menuntut ilmu agama di sana.
Pelopornya adalah Muhammad bin Abdul Wahab sehingga gerakannya disebut gerakan
Wahabi. Tujuan gerakan ini untuk memurnikan pelaksanaan ajaran Islam
berdasarkan Al-Quran dan Hadist dengan menentang taqlid yaitu sikap yang
menerima segala sesuatu secara apa adanya dari para pengajar ilmu agama tanpa
mengetahu alasan dan landasan pemikirannya. Sikap taklid ini sering menimbulkan
adanya pemikiran tahayul, bid’ah, khurafat yang dianggap menjurus pada
kemusyrikan.
Faktor lain yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah
tertinggalnya pendidikan yang dapat menyelaraskan atau keseimbangan antara ilmu
agama dengan ilmu umum. Pendidikan agama secara tradisional yang memfokuskan
pada pendidikan di pondok-pondok pesantren yang hanya mempelejari ilmu agama
berdampak pada tertinggalnya masyarakat kepada ilmu-ilmu umum. Muhammadiyah
berusaha mengembangkan kedua ilmu tersebut sehingga pendidikan umum di
Indonesia juga tidak tertinggal dibanding sistem pendidikan Belanda di
Indonesia .
Dalam rangka gerakan pemurnian ajaran Islam,
Muhammadiyah sering mengkritik kebiasaan-kebiasaan dalam adat Jawa yang
dicampur dengan ajaran Islam namun menyimpang dari ajaran Islam. Dengan
demikian, pada awal didirikannya, Muhammadiyah
sering mengalami konflik dengan komunitas agama Islam di Jawa.
Muhammadiyah berusaha menjaga jarak dengan urusan politik praktis namun tidak
menentang politik. Hal ini dibuktikan para
anggotanya dengan leluasa diijinkan masuk dalam organisasi politik
(Pringgodigdo, 1984: 19). Gerak Muhammadiyah menunjukkan kemajuan yang
signifikan ditengah-tengah pergerakan politik saat itu. Dengan jumlah anggota
yang terus meningkat, organisasi itu berhasil mendirikan berbagai amal usaha
seperti rumah sakit, panti asuhan, sekolahan dan lain-lain yang sampai sekarang
masih tetap eksis.
b.
Nahdatul Ulama (NU)
NU didirikan oleh para kiai tradisional yang menyaksikan
posisi mereka terancam dengan berkembangnya Islam reformis di Indonesia.
Pengaruh Muhammadiyah dan Sarekat Islam semakin meluas sehingga telah
memarjinalkan kiai yang sebelumnya merupakan satu-satunya pemimpin dan juru
bicara komunitas Muslim serta ajaran kaum pembaharu sangat melemahkan
legitimasi mereka (Bruinessen, 1994:26). Disamping itu, para kiai tradisional
mengganggap bahwa gerakan Islam pembaharu di Indonesia yang dipelopori
Muhammadiyah terlalu moderat dan terbuka terhadap nilai-nilai budaya Barat.
Sikap Muhammadiyah yang secara terus terang menentang berbagai praktek tradisi
keagamaan dan terkesan bebas dalam menafsirkan maupun melaksanakan ajaran Islam
menyebabkan para kiai tradisional yang biasanya dalam komunitas pondok
pesantren mempertimbangkan untuk membuat suatu wadah organisasi. Organisasi
yang dimaksud adalah NU atau Nahdatul Ulama.
Para ulama seperti K.H Hasyim Asy’ari, K.H Abdul Wahab
Khasbullah, K.H Bisri Syamsuri, K.H Mas Alwi dan K.H Ridwan mendirikan NU pada
tanggal 31 Januari 1926 dalam sebuah pertemuan di Surabaya. Rapat di rumah K.H.
Wahab Khasbullah di Surabaya tersebut dianggap sebagai pembentukan NU, dipimpin
oleh K.H Hasyim Asy’ari. Pembentukan kepengurusan NU terdiri dari unsur ulama
dan non-ulama, tetapi unsur ulamanya lebih dominan. Para ulama umumnya adalah
pemimpin pondok pesantren sementara non-ulama berprofesi sebagai tuan tanah,
pedagang, dan lain-lain. Mereka yang non-ulama diberi posisi di badan eksekutif
(Tanfidziah), sementara para ulama menjadi badan legislatif (Syuriah). Secara
teoritis, Tanfidziayah bertanggung jawab kepada Syuriyah. K.H Hasyim Asy’ari
menjabat Ketua (Rois) syuriyah sampai akhir hayatnya, sementara K.H Wahan Kahasbullah
sebagai Sekretaris Syuriah.
Jika komposisi pengurus awal NU menunjukkan bahwa NU
merupakan aliansi strategis antara kiai dan para usahawan, namun
muhtamar-muhtamar (kongres) tahunan yang dimulai tahun 1926 di Surabaya
menunjukkan bahwa NU lebih merupakan organisasi ulama tradisional (Bruinessen,
1994:39). Basis masa terkuat NU berada di Jawa Timur dan Jawa Tengah, terutama
dilingkungan pedesaan. Daerah-daerah yang pada awal penyebaran Islam di Jawa
oleh para wali atau Wali Songo seperti Demak, Kudus, Gresik, Surabaya dan
kota-kota disekitanya pada kelanjutannya merupakan masa penerus dari pemikiran
NU.
Anggaran dasar formal (Statuten) NU yang pertama dibuat pada
Muhtamarnya yang ke-3 pada tangal 8 Oktober 1928. NU tidak sepakat dengan
reformasi yang dilakukan kaum pembaharu sebagai dampak pengaruh gerakan Wahabi
di Arab. Format anggaran dasarnya sesuai dengan undang-undang perhimpunan
Belanda karena sebagai strategi agar pemerintah Hindia Belanda mengakui sebagai
organisasi yang sah. Atas dasar anggaran dasar itu, NU diberi status sebagai
organisasi yang berbadan hukum (rechtpersoonlijheid) pada bulan Februari 1930.
Dalam angaran dasar disebutkan bahwa tujuan NU adalah mengembangkan
ajaran-ajaran Islam Ahlussunah wal Jamaah dan melindunginya dari penyimpangan
kaum pembaharu dan modernis. Secara lebih detailnya dalam angaran dasar
disebutkan bahwa maksud organisasi NU adalah” Memegang dengan teguh pada salah
satu dari 4 mazhab yaitu Imam Syafi’I, Imam Malik, Imam Abu Hanifah atau Imam
Ahmad bin Hambal dan mengerjakan segala sesuatu yang menjadi kemaslahatan agama
Islam”. Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut maka perlu diadakan
usaha-usaha yaitu:
a.
Menjalin hubungan diantara ulama-ulama yang bermazhab seperti
disebut diatas.
b.
Memeriksa kitab-kitab sebelumnya yang dipakai untuk mengajar,
apakah sesuai dengan kitab-kitan Ahli Sunnah Wal Jama’ah.
c.
Menyiarkan Agama Islam berdasar mazhab yang sesuai
d.
Berusaha mengembangkan Madrsah-madrasah atau sekolah
berdasarkan pada agama Islam
e.
Memperhatikan hal-hal yang terkait dengan masalah masjid,
pondok pesantren serta mengurus anak yatim dan fakir miskin
f.
Mendirikan badan-badan untuk memajukan pertanian, perdagangan
dan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Sikap berpegang teguh kepada salah saru dari empat mazhab
fiqh ortodoks merupakan ciri yang secara tegas membedakan kaum tradisional dari
kaum pembaharu. Kaum Islam modernis menolak sikap tajdid dan menganjurkan untuk
reinterpretasi terhadap sumber pokok Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist. Kaum pembaharu
mengritik praktek keagamaan tradisional seperti ritual kepada orang yang telah
meninggal, pemujaan para wali, ziarah ke makam-makam serta berbagai unsur
ibadah. Praktek-praktek keagamaan tersebut bagi kalangan pembaharu dianggap
sebagai bid’ah sehingga diharamkan.
Anggaran dasar NU berupaya melindungi Islam tradisional dari
gagasan dan ide kaum pembaharu. Namun tidak semua anggaran dasar NU yang
pertama, menolak terhadap pemikiran kaum pembaharu. Hal ini dibuktikan dengan
dukungannya kepada pengembangan pendidikan dan kreasi kerja yang terkait dengan
organisasi modern Muhammadiyah. Prioritas program dalam anggaran dasar NU
menunjukakan bahwa organisasi ini lebih bersifat sosial-keagamaan, karena
sesuai khittahnya NU tidak berpolitik praktis. Pada tahun 1937, NU bergabung
dengan Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) sebagai bentuk kerja sama antar
elemen-elemen Islam untuk menghadapi tantangan dari luar, yaitu ancaman pasukan
Jepang yang mulai bersikap ekspansif. Pada Muhtamar ke-15 di Menes, Banten tahun
1938, sebagaian anggota mengusulkan agar wakil NU mendudukkan wakilnya dalam
Volksraad (Dewan Rakyat), namun wacana tersebut ditolak karena warga NU
menginginkan agar organisasi tersebut tidak terlibat dalam politik praktis.
D.
Aktivitas
Pembelajaran
LK 6.1 Hubungan antara Trias van Deventer dengan Munculnya
Pergerakan Nasional di Indonesia
Diskusikan hubungan antara
Trias Van Deventer dengan munculnya pergerakan nasional di Indonesia
Hubungan
antara Trias van Deventer dengan Munculnya Pergerakan Nasional di Indonesia adalah |
Jawab: |
E.
Penilaian
1. Pergerakan Nasional di
Indonesia antara lain dipengaruhi oleh kemenangan Jepang atas Rusia dalam
perang tahun 1904-1905. Hal ini disebabkan....
A. Sebelumnya terdapat mitos,
bangsa Barat tidak dapat dikalahkan bangsa kawasan di Asia
B. Mitos yang berkembang dari ramalan Jayabaya, bahwa bangsa Jepang
akan menjadi penguasa di Asia
C. Jepang mempunyai semangat untuk menyatukan bangsa-bangsa Asia yang
dikuasai bangsa Barat
D. munculnya anggapan bahwa kekuatan komunisme yakni Rusia dapat
dikalahkan nasionalisme Asia yang diwakili Jepang
E. Jepang mempunyai sejarah yang sama dengan Indonesia terkait
penderitaan akibat kolonialisme Barat
2. Pergerakan Nasional Indonesia pernah
mengalami penindasan yang luar biasa. Hal ini dilatarbelakangi oleh terjadinya
peristiwa....
A.
Pemberontakan
Petani di Banten yang dipelopori oleh tokoh agama setempat
B.
Pemberontakan
PKI tahun 1926-1927 di Sumatra dan Jawa
C.
Indische
Partij bersikap radikal dan non-koopratif sehingga membahayakan eksistensi
pemerintah colonial
D.
Ikrar
Sumpah Pemuda sebagai simbol persatuan Indonesia
E.
Dimuatnya artikel yang ditulis Suwardi Suryaningrat dalam
rangka mengkritik pemerintah kolonial
3. Paham-paham modern yang
mengusung semangat kebebasan yang berkembang di Barat seperti liberalisme,
demokrasi, dan hak-hak asasi manusia
menjadi faktor eksternal yang mendorong lahirnya pergerakan nasional di
Indonesia. Hal ini disebabkan....
A. ideologi politik modern menekankan persamaan hak setiap manusia
sehingga memberi inspirasi kaum intelektual Indonesia untuk melawan
kolonialisme
B. perjuangan tradisional di Indonesia dalam melawan kolonialisme sebenarnya
diilhami dan sesuai dengan ideologi-ideologi modern dari Barat
C. liberalisme, demokrasi, dan
hak-hak asasi manusia sebagai faktor utama munculnya pergerakan nasional
Indonesia
D. Kolonialisme sebagai
produk pemikiran Barat, sedang liberalisme dan demokrasi sebagai produk
pemikiran bangsa Asia-Afrika
E. Belanda menerapkan ide liberalisasi dalam berpolitik untuk rakyat
Indonesia
F.
Referensi
A.K. Pringgodigdo. 1984. Sejarah
Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.
Akira Nagazumi. 1989. Bangkitnya
Nassionalisme Indonesia, Budi Utomo 1908-1918. Jakarta: PT Pustaka Utama
Grafiti.
A. Zainoel Ihsan dan Pitut Soeharto. Aku
Pemuda Kemarin di Hari Esok, CAPITA SELECTA. Kumpulan tulisan asli,
lezing, pidato tokoh Pergerakan Kebangsaan. 1913 -1938. Jakarta: Penerbit
Jayasakti.
M.C Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia
Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.
Nugroho Notosusanto. 1975. Sejarah
Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka.
Nugroho Notosusanto. 1977. Sejarah
Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.
Sagimun MD. 1989. Peran Pemuda dari Sumpah
Pemuda Sampai Proklamasi. Jakarta: Bina Aksara.
S. Nasution. 1995. Sejarah Pendidikan
Indonesia. Jakarta: Bina Aksara.
Sartono Kartodirdjo. 1993. Pengantar
Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional, dari Kolonialisme sampai
Nasionalisme Jilid II. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Suhartono. 2001. Sejarah Pergerakan
Nasional, dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908 – 1945. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
VII.
SEJARAH INDONESIA KONTEMPORER
A.
Kompetensi
Menganalisis
Pendudukan Jepang dan Proklamasi, Indonesia pada awal kemerdekaan, demokrasi
liberal dan demokrasi terpimpin pada masa Sukarno serta perkembangan
pemerintahan Orde Baru dan tumbangnya Orde Baru.
B.
Indikator
Pencapaian Kompetensi
·
Menganalisis peristiwa Pendudukan Jepang dan Proklamasi
Kemerdekaan RI
·
Menganalisis
pelaksanaan Demokrasi Liberal di Indonesia
·
Menganalisis
pelaksanaan Demokrasi Terpimpin di Indonesia
·
Menganalisis pemerintahan Orde Baru
·
Menganalisis pemerintahan reformasi
C.
Uraian
Materi
1.
Pendudukan Jepang dan Proklamasi Kemerdekaan RI
Runtuhnya
pendudukan Kolonial Belanda di Indonesia dimulai pada tanggal 8 Desember 1941,
ketika Jepang menyerang Pearl Harbour, Hongkong, Filipina, dan Malaysia. Pada
tanggal 10 Januari 1942, Jepang juga menyerbu pasukan Belanda yang ada di
Indonesia. Di tahun yang sama, pangkalan Inggris di Singapura yang menurut
dugaan tidak mungkin terkalahkan, menyerah pada 15 Februari. Akhirnya, tanggal
8 Maret 1942 pihak Belanda di Jawa menyerah secara resmi dan Gubernur Jenderal
Tjarda van Starkenborgh Stachouwer ditawan Jepang (Ricklefs, 2009: 418).
Untuk menguasai Asia Tenggara pasukan Jepang menjalankan
siasat perang kilat atau yang lebih dikenal dengan”Blitzkrieg”. Selain itu untuk persiapan perang di Asia Tenggara
pada tanggal 6 Nopember 1941 Markas Besar Kemaharajaan Jepang membentuk Tentara
Umum Selatan (Nampo Gun) di bawah
pimpinan Jenderal Terauchi Hisaichi. Untuk mempermudah ekspansinya maka
dibentuklah satuan-satuan komando di bawahnya, antara lain:
a.
Komando
tentara ke-14 dengan Filipina sebagai wilayah operasi, dipimpin oleh Letnan Jenderal
Homma Masaharu.
b.
Komando
tentara ke-15 dengan Muangthai dan Birma sebagai wilayah operasi, dipimpin oleh
Letnan Jenderal Iida Shojiro.
c.
Komando
tentara ke-16 dengan Indonesia sebagai wilayah operasi, dipimpin oleh Letnan
Jenderal Imamura Hitoshi.
d.
Komando
tentara ke-20 dengan wilayah Malaya sebagai wilayah operasi, dipimpin oleh
Letnan Jenderal Yamasitha Tomoyuki.
Untuk menghadapi serbuan tentara Jepang yang ofensif ke pulau jawa
dibentuklah ABDACOM (American British
Dutch Australian Command) dengan markasnya besarnya di Lembang, dekat
Bandung. Dengan dipimpin oleh Letnan Jenderal H.Ter Poorten sebagai panglima
tentara Hindia Belanda (KNIL). Pada tanggal 1 Maret 1942 di bawah Komando
Tentara ke-16 yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Hitosyi Imamura Jepang
berhasil mendarat di Jawa. Pendaratan tentara Jepang di pulau Jawa dilakukan di
tiga tempat, yaitu:
a.
Di Teluk
Banten, Jawa Barat.
b.
Di Eretan
Wetan, Pantai Utara Jawa Barat.
c.
Di Kragan,
Jawa Tengah (dekat perabatasan Jawa Timur).
Dengan ditandatanganinya perjanjian Kalijati pada tanggal 8 Maret 1942 maka
secara resmi berakhirlah kekuasaan Pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia
digantikan oleh Pemerintahan Jepang.
Berbeda dengan pemerintahan yang sebelumnya di mana hanya ada satu
pemerintahan sipil, Jepang memberlakukan tiga pemerintahan militer di
Indonesia, yaitu:
a.
Tentara
Keenambelas dipulau Jawa dan Madura dengan pusatnya di Jakarta.
b.
Tentara
Keduapuluhlima dipulau Sumatera dengan pusatnya di Bukittinggi.
c.
Armada
Selatan Kedua di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian Barat,
dengan pusatnya di Makasar.
Jepang
dengan berbagai propagandanya telah dianggap sebagai ”Sang Pembebas” oleh kaum nasionalis. Tetapi pada kenyataannya,
Jepang yang menyatakan dirinya sebagai ”Saudara
Tua” dan sebagai ”Pembebas” itu
justru melakukan penindasan yang kejam.
Masa
Pendudukan Jepang merupakan satu periode yang penting dalam sejarah Indonesia.
Pada masa ini gerakan nasionalis banyak mendapat kemajuan. Kebijakan politik
lunak Jepang dalam rangka kepentingan perangnya dimanfaatkan sebaik-baiknya
oleh para nasionalis untuk mencetuskan ide kemerdekaan dan semangat
nasionalisme terhadap bangsa Indonesia. Pergerakan Nasional secara legal pada
periode ini yang mengambil sikap kooperatif ditunjukkan oleh Soekarno-Hatta.
Sedangkan sebagian yang lain di bawah pimpinan Syahrir membentuk perlawanan
illegal dengan jaringan bawah tanah. Meskipun strategi yang dipilih oleh kaum
nasionalis kita berbeda-beda namun tujuannya tetap satu yaitu mencapai Negara
Indonesia Merdeka terlepas dari belenggu penjajahan bangsa asing.
A. Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Pendudukan Jepang
a.
Perlawanan di Sukamanah
Sukamanah
adalah sebuah desa di Kecamatan Singaparna di wilayah Kabupaten Tasikmalaya
(Jawa Barat). Perlawanan di Sukamanah ini dipimpin oleh K.H Zaenal Mustafa.
Pada awalnya K.H Zaenal Mustafa adalah tokoh penentang Pemerintahan Hindia
Belanda yang dianggap sebagai golongan kafir yang hendak merusak kehidupan
agama kaum muslimin Indonesia. Pada masa ini seringkali beliau dipenjara oleh
pemerintahan kolonial. Pada masa Pendudukan Jepang K.H Zaenal Mustafa
dibebaskan. Tujuan dari pembebasan ini tidak lain adalah sebagai upaya untuk
mensukseskan propaganda Jepang. Tokoh agama dianggap sebagai sarana yang tepat
untuk propaganda karena mempunyai people power yang banyak. Tetapi
karena perbedaan prinsip, terutama yang berkaitan dengan kaidah dan prinsip
Agama Islam secara tegas beliau menolak ajakan kerja sama bangsa Jepang.
b.
Perlawanan di Jawa Barat
Pada
bulan April 1944 rakyat di desa Kaplongan, kabupaten Indramayu bangkit melawan
Jepang sebagai akibat dari tindakan tentara Jepang yang melakukan perampasan
padi dan bahan makanan lain secara paksa. Di Kabupaten yang sama tepatnya di
desa Cidempet pada tanggal 30 Juli 1944 terjadi juga perlawan rakyat dengan
penyebab yang sama juga, yaitu kelaliman alat-alat pemerintahan pendudukan
Jepang.
c.
Perlawanan di Aceh
Pada
bulan November 1942 di daerah Cot Plieng, Lhoek Seumawe terjadi perlawanan
rakyat menentang pasukan Jepang. Perlawanan ini dipimpin oleh Tengku Abdul
Jalil. Pada saat melaksanakan ibadah sholat Tengku Abdul Jalil dan para
pengikutnya dibunuh oleh pasukan Jepang.
d.
Perlawanan di Sulawesi Selatan
Sebagai
akibat dari penyerahan padi secara paksa terjadilah perlawanan rakyat Maluku
Selatan di bawah pimpinan Haji Temmale. Perlawanan ini terkenal dengan
’’Peristiwa Unra“ sebab terjadi di desa Unra Kabupaten Bone Sulawesi Selatan.
e.
Perlawanan di Kalimantan
Di
berbagai tempat di Kalimantan terjadi perlawanan rakyat menetang kekuasaan
tentara Jepang yang bertindak kejam dan sewenang-wenang. Di Kalimantan Barat
kurang lebih 21.000 orang dibunuh dan dibantai secara kejam oleh tentara
Jepang. Selain rakyat yang tidak berdosa, banyak di antara mereka adalah
raja-raja, tokoh-tokoh masyarakat terkemuka, dan tokoh-tokoh pergerak-an
nasional turut terbunuh dalam aksi perlawanan tersebut. Untuk mengenang
peristiwa tersebut maka didirikanlah sebuah Monumen Mandor, di desa Mandor.
f.
Pemberontakan Tentara PETA di Blitar Jawa Timur
Penderitaan
rakyat akibat dari pengerahan Romusha dan kesewenang-wenangan tentara Jepang
menimbulkan amarah di kalangan anggota-anggota Daidan Blitar. Puncak kemarahan
meletup pada tanggal 14 Februari 1945.
Ketika
pertahanan Jepang di Pasifik semakin rapuh, maka pada tanggal 1 Maret 1945
pemerintah pendudukan Jepang di Jawa di bawah Letnan Jenderal Kumakici Harada
mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Junbi Cosakai) sebagai tindak
lanjut janji kemerdekaan Perdana Menteri Koiso terhadap Indonesia. Tujuan
organisasi ini adalah untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan
dengan pembentukan Negara Indonesia yang merdeka. Susunan organisasi ini
terdiri atas sebuah badan perundingan dan kantor tata usaha. Badan perundingan
ini terdiri atas seorang ketua (Kaicho),
2 orang ketua muda (Fuku Kaicho), 60
orang anggota (Iin), selain juga
terdapat 4 orang golongan Arab serta golongan peranakan Belanda. Sebagai
perwakilan Jepang diutus 7 orang anggota Jepang yang tidak mempunyai hak suara.
Sebagai Kaicho (ketua) adalah dr. K.R.T Radjiman Widyodiningrat.
Pada
tanggal 28 Mei 1945 BPUPKI diresmikan digedung Cuo Sangi In, Jakarta. Pada
upacara ini setelah dikibarkan bendera Hinomaru dikibarkan pula bendera Merah
Putih. Pada tanggal 29 Mei 1945 dimulailah sidang pertama BPUPKI untuk
merumuskan dasar negara. Pandangan tentang dasar negara diserahkan kepada tiga
anggotanya yaitu Mr. Moh. Yamin, Prof. Dr. Supomo, dan Ir. Soekarno. Rumusan
dasar negara ini menghasilkan Lima dasar negara yang lebih dikenal dengan
Pancasila. Ide Pancasila ini pertama kali dicetuskan oleh Mr. Moh. Yamin. Azas
Dasar Negara Republik Indonesia ini adalah sebagai berikut:
1) Peri Kebangsaan;
2) Peri Kemanusiaan;
3) Peri Ke-Tuhanan;
4) Peri
Kerakyatan;
5) Kesejahteraan
Rakyat.
Gambar 4. Suasana sidang BPUPKI
Pada
tanggal 1 Juni 1945 rapat terakhir sidang pertama BPUPKI berhasil mengesahkan Pancasila.
Dalam kesempatan itu Ir. Soekarno dalam pidatonya yang kemudian dikenal dengan
nama “Lahirnya Pancasila”, mengemukakan perumusan lima dasar Negara Indonesia,
yang terdiri atas:
1) Kebangsaan Indonesia;
2) Internasionalisme Indonesia atau Peri Kemanusiaan;
3) Mufakat atau Demokrasi;
4) Kesejahteraan Sosial; dan
5) Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Sesudah sidang pertama BPUPKI pada tanggal 22 Juni
1945 Ir. Soekarno mempunyai prakarsa untuk membentuk pertemuan anggota BPUPKI.
Hasil pertemuan ini terbentuklah panitia kecil yang terdiri atas sembilan
orang, yang lebih dikenal dengan “Panitia Sembilan”. Sembilan orang ini terdiri atas Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Muh.
Yamin, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. A.A. Maramis, Abdulkadir Muzakir, Wachid Hasyim,
H. Agus Salim, dan Abikusno Tjokrosujono. Panitia sembilan ini berhasil
merumuskan maksud dan tujuan pembentukan Negara Indonesia Merdeka. Rumusan
hasil Panitia Sembilan ini dikenal dengan nama “Jakarta Charter” atau “Piagam
Jakarta”. Hasil rumusan ini adalah:
1) Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam
bagi pemeluk-pemeluknya;
2) (Menurut) dasar kemanusiaan yang adil dan beradab;
3) Persatuan Indonesia;
4) (dan) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan; dan
5) (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Sebelum konsep ini disahkan, atas prakarsa Dr. Moh. Hatta yang menerima
pesan dari tokoh-tokoh Kristen dari Indonesia Timur, maka sila pertama yang
berbunyi “Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Putusan itu
diambil setelah Dr. Moh. Hatta berkonsultasi dengan empat pemuka Islam, yaitu:
Ki Bagus Hadikusumo, Wachid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Mr. Teuku Moh.
Hasan.
Sidang kedua BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945 membahas tentang rencana
Undang-undang Dasar. Panitia perancang Undang-undang Dasar diketuai oleh Ir.
Soekarno dengan anggota-anggotanya sebagai berikut: A.A. Maramis, Oto
Iskandardianata, Poeroeboyo, Agus Salim, Mr. Achmad Subardjo, Prof. Dr. Mr.
Supomo., Mr. Maria Ulfah Santoso, Wachid Hasjim, Parada Harahap, Mr.
Latuharhary, Mr. Susanto Tirtoprodjo, Mr. Sartono, Mr. Wongsonegoro,
Wuryaningrat, Mr. R.P Singgih, Tan Eng Hoat, Prof. Dr. P.A. Husein Djajadiningrat,
dan dr. Sukiman. Berdasarkan hasil Piagam Jakarta pada tanggal 11 Juli 1945
dibentuk lagi panitia kecil berjumlah 7 orang anggota sebagai perancang
undang-undang dasar yang diketuai oleh Prof. Dr. Supomo dengan anggotanya Mr.
Wongsonegoro, Mr. Ahmad Subarjo, Mr.A.A. Maramis, Mr. R.P. Singgih, H. Agus
Salim, dan dr. Sukiman. Hasil perumusan
panitia kecil ini disempurnakan bahasanya oleh sebuah panitia yang lebih kecil
lagi sebagai penghalus bahasa, yaitu Husein Djajadiningrat, H. Agus Salim, dan
Supomo.
Hasil dari sidang pertama dan kedua BPUPKI menghasilkan rumusan otentik
Undang-Undang Dasar dan Dasar Negara. Undang-Undang Dasar terdiri atas:
1) Pernyataan Indonesia Merdeka;
2) Pembukaan Undang-Undang Dasar; dan
3) Batang Tubuh (Undang-Undang Dasar itu sendiri).
Sedangkan rumusan Otentik
Dasar Negara (Pancasila), meliputi:
1) Ketuhanan Yang Maha Esa;
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3) Persatuan Indonesia;
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusya-waratan/perwakilan; dan
5) Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
B.
Peristiwa Rengasdengklok
Kedudukan Jepang dalam
Perang Dunia II semakin tidak menguntungkan. Negara-negara fasis semakin
terdesak oleh kekuatan Sekutu setelah Jerman dan Italia kalah di benua Eropa.
Pasukan Amerika semakin bertambah dekat dengan Jepang. Rusia mengumumkan perang
terhadap Jepang. Pada tanggal 6 Agustus 1945 Amerika Serikat menjatuhkan bom
atom di Hiroshima. Pada tanggal 9 Agustus 1945 Rusia mengumumkan perang
terhadap Jepang dan pada hari yang sama kota Nagasaki dijatuhi bom atom yang
kedua. Kaisar Jepang, Hirohito (Tenno Heika) mulai menyadari bahwa ambisinya
membangun imperium Asia Timur Raya tidak akan tercapai dengan adanya bom atom
tersebut. Kaisar Jepang memerintahkan rakyat dan tentaranya menghentikan perang.
Hal ini yang menjadi pertimbangan Sekutu untuk tidak menjatuhkan bom atom yang
ke-3 di Tokyo.
Pada tanggal 7 Agustus 1945 diumumkan pembentukan
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu
Junbi Linkai) berdasarkan keputusan Jenderal Besar Terauci (Panglima
Tentara Umum Selatan). Dengan diumumkan-nya pembentukan PPKI, maka BPUPKI
dianggap telah bubar. Pemerintah Jepang mengisyaratkan bahwa dengan pembentukan
PPKI bangsa Indonesia bebas berpendapat dan melakukan kegiatannya sesuai dengan
kesanggupan-nya. Akan tetapi pemerintah Jepang
tetap mengajukan syarat-syarat, yang antara lain:
a. Untuk
mencapai kemerdekaan harus menyelesaikan perang yang dihadapi bangsa Indonesia,
dengan turut membantu perjuangan bangsa Jepang memperoleh kemenangan akhir
dalam Perang Asia Timur Raya.
b. Negara
Indonesia yang merupakan anggota Lingkungan Kesemakmuran Bersama Asia Timur
Raya, harus mempunyai cita-cita yang sama dengan pemerintah Jepang sesuai
semangat Hakko-Iciu.
Dalam keanggotaannya PPKI
dipilih oleh Jenderal Besar Terauci, untuk itu dipanggillah tiga tokoh
pergerakan nasional, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Radjiman
Widyodiningrat. Pada tanggal 12 Agustus 1945 diadakan pertemuan di Dalat
(Vietnam Selatan). Dalam pertemuan itu Jenderal Besar Terauci menyampaikan bahwa pemerintah Jepang telah memberikan kemerdekaan
bagi bangsa Indonesia dan untuk pelaksanaannya maka dibentuklah PPKI sambil menunggu persiapan selesai. Adapun wilayah
Indonesia setelah kemerdeka-an meliputi seluruh bekas wilayah Hindia
Belanda. PPKI terdiri atas 21 anggota yang terpilih dari seluruh Indonesia.
Sebagai ketua PPKI adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakilnya.
Yang menarik di sini adalah seluruh anggota PPKI sama sekali tidak ada yang
melibatkan Jepang.
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Radjiman Wediodiningrat telah kembali ke
Jakarta. Sementara itu Golongan Pemuda telah mendengar bahwa Sekutu telah
memberikan ultimatum kepada Jepang untuk menyerah tanpa syarat atau “Unconditonal Surrender”. Pada tanggal 15
Agustus 1945 Jepang mematuhi ultimatum tersebut dan menyerah tanpa syarat.
Walaupun kekalahan tersebut sangat dirahasiakan, namun berkat ketangkasan para
pemuda maka sampailah berita itu.
Perbedaan
paham waktu tentang kapan Proklamasi kemerdekaan harus dilaksanakan telah menyebabkan terjadinya perbedaan paham
antara golongan tua dan golongan muda. Ketegangan itu muncul sebagai akibat
perbedaan pandangan tentang saat diumumkannya Proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Ketegangan tersebut bermula dari berita tentang menyerahnya Jepang pada Sekutu
pada tanggal 15 Agustus 1945. Adanya perbedaan sikap di antara kedua golongan
ini wajar saja sebab di samping pengalaman sejarah yang berbeda juga kurangnya
informasi yang berkaitan dengan situasi yang sedang dihadapi. Keterangan atau
informasi yang sedikit mengenai perkembangan perang dunia II, khususnya Perang
Asia Timur Raya karena ketatnya sensor pemerintah militer Jepang di Indonesia.
Pemerintah Jepang dengan tegas melarang penduduk untuk mendengarkan radio luar
negeri. Namun berkat keuletan para pemuda terutama yang bekerja dikantor berita
Jepang, akhirnya sampailah informasi mengenai pidato Kaisar Hirohito tentang
penyerahan tanpa syarat Jepang kepada Sekutu.
Sutan
Syahrir yang mendengar berita kekalahan Jepang kepada Sekutu melalui radio
gelap segera mendesak Soekarno-Hatta agar segera melaksanakan Proklamasi
kemerdekaan Indonesia tanpa harus menunggu izin dari Jepang. Itulah sebabnya
ketika mendengar kepulangan Soekarno-Hatta, Radjiman Widyodiningrat dari Dalat
(Saigon), maka ia segera meyakinkan Bung Hatta bahwa Jepang telah menyerah
tanpa syarat kepada Sekutu. Namun Bung Hatta tidak dapat memenuhi permintaan
Sutan Syahrir sebab menurut Bung Hatta Soekarno tidak berhak mengumumkan
kemerdekaan sekalipun dia ketua PPKI, harus melalui persetujuan PPKI terlebih
dahulu. Kemudian Bung Hatta mengajak Sutan Syahrir pergi ke rumah Bung Karno
untuk menyampaikan berita penyerahan Jepang tanpa syarat kepada Sekutu.
Oleh Bung Hatta dijelaskan maksud
kedatangannya Sutan Syahrir, namun Bung Karno belum dapat menerima maksud Sutan
Syahrir. Pendapat Bung Karno sama dengan Bung Hatta bahwa Proklamasi
Kemerdekaan tidak mungkin dapat dilaksanakan tanpa mengikutsertakan PPKI.
Selain itu Bung Karno belum yakin benar tentang berita kekalahan Jepang, karena
beliau baru saja pulang dari Dalat untuk memenuhi panggilan Jenderal Besar
Terauchi.
Merasa tidak puas dengan jawaban
Bung Karno, maka pada tanggal 15 Agustus 1945 golongan muda mengadakan rapat di
ruangan Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur, Jakarta. Rapat yang dimulai
pukul 20.00 itu menghasilkan tuntutan agar bangsa Indonesia sesegera mungkin
memproklamasikan kemerdeka-an dengan menyertakan Ir. Soekarno dan Drs. Moh.
Hatta untuk menyatakan
Proklamasi pada tanggal 16 Agustus 1945. Hadir dalam rapat itu antara lain
Chairul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Margono, Wikana, dan Alamsyah.
Pada pukul 22.00 WIB Wikana dan Darwis berangkat menuju kediaman Ir. Soekarno
di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta untuk menyampaikan tuntutan golongan muda.
Tuntutan golongan muda yang disampaikan oleh Wikana menjadikan suasana menjadi
tegang. Perdebatan sengit yang disaksikan golongan tua yang lain ini semakin
menampakkan perbedaan pendapat antara golongan tua dan muda.
Menjelang
tanggal 16 Agustus 1945, tepatnya pada pukul 24.00 para pemuda yang sebelumnya
mengikuti rapat di Lembaga Bakteriologi mengada-kan rapat sekali lagi. Rapat
yang juga dihadiri oleh Sukarni, Yusuf Kunto, dr. Muwardi dari Barisan Pelopor,
dan Shodancho Singgih dari Daidan Peta Jakarta Syu. Rapat ini menghasilkan
keputusan untuk mengamankan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ke luar kota
dengan tujuan menjauhkan dari pengaruh Jepang. Dengan didukung perlengkapan
tentara PETA pada tanggal 16 Agustus 1945, pukul 04.30 WIB Ir. Soekarno dan
Drs. Moh. Hatta dibawa ke Rengasdengklok. Rengasdengklok adalah sebuah desa di
kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, sekitar 60 km, sebelah timur
Jakarta. Rengasdengklok dipilih karena letaknya yang strategis dekat tangsi
PETA. Upaya penekanan yang dilakukan oleh para pemuda kepada Ir. Soekarno dan
Drs. Moh. Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan terlepas dari
pengaruh Jepang tidak membuahkan hasil.
Berita tentang diculiknya Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta membuat gusar
Subardjo. Sebagai salah seorang tokoh golongan tua Subardjo merasa bertanggung
jawab atas hilangnya Soekarno-Hatta, sebab pada tanggal 16 agustus 1945 akan
diadakan sidang PPKI yang pertama. Sidang PPKI ini jelas tidak dapat
dilaksanakan apabila ketua dan wakilnya tidak ada. Untuk itu beliau berusaha
mencari tahu di mana kedua tokoh ini berada. Langkah yang pertama dilakukan
adalah mencari keterangan di rumah Laksmana Maeda. Akan tetapi Maeda juga tidak
tahu. Sesudah itu Subardjo mencari Wikana yang kebetulan saat itu sedang
mengadakan rapat dengan para pemuda. Subardjo lantas mendesak agar Wikana
memberitahu di mana bung Karno dan bung Hatta disembunyikan. Pada awalnya
Wikana menolak. Subardjo lantas menjelaskan bahwa Soekarno dan Hatta sangat
diperlukan di Jakarta dan tindakan yang dilakukan para pemuda akan mendapat
balasan dari Jepang sebab mereka sudah diberi ultimatum oleh Sekutu agar tidak
melakukan perubahan politik di Indonesia. Untuk itulah Soekarno dan Hatta
diperlukan untuk berdiplomasi dengan Jepang. Pada akhirnya Wikana luluh juga.
Dengan diantar oleh beberapa pemuda, sore itu Subardjo diantar ke
Rengasdengklok. Pada malam hari pukul 20.00 WIB Soekarno dan Hatta tiba di
Jakarta
C.
Perumusan Naskah Teks Proklamasi Kemerdekaan
Malam
hari setelah tiba di Jakarta, Soekarno dan Hatta pergi mendatangi rumah Mayor
Jenderal Nishimura untuk menyatakan keinginan PPKI bersidang malam itu juga.
Bung Hatta juga mengatakan kepada Mayor Jenderal Nishimura bahwa rakyat
Indonesia sudah mengetahui berita kekalahan Jepang. Akan tetapi Nishimura
dengan tegas menolak rencana diadakannya sidang PPKI. Nishimura menjelaskan
bahwa sejak siang hari pada tanggal 16 Agustus 1945 berdasarkan instruksi
markas Besar Tentara Jepang Daerah selatan yang berkedudukan di Saigon dilarang
adanya perubahan status-quo di
Indonesia, hal ini terkait dengan perjanjian antara pemerintah Jepang dan pihak
pemenang perang Pasifik (Sekutu). Larangan perubahan status-quo itu berarti, bahwa pemerintah Jepang tidak membenarkan
terjadinya Proklamasi kemerdekaan, karena dengan Proklamasi kemerdekaan akan melahirkan Negara Indonesia
Merdeka, dan itu berarti mengubahstatus-quo.
Dengan marah Bung Hatta menjelaskan bahwa apapun yang akan terjadi Indonesia
tetap pada pendirian semula untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.
Bertempat
di rumah Laksamana Muda Maeda di Myakodori No. 1 (sekarang jalan Imam Bonjol)
maka dimulailah
sidang PPPKI untuk mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Mengapa
dipilih rumah Laksamana Muda Maeda? Laksamana Muda Maeda adalah seseorang yang
mempunyai hubungan yang sangat baik dengan para pemimpin Indonesia terutama Mr.
Achmad Subardjo. Beliau adalah Kepala Perwakilan Kaigun (Angkatan Laut Jepang).
Sebagai Kepala Perwakilan Kaigun beliau memilki kekebalan hukum di mana Rigukun
(Angkatan Darat Jepang) tidak berani bertindak sewenang-wenang di kediaman
Maeda, selain itu Maeda menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya. .
Di ruang makan rumah Laksamana Maeda dirumuskanlah naskah Proklamasi
Kemerdekaan oleh tiga orang tokoh kemerdekaan Indonesia. Bung Hatta dan Mr.
Achmad Subardjo meyumbangkan pikirannya secara lisan. Sedangkan Bung Karno
bertindak sebagai penulis rumusan konsep Proklamasi. Turut menyaksikan
peristiwa tersebut adalah Miyosi (seorang kepercayaan Nishimura) beserta tiga
tokoh pemuda yaitu: Sukarni, Sudiro, dan B.M. Diah.
Adapun kalimat pertama yang berbunyi “Kami bangsa Indonesia dengan ini
menyatakan kemerdekaan Indonesia” adalah kalimat yang dikutip Mr. Achmad
Subardjo dari rumusan sidang BPUPKI (Dokuritsu Junbi Cosakai). Sedangkan
kalimat terakhir adalah dirumuskan oleh Drs. Moh hatta yang berbunyi “Hal-hal
yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain akan diselenggarakan dengan cara
seksama dan dalam tempo yang
sesingkat-singkatnya”.
2.
Demokrasi Liberal di Awal Kemerdekaan RI
Setelah kesepakatan diplomasi antara
Indonesia-Belanda, melalui KMB (Konferensi Meja Bundar) di Den Haag tanggal 2
November 1945 serta ditindaklanjuti dengan pengakuan kedaulatan atas Indonesia
dari pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949 maka konstitusi resmi Indonesia
adalah UUD RIS. Konstitusi tersebut sebagai jalan kompromi bagi kelancaran
penyerahan kedaulatan Indonesia.
Dengan
berlakunya UUD RIS tersebut, sistem pemerintahan Indonesia menggunakan sistem
parlementer atau liberal dengan bentuk negara federasi atau serikat (Nugroho
Notosusanto,1977:72).
Negara
RIS terdiri dari 16 negara bagian dengan kepala negara atau presiden pertama
Sukarno dan Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri. Sistem kabinetnya Zaken
Kabinet yaitu suatu pemerintahan yang menteri-menterinya diutamakan dari
keahliannya dan bukan bersandar pada kekuatan partai politik. Negara RIS ini
tidak berlangsung lama disebabkan dasar pembentukannya sangat lemah dan bukan
merupakan kehendak rakyat. RIS merupakan strategi diplomasi Belanda untuk dapat
bertahan di Indonesia. Setelah RIS diganti UUD Sementara/ UUD 1950 praktek ketatanegaraan berlakunya sistem demokrasi
liberal di Indonesia yang menggantikan bentuk negara serikat menjadi negara
kesatuan sejak 17 Agustus 1950 (Mahfud M D, 2000:49).
Indonesia
menganut sistem parlementer secara konstitusional serta sistem multi partai
seperti yang terjadi dalam kurun waktu tahun 1945-1949.
Setelah berlangsung perundingan yang rumit pasca jatuhnya Kabinet Ali yang pertama
( Ali I),Burhannudin Harahap (Masyumi) berhasil menyusun kabinet yang didukung
oleh Masyumi,PSI dan Partai NU. Program kabinet tersebut antara lain:
·
Pemberantasan korupsi (antara lain dengan menangkap
mantan Menteri Kehakiman Kabinet Ali I yaitu Jody Gondokusumo dengan tuduhan
korupsi).
·
Pelaksanaan pemilu I
Untuk mengurangi ketegangan dengan militer, Perdana
Menteri Burhannudin mengangkat kembali A. H Nasution sebagai KSAD. Hal ini
disebabkan pemerintah menginginkan dukungan militer untuk menjaga stabilitas
keamanan berkaitan dengan rencana pelaksanaan pemilu.
Kabinet Burhanudin berhasil menyelenggarakan pemilu
I di Indonesia dengan pelaksanaan sebagai berikut:
·
29
September 1955 memilih anggota DPR
·
15
Desember 1955 memilih anggota Konstituante
Kabinet
Burhanudin Harahap tetap mempertahankan politik luar negeri bebas aktif
meskipun tetap condong pada negara-negara Barat. Pada tanggal 13 Pebruari 1956
, kabinet mengumumkan secara sepihak untuk memutuskan Uni Indonesia-Belanda
hasil dari KMB, karena Belanda menolak melakukan upaya diplomasi lanjutan
tentang Irian Barat. Dengan berhasilnya Pemilu I tersebut, tugas Kabinet
Burhanudin Harahap dianggap selesai dan perlu dibentuk kabinet baru hasil dari
Pemilu tersebut.
Dalam
perkembangannya, ketidakpuasan daerah-daerah semakin meningkat karena dukungan
dari panglima militer di daerah sehingga muncul dewan-dewan di daerah seperti
Dewan Banteng di Sumatera Barat. Pada tanggal 20 Juli 1956 Muhammad Hatta
mengundurkan diri sebagai wakil presiden. Pengunduran diri Hatta berarti
terlemparnya tokoh luar Jawa yang disegani oleh Pusat. Dewan Banteng yang
diketuai Let.Kol Ahmad Husein mengambil alih pemerintahan sipil di Sumatera
dengan tuntutan kepada pemerintah Pusat agar Muhammad Hatta dikembalikan dalam
posisi politik yang dominan dalam pemerintahan. Disamping itu mereka menuntut
pembagian alokasi anggaran pembangunan yang proposional antara Pusat dan
Daerah.
Pada
bulan Oktober 1956 Presiden Sukarno menawarkan jalur alternatif untuk mengatasi
krisis politik berupa gagasan Demokrasi Terpimpin. Menurut Sukarno, Demokrasi
Terpimpin merupakan sistem musyawarah-mufakat yang sesuai dengan kepribadian
bangsa. Wacana Demokrasi Terpimpin tersebut menimbulkan perpecahan diparlemen
karena partai-partai politik menyambut suara pro dan kontra tentang konsepsi
tersebut. Partai Masyumi dan Partai Katholik menentang ide Sukarno tersebut sementara
PNI dan PKI mendukungnya.
Konsepsi Demokrasi Terpimpin juga mendapat
tantangan keras dari daerah terutama luar Jawa yaitu Sumatera dan Sulawesi.
Krisis politik ini memuncak dengan pengunduran diri Kabinet Ali II. Namun
sebelumnya Perdana Menteri Ali Sastroamidjoyo menandatangani dekrit yang
menyatakan “Negara dalam keadaan darurat untuk semua wilayah” atau SOB (State of Siegel). Selanjutnya pemerintahan
dipegang oleh Kabinet Djuanda.
Kabinet tersebut merupakan Zaken Kabinet, dengan programnya terdiri 5 (lima) pasal (Panca
Karya) sehingga disebut kabinet karya Program kerjanya adalah :
§
Membentuk
Dewan Nasional
§
Normalisasi
situasi negara dan mempergiat pembangunan
§
Perjuangan
merebut Irian Barat
§
Melancarkan
pelaksanaan pembatalan KMB (Nugroho
Notosusanto,1977:98).
Posisi
kabinet Djuanda sangat kuat karena negara dalam keadaan bahaya sehingga yang
berperan adalah presiden dan TNI sehingga parlemen tidak dapat mengeluarkan
mosi untuk menjatuhkan kabinet. Pemerintah juga membentuk Dewan Nasional yang
diketuai Sukarno, bertujuan menampung dan menyalurkan pertumbuhan
kekuatan-kekuatan dalam masyarakat serta bertugas sebagai penasehat dalam
menjalankan pemerintahan dan menjaga stabilitas keamanan. Namun pada
prakteknya, pembentukan Dewan Nasional tersebut untuk memperkuat otoritas
Sukarno serta sebagai forum tandingan bagi pengaruh partai-partai politik di
pemerintahan. Dewan Nasional yang ektra-konstitusional tersebut menurut Sukarno
berkedudukan lebih tinggi dari kabinet karena dewan tersebut mencerminkan
seluruh bangsa sedangkan kabinet hanya mencerminkan parlemen (Mahfud M D,2000:
54).
Dalam
perkembangannya, pemerintahan tetap tidak berhasil mengatasi berbagai krisis,
bahkan pergolakan di daerah semakin meningkat. Para perwira militer di daerah
seperti Kolonel Zulkifli Lubis, Kolonel Simbolon , Let. Kol Ahmad Husein dan
Let. Kol Samual mengadakan pertemuan di Palembang dengan hasil berupa tuntutan kepada pemerintah pusat yaitu:
·
Muhammad
Hatta dikembalikan kedudukannya sebagai wapres
·
Jenderal
Nasution beserta jajarannya harus diganti
·
Pembatasan
gerakan dan paham komunis melalui Undang -undang.
Tuntutan tersebut tidak ditanggapi oleh pemerintah Pusat sehingga
perwira daerah mengultimatum agar Kabinet Djuanda mengundurkan diri. Pada
tanggal 15 Pebruari 1958 Ahmad Husein memproklamirkan berdirinya PRRI
(Pemerintahan Revolusioner Rebublik Indonesia) dengan Perdana Menterinya,
Syafrudin Prawiranegara (tokoh Masyumi). PRRI mendapat dukungan dari daerah
Sulawesi dengan munculnya gerakan Permesta sehingga pemberontakan ini disebut
PRRI/Permesta. Sementara itu Dewan Konstituante hasil pemilu 1955 yang bertugas
menyusun Undang-undang Dasar gagal melaksanakan tugasnya. Keadaan ini semakin
tegang dengan adanya pemberontakan PRRI/Permesta. Akhirnya presiden Sukarno
memutuskan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sehingga kabinet Djuanda
berakhir.
3.
Demokrasi Terpimpin
Demokrasi
liberal atau sistem parlementer di Indonesia berdampak pada instabilitas
keamanan, politik serta ekonomi. Hal ni dibuktikan hanya dalam rentang waktu 10
tahun terdapat 7 kabinet jatuh bangun. Disamping itu muncul gerakan–gerakan
separatis serta berbagai pemberontakan di daerah. Sementara itu, Dewan
Konstituante yang bertugas menyusun UUD yang baru gagal melaksanakan tugasnya
disebabkan adanya pertentangan diantara partai politik di Konstituante.Dalam
pidato tanggal 22 April 1959 didepan Konstituante dengan judul “Res Publica,
Sekali Lagi Res Publica”, Presiden Sukarno atas nama pemerintah menganjurkan,
supaya Konstituante dalam rangka rencana pelaksanaan Demokrasi Terpimpin
menetapkan UUD 1945 sebagai UUD bagi ketatanegaraan yang definitif.
Dewan Konstituante berbeda pendapat dalam
merumuskan dasar negara. Pertentangan tersebut antara kelompok pendukung dasar
negara Pancasila dan pendukung dasar negara berdasar syariat Islam. Kelompok
Islam mengusulkan agar mengamademen dengan memasukkan kata–kata
: dengan kewajibanmenjalankan syariat Islam bagi pemeluk–pemeluknya”
kedalam Pembukaan UUD 1945.
Usul amandemen tersebut ditolak oleh sebagian besar anggota Konstituante dalam
sidang tanggal 29 Mei 1959 dengan perbandingan suara 201 (setuju) berbanding
265(menolak). Sesuai dengan ketentuan tata tertib maka diadakan pemungutan
suara dua kali lagi. Pemungutan suara terakhir dilakukan tanggal 2 Juni 1959
namun tidak mencapai quorum. Akhirnya Konstituante mengadakan reses atau masa
istirahat yang ternyata untuk waktu tanpa batas.
Dengan memuncaknya krisis nasional dan untuk
menjaga ekses–ekses politik yang mengganggu ketertiban negara, maka KSAD
Letjen. A. H Nasution atas nama pemerintah/Penguasa Perang Pusat (Peperpu),
pada tanggal 3 Juni 1959 mengeluarkan peraturan No. Prt./Peperpu/040/1959
tentang larangan mengadakan kegiatan politik.
Kegagalan Konstituante dalam melaksanakan tugasnya
sudah diprediksi sejak semula, terbukti dengan gagalnya usaha kembali ke UUD
1945 melalui saluran konstitusi yang telah disarankan pemerintah. Dengan
jaminan dan dukungan dari Angkatan Bersenjata, Presiden Sukarno pada tanggal 5
Juli 1959, mengumumkan Dekrit Presiden. Keputusan Presiden R I No. 150 tahun 1959 yang dikenal sebagai Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 memuat tiga hal yaitu: (1) Menetapkan pembubaran
Konstituante; (2) Menetapkan UUD 45
berlaku lagi bagi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
terhitung mulai tanggal penetapan
Dekrit ini, dan tidak berlaku lagi UUDS; dan (3) Pembentukan MPRS, yang terdiri atas anggota–anggota DPR
ditambah dengan utusan–utusan daerah dan golongan, serta pembentukan Dewan
Pertimbangan Agung Sementara dalam waktu yang sesingkat–singkatnya.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mendapat dukungan
komponen masyarakat, TNI, Mahkamah Agung serta sebagaian besar anggota DPR. Hal
ini disebabkan masyarakat mendambakan stabilitas politik dan keamanan dalam
rangka pembangunan bangsa. Namun Dekrit Presiden tidak dapat dilepaskan dengan
berlakunya konsep Demokrasi Terpimpin.Demokrasi Terpimpin pertama–tama adalah
sebagai suatu alat untuk mengatasi
perpecahan yang muncul di tataran politik Indonesia dalam kurun waktu
pertengahan tahun 1950-an. Untuk menggantikan pertentangan di parlemen antara
partai politik, suatu sistem yang lebih otoriter perlu diciptakan dimana peran
utama dimainkan oleh Presiden Sukarno (Harold Crouch 1999: 44).
Dalam rangka mengurangi peran kontrol partai
politik yang menolak Demokrasi Terpimpin, Presiden Sukarno mengeluarkan
Peraturan Presiden No. 7 tahun 1959 yang berisi ketentuan kewajiban partai–partai politik mencantumkan
AD/ART(anggaran dasar/anggaran rumah tangga), dengan asas dan tujuan tidak
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, serta membubarkan partai–partai
politik yang terlibat dalam pemberontakan–pemberontakan. Aturan tersebut
mengakibatkan Partai Masyumi dan Partai Sosialis dibubarkan karena dianggap
mendukung pemberontakan PRRI/Permesta.
Konsepsi Demokrasi Terpimpin antara lain
pembentukan lembaga negara baru yang ektra–konstitusional yaitu Dewan Nasional
yang diketuai Sukarno sendiri dan bertugas memberi nasehat pada kabinet. Untuk
pelaksanaannya dibentuk kabinet baru yang melibatkan semua partai politik
termasuk PKI. Pada bulan Juli 1959, Sukarno mengumumkan kabinetnya yang bernama
Kabinet Kerja yang terdiri dari sembilan menteri disebut Menteri–Menteri
Kabinet Inti dan 24 menteri yang disebut Menteri Muda. Dalam Kabinet Kerja
tersebut, Djuanda diangkat sebagai menteri utama atau pertama dan semua menteri
diharuskan melepaskan ikatan kepartaian dalam membentuk pemerintahan
non–partai.
Program kerja kabinet tersebut dirumuskan dalam
tiga pokok yaitu (Herbert Feith, 1995: 75)
·
Sandang-pangan
bagi rakyat
·
Pemulihan
keamanan
·
Melanjutkan
perjuangan melawan imperalis.
Dalam
rangka pelaksanaan Demokrasi Terpimpin, Sukarno juga membentuk DPR (Dewan Perwakilan
Rakyat) serta Dewan Perancang Nasional yang dipimpin Muhammad Yamin, serta MPRS
yang diketuai Chaerul Saleh. Namun Presiden membekukan DPR hasil pemilu 1955
disebabkan parlemen menolak Anggaran Belanja Negara yang diajukan Presiden dan
menggantikannya dengan DPR GR(DPR Gotong-Royong). Kemudian Sukarno juga
menetapkan MPRS, dimana tokoh PKI D.N Aidit menjadi salah seorang Wakil Ketua.
Tokoh-tokoh Masyumi, PSI dan Muhammad
Hatta menentang kebijakan Sukarno tersebut dengan membentuk Liga Demokrasi.
MPRS
yang terbentuk tanggal 22 Juli 1959, dalam Sidang Umum I MPRS tahun 1960
menetapkan pidato kenegaraan Sukarno tanggal 17 Agustus 1959 tersebut menjadi “Manifesto Politik
Indonesia” dan menetapkannya sebagai GBHN. Selanjutnya dalam Sidang Umumnya tahun 1963 menetapkan
“mengangkat Ir. Sukarno sebagai presiden seumur hidup”.
Dalam
membentuk ideologi bagi Demokrasi Terpimpin, Sukarno memperkenalkannya dalam
pidato kenegaraan tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan Kembali
Revolusi Kita” yang dianggap sebagai Manifesto Politik yang disingkat Manipol.
Isi Manipol disimpulkan menjadi lima prinsip yaitu UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi
Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia yang disingkat USDEK.
Manipol-USDEK dikaitkan dengan dasar negara Pancasila sehingga menjadi
rangkaian pola ideologi Demokrasi Terpimpin.
Sukarno menghendaki persatuan ideologi antara
Nasionalisme, Islam dan Marxis dengan doktrin Nasakom (nasionalis, agama dan
komunis). Doktrin ini mengandung arti bahwa PNI (nasionalis), Partai NU (Agama)
dan PKI (komunis) akan berperan secara bersama dalam pemerintahan disegala
tingkatan sehingga menghasilkan sistem kekuatan koalisi politik. Namun pihak
militer tidak setuju terhadap peran PKI di pemerintahan (Ricklefs,1991:406).
Pada tangal 20 Januari 1961 dibentuk Front Nasional
yang sesuai dengan konsep dan ide Sukarno. Dalam jangka panjang, lembaga
tersebut akan dijadikan sebagai partai tunggal negara, dengan menggunakan basis
masa sebagai penggeraknya yang tergabung dari seluruh partai politik yang
berbeda ideologi dan seluruh golongan fungsional. Untuk menghambat rencana Sukarno tersebut,
TNI-AD berhasil menghimpun beberapa organisasi golongan fungsional kedalam
suatu organisasi yang bernama Sekber Golkar (Sekretariat
Bersama Golkar) pada tanggal 20 Oktober 1964. Tujuan Sekber Golkar juga untuk
menandingi kekuatan PKI yang semakin besar dan berpengaruh di masyarakat
sehingga membahayakan eksistensi TNI.
Dari
keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa masa Demokrasi Terpimpin mempunyai
ciri-ciri, yaitu pertama peran
dominan Presiden dalam segala aspek, kedua pembatasan atas peran DPR serta partai-partai politik kecuali PKI yang
malahan mendapat kesempatan untuk berkembang, ketiga peningkatan peran TNI sebagai kekuatan sosial politik
(Miriam Budiardjo, 1995:228).
Gagasan
kebijakan politik luar negeri bebas aktif Indonesia dikembangkan pada masa awal
kemerdekaan. Pada saat itu, para pemimpin Indonesia melihat konflik dunia yang
terpecah menjadi dua yaitu Blok Barat Liberalis) dan Blok Timur (Komunis).
Indonesia berusaha tetap berada diluar kedua blok yang bermusuhan tersebut.
Politik luar negari bebas aktif Indonesia merupakan bagian dari nasionalisme
juga (Herbert Feith, 1995:59).
Pada
masa demokrasi liberal antara tahun 1950-1957, politik luar negeri Indonesia
mulai goyah meskipun kabinet-kabinet pada masa itu mencantumkan program kabinet
untuk masalah kebijakan luar negeri tetap dalam kerangka kebijakan bebas aktif.
Dalam pelaksanaannya mereka tidak sesuai dengan programnya, ini dibuktikan dengan jatuhnya kabinet Sukiman
tahun 1952, yang disebabkan keputusan politiknya menerima bantuan milter dari
Amerika Serikat dalam rangka kesepakatan MSA atau Mutual Security Act.
Konferensi
Asia-Afrika di Bandung 1955 berhasil menumbuhkan kesadaran serta kepercayan
diri pada bangsa-bangsa Asia-Afrika yang telah menjadi wilayah praktek
imperalisme-kolonialisme. Pertemuan itu juga menjadi landasan kuat untuk
pembentukan Gerakan Non-Blok (Non-Aligned Movement) yaitu gerakan dari
bangsa-bangsa yang tidak melibatkan diri dalam suasana Perang Dingin. Namun
dalam perkembangannya kedekatan Sukarno dan PKI selanjutnya mempengaruhi
kebijakan politik luar negeri bebas aktif ke arah Blok Komunis. Peristiwa–peristiwa
yang dapat diidentifikasikan sebagai penyimpangan politik luar negeri pada masa
Demokrasi Terpimpin adalah:
a) Adanya poros Jakarta–Peking
b) Indonesia keluar dari keanggotaan PBB atas
desakan PKI
c) Timbulnya
gagasan NEFO (New Emerging Forces)
sebagai tandingan kekuatan negara-negara Barat (Old Established Forces).
d) Konfrontasi dengan
Malaysia (Dwikora).
Konfrontasi dengan Malaysia dilatarbelakangi ketika
pada tahun 1961 terdapat rencana pembentukan Negara Federal Malaysia.
Pembentukan negara tersebut, yang terdiri dari Persekutuan Tanah
Melayu,Serawak,Brunei,Sabah dan Singapura ditentang oleh Presiden Sukarno.
Sukarno menganggap bahwa pembentukan
Malaysia sebagai “Proyek
Neokolonialisme” (Nekolim) dari Inggris sehingga membahayakan revolusi
Indonesia yang belum selesai. Sebaliknya, Sukarno mendukung berdirinya Negara
Kesatuan Kalimantan Utara yang diproklamirkan di Manila, Philipina oleh A.M
Azhari dari Brunei.
Presiden
Sukarno berusaha keras menggagalkan pembentukan Federasi Malaysia tersebut.
Untuk melaksanakan kebijakannya dilancarkannya konfrontasi bersenjata dengan
Malaysia berdasarkan Dwikora (Dwi Komando Rakyat, yakni:
1) Perhebat ketahanan revolusi Indonesia
2) Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya,
Singapura, Sabah, Serawak, Brunei untuk membubarkan negara boneka Malaysia.
Para
sukarelawan dan TNI berusaha masuk ke daerah Malaya, Singapura dan Kalimantan
Utara untuk melancarkan operasi militer terhadap angkatan perang persemakmuran
Inggris. Namun TNI-AD berusaha mencari jalan agar dalam konfrontasi dengan
Malaysia tersebut tidak dijadikan oleh PKI sebagai jalan guna mencapai tujuan
yang terkandung dalam strategi
politiknya. (Frederick P. Bunnel, dalam Yahya Mahaimin, 2002: 181).
Pertemuan
antara Priseden Sukarno dan Perdana Menteri Tengku Abdul Rahman dari
Persekutuan Tanah Melayu yang diadakan di Tokyo, Jepang tanggal 31 Mei sampai 1
Juni 1963 berhasil meredam ketegangan untuk sementara waktu. Kemudian
dilanjutkan dengan pertemuan Menteri Luar Negeri Indonesia, Malaysia dan Philipina
yang menghasilkan pokok-pokok pengertian diantara ketiga negara dalam
memecahkan masalah yang timbul. Usaha
Indonesia-Malaysia-Philipina dalam rangka meredam konflik antara lain membentuk
Maphilindo, singkatan dari
Malaysia, Philipina dan
Indonesia, dengan maksud untuk persatuan rumpun di Asia Tenggara. Konsep ini
merupakan kesepakatan bersama antara Presiden Sukarno,Presiden Macapagal dari
Philipina dan Perdana Menteri Persekutuan Tanah Melayu, Tengku Abdul Rachman
(Sayidiman Suryohadiprojo, 1996: 256).
Namun ternyata pada tanggal 9
Juli 1963 di London Inggris, Perdana Menteri Malaysia Abdul Rahman
menandatangani dokumen persetujuan dengan pemerintah Inggris mengenai
pembentukan Federasi Malaysia. Hal ini menimbulkan konfllik antara Indonesia
dengan Malaysia. Pada tanggal 16 September 1963 ditandatangani Naskah
Penggabungan Empat Negara Bagian yang terdiri atas Persekutuan Tanah Melayu,
Singapura, Serawak dan Sabah dalam Federasi Malaysia. Pembentukan Federasi in
ditentang oleh Indonesia sehingga pada tanggal
17 September 1963 Indonesia secara sepihak mengumumkan pemutusan
hubungan diplomatik dengan Kuala Lumpur . Pada rapat umum Anti Pangkalan
Militer Asing di Jakarta tanggal 7 Januari 1965, Presiden Indonesia menyatakan
bahwa Indonesia keluar dari keanggotaan PBB. Hal ini merupakan reaksi atas
terpilihnya Malaysia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
·
Perkembangan
Perekonomian pada Masa Demokrasi Terpimpin
Sejak akhir tahun 1959, keadaan ekonomi Indonesia
semakin merosot. Dengan kegagalan kebijakan pemerintah di bidang keuangan dan
perekonomian, kemerosotan melanda semua sektor ekonomi yang vital. Sebagai
dampaknya, harga barang-barng konsumsi naik dan biaya hidup meningkat.. Masalah
operasi pemulihan keamanan dengan adanya berbagai pemberontakan di Indonesia
seperti PRRI/Permesta dan DI/TII serta perjuangan dalam rangka pembebasan Irian
Barat menjadi salah satu sebab utama kemerosotan ekonomi. Sementara itu,PKI
berpendapat bahwa kemerosotan ekonomi ini disebabkan Indonesia menjalankan sistem kapitalisme dan feodalisme.
Pasca operasi pembebasan Irian Barat, pemerintah
berusaha merehabiltasi perekonomian Indonesia. Rencana tersebut disusun dalam
suatu konsepsi yang disebut Konsepsi
Djuanda. Namun dalam pelaksanaannya , banyak mengalami kendala-kendala. Pada
tanggal 28 Maret 1963, Presiden Sukarno mengumumkan Deklarasi Ekonomi sebagai
strategi dasar ekonomi Indonesia, dalam rangka pelaksanaan Demokrasi Terpimpin.
Dalam pelaksanannya, Dekon tidak segera disertai tindakan-tindakan penyehatan ekonomi
yang diperlukan.
Pada tahun 1965 struktur sosial,politik dan ekonomi
bangsa Indonesia hampir runtuh. Inflasi sangat tinggi, dengan harga
barang-barang naik berlipat-lipat (Rickelfs,1991:426). Puncak dari segala
krisis ini adalah terjadinya peristiwa pemberontakan G-30-S pada tanggal 30
September 1965 malam 1 Oktober 1965.
Manifesto Politik yang telah ditetapkan MPRS
sebagai GBHN tenyata tidak hanya berlaku
5 tahun tetapi untuk waktu tanpa batas. Pada masa itu partai politik
yang paling berperan adalah PKI karena lawan utama PKI yaitu Masyumi dan PSI
telah dibubarkan oleh Sukarno. Upaya PKI melakukan ofensif gerakannya
berkembang sangat pesat pasca pemilu 1955. Namun peran politik PKI dalam pemilu 1955 masih banyak ditolak banyak
kalangan termasuk di pemerintahan disebabkan tindakan Pemberontakan tahun 1948
di Madiun. Dengan adanya Demokrasi Terpimpin, untuk pertama kalinya PKI masuk
dalam pemerintahan (Kerstin Beise,2004:14).
Setelah berlakunya Demokrasi Terpimpin di
Indonesia, hubungan antara Presiden Sukarno dengan PKI semakin dekat
dibandingkan dengan partai-partai yang lain , karena PKI sebagai partai
pendukung utama kebijakan Sukarno dalam melaksanakan Demokrasi Terpimpin.
Disamping itu antara Sukarno dan PKI terdapat persamaan persepsi dalam memandang
berbagai masalah aktual saat itu termasuk kecurigaannya pada militer dan
pengaruh intervensi asing, khususnya Blok Barat terhadap masalah dalam negeri
Indonesia.
Upaya
PKI secara sistematis dimulai sejak
Konggres Nasional tahun 1959 dengan menyusun rencana program yang disebut Plan
Partai. Plan Partai ditetapkan dengan tujuan untuk menjadikan PKI sebagai partai
kader dan massa. Dalam melaksanakan
aksi-aksinya,PKI menggunakan Manipol sebagai landasan dengan menempatkan kaum
buruh dan tani pada kedudukan yang istimewa, sebagai pelaku utama revolusi.
Dalam rangka mendukung gerakannya, PKI berhasil mengorganisasi dan memobilisasi
jutaan orang anggotanya. PKI menyusun program khusus dalam bidang
sosial-ekonomi antara lain dengan berusaha mempertahankan tanah-tanah
garapan,menurunkan sewa tanah, usaha menaikkan upah buruh dan tani. Program
tersebut dalam rangka memperluas dukungan masyarakat dalam rangka mewujudkan
cita-cita politiknya.
Sejak tahun 1964 dan puncaknya tahun 1965 PKI
semakin agresif dengan semangat untuk meningkatkan ofensif revolusioner sampai
ke puncak, seperti yang dianjurkan ketuanya DN Aidit. Propaganda PKI dalam
meningkatkan sentimen anti lawan politiknya dilakukan melalui rapat-rapat umum,
kampanye pers dan radio serta poster-poster dipinggir jalan dengan menyebut
golongan diluar PKI sebagai setan kota, setan desa, kapitalis birokrat yang
harus disingkirkan.
Pada bulan Januari 1965 posisi PKI di Jakarta
sangat kuat setelah Sukarno melarang partai Murba. Partai Murba sejak lama
menentang PKI dalam rangka memperebutkan kepemimpinan golongan kiri (Ricklefs,
1991:423). Pada sekitar bulan Pebruari 1965, Ketua CC-PKI, DN Aidit mengusulkan
dibentuknya organisasi Angkatan Kelima yaitu milisi rakyat yang dipersenjatai
yang terdiri buruh dan tani, disamping kekuatan TNI dan Kepolisian. Alasan
tuntutan PKI tersebut dalam rangka menambah kekuatan militer dalam menghadapi
konflik dengan Malaysia melalui aksi Dwikora.
PKI juga mengusulkan agar prinsip-prinsip tentang
Nasakomisasi disegala bidang diperluas,
dengan cara membentuk tim penasehat yang mewakili unsur-unsur Nasakom untuk
bekerja sama dengan para panglima dari keempat angkatan dalam TNI (Harold
Crouch, 1999:92). Diantara keempat Panglima Angkatan, hanya Panglima Angkatan
Udara Laksamana Madya Omar Dhani yang secara tegas mendukung terbentuknya
Angkata Kelima .
Usul PKI untuk menasakomisasi dalam tubuh Angkatan
Bersenjata yang merupakan bagian dari kampanye PKI untuk mencapai tujuan adanya
perwakilan Nasakom diseluruh lembaga negara dihalangi oleh para pemimpin
Angkatan Darat (Harold Crouch, 1999:93). TNI-AD juga menentang dibentuknya
Angkatan ke-5, dengan alasan bahwa Angkata ke-5 dan pembentukan
Komisaris-komisaris Politik, tidak diperlukan dalam lingkungan kemiliteran
(Yahya Muhaimin, 2002:179).
Satu-satunya kekuatan organisasi atau kelembagaan
yang dapat menandingi manuver PKI adalah TNI. Pengaruh partai politik dalam
pemerintahan berkurang drastis sejak
berlakunya Demokrasi Terpimpin. Sebagai
upaya untuk mensentralisasikan struktur organisasinya, TNI semakin solid dengan
konsep Dwifungsinya yang mengintensifkan keterlibatan militer dalam
administrasi sipil dan ekonomi Indonesia. Meski demikian terdapat friksi dalam
militer yang disebabkan polarisasi antara perwira anti-komunis dan yang pro Sukarno
atau perwira dari Jawa dan non Jawa(Kerstin Beise, 2004:13). Bahkan yang lebih
berbahaya, ternyata PKI berhasil menyusup ke dalam tubuh Angkata Darat,
terutama Divisi Diponegoro, Jawa Tengah dan Divisi Brawijaya, Jawa Timur
(Ricklefs, 1991:420).
Berpalingnya Sukarno dari negara-negara Barat,
dengan meninggalkan prinsip-prinsip kebijakan gerakan non-blok yang mengarah
pada terbentuknya poros Jakarta-Peking-Pyongyang-Hanoi, serta politik
konfrontasi dengan Malaysia menyebabkan Sukarno dianggap telah dekat dengan
ide-ide komunis dan PKI (Kerstin Beise, 2004:15). Amerika Serikat
mengkhawatirkan bahwa Indonesia menjadi korban dari teori domino tentang
penyebaran ideologi komunis. Sementara itu, pembangunan ekonomi Indonesia
terhambat oleh konflik di pemerintahan sehingga situasi masyarakat menjadi
tidak menentu. Tindakan Sukarno yang melemahkan setiap kekuatan anti Komunis
dengan dalih sebagai kontra revolusi, serta terbentuknya Poros Jakarta-Peking
telah memberi kesempatan kepada PKI untuk menguasai hampir di sektor kehidupan
bangsa dan negara kecuali bidang militer khususnya Angkatan Darat. Situasi
politik semakin terpolarisasi setelah Sukarno mendukung terbentuknya Angkatan
ke-5 yang merupakan ancaman bagi kekuatan militer.
Setelah PKI secara politis berhasil melemahkan
lawan-lawan politiknya, ternyata kekuatan militer sebagai institusi sulit
ditundukkan. Dalam rangka mendiskriditkan TNI-AD, PKI melancarkan adanya isue
Dewan Jenderal. Dalam isue Dewan Jenderal disebutkan bahwa sejumlah perwira
tinggi TNI-AD yang tidak loyal terhadap presiden yang mempunyai tujuan antara
lain menilai kebijakan Presiden Sukarno selaku Pemimpin Besar Revolusi.
Bersamaan dengan isue tersebut, tersiar pula adanya
“Dokumen Gilchrist”. Gilchrist yang nama lengkapnya Sir Andrew Gilchrist adalah
Duta Besar Inggris yang bertugas antara tahun 1963-1966. Dalam Dokumen
Gilchrist berisi laporan Duta Besar
Inggris, Gilchrist mengenai koordinasinya dengan Duta Besar USA di Jakarta
untuk menangani situasi di Indonesia. Dokumen tersebut disebarluaskan oleh
Subandrio yang saat itu menjabat Kepala
Badan Pusat Intelejen (BPI) Menteri Luar Negeri.
Pada
tangal 26 Mei 1965, Subandrio membawa dokumen tersebut kepada Presiden Sukarno,
sehingga para perwira militer TNI-AD seperti LetJen Ahmad Yani yang mempunyai
hubungan dekat dengan Inggris dan USA diminta penjelasannya oleh Presiden
terkait dengan isue dokumen tersebut. Pada pidato kenegaraan tanggal 17 Agustus
1965 Presiden Sukarno menunjukkan kecurigaan dan permusuhannya terhadap
kekuatan atau organisasi yang anti PKI
terutama TNI-AD dan mengemukakan bahwa telah ditemukan adanya dokumen tentang
rencana komplotan di dalam negeri yang bekerja sama dengan CIA dan pemerintah
Inggris yang berusaha merobohkan pemerintahannya (Yahya Muhaimin, 2002: 183).
Secara
teoritis, kegagalan pemerintahan sipil di suatu negara yang baru merdeka di
kawasan Asia, Afrika dan Amerika secara tidak langsung memberi kesempatan pada
pihak militer untuk mengambil-alih pemeritahan. Tersiar berita di luar negeri
tentang beberapa kudeta militer di Irak pada Juli 1958,kemudian bulan Oktober
1958 pemerintahan sipil Pakistan jatuh ke tangan Jenderal Ayu Khan, di Burma ke
tangan Ne Win, adanya kudeta di Thailand, rencana kudeta di Philipina serta
pemerintahan Sipil Sudan juga ditumbangkan pihak militer.
Pers Jakarta juga memuat thesis dari Scott
yang diantaranya berpendapat bahwa di negara-negara yang baru berkembang
khususnya di Asia, perlu adanya kekuasaan diktator militer untuk menyelamatkan
diri dari bahaya komunis (Daniel S. Lev, 1967:188-189). Kecenderungan adanya
kudeta di negara-negara lain tersebut, menjadikan Presiden Sukarno curiga terhadap militer yang akan merebut kekuasaannya.
Pada
awal September 1965 terdapat isue bahwa Dewan Jenderal akan merebut kekuasaan
Presiden Sukarno dengan memanfaatkan pengerahan pasukan dari daerah yang
didatangkan ke Jakarta dalam rangka persiapan peringatan HUT TNI tanggal 5
Oktober 1965. Isuenya Dewan Jenderal mempunyai struktur sebagai berikut:
a) Perdana Menteri : Jenderal A H Nasution
b) Wakil Perdana Menteri/Menteri
Pertahanan : Let.Jend Ahmad Yani
c) Menteri Dalam Negeri : Hadisubeno
d) Menteri Luar Negeri : Roeslan Abdulgani
e) Menteri
Hubungan Dagang Luar Negeri :Brigjen
Sukendro
f) Jaksa
Agung : Mayjen S. Parman
Pada tanggal 30 September malam 1 Oktober 1965
ketegangan-ketegangan memuncak karena telah terjadi percobaan kudeta di
Jakarta. Apa yang terjadi saat itu dan hari-hari berikutnya sedikit jelas namun
tetap terjadi perbedaan–perbedaan pendapat
yang tajam mengenai siapa yang mendalangi percobaan kudeta. Tampaknya
mustahil bahwa hanya ada satu dalang yang mengendalikan semua peristiwa itu.
Tafsiran-tafsiran yang berusaha menjelaskan kejadian tersebut harus
dipertimbangkan secara hati-hati (Ricklefs, 1991: 427). Meskipun demikian,
walaupun gerakan itu secara resmi tidak menggunakan organ PKI dan secara resmi
juga tidak melibatkan dalam peristiwa G-30/S 1965, namun PKI memainkan peranan
besar dalam gerakan tersebut .
Perencanaan kudeta dimulai ketika diketahui kondisi
kesehatan Sukarno memburuk sejak bulan Juli 1965. Kondisi kesehatan tersebut
paling berpengaruh tehadap gejolak politik dalam negeri. (Kerstin Beise, 2004: 116).
Presiden Sukarno sebagai posisi sentral dalam percaturan politik saat itu,
sementara pertentangan antara PKI dengan TNI-AD hanya menunggu saatnya untuk
menjadi perang terbuka,sangat beralasan jika kondisi kesehatan Sukarno menjadi
faktor penting dalam peristiwa G-30/S 1965.
Pada pagi hari tanggal 1 Oktober 1965 jenderal TNI-AD yaitu Letjen Ahmad Yani, Mayjen Haryono M. T,Brigjen D. I Panjaitan
ditembak dirumahnya sementara Mayjen Suprapto, Mayjen S. Parman dan Brigjen
Sutoyo ditembak di Lubang Buaya. Jenderal A.H Nasution lolos dari peristiwa
penculikan tersebut, sehingga ajudannya Lettu P.A Tendean secara keliru dibawa
ke Lubang Buaya dan dibunuh. Pada saat yang sama obyek-obyek vital di Jakarta
seperti RRI (Radio Republik Indonesia) dan Telkom diduduki sementara Istana
Merdeka dikepung.
Pelaksanaan kudeta adalah anggota-anggota militer
dari Batalion 454 Diponegoro Jawa Tengah, Batalion 530 Brawijaya Jawa Timur
serta Pasukan Kehormatan Pengawal Presiden Pasukan Cakrabirawa yang dibagi
dalam tiga kelompok. Kelompok Pasopati yang dipimpin Dul Arief bertugas
menculik para jenderal. Kelompok Bima Sakti yang dipimpin Suradi Prawiroharjo
ditugaskan menguasai Jakarta. Kelompok Gatotkaca (juga dinamakan Pringgodani)
yang dipimpin Gatut Sukrisno ditempatkan di Lubang Buaya. Pimpinan kudeta
terdiri lima orang yang membentuk Senko (Sentral Komando) bermarkas di Halim
Perdanakusuma. Kelima orang tersebut adalah Letkol Untung,Kolonel Latief,
Sujono, Pono dan Syam. Apakah ada dalang dibelakangnya dan siapa, masih menjadi
misteri (Kerstin Beise, 2004: 17).
Setelah pasukan Bimasakti yang dipimpin Kapten
Suradi menguasai RRI dan pusat jaringan informasi, pada tanggal 1 Oktober 1965
jam 7.20 RRI menyiarkan tentang telah dilancarkannya suatu gerakan yang bernama
“Gerakan 30 September” dibawah pimpinan Letkol Untung, Komandan Batalon I
Resimen Cakrabirawa guna menyelamatkan Presiden Sukarno dan negara dari ancaman
kudeta yang akan dilaksanakan oleh Dewan Jenderal yang disponsori Amerika
Serikat. Juga disiarkan bahwa menurut Letkol Untung, Gerakan 30 September
semata-mata gerakan dalam tubuh TNI-AD yang ditujukan kepada Dewan Jenderal
yang anggota-anggotanya telah ditangkap, sedang Presiden Sukarno dalam keadaan
selamat. Dalam siaran lanjutan di RRI juga disiarkan bahwa anggota Dewan
Jenderal berencana melakukan kudeta terhadap Presiden Sukarno pada saat
berlangsungnya HUT TNI tanggal 5 Oktober 1965.
Selanjutnya, Brigjen Supardjo mengusulkan kepada
Sukarno agar Mayjen Pranoto Reksosamudra diangkat sebagai Panglima Angkatan
Darat dan Sukarno menyetujuinya. Tindakan yang dilakukan Gerakan 30 September
tersebut mendapat dukungan dari Panglima Angkatan Udara Laksamana Madya Omar
Dhani ( Yahya Muhaimin, 2002: 199).
Dengan
terbunuhnya para jenderal TNI-AD serta tidak munculnya Jenderal Nasution karena
bersembunyi telah memberikan kesempatan kepada Mayjen Suharto untuk memegang
komando Angkatan Darat di pagi hari tanggal 1 Oktober 1965. Sebagai perwira
paling senior di Jakarta yang membawahi pasukan-pasukan secara langsung ,segera
Suharto menjalankan wewenangnya (Harold Crouch, 1999: 256).
Sementara itu, Panglima Kostrad Mayjen Suharto
bertindak untuk memulihkan situasi di Ibukota dan pada malam hari tanggal 1
Oktober saat itu juga, Suharto dapat menguasai Jakarta dan merebut
gedung-gedung vital seperti RRI. Ia menjelaskan melalui siaran RRI tentang apa
yang terjadi. Keesokan harinya lapangan udara Halim yang dijadikan pusat
Gerakan 30 September direbut pasukan RPKAD. Para pemimpin pasukan kudeta
meninggalkan pangkalan Halim, D.N. Aidit melarikan diri ke Jawa Tengah,
sedangkan Omar Dhani menuju Madiun, sehingga gerakan kudeta berakhir dengan
dikuasainya Ibukota Jakarta oleh TNI-AD yang anti PKI. Selanjutnya D.N
Aidit tertangkap di Solo, Jawa Tengah.
Sebelum ditembak mati ia menerangkan bahwa sebenarnya rencana pelaksanaan
kudeta memang dipersiapkan oleh PKI pada tahun 1970. Rencana PKI tersebut
akhirnya dilakukan terlalu tergesa-gesa sebab rencana tersebut telah diketahui
oleh TNI-AD (John Hughes dalam Muhaimin, 2002: 201). Rencana kudeta PKI yang
dipercepat dari rencana semula, dimungkinkan karena kekhawatiran pada kondisi
kesehatan Sukarno. Jika Presiden
meningggal, PKI khawatir jika TNI-AD terlebih dahulu mengambil-alih
pemerintahan.
Sikap
Presiden Sukarno terhadap adanya peristiwa kudeta tersebut sering dinilai
berbagai kalangan sebagai petunjuk atas pembelaannya terhadap Gerakan G-30/S
1965 (Kerstin Beise, 2004: 379).
Dan setelah peristiwa tersebut, Suharto dan TNI-AD memegang peranan kehidupan
politik di Indonesia. Pada tanggal 2
Oktober 1965, Suharto menemui Presiden Sukarno di Bogor yang merupakan
pertemuan pertama keduanya sejak terjadinya peristiwa kudeta. Pertemuan yang
juga dihadiri pejabat Pemerintah dan Militer itu berlangsung dalam suasana yang
tegang akibat perbedaan pandangan mengenai G-30/S.
Pada
tanggal 4 Oktober 1965 di Lubang Buaya diketemukan mayat-mayat para jenderal
dalam suatu lubang sumur. Tampaknya dalam penjelasan tentang peristiwa
pembunuhan tersebut telah didramatisir. Hal ini menimbulkan emosi masa rakyat
yang anti-Komunis yang kemudian diperhebat dengan kematian puteri A.H Nasution
yang tertembak dalam peristiwa G-30/S yaitu Ade Irma Suryani Nasution.
Ketidakhadiran Presiden Sukarno dalam acara pemakaman para jenderal di Taman
Pahlawan Kalibata menambah kemerosotan popularitas Sukarno dan menaikkan pamor
TNI-AD.
Setelah
ibukota Jakarta telah dikuasai TNI-AD dilanjutkan meredamkan konflik serupa
yang terjadi terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kedua wilayah tersebut
mempunyai basis masa PKI yang besar disamping
kesatuan militer Diponegaro dan Brawijaya terindikasikan telah jatuh
pada pengaruh Gerakan 30 September. Dengan perkembangan terjadinya peristiwa
tersebut, TNI-AD telah dipandang sebagai “Penyelamat Bangsa” oleh kekuatan
anti-PKI sehingga posisi TNI semakin
kuat bahkan menjadi pusat perhatian nasional ketika pada tanggal 16 Oktober
1965 Mayor Jenderal Suharto diangkat oleh Presiden Sukarno sebagai Menteri
Panglima Angkatan Darat, sementara Jenderal A.H Nasuition tetap pada posisi
Menteri Koordinator Bidang Pertahanan dan Keamanan.
Tuntutan
dibubarkannya PKI di masyarakat berkembang begitu cepat, pada tanggal 25
Oktober 1965 terbentuk KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) yang merupakan
gabungan dari organisasi mahasiswa yang anti-PKI.
Dalam demonstrasi yang ditujukan pada pemerintah mereka menuntut tiga hal yang
dikenal sebagai Tritura (Tri Tuntunan Rakyat) yaitu:
1)
Pembubaran
PKI
2)
Pembentukan
Kabinet Baru
3)
Penurunan
Harga
Pada
tanggal 21 Februari 1966 Presiden Sukarno mengambil kebijakan yang tidak
populis dengan melakukan reshufle kabinet. Namun yang diganti adalah Menteri
Koordinator Pertahanan-Keamanan Jenderal A.H Nasution diganti oleh Mayor
Jenderal Sarbini dan Presiden juga mengangkat menteri baru yang dianggap
masyarakat sebagai pro-PKI. Hal ini yang memicu demontrasi lebih besar di
masyarakat yang juga didukung TNI-AD.
Adanya
perkembangan politik tanpa kepastian, mamaksa TNI-AD melakukan tekanan-tekanan
kepada presiden. Presiden akhirnya mengeluarkan Surat Perintah kepada Menteri
Panglima Angkatan Darat, Jenderal Suharto pada tanggal 11 Maret 1966 yang
dikenal dengan sebutan Surat Perintah
Sebelas Maret. Supersemar telah memberi
TNI-AD berupa legitimasi politik untuk berperan formal dalam mengatasi situasi pasca G-30/S.
Sehari
setelah adanya Supersemar yaitu tanggal 12 Maret 1966, Suharto membubarkan PKI beserta seluruh
organisasi berada di bawahnya dari Pusat sampai Daerah dan dinyatakan sebagai
organisasi terlarang diseluruh wilayah Indonesia. Akhirnya posisi Suharto semakin
kuat ketika MPRS yang anggotanya telah
dibersihkan dari orang-orang PKI dalam Sidang Umumnya berhasil membuat
keputusan-keputusan yang berisi penguatan legitimasi peranan politik Angkatan
Darat serta mengurangi kekuasaan Sukarno.
Diantara
ketetapan MPRS tersebut adalah Ketetapan No. IX / MPRS/1966 tentang pengukuhan “Surat Perintah Sebelah
Maret” yang mengesahkan kekuasaan politik Suharto sebagaimana terkandung dalam
Surat Perintah tersebut hingga terbentuknya MPR hasil pemilihan umum dan
Ketetapan No. XIII/MPRS/1966,
yang memberi kekuasaan kepada Letjen Suharto untuk membentuk kabinet baru
menggantikan Kabinet Dwikora dengan tugas pokok membina perekonomian dan
pembangunan. Kemudian Ketetapan No.XV/MPRS/1966 yang memberi kuasa kepada Suharto untuk memegang jabatan presiden jika
sewaktu-waktu presiden berhalangan, sedangkan Ketetapan No. XXV/MPRS/1966 berisi pengesahan pembubaran PKI, yang telah
dilaksanakan Suharto tanggal 12 Maret 1966. Pada tnggal 25 Juli 1966 Jenderal
Suharto membentuk kabinet baru sesuai keputusan MPRS dengan nama Kabinet
Ampera.
Tertumpasnya
pemberontakan G 30/S oleh TNI merupakan batas toleransi terakhir yang diberikan
tentara terhadap cara berpikir partai politik, yang dianggapnya selalu
memunculkan konflik. Keinginan membentuk negara yang demokratis sebagaimana
kehidupan politik di negara-negara Barat,dianggap oleh TNI belum serasi untuk
diterapkan di negara yang baru merdeka seperti Indonesia. Oleh karena itu,
akhirnya munculnya kepemimpinan dari golongan tentara (Todiruan Dydo,1989:92-93).
Akhirnya Sukarno tidak bertindak untuk melawan kekuatan-kekuatan baru
tersebut. Tindakan Suharto yang berhasil menguasai situasi menyebabkan Sukarno
terpaksa turun dari kekuasaannya dan Suharto membentuk pemerintahan baru yang
dikenal sebagai Orde Baru.
4.
Pemerintahan
Orde Baru
Surat Perintah Sebelas Maret atau yang disingkat menjadi Supersemar
adalah surat perintah yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia
Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966.
Surat ini berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima
Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala
tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada
saat itu.
Pemberlakuan Supersemar 1966 mengakibatkan peristiwa :
a.
Penyerahan
pemerintahan Republik Indonesia dari Soekarno kepada pejabat sementara yaitu
Soeharto
b.
Pengangkatan
Soeharto menjadi koordinator keamanan
c.
Pemberhentian
Soekarno sebagai presiden oleh MPRS dan
d.
penunjukan
Soeharto sebagai pejabat sementara presiden Pemberian wewenang kepada Soeharto
untuk mengatasi keaamanan
a. Latar belakang Orde Baru
1) Terjadinya
G30SPKI
G30SPKI merupakan
suatu gerakan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia. Gerakan ini membuat
kondisi ketertiban dan stabilitas di Indonesia menjadi kacau. Soeharto ( yang
nanti akan menjadi presiden di orde baru ) pun diperintahkan untuk menanganinya.
Hal ini membuat Soeharto mendapat integritas yang kuat.
2) Keadaan
Perekonomian Memburuk
Keadaan Perekonomian
yang kian hari kian memburuk, terjadi inflasi sebanyak 6x lipat , kenaikan
harga bahan bakar, devaluasi nilai rupiah.
3) Menentang
G30SPKI
Rakyat sangat marah
terhadap Gerakan 30 September dan mengutuk segala perbuatan yang dilakukan oleh
PKI. Rakyat menuntut agar PKI dibubarkan dan tokoh - tokoh PKI dihakimi. Hal
ini terjadi karena PKI telah banyak PKI melakukan tindakan – tindakan keji
terhadap rakyat.
Pembentukan Front Pancasila. Beberapa kesatuan organisasi seperti KAPPI ,
KAMI , KASI bergabung membentuk Front Pancasila atau Angakatan 66 untuk
menghancurkan tokoh G30SPKI.
4) Tiga Tuntutan
Rakyat ( Tritura )
Tiga Tuntutan
Rakyat atau yang sering dikenal dengan Tritura ini berisi:
·
Pembubaran organisasi PKI
·
Pembersihan Kabinet Dwikora
·
Penurunan harga-harga barang
5) Merosotnya
Wibawa Soekarno
Kekuasaan dan wibawa
Presiden Soekarno semakin merosot setelah usaha untuk mengadili tokoh yang ikut
dalam Gerakan 30 September 1965.
6) TAP MPRS No
XXXIII / 1967 MPRS
TAP MPRS No XXXIII /
MPRS / 1967 ini berisi pencabutan segala bentuk jabatan Presiden Soekarno.
Setelah berlakunya Supersemar , kehidupan berbangsa dan bernegara pun mulai
ditata. Dengan dikeluarkannya Supersemar , pemerintah mendapat kepercayaan dari
rakyat dan semakin meningkat. Namun setelah itu terjadi masalah dualisme.
Soekarno sebagai presiden dan Soeharto menjadi pelaksana pemerintah. Masalah
ini membuat Soeharto naik daun apalagi Soekarno menulis surat pengunduran diri
dan menyerahkan kekuasaan pada Soeharto. Tanggal 23 Februari 1967 , MPRS
mengadakan sidang untuk membicarakan tentang surat pengunduran diri Soekarno
dan ingin mengangkat Soeharto menjadi presiden. Akhirnya Soeharto diangkat menjadi
presiden pada tanggal 12 Maret 1968 atas dasar TAP MPRS No XLIV / MPRS / 1968.
b. Kebijakan Orde Baru
1)
Pembentukan Kabinet Pembangunan
Setelah
MPRS pada tanggal 27 Maret 1968 menetapkan Soeharto sebagai presiden RI untuk
masa jabatan lima tahun, maka dibentuklah
Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut Panca Krida yang meliputi:
a. Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi
b. Menyusun dan melaksanakan Pemilihan Umum
c. Mengikis habis sisa-sisa Gerakan 30 September
d. Membersihkan aparatur Negara di pusat dan
daerah dari pengaruh PKI
2)
Pembubaran PKI dan Organisasi massanya
Membubarkan PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan
Ketetapan TAP MPRS No IX / MPRS /1966, menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di
Indonesia berdasarkan TAP MRPS No XXV / MPRS / 1966
3)
Penyederhanaan Partai Politik
Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak didasarkan pada
kesamaan ideology, tetapi lebih atas persamaan program.
4)
Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru pemerintah berhasil melaksanakan enam kali
pemilihan umum, yaitu tahun 1971, 1977, 1985, 1987, 1992, dan 1997.
5)
Peran Ganda (Dwi Fungsi) ABRI
Untuk menciptakan stabilitas politik, pemerintah Orde Baru memberikan
peran ganda kepada ABRI, yaitu peran Hankam dan sosial. Timbulnya pemberian
peran ganda pada ABRI karena adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang
dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan POLRI dalam pemerintahan adalah sama di MPR dan DPR mereka mendapat jatah kursi
dengan cara pengangkatan tanpa melalui Pemilu. Pertimbangan pengangkatan
anggota MPR/DPR dari ABRI didasarkan pada fungsinya sebagai stabilitator dan
dinamisator.
6) Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)
Penentuan Pendapat Rakyat
(Pepera) adalah referendum yang diadakan pada tahun 1969 di Papua Barat yang untuk
menentukan status daerah bagian barat Pulau Papua, antara milik Belanda atau
Indonesia.
·
Indonesia masuk dalam organisasi PBB
·
Menyelesaikan konfrontasi dengan Malaysia
·
Aktif dalam organisasi Internasional
Orde baru yang
berkuasa selama 32 tahun akhirnya mengalami kemerosotan yang disebabkan oleh
Korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) Banyaknya keterlibatan ABRI dalam setiap aspek kehidupan. Pembangunan tidak
merata Dibatasinya
gerak warga Tionghoa Kebebasan
berpendapat sangat terbatas Penggunaan kekerasan dan pengasingan Pemerintahan yang sama dan politik absolut
c. Tumbangnya
Orde Baru
Pemberontakan
G-30/S yang gagal telah membawa perubahan tatanan kehidupan sosial,politik dan
ekonomi di Indonesia. Peranan golongan tentara yang berhasil menumpas G-30/S menaikan
citranya di mata masyarakat. Munculnya Jenderal Suharto sebagai kepala negara
baru, memperluas peran TNI dalam aspek sosial-politik. Dalam perjalanan
pemerintahan Orde Baru selanjutnya, keadaan bercorak militer dihampir semua
sektor kegiatan kekuasaan pemerintahan. Hal ini pada akhirnya juga menimbulkan
kritik dari masyarakat, terutama dari kalangan mahasiswa yang ketika lahirnya
pemerintahan Orde Baru, mereka berperan sangat besar (Todiruan Dydo, 1989: 105).
Setelah
berkuasa hampir 32 tahun akhirnya Presiden Suharto juga ditumbangkan oleh aksi
demonstrasi besar-besaran bahkan menuju pada tindakan anarkhis. Demontrasi yang
dipelopori mahasiswa tersebut terjadi ketika pada akhir tahun 1997, Indonesia
mengalami krisis ekonomi yang berlarut-larut. Pemerintah Suharto
dianggap menyuburkan praktek KKN (Korupsi,Kolusi dan Nepotisme). Puncaknya pada
tahun 1998 Suharto terpaksa mengundurkan diri sebagai presiden dan digantikan
oleh wakilnya B.J Habibie sehingga Orba akhirnya berakhir.
5. Era Reformasi
Setelah
berkuasa hampir 32 tahun akhirnya Presiden Suharto juga ditumbangkan oleh aksi
demonstrasi besar-besaran bahkan menuju pada tindakan anarkhis. Demontrasi yang
dipelopori mahasiswa tersebut terjadi ketika pada akhir tahun 1997, Indonesia
mengalami krisis ekonomi yang berlarut-larut. Pemerintah Suharto
dianggap menyuburkan praktek KKN (Korupsi,Kolusi dan Nepotisme).
Bersumber dari kesalahan pembangunan ekonomi ,berbagai
kesulitan yang dihadapi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup dan
kehidupannya semakin hari semakin bertambah berat. Demonstrasi-demonstrasi yang
dipelopori para mahasiswa telah mendorong terjadinya krisis sosial. Kerusuhan,
kekacauan, pembakaran, dan penjarahan merupakan fenomena yang terus terjadi di
beberapa daerah
Sementara, pemerintahan Orde Baru sendiri tidak mampu
mengatasi krisis politik yang berkembang. Oleh karena itu, satu-satunya jawaban
yang dipandang paling realistik adalah menuntut Presiden Suharto untuk
mengundarkan diri dari jabatannya sebagai presiden. Pemerintahan Orde Baru dan
Presiden Suharto dipandang sudah tidak mampu menciptakan kondisi kehidupan yang
lebih baik sehingga perlu diganti.
Krisis hukum juga belum dapat direalisasikan. Bahkan
dalam praktiknya, kekuasaan kehakiman menjadi pelayan kepentingan para
penguasa. Bersamaan dengan krisi moneter, ekonomi, dan politik telah terjadi
krisis di bidang hukum (peradilan). Keadaan itulah yang menambah
ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Orde Baru pimpinan Presiden
Suharto. Untuk mengatasi krisis multidimensional tersebut, maka satu-satu jalan
adalah melaksanakan reformasi total dalam berbagai bidang kehidupan. Para
mahasiswa sebagai pelopor gerakan reformasi mengajukan berbagai tuntutan:
1)
Adili Suharto dan kroni-kroninya,
2)
Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN,
3)
Tegakkan supremasi hukum.
Untuk memenuhi tuntutan mahasiswa, Presiden
Suharto mengundang tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh nasional untuk membentuk
Dewan Reformasi yang beranggotakan tokoh agama dan tokoh nasional. Tokoh-tokoh
tersebut menolak panggilan dan ajakan Suharto sehingga Presiden Suharto
mengundurkan diri.
Puncak aksi mahasiswa terjadi pada tanggal 12
Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang berlangsung
secara damai telah berubah menjadi aksi kekerasan, setelah tertembaknya empat
orang mahasiswa, yaitu Elang Mulia Lesmana, Hendriawan Lesmana, Heri Hertanto,
dan Hafidhin Royan. Sedangkan para mahasiswa yang menderita luka ringan dan
luka parah pun tidak sedikit jumlahnya, setelah bentrok dengan aparat keamanan
yang berusaha membubarkan para demonstran. Pada waktu tragedi Trisakti terjadi,
Presiden Suharto sedang menghadiri KTT G-15 di Kairo, Mesir. Masyarakat
menuntut Presiden Suharto sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan bertanggung
jawab atas tragedi tersebut.
Pada tanggal 15 Mei 1998, Presiden Suharto
kembali ke Tanah Air dan masyarakat menuntut agar Presiden Suharto mengundurkan
diri. Kunjungan para mahasiswa ke gedung DPR/MPR yang semula untuk mengadakan
dialog dengan para pimpinan DPR/MPR telah berubah menjadi mimbar bebas. Para
mahasiswa lebih memilih tetap tinggal di gedung wakil rakyat itu, sebelum
tuntutan reformasi total dipenuhinya. Akhirnya, tuntutan mahasiswa tersebut
mendapat tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR/MPR. Pada tanggal 18 Mei
1998, pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Suharto
mengundurkan diri.
Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto
berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi.
Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU
Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU
Antikorupsi. Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk
karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya
penolakan tersebut menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden
B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan
dimulainya Orde Reformasi.
Reformasi merupakan suatu perubahan tatatan
perikehidupan lama ke tatanan perikehidupan baru yang lebih baik. Gerakan
reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 merupakan suatu gerakan
yang bertujuan untuk melakukan perubahan dan pembaruan, terutama perbaikan
tatanan perikehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial. Dengan
demikian, gerakan reformasi telah memiliki formulasi atau gagasan tentang
tatanan perikehidupan baru menuju terwujudnya Indonesia baru. Gerakan reformasi
merupakan sebuah perjuangan karena hasil-hasilnya tidak dapat dinikmati dalam
waktu yang singkat. Hal ini dapat dimaklumi karena gerakan reformasi memiliki
agenda pembaruan dalam segala aspek kehidupan. Oleh karena itu, semua agenda
reformasi tidak mungkin dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan dan dalam waktu
yang singkat. Tujuan gerakan
reformasi untuk memperbaharui tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara agar sesuai dengan cita-cita proklamasi, serta sesuai dengan jiwa
pancasila, baik dalam bidang ekonomi, politik, hukum dan sosial.
Agenda reformasi, secara umum adalah sebagai berikut:
a.
Adili suharto dan
kroninya
b.
Amandemen UUD 1945,
agar kekuasaan tidak disalahgunakan lagi
oleh penguasa
c.
Penghapusan
Dwifungsi ABRI, agar ABRI lebih profesional
d.
Otonomi daerah,
mengurangi sentralistik
e.
Supremasi Hukum
f.
Pemerintahan yang
bersih dari KKN
D. Aktivitas Pembelajaran
LK 7.1 Beberapa permasalahan
materi Sejarah Indonesia Kontemporer dalam Pembelajaran Sejarah
1. Bagi kelas menjadi beberapa
kelompok!
Lakukan
analisis permasalahan berikut :
a. Mengapa Indonesia menjadi sasaran
invansi Jepang pada Perang Dunia II?
b. Mengapa pada awal kemerdekaan,
Indonesia pernah menerapkan sistem pemerintahan RIS?
c. Mengapa Dekrit Presiden 5 Juli
1959 diterima sebagai keputusan sah pemerintah oleh berbagai elemen bangsa?
2. Diskusikan
beberapa peristiwa berikut ini, kemudian tulis hasil diskusinya dalam format.
No |
Fakta dan
Peristiwa |
Latar belakang |
Keterangan |
1 |
Peristiwa Tanjung Morawa |
…………………………………………………………...................... |
………………………………………………………… |
2 |
Indonesia keluar sebagai anggota PBB |
…………………………………………………………...................... |
………………………………………………………… |
E.
Penilaian
1. Hakekat dari
perjanjian Kalijati pada tanggal 8 Maret 1942 adalah ....
A. Kekuasaan
Pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia diserahkan kepada Pemerintahan
Pendudukan Jepang.
B. Hindia Belanda
dinyatakan vacum of power sehingga menjadi wilayah yang bebas dikuasai
C. Belanda menguasai kembali kawasan
Asia Tenggara, termasuk Indonesia
D.Kekuasaan Pendudukan Jepang di Indonesia dikembalikan ke Pemerintahan Hindia Belanda
E. Indonesia
mendukung Jepang dalam Perang Dunia II
2. Panitia Sembilan merumuskan maksud dan tujuan pembentukan negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta.
Namun selanjutnya, terdapat perubahan dari konsep asli Piagam Jakarta.
Perubahan ini menghargai fakta historis bahwa rakyat Indonesia….
A.
menjunjung
tinggi nilai-nilai kearifan lokal yang harus tetap dilestarikan
B.
terdiri
dari berbagai agama dan aliran kepercayaan yang telah lama ada
C.
berdiri
atas ribuan pulau besar dan kecil, dari Sabang sampai Merauke
D.
terdiri
atas suku bangsa dan adat yang berbeda-beda namun disatukan dalam wadah NKRI
E.
menjunjung
tinggi nilai-nilai gotong royong
dan kerja sama
3. Pada Agresi Militer
II, Belanda menangkap dan menahan tokoh-tokoh RI. Namun para pemimpin RI sebelumnya telah memberikan mandat untuk....
A.
membentuk PDRI
B.
membentuk KNIP
C.
mempersiapkan KMB
D.
mempersiapkan
PRRI
E.
mengadakan
Perjanjian Roem-Royen
F.
Referensi
Ahmad
Syafii Maarif, 2003. Benedetto Croce dan
Gagasannya Tentang Sejarah. Yogyakarta:
Penerbit Suara Muhammadiyah
Herbert
Feith, 1995. Soekarno-Militer dalam
Demokrasi Terpimpin. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Harold
Crouch,1 999. Militer dan Politik di
Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Kerstin
Beise, 2004. Apakah Soekarno Terlibat Peristiwa G 30 S. Yogyakarta: Penerbit
Ombak
Todiruan
Dydo, 1989. Pergolakan Politik Tentara
Sebelum dan Sesudah G 30 S/PKI. Jakarta:PT Golden Terayon Press.
Leo
Suryadinata, 1992. Golakar dan Militer Studi Tentang Budaya Politik. Jakarta: LP3ES.
Lev
Daniel S, 1967. The Political Role of the
Army in Indonesia. San Fransisco: Chander Publishing Company.
Miriam
Budiardjo, 1996. Demokrasi di Indonesia
Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
M.C
Ricklefs,1991, Sejarah Indonesia Modern.
Yogyakarta: Gadjah Mada Press
Mohammad
Mahfud MD,2000. Demokrasi dan Konstitusi
di Indonesia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Nugroho
Notosusanto, 1977. Sejarah Nasional
Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka
Priyo
Budi Santoso,1995. Birokrasi Pemerintah Orde Baru, Perspektif Kulturaldan
Struktural. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Sekretaris
Negara RI,1994. Gerakan 30 September
Pemberontakan Partai Komunis Indonesia Latar Belakang Aksi dan Penumpasannya.
Jakarta: Sekretaris Negara RI. Herbert Feith, 1995: Soekarno-Militer dalam Demokrasi Terpimpin. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Sartono
Kartodirjo,1993. Pengantar Sejarah indonesia Baru: Sejarah Pergerakan
Nasional, Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme Jilid2. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama
Sekretaris
Negara RI,1994. Gerakan 30 September
Pemberontakan Partai Komunis Indonesia Latar Belakang Aksi dan Penumpasannya.
Jakarta: Sekretaris Negara RI.
Sayidiman
Suryohadiprojo,1996. Kepemimpinan ABRI
dalam Sejarah dan Perjuangannya. Jakarta: Penerbit Intermasa
Soegiarso
Soerojo,1988. Siapa Menabur Angin Akan
Menuai Badai. Jakarta: Sri Murni
Yahya
A. Muhaimin, 2002. Perkembangan Militer
dalam Politik di Indonesia 1945-1966. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.
VIII.
Desain Pembelajaran Sejarah SMK
A.
Kompetensi
1. Analisis KI Dan KD Sejarah SMK
Menganalisis keterkaitan
antara SKL, KI-KD, dan Silabus Mata Pelajaran Sejarah dalam kaitannya untuk
penentuan Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) dan materi pokok sebagai bahan
pembelajaran dan penilaian dalam rangka pencapaian Kompetensi Dasar (KD)serta
dapat mengembangkan nilai-nilai karakter terkait dengan olah hati, olah pikir,
olah rasa dan karsa, serta olah raga yang dapat meningkatkan keterampilan Abad
21 terkait dengan keterampialn berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical
Thinking and Problem Solving Skills), keterampilan berkolaborasi (Collaboration
Skills), keterampilan berkreasi (Creativities Skills), dan
keterampilan berkomunikasi (Commnication Skills).
2. Model Pembelajaran Sejarah SMK
Memahami karakteristik dan prinsip
pembelajaran Kurikulum 2013 serta penerapan pendekatan dan model pembelajaran
dalam kegiatan pembelajaran yang dapat meningkatkan penguasaan terhadap
literasi dan meningkatkan keterampilan Abad 21 dalam kehidupan, baik di dalam
maupun di luar kelas/sekolah.
3. Pengembangan RPP
Menyusun
rencana pembelajaran sejarah sesuai dengan prinsip dan sistematika
yang berlaku dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama pendidikan karakter.
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1.
Analisis
KI Dan KD Sejarah SMK
·
Menganalisis keterkaitan antara SKL dan
Kompetensi Inti Mata Pelajaran Sejarah
·
Menganalisis materi Sejarah pada Mata Pelajaran Sejarah
·
Mengembangkan Indikator Pencapaian Kompetensi
Mata Pelajaran Sejarah
·
Menjelaskan konsep berpikir tingkat tinggi dan
keterampilan abad 21 dalam Mata Pelajaran Sejarah
2.
Model
Pembelajaran Sejarah SMK
·
Mengidentifikasi prinsip dan ketentuan
pendekatan saintifik dalam Kurikulum 2013
·
Memahami sintak atau tahapan
model-model pembelajaran
·
Merancang kegiatan pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan saintifik
·
Merancang kegiatan pembelajaran
dengan menggunakan model-model pembelajaran Sejarah berdasar Kurikulum 2013
·
Mengembangkan pembelajaran berorientasi keterampilan
berpikir tingkat
tinggi Higher Order Thinking Skills (HOTS)
·
Mengintegrasikan nilai-nilai
pendidikan karakter dan kecakapan abad 21 dalam pembelajaran Sejarah
3.
Pengembangan
RPP
·
Menjelaskan pengertian RPP
·
Menjelaskan tujuan dan manfaat
penyusunan RPP
·
Menyebutkan komponen RPP
·
Menyebutkan prinsip penyusunan RPP
·
Menyusun RPP mata pelajaran
sejarah SMA
C. Uraian Materi
1. Analisis SKL, KI, dan KD
Sejarah SMK
Analisis
Standar Kelulusan (SKL) Dan Kompetensi Inti (KI)
Analisis Standar Kelulusan
(SKL) dan Kompetensi Inti (KI) merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh
guru sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Dasar dalam melakukan analisis
adalah Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 tentang SKL dan Permendikbud Nomor 21
Tahun 2016 tentang Standar Isi.
Berdasarkan Lampiran Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 yang
dimaksud dengan Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas kriteria
kualifikasi kemampuan peserta didik yang diharapkan dapat dicapai setelah
menyelesaikan masa belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah. Dan berdasarkan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016,
Kompetensi Inti (KI) merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai Standar
Kompetensi Lulusan yang harus dikuasai peserta didik. Kompetensi Inti dirancang
untuk setiap kelas. Melalui kompetensi inti, sinkronisasi horizontal berbagai
kompetensi dasar antar mata pelajaran pada kelas yang sama dapat dijaga. Selain
itu sinkronisasi vertikal berbagai kompetensi dasar pada mata pelajaran yang
sama pada kelas yang berbeda dapat dijaga pula.
Analisis dilakukan di awal tahun pelajaran, bukan pada saat
proses tahun pelajaran berjalan. Tanpa melakukan analisis terhadap SKL dan KI
dikhawatirkan proses pembelajaran yang dilaksanakan tidak jelas arah tujuannya.
Untuk melakukan analisis
kompetensi dan mengembangkan IPK disarankan agar Anda memperhatikan
karakteristik mata pelajaran Sejarah Indonesia tersebut di atas, serta
mempelajari karakteristik peserta didik dengan mengembangkan nilai utama
karakter yaitu religiositas, nasionalisme, kemandirian, gotong-royong dan
integritas, serta mengembangkan keterampilan Abad 21 terkait dengan
keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical Thinking and
Problem Solving Skills), keterampilan berkolaborasi (Collaboration
Skills), keterampilan berkreasi (Creativities Skills), dan
keterampilan berkomunikasi (Communication Skills) sesuai dengan
karakteristik Kompetensi Dasar.
Adapun tujuan melakukan
analisis pada SKL dan KI adalah:
a.
Analisis SKL
Tujuan analisis SKL untuk
mengetahui arah capaian setiap peserta didik dalam menuntaskan pembelajaran
yang dilakukan. Selama menjalani proses pembelajaran peserta didik harus mampu
memenuhi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang sudah ditetapkan pada
Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 pada setiap jenjang pendidikan.
b.
Analisis KI
Tujuan analisis KI untuk
mengetahui apakah KI yang telah dirumuskan menunjang dalam pencapaian SKL.
Terdapat empat KI yaitu KI sikap spiritual (KI-1), KI sikap sosial (KI-2), KI
pengetahuan (KI-3), dan KI keterampilan (KI-4).
Langkah Analisis SKL dan KI
yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a.
Membaca dan memahami Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 tentang
Standar Kompetensi Lulusan dan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar
Isi;
b.
Melihat tuntutan yang ada pada deskripsi SKL dan KI;
c.
Memperhatikan:
·
dimensi pengetahuan pada SKL dan KI;
·
komponen pengetahuan/keterampilan pada SKL dan KI;
·
tempat penerapan yang digambarkan pada SKL dan KI.
d.
Melihat keterkaitan antara SKL dengan KI.
Untuk memudahkan pemahaman
dalam melakukan analisis SKL dan KI disajikan contoh- contoh di bawah ini:
Tabel 5. Contoh Analisis SMK Sejarah Kelas
XI
NO |
STANDAR
KELULUSAN |
KOMPETENSI
INTI |
HASIL ANALISIS |
1 |
SKL Pengetahuan: Memiliki pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif pada tingkat teknis, spesifik, detil, dan
kompleks berkenaan dengan: 1.
Ilmu
pengetahuan, 2.
teknologi, 3.
seni, 4. budaya,dan 5.
humaniora. Mampu mengaitkan
pengetahuan di atas dalam konteks diri sendiri, keluarga, sekolah,
masyarakat, dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, serta kawasan
regional dan internasional. |
Kompetensi Inti
Pengetahuan (KI3): 3.
Memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya
tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan
wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan |
1.
Antara
SKL dan KI peserta didik dituntut memahami, menerapkan, dan mengevaluasi
pengetahuan faktual, konseptual dan procedural berdasarkan rasa ingin tahunya
dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena
dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidangkajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah; 2.
Dst. |
MemilikiKeterampilan:
Berpikir dan bertindak: 1.
kreatif, 2.
produktif, 3.
kritis, 4.
mandiri, 5.
kolaboratif,dan 6.
komunikatif. |
minat untuk
memecahkan masalah Kompetensi Inti Keterampilan
(KI4): 4.
Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri dan
mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan |
1. Mengolah, menalar,
dan menyajikan dalam ranah konkret dan ranah abstrak pada rumusan KI
merupakan langkah untuk mengantarkan peserta didik untuk berpikir dan
bertindak kreatif, produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, dan komunikatif
melalui pendekatan ilmiah |
Analisis Kompetensi dan pengembangan
IPK dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut :
3.6
Menganalisis perkembangan kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan
budaya ada masa kerajaan-kerajaan
Hindu dan Buddha di Indonesia serta menunjukkan contoh bukti-bukti yang masih
berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini |
4.6 Menyajikan hasil
penalaran dalam bentuk tulisan tentang nilai-nilai dan unsur budaya yang
berkembang pada masa kerajaan Hindu dan Buddha yang masih berkelanjutan dalam
kehidupan bangsa Indonesia pada masa kini |
a. Kutip pasangan
Kompetensi Dasar (KD), misalnya untuk Sejarah Indonesia kelas X SMA
b. Pisahkan
kemampuan berfikir yang dinyatakan dengan kata kerja dengan materi, seperti pada Tabel berikut :
KD |
Kompetensi/Kata Kerja |
Materi |
3.6 |
Menganalisis |
·
Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha; kehidupan
masyarakat, pemerintahan, dan budaya ·
Bukti-bukti kehidupan pengaruh Hindu dan Buddha yang
masih ada sampai masa kini. |
4.6 |
Menyajikan hasil penalaran dalam bentuk tulisan (membuat tulisan) |
·
Nilai-nilai dan unsur budaya yang berkembang pada
masa kerajaan Hindu dan Buddha yang masih berkelanjutan dalam kehidupan
bangsa Indonesia pada masa kini |
c. Perhatikan
kemampuan berpikir yang terdapat dalam kata kerja pada KD-KI 3 maupun KD-KD 4,
ada kemungkinan kemampuan berpikir tersebut membutuhkan kemampuan berpikir awal
sebagai prasyarat yang harus dikusai peserta didik sebelumnya, baik yang di SMA
maupun di SMP. Sebagai contoh; untuk KD 3.6 diatas, sebelum peserta didik
memiliki kompetensi untuk menganalisis, maka peserta didik harus memiliki
kompetensi sebelumnya yaitu: mengingat, memahami dan menerapkan dan membedakan.
Kata kerja tersebut menjadi penanda untuk tercapainya kompetensi pada KD. Pada
KD 4.6, sebelum peserta didik memiliki kompetensi keterampilan untuk menyajikan
hasil penalaran dalam bentuk tulisan (membuat tulisan) yang menurut taksonomi
Anderson termasuk dalam menciptakan, maka peserta didik harus memiliki
kompetensi sebelumnya yaitu: mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, dan
menilai. Selain itu perlu diperhatikan juga apakah kemampuan berpikir tersebut
merupakan kemampuan berpikir tingkat rendah (Lower
Order Thinking Skills (LOTS)) atau
kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills (HOTS)). HOTS digunakan dalam rumusan
kompetensi dalam SKL dan Standar Isi. Dalam RPP, guru dapat mengembangkan HOTS
yang terdapat pada setiap KD sampai tingkat tertinggi yaitu mencipta. Selain
itu guru dapat mengintegrasikan literasi dan nilai-nilai karakter, serta
keterampilan Abad 21 (Collaboration Skills) dalam kegiatan pembelajaran yang akan
dilaksanakan. Dalam menganalisis KD, terutama dalam memecahkan suatu rumusan
aspek kompetensi KD, guru dapat menggunakan kemampuan yang tercantum pada kolom
2 tabel di atas, dan kata kerja yang terdapat pada kolom kanan untuk merumuskan
IPK.
Contoh:
Pada KD 3.6.
contoh IPK yang dapat dikembangkan untuk mendorong proses pembelajaran yang
mendorong peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, dan
memupuk karakter rasa ingin tahu, gigih, serta kemandirian adalah membedakan
persamaan dan perbedaan kehidupan pada masa kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha
di Indonesia dan menganalisis hasil persamaan dan perbedaan kehidupan pada masa
kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia.
Untuk selanjutnya,
dari uraian materi (dalam KD) terdapat beberapa istilah atau materi dasar
(esensial) yang harus dipahami dan dikuasai oleh peserta didik, yaitu kehidupan
masyarakat, pemerintah, budaya, dan bukti-bukti pengaruh Hindu dan Buddha yang
masih ada sampai dengan masa kini.
Tabel 6. Tahapan Kemampuan
Berpikir dan Materi
KD |
Kemampuan
Berpikir |
Kemampuan
Berpikir Jembatan |
Materi |
KD 3.6. |
Menganalisis |
·
Menjelaskan ·
Menanggapi ·
Membandingkan Persamaan ·
Membandingkan perbedaan · Mengkaitkan |
·
Kehidupan masyarakat kerajaan-kerajaan Hindu dan Budhha di Indonesia ·
Kehidupan pemerintahan kerajaan-kerajaan Hindu dan Budhha di Indonesia ·
Perkembangan Budaya kerajaan-kerajaan Hindu dan Budhha di Indonesia · Bukti-bukti pengaruh Hindu dan Buddha
yang ada pada masa kini |
KD 4.6 |
Menyajikan hasil pelaran dalam bentuk
tulisan |
·
Menyusun laporan · Menyajikan |
· Nilai-nilai dan unsur budaya yang
berkembang pada masa kerajaan Hindu dan Buddha yang masih berkelanjutan dalam
kehidupan bangsa Indonesia pada masa kini |
a.
Perumusan Indikator Pencapaian Kompetensi
Pengembangan
indikator dan materi pembelajaran merupakan dua kemampuan yang harus dikuasai
oleh seorang guru sebelum mengembangkan RPP dan melaksanakan pembelajaran.
Analisis yang dilakukan guru terhadap SKL, KI, dan KD dapat membantu guru dalam
mengembangkan IPK yang dijadikan dasar dalam menentukan pembelajaran dengan
meningkatkan nilai-nilai karakter melalui kegiatan literasi dan pengembangan
keterampilan Abad 21. Pendidik dapat merumuskan indikator pencapaian kompetensi
pengetahuan terkait dengan dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif
serta indikator keterampilan berkaitan tidak hanya keterampilan bertindak,
tetapi juga keterampilan berpikir yang juga dikatakan sebagai keterampilan
abstrak dan konkret.
Pengembangan IPK
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.
Tentukanlah proses berpikir yang akan dilakukan oleh peserta
didik untuk mencapai kompetensi minimal yang ada padaKD;
b.
Rumusan IPK menggunakan kata kerja operasional (KKO) yang
bisa diukur;
c.
Dirumuskan dalam kalimat yang simpel, jelas, dan
mudahdipahami;
d.
Tidak menggunakan kata yang bermakna ganda;
e.
Hanya mengandung satu tindakan;
f. Memperhatikan karakteristik
mata pelajaran, potensi, dan kebutuhan peserta didik, sekolah, masyarakat, dan lingkungan/daerah.
IPK kunci, IPK pendukung, dan IPK pengayaan
a.
Indikator Kunci
·
Indikator yang sangat memenuhi kriteria UKRK (Urgensi,
Keterkaitan, Relevansi, Keterpakaian).
·
Kompetensi yang dituntut adalah kompetensi minimal yang
terdapat pada KD.
·
Memiliki sasaran untuk mengukur ketercapaian standar minimal
dari KD.
·
Dinyatakan secara tertulis dalam pengembangan RPP dan harus
teraktualisasi dalam pelaksanaan proses pembelajaran, sehingga kompetensi
minimal yang harus dikuasai peserta didik tercapai berdasarkan tuntutan KD matapelajaran.
b.
Indikator Pendukung
·
Membantu peserta didik memahami indikatorkunci.
·
Dinamakan juga indikator prasyarat yang berarti kompetensi
yang sebelumnya telah dipelajari peserta didik, berkaitan dengan indikator
kunci yangdipelajari.
c.
Indikator Pengayaan
·
Mempunyai tuntutan kompetensi yang melebihi dari tuntutan
kompetensi dari standar minimal KD.
·
Tidak selalu harus ada.
·
Dirumuskan apabila potensi peserta didik memiliki kompetensi
yang lebih tinggi dan perlu peningkatan yang baik dari standar minimal KD.
Indikator kunci harus menjadi fokus
perhatian guru dalam pelaksanaan penilaian karena indikator kuncilah yang
menjadi tolok ukur dalam mengukur ketercapaian kompetensi minimal peserta didik
berdasarkan Kompetensi Dasar. Dengan kata lain, indikator kunci adalah
indikator yang harus diujikan kepada peserta didik (dinilai).
Sedangkan indikator pendukung dan
indikator pengayaan dalam melakukan penilaian disesuaikan dengan tingkat
kebutuhan pemahaman peserta didik terhadap indikator kunci yang telahdiberikan.
Tabel 7. Contoh penyusunan IPK dari KD. 3.6
KD |
IPK |
3.6 Menganalisis
perkembangan kehidupan masyarakat,pemerintahan, dan budaya pada masa
kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia serta menunjukkan contoh
bukti-bukti yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini |
IPK Penujang 3.6.1 Menjelaskan
perkembangan kehidupan masyarakat kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di
Indonesia. 3.6.2 Menanggapi
perkembangangan kehidupan masyarakat pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha
di Indonesia 3.6.3 Membandingkan persamaan
perkembangan kehidupan pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia 3.6.4
Membandingkan persamaan perkembangan kehidupan pada masa kerajaan-kerajaan
Hindu-Buddha di Indonesia 3.6.5 Membandingkan perbedaan
perkembangan kehidupan pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia IPK Kunci 3.6.5 Mengkaitkan
perkembangan politik kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia 3.6.6 Menemukan contoh
bukti-bukti kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan budaya kerajaan-kerajaan
Hindu dan Buddha pada masyarakat Indonesia masa kini IPK Pengayaan (tidak wajib) 3.67 Menyimpulkan
hasil temuan bukti-bukti kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan budaya
kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha pada masyarakat Indonesia masa kini |
4.6 Menyajikan hasil penalaran dalam bentuk tulisan tentang nilai-nilai
dan unsur budaya yang berkembang pada masa kerajaan Hindu dan Buddha yang
masih berkelanjutan dalam kehidupan bangsa Indonesia pada masa kini |
IPK Penunjang 4.6.1 Merancang penelitian sederhana tentang nilai-nilai dan unsur budaya
yang berkembang pada masa kerajaan Hindu dan Buddha yang masih berkelanjutan
dalam kehidupan bangsa Indonesia pada masa kini. IPK Kunci 4.6.2 Menyajikan hasil penelitian sederhana dalam bentuk laporan tertulis
tentang nilai-nilai dan unsur budaya yang berkembang pada masa kerajaan Hindu
dan Buddha yang masih berkelanjutan dalam kehidupan bangsa Indonesia pada
masa kini |
b.
Konsep Berpikir Tingkat Tinggi
Pembelajaran yang
berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi adalah pembelajaran yang
melibatkan 3 aspek keterampilan berpikir tingkat tinggi yaitu: transfer of knowledge, critical and creative
thinking, dan problem solving. Dalam proses pembelajaran keterampilan
berpikir tingkat tinggi tidak memandang level KD, apakah KD nya berada pada
tingkatan C1, C2, C3, C4, C5, atau C6.
a.
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi
sebagai Transfer
of Knowledge
Keterampilan berpikir tingkat tinggi
erat kaitannya dengan keterampilan berpikir sesuai dengan ranah kognitif,
afektif, dan psikomotor yang menjadi satu kesatuan dalam proses belajar dan
mengajar.
1) Ranah Kognitif
Ranah kognitif meliputi kemampuan
dari peserta didik dalam mengulang atau menyatakan kembali konsep/prinsip yang
telah dipelajari dalam proses pembelajaran yang telah didapatnya. Proses ini
berkenaan dengan kemampuan dalam berpikir, kompetensi dalam mengembangkan
pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan, dan penalaran.
Tujuan pembelajaran pada ranah kognitif menurut Bloom merupakan segala
aktivitas pembelajaran menjadi enam tingkatan sesuai dengan jenjang terendah
sampai tertinggi.
Tabel 8. Proses Kognitif sesuai dengan level
kognitif Bloom.
PROSES KOGNITIF |
DEFINISI |
||
C1 |
L O T S |
Mengingat |
Mengambil pengetahuan yang relevan dari ingatan |
C2 |
Memahami |
Membangun arti dari proses
pembelajaran, termasuk komunikasi lisan, tertulis, dan gambar |
|
C3 |
Menerapkan/
Mengaplikasikan |
Melakukan
atau menggunakan prosedur di dalamsituasi yang tidak biasa |
|
C4 |
HOTS |
Menganalisis |
Memecah materi ke dalam bagian-bagiannya
dan menentukan bagaimana bagian-bagian itu terhubungkan antar bagian dan
kestruktur atau tujuan keseluruhan |
C5 |
Menilai/ Mengevaluasi |
Membuat pertimbangan berdasarkan kriteria
atau standar |
|
C6 |
Mengkreasi/ Mencipta |
Menempatkan unsur-unsur secara bersama-sama
untuk membentuk keseluruhan secara koheren atau fungsional; menyusun kembali unsur-unsur
kedalam pola atau struktur baru |
Anderson dan Krathwoll melalui
taksonomi yang direvisi memiliki rangkaian proses-proses yang menunjukkan
kompleksitas kognitif dengan menambahkan dimensi pengetahuan, seperti:
1)
Pengetahuan faktual, Pengetahuan faktual berisi elemen-elemen dasar
yang harus diketahui para peserta didik
jika mereka akan dikenalkan dengan suatu disiplin atau untuk memecahkan masalah
apapun di dalamnya. Elemen-elemen biasanya merupakan simbol-simbol yang
berkaitan dengan beberapa referensi konkret, atau "benang-benang
simbol" yang menyampaikan informasi penting. Sebagian terbesar,
pengetahuan faktual muncul pada level abstraksi yang relatif rendah. Dua bagian
jenis pengetahuan faktualadalah:
·
Pengetahuan terminologi meliputi nama-nama dan simbol-simbol
verbal dan nonverbal tertentu (contohnya kata-kata, angka-angka, tanda-tanda,
dan gambar-gambar).
·
Pengetahuan yang detail dan elemen-elemen yang spesifik
mengacu pada pengetahuan peristiwa-peristiwa, tempat-tempat, orang-orang,
tanggal, sumber informasi, dansemacamnya.
2)
Pengetahuan konseptual, pengetahuan konseptual meliputi skema-skema, model-model
mental, atau teori-teori eksplisit dan implisit dalam model-model psikologi
kognitif yang berbeda. Pengetahuan konseptual meliputi tigajenis:
·
Pengetahuan klasifikasi dan kategori meliputi kategori, kelas,
pembagian, dan penyusunan spesifik yang digunakan dalam pokok bahasan
yangberbeda;
·
Prinsip dan generalisasi cenderung mendominasi suatu disiplin
ilmu akademis dan digunakan untuk mempelajari fenomena atau memecahkan masalah-
masalah dalam disiplin ilmu;dan
·
Pengetahuan teori, model, dan struktur meliputi pengetahuan
mengenai prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi bersama dengan hubungan-
hubungan di antara mereka yang menyajikan pandangan sistemis, jelas, dan bulat
mengenai suatu fenomena, masalah, atau pokok bahasan yang kompleks.
3)
Pengetahuan prosedural, "pengetahuan mengenai bagaimana" melakukan sesuatu.
Hal ini dapat berkisar dari melengkapi latihan-latihan yang cukup rutin hingga
memecahkan masalah-masalah baru. Pengetahuan prosedural sering mengambil bentuk
dari suatu rangkaian langkah-langkah yang akan diikuti. Hal ini meliputi
pengetahuan keahlian-keahlian, algoritma-algoritma, teknik-teknik, dan
metode-metode secara kolektif disebut sebagaiprosedur-prosedur.
·
Pengetahuan keahlian dan algoritma spesifik suatusubjek.
·
Pengetahuan prosedural dapat diungkapkan sebagai suatu
rangkaian langkah-langkah, yang secara kolektif dikenal sebagai prosedur.
Kadangkala langkah-langkah tersebut diikuti perintah yang pasti, di waktu yang
lain keputusan-keputusan harus dibuat mengenai langkah mana yang dilakukan
selanjutnya. Dengan cara yang sama, kadang-kadang hasil akhirnya pasti, dalam
kasus lain hasilnya tidak pasti. Meskipun proses tersebut bisa pasti atau lebih
terbuka, hasil akhir tersebut secara umum dianggap pasti dalam bagian
jenispengetahuan.
·
Pengetahuan teknik dan metode spesifik suatusubjek.
·
Pengetahuan teknik dan metode spesifik suatu subjek meliputi
pengetahuan yang secara luas merupakan hasil dari konsensus, persetujuan, atau
norma- norma disipliner daripada pengetahuan yang lebih langsung merupakan suatu hasil observasi, eksperimen, atau
penemuan. Bagian jenis pengetahuan ini secara umum menggambarkan bagaimana para
ahli dalam bidang atau disiplin ilmu tersebut berpikir dan menyelesaikan
masalah-masalah daripada hasil-hasil dari pemikiran atau pemecahan masalah tersebut.
·
Pengetahuan kriteria untuk menentukan kapan menggunakan
prosedur- prosedur yangtepat.
·
Sebelum terlibat dalam suatu penyelidikan, para peserta didik
diharapkan dapat mengetahui metode-metode dan teknik-teknik yang telah
digunakan dalam penyelidikan-penyelidikan yang sama. Pada suatu tingkatan nanti
dalam penyelidikan tersebut, mereka dapat diharapkan untuk menunjukkan
hubungan-hubungan antara metode-metode dan teknik-teknik yang mereka
benar-benar lakukan dan metode-metode yang dilakukan oleh peserta didik lain.
4)
Pengetahuan metakognitif, Pengetahuan
metakognitif adalah pengetahuan mengenai kesadaran secara umum sama halnya
dengan kewaspadaan dan pengetahuan tentang kesadaran pribadi seseorang.
Penekanan kepada peserta didik untuk lebih sadar dan bertanggung jawab terhadap
pengetahuan dan pemikiran mereka sendiri. Perkembangan para peserta didik akan
menjadi lebih sadar dengan pemikiran mereka sendiri sama halnya dengan lebih
banyak mereka mengetahui kesadaran
secara umum, dan ketika mereka bertindak dalam kewaspadaan ini, mereka akan
cenderung belajar lebih baik.
· Pengetahuan strategi.
Pengetahuan strategi adalah
pengetahuan mengenai strategi-strategi umum untuk pembelajaran, berpikir, dan
pemecahan masalah.
· Pengetahuan mengenai tugas
kognitif, termasuk pengetahuan kontekstual dankondisional.
Para peserta didik mengembangkan pengetahuan mengenai
strategi-strategi pembelajaran dan berpikir, pengetahuan ini mencerminkan baik
strategi- strategi umum apa yang digunakan dan bagaimana mereka menggunakan.
· Pengetahuan diri.
Kewaspadaan diri mengenai keluasan dan kedalaman
dari dasar pengetahuan dirinya merupakan aspek penting pengetahuan diri. Para
peserta didik perlu memperhatikan terhadap jenis strategi yang berbeda.
Kesadaran seseorang cenderung terlalu bergantung pada strategi tertentu, dimana
terdapat strategi-strategi lain yang lebih tepat untuk tugas tersebut, dapat
mendorong ke arah suatu perubahan dalam penggunaan strategi.
Kata kerja yang digunakan dalam proses pembelajaran sesuai dengan
ranah kognitif Bloom adalah sebagai berikut:
Tabel 9. Kata Kerja Operasional Ranah Kognitif
Mengingat
(C1) |
Memahami
(C2) |
Mengaplikasikan
(C3) |
Menganalisis
(C4) |
Mengevaluasi
(C5) |
Mencipta/Membuat
(C6) |
Mengutip Menyebutkan Menjelaskan
Menggambar Membilang Mengidentifikasi Mendaftar Menunjukkan Memberi indeks Memasangkan Membaca Menamai Menandai Menghafal Meniru Mencatat Mengulang Mereproduksi Meninjau Memilih Menabulasi Memberi kode Menulis Menyatakan Menelusuri |
Memperkirakan Menjelaskan Menceritakan Mengkategorikan Mencirikan Merinci Mengasosiasikan Membandingkan Menghitung Mengontraskan Menjalin Mendiskusikan Mencontohkan Mengemukakan Mempolakan Memperluas Menyimpulkan Meramalkan Merangkum Menjabarkan Menggali Mengubah Mempertahankan Mengartikan Menerangkan Menafsirkan Memprediksi Melaporkan Membedakan |
Menugaskan Mengurutkan Menentukan Menerapkan Mengalkulasi Memodifikasi Menghitung Membangun Mencegah Menentukan Menggambarkan Menggunakan Menilai Melatih Menggali Mengemukakan Mengadaptasi Menyelidiki Mempersoalkan Mengonsep Melaksanakan Memproduksi Memproses Mengaitkan Menyusun Memecahkan Melakukan Menyimulasikan Menabulasi Memproses Membiasakan Mengklasifikasi Menyesuaikan Mengoperasikan Meramalkan |
Mengaudit Mengatur Menganimasi Mengumpulkan Memecahkan Menegaskan Menganalisis Menyeleksi Merinci Menominasikan Mendiagramkan Mengorelasikan Menguji Mencerahkan Membagankan Menyimpulkan Menjelajah Memaksimalkan Memerintahkan Mengaitkan Mentransfer Melatih Mengedit Menemukan Menyeleksi Mengoreksi Mendeteksi Menelaah Mengukur Membangunkan Merasionalkan Mendiagnosis Memfokuskan Memadukan |
Membandingkan Menyimpulkan Menilai Mengarahkan Memprediksi Memperjelas Menugaskan Menafsirkan Mempertahankan Memerinci Mengukur Merangkum Membuktikan Memvalidasi Mengetes Mendukung Memilih Memproyeksikan Mengkritik Mengarahkan Memutuskan Memisahkan Menimbang |
Mengumpulkan Mengabstraksi Mengatur Menganimasi Mengategorikan Membangun Mengkreasikan Mengoreksi Merencanakan Memadukan Mendikte Membentuk Meningkatkan Menanggulangi Menggeneralisasi Menggabungkan Merancang Membatas Mereparasi Membuat Menyiapkan Memproduksi Memperjelas Merangkum Merekonstruksi Mengarang Menyusun Mengkode Mengombinasikan Memfasilitasi Mengkonstruksi Merumuskan Menghubungkan Menciptakan Menampilkan |
2) Ranah Afektif
Kratwohl & Bloom juga menjelaskan bahwa selain kognitif,
terdapat ranah afektif yang berhubungan dengan sikap, nilai, perasaan, emosi
serta derajat penerimaan atau penolakan suatu objek dalam kegiatan pembelajaran
dan membagi ranah afektif menjadi 5 kategori, yaitu seperti pada tabel dibawah.
PROSES AFEKTIF |
DEFINISI |
|
A1 |
Penerimaan |
Semacam kepekaan dalam menerima rangsangan atau stimulasi
daril uar yang datang pada diri peserta didik. |
A2 |
Menanggapi |
Suatu sikap yang menunjukkan adanya artisipasi aktif
untuk mengikutsertakan dirinya dalam fenomenater tentu dan membuat reaksi terhadapnya
dengan salah satu cara. |
A3 |
Penilaian |
Memberikan nilai, penghargaan, dan kepercayaan terhadap
suatu gejala atau stimulus tertentu. |
A4 |
Mengelola |
Konseptualisasi
nilai-nilai menjadi sistem nilai, serta pemantapan dan prioritas nilai yang telah
dimiliki. |
A5 |
Karakterisasi |
Keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang
yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkahlakunya. |
Kata kerja
operasional yang dapat digunakan dalam ranah afektif dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 11. Kata kerja operasional
ranah afektif
Menerima
(A1) |
Merespon
(A2) |
Menghargai
(A3) |
Mengorganisasikan
(A4) |
Karakterisasi Menurut Nilai (A5) |
Mengikuti Menganut MematuhiMeminati |
Menyenangi Mengompromikan Menyambut Mendukung Melaporkan Memilih Memilah Menolak Menampilkan Menyetujui Mengatakan |
Mengasumsikan Meyakini Meyakinkan Memperjelas Menekankan Memprakarsai Menyumbang Mengimani |
Mengubah Menata Membangun Membentuk pendapat Memadukan Mengelola Merembuk Menegosiasi |
Membiasakan Mengubah perilaku
Berakhlak mulia Melayani Mempengaruhi Mengkualifikasi Membuktikan Memecahkan |
3) Ranah Psikomotor
Keterampilan
proses psikomotor merupakan keterampilan dalam melakukan pekerjaan dengan
melibatkan anggota tubuh yang berkaitan dengan gerakfisik (motorik) yang
terdiri dari gerakan refleks, keterampilan pada gerak dasar, perseptual, ketepatan, keterampilan kompleks,
ekspresif, dan interperatif. Keterampilan proses psikomotor dapat dilihat pada
tabel dibawah.
Tabel 12. Proses Psikomotor
PROSES PSIKOMOTOR |
DEFINISI |
|
P1 |
Imitasi |
Imitasi berarti menirutindakan seseorang. |
P2 |
Manipulasi |
Manipulasi berarti melakukan keterampilan atau menghasilkan produk dengan cara mengikuti
petunjuk umum, bukan berdasarkan observasi. Pada kategori ini, peserta didik
dipandu melalui instruksi untuk melakukan keterampilan tertentu. |
P3 |
Presisi |
Presisi berarti secara independent melakukan
keterampilan atau menghasilkan produk dengan akurasi, proporsi, dan
ketepatan. Dalam Bahasa sehari-hari, kategori ini dinyatakan sebagai “tingkat
mahir”. |
P4 |
Artikulasi |
Artikulasi artinya memodifikasi keterampilan atau produk agar sesuai dengan situasi
baru, atau menggabungkan lebih dari satu keterampilan dalam urutan harmonis
dan konsisten. |
P5 |
Naturalisasi |
Naturalisasi artinya menyelesaikan satu atau lebih
keterampilan dengan mudah dan membuat keterampilan otomatis dengan tenaga
fisik atau mental yang ada. Pada kategoriini, sifat aktivitas telah otomatis,
sadar penguasaan aktivitas, dan penguasaan keterampilan terkait sudah pada
tingkat strategis (misalnya dapat menentukan langkah yang lebih efisien). |
Kata kerja operasional yang dapat digunakan pada ranah
psikomotor dapat dilihat seperti pada tabel di bawah.
Tabel 13. Kata kerja operasional ranah psikomotor
Meniru
(P1) |
Manipulasi
(P2) |
Presisi (P3) |
Artikulasi
(P4) |
Naturalisasi (P5) |
Menyalin
Mengikuti Mereplikasi Mengulangi Mematuhi Mengaktifkan Menyesuaikan
MenggabungkanMengatur Mengumpulkan Menimbang
Memperkecil Mengubah |
Kembali membuat Membangun Melakukan
Melaksanakan Menerapkan Mengoreksi
MendemonstrasikanMerancang Melatih
Memperbaiki MemanipulasiMereparasi |
Menunjukkan
Melengkapi Menyempurnakan Mengkalibrasi
Mengendalikan Mengalihkan Menggantikan Memutar Mengirim Memproduksi Mencampur
Mengemas Menyajikan |
Membangun
Mengatasi Menggabungkan- koordinat Mengintegrasikan Beradaptasi
Mengembangkan Merumuskan Memodifikasi master Mensketsa |
Mendesain
Menentukan Mengelola
Menciptakan |
b.
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Critical and
Creative Thinking John Dewey mengemukakan bahwa berpikir kritis secara
esensial sebagai sebuah proses aktif, dimana seseorang berpikir segala hal secara
mendalam, mengajukan berbagai pertanyaan, menemukan informasi yang relevan dari
pada menunggu informasi secara pasif (Fisher, 2009).
Berpikir
kritism erupakan proses dimana segala pengetahuan dan keterampilan dikerahkan dalam
memecahkan permasalahan yang muncul, mengambil keputusan, menganalisis semua asumsi
yang muncul dan melakukan investigasi atau penelitian berdasarkan data dan
informasi yang telah didapatkan sehingga
menghasilkan informasi atau simpulan yang diinginkan.
Tabel 14. Elemen
dasar tahapan keterampilan berpikir kritis, yaitu FRISCO
ELEMEN |
DEFINISI |
|
F |
Focus |
Mengidentifikasi masalah dengan baik. |
R |
Reason |
Alasan-alasan yang diberikan bersifat logis atau tidak
untuk disimpulkan seperti yang telah ditentukan
dalam permasalahan. |
I |
Inference |
Jika
alasan yang dikembangkan adalah tepat, maka alasan tersebut harus cukup sampai
pada kesimpulan yang sebenarnya. |
S |
Situation |
Membandingkan dengan situasi yang sebenarnya. |
C |
Clarity |
Harus
ada kejelasan istilah maupun penjelasan yang digunakan pada argumen sehingga tidakterjadikesalahandalammengambilkesimpulan. |
O |
Overview |
Pengecekanterhadapsesuatu
yang telahditemukan, diputuskan, diperhatikan, dipelajari, dan disimpulkan. |
Keterampilan
berpikir kritis dan kreatif berperan penting dalam mempersiapkan peserta didik
agar menjadi pemecah masalah yang baik dan mampu membuat keputusan maupun kesimpulan
yang matang dan mampu dipertanggungjawabkan secara akademis.
c.
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Problem Solving
Keterampilan
berpikir tingkat tinggi sebagai problem solving diperlukan dalam proses
pembelajaran, karena pembelajaran yang dirancang dengan pendekatan pembelajaran
berorientasi pada keterampilan tingkat tinggi tidak dapat dipisahkan dari kombinasi
keterampilan berpikir dan keterampilan kreativitas untuk pemecahan masalah.
Keterampilan
pemecahan masalah merupakan keterampilan para ahli yang memiliki keinginan kuat
untuk dapat memecahkan masalah yang muncul pada kehidupan sehari- hari. Peserta
didik secara individu akan memiliki eterampilan pemecahan masalah yang berbeda
dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Mourtos, Okamoto, dan Rhee, ada enam
aspek yang dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana keterampilan pemecahan masalah
peserta didik, yaitu:
1)
Menentukan masalah.
Mendefinisikan masalah,
menjelaskan permasalahan, menentukan kebutuhan data dan informasi yang harus diketahui
sebelum digunakan untuk mendefinisikan masalah sehingga menjadil ebih detail,
dan mempersiapkan kriteria untuk menentukan hasil pembahasan darim asalah yang dihadapi;
2)
Mengeksplorasi masalah.
Menentukan objek
yang berhubungan dengan masalah, memeriksa masalah yang terkait dengan asumsi,
dan menyatakan hipotesis yang terkait dengan masalah;
3)
Merencanakan solusi.
Peserta didik mengembangkan
rencanau ntuk memecahkan masalah, memetakan sub-materi yang terkait dengan masalah,
memilih teori prinsip dan pendekatan yang sesuai dengan masalah, dan menentukan
informasi untuk menemukan solusi;
4)
Melaksanakan rencana.
Pada tahap ini peserta
didik menerapkan rencana yang telah ditetapkan;
5)
Memeriksa solusi.
Mengevaluasi solusi
yang digunakan untukm emecahkan masalah; dan
6)
Mengevaluasi.
Pada langkah ini,
solusi diperiksa, asumsi yang terkait dengan solusi dibuat, memperkirakan hasil
yang diperoleh ketika mengimplementasikan solusi dan mengomunikasikan solusi
yang telah dibuat.
c.
Kompetensi Keterampilan 4cs (Creativity, Critical Thinking,
Collaboration, Communication)
Pembelajaran abad 21 menggunakan
istilah yang dikenal sebagai 4Cs (critical
thinking, communication, collaboration, and creativity). 4Cs adalah empat
keterampilan yang telah diidentifikasi sebagai keterampilan abad ke-21 (P21)
yaitu keterampilan yang sangat penting dan diperlukan untuk pendidikan abad
ke-21.
Tabel 15. Peta
Kompetensi Keterampilan 4Cs Sesuai dengan P21
FRAMEWORK 21st CENTURY SKILLS |
KOMPETENSI
BERPIKIR P21 |
Creativity
Thinking and innovation |
Peserta didik dapat menghasilkan, mengembangkan, dan
mengimplementasikan ide-ide mereka secara kreatif baik secara mandiri maupun berkelompok. |
Critical
Thinking and Problem Solving |
Peserta didik dapat mengidentifikasi, menganalisis,
menginterpretasikan, dan mengevaluasi bukti-bukti, argumentasi, klaim, dan
data-data yang tersaji secara luasmelaluipengkajiansecaramendalam,
sertamerefleksikannyadalamkehidupansehari- hari. |
Communication |
Pesertadidikdapatmengomunikasikan ide-ide dan
gagasan secara efektif menggunakan media lisan, tertulis, maupun teknologi. |
Collaboration |
Peserta didik dapat bekerjasama dalam sebuah kelompok
dalam memecahkan permasalahan yang ditemukan. |
a.
Kerangka konsep berpikir abad 21 di Indonesia
Implementasi dalam
merumuskan kerangka sesuai P21 bersifat mutidisiplin, artinya semua materi dapat
didasarkan sesuai kerangka P21. Untuk melengkapi kerangka P21 sesuai dengan tuntutan
Pendidikan di Indoensia, berdasarkan hasil kajian dokumen pada UU Sisdiknas,
Nawacita, dan RPJMN Pendidikan Dasar, Menengah, dan Tinggi, diperoleh 2 standar
tambahan sesuai dengan kebijakan Kurikulum dan kebijakanPemerintah, yaitu sesuai
dengan Penguatan Pendidikan Karakter pada PengembanganKarakter (Character Building) dan Nilai Spiritual (Spiritual
Value). Secara keseluruhan standar P21 di Indonesia ini dirumuskan menjadi Indo.
Tabel 16. Indonesian
Partnership for 21 Century Skill Standard (IP-21CSS)
Framework
21st Century Skills |
IP-21CSS |
Aspek |
Creativity
Thinking and innovation |
4Cs |
·
Berpikir secara kreatif ·
Bekerja kreatif dengan lainnya ·
Mengimplementasikan inovasi |
Critical
Thinking and Problem Solving |
·
Penalaran efektif ·
Menggunakan sistem berpikir ·
Membuat penilaian dan keputusan ·
Memecahkan masalah |
|
Communication
and Collaboration |
·
Berkomunikasi secara jelas ·
Berkolaborasi dengan orang lain |
|
Information,
Media, and Technology Skills |
ICTs |
·
Mengakses dan mengevaluasi informasi ·
Menggunakan dan menata informasi ·
Menganalisis dan menghasilkan media ·
Mengaplikasikan teknologi secara efektif |
Life &
Career Skills |
Character
Building |
·
Menunjukkan perilaku scientific attitude (hasrat ingin tahu, jujur, teliti, terbuka
dan penuh kehati-hatian) ·
Menunjukkan penerimaan terhadap nilai moral yang
berlaku dimasyarakat |
Spiritual
Values |
·
Menghayati konsep ke-Tuhanan melalui ilmu pengetahuan ·
Menginternalisasikan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan
sehari-hari |
2.
Model-model Pembelajaran Sejarah
SMA
Merancang pembelajaran merupakan kewajiban seorang guru karena
pembelajaran harus dilaksanakan secara sistematis, operasional, dan dapat dipertanggngjawabkan.
Sebagai guru yang profesional tentu akan berupaya memenuhi kebutuhan peserta
didik sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu seorang guru perlu
memiliki jiwa nasionalis yang ditunjukkan melalui sikap dan perilaku yang
mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau
golongan.
Guru merupakan aktor utama pembelajaran.
Karena itu, guru menjadi faktor penentu berhasil atau tidaknya proses
pembelajaran. Peran guru dalam keberhasilan internalisasi pendidikan karakter
kepada anak didik adalah kunci utama. Seorang guru disamping harus memiliki
pemahaman, ketrampilan dan kompetensi mengenai karakter, guru juga dituntut
memiliki karakter-karakter mulia dalam dirinya, mempraktikkan dalam keseharian
baik di sekolah maupun di masyarakat, dan menjadikannya sebagai bagian dari
hidup. Dengan kata lain sebelum mengajarkan atau menginternalisasikan karakter
kepada anak didiknya, guru harus terlebih dahulu memancarkan karakter-karakter
mulia dari dalam dirinya, hal ini bermanfaat untuk menumbuhkan semangat belajar
dan mengoptimalkan potensi peserta didik sehingga menjadi warga negara yang
memiliki karakter kuat, mencintai bangsanya dan mampu menjawab tantangan era
global.
a.
Pendekatan Saintifik pada Kurikulum
2013
Proses pembelajaran
dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karena itu Kurikulum 2013
mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan
saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja
yang memenuhi kriteria ilmiah,
para ilmuwan lebih
mengedepankan penalaran induktif
(inductive reasoning)
yang memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan
secara keseluruhan. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas
suatu fenomena/gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan
memadukan pengetahuan sebelumnya.
Untuk dapat disebut
ilmiah, metode pencarian (method of
inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi,
empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Metode
ilmiah pada umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui
observasi, eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian
memformulasi, dan menguji hipotesis.
Proses pembelajaran
saintifik memuat aktivitas:
a.
mengamati,
b.
menanya,
c.
mengumpulkaninformasi/mencoba,
d.
mengasosiasikan/mengolah
informasi,dan
e.
mengomunikasikan.
Kelima aktivitas pembelajaran tersebut
dapat dirinci dalam berbagai kegiatan belajar sebagaimana tercantum dalam tabel
berikut:
Aktivitas |
Kegiatan Belajar |
Kompetensi yang
Dikembangkan |
Mengamati |
Melihat, mendengar, meraba, membau |
Melatih
kesungguhan, ketelitian, mencari informasi |
Menanya |
Mengajukan
pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan
untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan
factual sampai kepertanyaan yang bersifat hipotetik). |
Mengembangkan
kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskanpertanyaanuntukmembentuk pikiran
kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat |
Mengumpulkaninformasi/ eksperimen |
- Melakukan eksperimen. - Membaca sumber lain selain buku teks. - Mengamati objek/kejadian. - Aktivitas. - Wawancara dengannarasumber. |
- Mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan,
menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan
mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkankebiasaanbelajar
dan belajarsepanjanghayat. |
Mengasosiasikan / mengolahinformasi |
- Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan
baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan
mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. - Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari
yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi
yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang
berbeda sampai kepada yang bertentangan. |
- Mengembangkan sikap jujur, teliti,
disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan
dan kemampuan berpikirinduktif sertad
eduktif dalam menyimpulkan. |
Mengomunikasikan |
- Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan
berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. |
- Mengembangkan sikap jujur, teliti,
toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat
dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. |
Seiring dengan
diberlakukannya Kurikulum 2013, yang menekankan pendekatan saintifik dalam
pembelajaran, model pembelajaran kooperatif menjadi pilihan yang sangat tepat
untuk untuk terus dikembangkan. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu
bentuk pembelajaran yang berbasis faham konstruktivisme. Pendekatan dalam Kurikulum 2013 dapat
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan berbasis keilmuan yaitu pembelajaran
yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui
metode ilmiah.
Pendekatan ini menekankan pada proses pencarian pengetahuan, berkenaan
dengan materi pembelajaran melalui pengalaman belajar mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi/mencoba, mengasosiasi dan mengkomunikasikan.
Pendekatan scientific atau pendekatan ilmiah dipilih sebagai
pendekatan dalam pembelajaran dalam
kurikulum 2013. Peserta didik secara aktif membangun pengetahuannya sendiri
melalui aktivitas ilmiah. Pendekatan
ilmiah pembelajaran Sejarah Indonesia disajikan berikut ini :
Dalam kegiatan
mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi, kesempatan peserta didik
untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan
membaca. Guru memfasilitasi peserta didik melakukan pengamatan,
melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca,
mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek.
Kegiatan seorang
peserta didik melakukan pengamatan didapat dengan : melihat, menyimak,
mendengar, dan membaca merupakan bagian dari usaha seorang pendidik untuk
melatih kemandirian peserta didik. Peserta didik dilatih secara mandiri untuk
bekerja keras, kreatif, dan profesional dalam melihat hal-hal yang dirasa
penting dari suatu benda atau obyek.
Setelah proses mengamati, aktivitas
berikutnya adalah peserta didik mengajukan sejumlah pertanyaan berdasarkan
hasil pengamatannya. Guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik
untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat.
Aktivitas menanya
bukan aktivitas yang dilakukan oleh guru, melainkan oleh peserta didik berdasarkan hasil pegamatan yang telah mereka
lakukan. Melalui kegiatan
bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam
bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan.
3)
Mengumpulkan
Informasi/Eksperimen
Tindak lanjut dari
bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber
melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih
banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan
melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah
informasi.Informasi tersebut menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya yaitu
memproses informasi untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi
lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi dan bahkan mengambil
berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan.
4)
Mengasosiasi/Mengolah
Informasi
Data dan informasi dapat diperoleh secara
langsung dari lapangan (data primer) maupun dari berbagai bahan bacaan (data
sekunder). Hasil pengumpulan data tersebut kemudian menjadi bahan bagi peserta
didik untuk melakukan penalaran antara satu data atau fakta dengan data atau
fakta lainnya untuk dikaji ada tidaknya kaitan di antara keduanya. Oleh karena
itu, peserta didik dapat mengkaji buku-buku atau dokumen yang terkait
permasalahan yang dikaji.
Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat
diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Aktivitas menalar
dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak
merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah
asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam ide
dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi
penggalan memori.
Mengkomunikasikan dalam konteks pendekatan pembelajaran scientific dapat berupa penyampaian
hasil atau temuan kepada pihak lain. Peserta didik diminta untuk
mempresentasikan hasil pemikiran, tulisan, dan kajiannya di depan kelas. Nilai
yang dibangun dengan strategi ini adalah rasa percaya diri,kemampuan
berkomunikasi dan menyampaikan gagasan, serta kemampuan untuk mempertahankan pendapat dalam berargumentasi.
Bagi peserta didik yang mempresentasikan, ia akan berlatih berargumentasi
dengan baik. Bagi teman-teman sekelas, mereka akan belajar mengkritisi sebuah
argumentasi dengan memberikan argumentasi lain yang lebih rasional dan berdasarkan data/fakta. Strategi
ini akan memperkuat kemampuan untuk berpikir kritis dan meningkatkan kemampuan
berkomunikasi peserta didik. Keterampilan menyajikan atau mengkomunikasikan
hasil temuan atau kesimpulan sangat
penting dilatih sebagai bagian penting dalam proses pembelajaran.
Dengan kemampuan tersebut, peserta didik dapat mengkomunikasikan secara jelas,
santun, dan beretika.
Contoh: Kegiatan Inti dalam pembelajaran Sejarah Indonesia SMA KD.
3.6 Menganalisis perkembangan kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan budaya
pada masa kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia serta menunjukkan
contoh bukti-bukti yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa
kini.
Mengamati |
§ Membaca buku teks dan/atau melihat peta lokasi kerajaan- kerajaan
Hindu dan Buddha, serta gambar-gambarp eninggalan zaman Hindu dan Buddha di Indonesia;
Candi- candi Hindu dan candi-candi Buddha |
Menanya |
§
Membuat dan/mengajukan
pertanyaan/tanyajawab/berdiskusi tentang informasi tambahan yang belum
dipahami/ingin diketahui sebagai klarifikasi tentang
perkembangan masyarakat, pemerintahan dan budaya kerajaan-kerajaan Hindu dan
Buddha, serta bukti-bukti pengaruh Hindu dan Buddha yang masih berlaku pada
kehidupan masyarakat Indonesia masa kini |
Mengumpulkaninformasi/mencoba |
·
Mengumpulkan informasi
terkait dengan pertanyaan perkembangan masyarakat, pemerintahan dan budaya
kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha, serta bukti-bukti pengaruh Hindu dan
Buddha yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini
melalui bacaan, pengamatan terhadap sumber-sumber zaman Hindu dan Budha yang
ada di museum atau peninggalan-peninggalan yang ada di lingkungan terdekat. |
Mengasosiasi |
§ Menganalisis informasi dan data-data yang didapat dari bacaan
maupun sumber-sumber lain yang terkait untuk mendapatkan kesimpulan
perkembangan masyarakat, pemerintahan dan budaya kerajaan-kerajaan Hindu dan
Buddha, serta bukti-bukti pengaruh Hindu dan Buddha yang masih berlaku pada
kehidupan masyarakat Indonesia masa kini. |
Mengomunikasikan |
§
Menyajikan informasi dalam
bentuk laporan tertulis mengenai teori masuknya agama dan kebudayaan Hindu dan Buddha, perkembangan masyarakat,
pemerintahan dan budaya kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha, serta bukti-
bukti pengaruh Hindu dan Buddha yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa
kini |
b.
Model-model Pembelajaran Sejarah berdasar Kurikulum 2013
Guru dapat menggunakan model tertentu dalam suatu proses
pembelajaran yang dilaksanakan, baik melalui pembelajaran di dalam kelas
(berbasis kelas), maupun pembelajaran di luar kelas yang berbasis alam atau
berbasis masyarakat. Model pembelajaran yang dikembangkan guru sebaiknya dapat
memfasilitasi peserta didik untuk belajar lebih luas (Broad Based Learning), dengan menggunakan segala fasilitas baik di
dalam kelas (berbasis kelas) maupun pembelajaran yang dilaksanakan melalui
interaksi dengan alam dan lingkungan sekitar (community based learning).
Selain itu, guru juga harus dapat mengembangkan model
pembelajaran yang memberikan keleluasaan kepada peserta didik untuk dapat
mengembangkan dan membangun keterampilan Abad 21 terkait dengan keterampilan
berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical
Thinking and Problem Solving Skills), keterampilan berkolaborasi (Collaboration Skills), keterampilan
berkreasi (Creativities Skills), dan
keterampilan Berkomunikasi (Communication
Skills), yang dirancang sessuai dengan karakteristik KD atau materi
pembelajaran.
Pembelajaran di dalam maupun di luar kelas, pada intinya
dilaksanakan melalui tiga besaran kegiatan, yaitu kegiatan pendahuluan,
kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Ketiga rangkaian kegiatan ini dilaksanakan
secara berurutan dan disesuaikan dengan karakteristik materi pelajaran.
Guru dapat menggunakan model tertentu dalam suatu proses
pembelajaran yang dilaksanakan, baik melalui pembelajaran di dalam kelas
(berbasis kelas), maupun pembelajaran di luar kelas yang berbasis alam atau
berbasis masyarakat. Model pembelajaran yang dikembangkan guru sebaiknya dapat
memfasilitasi peserta didik untuk belajar lebih luas (Broad Based Learning), dengan menggunakan segala fasilitas baik di
dalam kelas (berbasis kelas) maupun pembelajaran yang dilaksanakan melalui
interaksi dengan alam dan lingkungan sekitar (community based learning).
Sesuai dengan karakteristik pembelajaran Kurikulum 2013, maka
sebuah model pembelajaran yang dikembangkan harus dapat mendorong dan
memotivasi peserta didik dalam mengembangkan ide dan kreatifitasnya, sehingga
pembelajaran menjadi lebih interaktif, menyenangkan, dan inspiratif. Selain itu
model yang digunakan juga harus dapat mendorong peserta didik untuk berpartisipasi
aktif dalam diskusi maupun dalam kegaiatan lain, dan dapat meningkatkan sifat
percaya diri. atau nilai karakter lainnya sesuai dengan hasil analisis terhadap
Kompetensi Dasar.
Cara menentukan sebuah model pembelajaran yang akan
dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran akan berbeda untuk setiap mata
pelajaran. Hal tersebut disesuaikan dengan karakteristik materi pada
masing-masing mata pelajaran.
Banyak model
pembelajaran yang dapat diterapkan untuk pelaksanaan Kurikulum 2013. Namun dalam Kurikulum 2013 itu merekomendasikan
tiga model pembelajaran utama, yakni Discovered-Based Learning, Problem-Based Learning (PBL), dan Project Based Learning (PBL).
Pendidik secara
kreatif masih bisa mengembangkan model-model pembelajaran yang sudah pernah
dilakukan seperti jigsaw, STAD (Student Team Achievement Divison), TGT (Teams Games Tournament), ACC (Academic Constructive Controversy, model
kuis dan lain-lain.
a. Discovered Based-Learning
Langkah model discovery learning adalah sebagai berikut.
1)
Stimulation (memberi stimulus); guru
memberikan stimulan, untuk diamati peserta didik agar mendapat pengalaman
belajar mengamati pengetahuan konseptual melalui kegiatan membaca, mengamati
situasi atau melihat gambar.
Contoh : Peserta didik mengamati gambar atau menonton Video peninggalan
kerajaan-kerajaan
Hindu-Budda di Indonesia.
2) Problem Statement (mengidentifikasi masalah); merupakan kegiatan peserta didik dalam
menemukan permasalahan apa saja yang dihadapi, sehingga pada kegiatan ini
peserta didik diberikan pengalaman untuk menanya, mencari informasi, dan
merumuskan masalah.
Contoh : Peserta didik mengidentifikasi kemunculan
kerajaan-kerajaan Hindu-Budda di Indonesia dan penyelesaian masalah masalah
berdasarkan data-data yang ditemukan.
3) Data Collecting (mengumpulkan data); mencari
dan mengumpulkan data/informasi yang dapat digunakan untuk menemukan solusi
pemecahan masalah yang dihadapi. Kegiatan ini juga akan melatih ketelitian,
akurasi, dan kejujuran, serta membiasakan peserta didik untuk mencari atau
merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah, jika satu alternatif
mengalami kegagalan.
Contoh : Peserta didik mencari serta mengumpulkan
data/informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang berkaitan dengan
perkembangan kehidupan kerajaan-kerajaan Hindu Budha yang ada di Indonesia.
4) Data Processing (mengolah data); peserta
didik mencoba dan mengeksplorasi kemampuan pengetahuan konseptualnya untuk
diaplikasikan pada kehidupan nyata, sehingga kegiatan ini juga akan melatih
keterampilan berfikir logis dan aplikatif.
Contoh : Peserta didik melakukan diskusi bersama kelompok
untuk menyelesaikan masalah awal tumbuhnya kerajaan –kerajaan Hindu Budda di
Indonesia, perkembangan kehiduuan politik pemerintaham, ekonomi, agama, serta
kehidupan social dan budaya kerajaan-kerajaan Hindu- Budda di Indonesia.
5) Verification (memverifikasi); peserta didik mengecek kebenaran atau
keabsahan hasil pengolahan data melalui berbagai kegiatan, atau mencari sumber
yang relevan baik dari buku atau media, serta mengasosiasikannya sehingga menjadi
suatu kesimpulan.
Contoh : Peserta didik memverifikasi penyelesaian masalah
hasil diskusi kelompoknya,dan setelah kegiatan diskusi kelompok selesai,
perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk
membandingkan hasil diskusi antar kelompok.
Arahkan proses pembelajaran ke bentuk tanya jawab.
6) Generalization (menyimpulkan); peserta
didik digiring untuk menggeneralisasikan
hasil kesimpulannya pada
suatu kejadian atau permasalahan yang serupa, sehingga
kegiatan ini juga dapat melatih pengetahuan metakognisi peserta didik.
Contoh : Peserta didik dengan bimbingan guru membuat
kesimpulan berkaitan dengan materi materi perkembangan kehidupan
kerajaan-kerajaan masa Hindu- Budda hasil rangkuman dari kesimpulan setiap kelompok
setelah sesi presentasi.
b. Problem-Based Learning (PBL)
Langkah-langkah model Problem-Based Learning(PBL) adalah
sebagai berikut: Langkah-langkah pembelajaran sebagaiberikut:
1) Mengorientasikan; tahap ini
untuk memfokuskan peserta didik mengamati masalah yang menjadi
objekpembelajaran.
Contoh : Peserta didik mengamati permasalahan kemunculan kerajaan
Hindu-buddha yang menurut informasi berkembang pada abad ke IV M.
2) Mengorganisasikan kegiatan
pembelajaran; pengorganisasian pembelajaran merupakan salah satu kegiatan
dimana peserta didik menyampaikan berbagai pertanyaan (atau menanya) terhadap masalah yangdikaji
Contoh : Peserta didik difasilitasi untuk membuat beberapa pertanyaan
mengenai informasi yang didapatkan dari hasil pengamatan tentang perkembangan
kehidupan pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, dan menuliskan
minimal 4 pertanyaan tentang kehidupan politik dan pemerintahan, kehidupan
agama, kehidupan ekonomi serta kehidupan social dan budaya
3) Membimbing penyelidikan
kemandirian dan kelompok; pada tahap ini peserta didik melakukan percobaan
untuk memperoleh data dalam rangka menjawab atau menyelesaikan masalah
yangdikaji.
Contoh : Peserta didik melengkapi informasi dengan mencari mencari
berbagai informasi yang mendukung dari beberapa buku referensi, internet, atau
sumber yang lain untuk menguatkan dugaan yang dibuat. Peserta didik diminta
mencari soal-soal mengenai perkembangan kehidupan kerajaan- kerajaan
Hindu-Buddha yang ada di Indonesia serta menggunakan kesimpulan sementara tertang
perkembangan kehidupan kerajaankerajaan Hindu-Buddha tersebut.
4) Mengembangkan dan menyajikan
hasil karya; peserta didik mengasosiasi data yang ditemukan dari
berbagaisumber.
Contoh : Peserta didik diminta mengembangkan beberapa permasalahan yang
terkait dengan kehidupan politik pemerintahan, agama, ekonomi, agama dan sosial
budaya pada masa kerajaan-kerajaan Hindu Buddha di Indonesia kemudian
mempresentasikan di depan kelas.
5) Menganalisis dan evaluasi
proses pemecahan masalah; setelah peserta didik mendapat jawaban terhadap
masalah yang ada, selanjutnya dianalisis dan dievaluasi.
Contoh : Peserta didik diminta mengembangkan beberapa permasalahan yang
terkait dengan kehidupan politik pemerintahan, agama, ekonomi, agama dan social
budaya pada masa kerajaan-kerajaan Hindu Buddha di Indonesia, kemudian peserta
didik diminta untuk mendiskusikan hasil analisisnya dengan kelompok yang lain.
c.
Project Based Learning (PjBL)
Langkah-langkah pembelajaran
Project Based Learning (PjBL)adalah sebagai berikut:
1)
Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek.
Pertanyaan harus dapat
mendorong peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas/proyek, misalnya yang
berkaitan dengan konsep dalam KD-KI 4 disesuaikan dengan realitas dunianyata.
2)
Mendesain perencanaan proyek.
Perencanaan dilakukan secara
kolaboratif antar peserta didik, dan peserta didik dengan guru. Dengan demikian
peserta didik diharapkan akan merasa memiliki atas proyek tersebut. Perencanaan
berisi tentang kegiatan, alat, dan bahan yang berguna untuk penyelesaian proyek
3)
Menyusun jadwal sebagai langkah nyata dari sebuah proyek.
Peserta didik menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan
proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk
menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline penyelesaian proyek, (3) membawa
peserta didik agar merencanakan cara yang baru, (4) membimbing peserta didik
ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5)
meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan
suatucara.
4)
Memonitor kegiatan dan perkembanganproyek.
Kegiatan monitoring perkembangan proyek merupakan kegiatan
guru dan peserta didik. Guru bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap
aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Guru berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik.
Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam
keseluruhan aktivitas yangpenting.
Peserta didik melakukan
pengecekan atas kerja mereka sendiri, sesuai dengan tahap perkembangan
proyeknya, sehingga memungkinkan mereka untuk terus melakukan perbaikan dan
akhirnya diperoleh suatu proyak yang sudah sesuai dengan kriteriapenugasan.
5)
Menguji hasil.
Pengujian hasil dapat dilakukan melalui presentasi atau
penyajian proyek. Pada kegaiatan ini, guru dapat mengukur ketercapaian
kompetensi peserta didiknya, dan peserta didik dapat melihat dimana kekurangan
dan/atau kelebihan proyek yang mereka hasilkan berdasarkan masukan dari peserta
didik/kelompok lain serta masukkan dariguru.
6)
Mengevaluasi kegiatan/pengalaman.
Pada akhir proses
pembelajaran, peserta didik dan guru melakukan refleksi terhadap aktivitas dan
hasil proyek yang sudah dilakukan. Proses refleksi dilakukan baik secara
individu maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan
perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan proyek. Guru dan peserta didik
mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses
pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan untuk menjawab
permasalahan yang diajukan pada tahap
pertama pembelajaran dan permasalahan lain yangserupa.
3.
Strategi Mengembangkan Pembelajaran Berpikir
Tingkat Tinggi
Dalam merencanakan
pembelajaran berpikir tingkat tinggi kendala yang sering muncul adalah
menyiapkan kondisi lingkungan belajar yang mendukung terciptanya proses
berpikir dan tumbuh kembangnya sikap dan perilaku yang efektif. Proses ini bisa
dilakukan dengan menjalin kegiatan berpikir dengan konten melalui kolaborasi
materi, membuat kesimpulan, membangun representasi, menganalisis, dan membangun
hubungan antar konsep (Lewis & Smith, 1993).
Hal yang perlu diperhatikan
dalam mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi terletak pada
konten/materi pembelajaran dan konteks peserta didik. Apabila peserta didik
belum siap untuk melakukan keterampilan berpikir tingkat tinggi, maka perlu
dibangun terlebih dahulu jembatan penghubung antara proses berpikir tingkat
rendah menuju berpikir tingkat tinggi. Caranya adalah dengan membangun skema
dari pengetahuan awal yang telah diperoleh sebelumnya dengan pengetahuan baru
yang akan diajarkan. Setelah terpenuhi, maka guru perlu mempersiapkan
sebuah situasi nyata yang dapat menstimulasi proses berpikir tingkat tinggi dengan
menciptakan dilema, kebingungan, tantangan, dan ambiguitas dari permasalahan
yang direncanakan akan dihadapi peserta didik (King, Goodson & Rohani,
2006).
Tabel
17. Mengembangkan
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi
Level 3: Berpikir Tingkat Tinggi |
||
Situasi |
Keterampilan |
Luaran |
Sejumlah keadaan yang Diciptakan dengan merujuk pada konteks kehidupan
nyata. |
Mengaplikasikan sejumlah Aturan atau mentransformasikan konsep yang diketahui
dalam situasi yang ada. |
Hasil dari proses berpikir, tidak Dihasilkan dari respon hafalan atau pengalaman
belajar sebelumnya |
·
ambiguitas · tantangan · kebingungan · dilema · ketidaksesuaian · keraguan · hambatan ·
paradoks · masalah · puzzles
· pertanyaan · ketidak menentuan |
·
analisis
kompleks · berpiki rkreatif · berpikir kritis · membuat keputusan · evaluasi · berpikirlogis · berpikir metakognitif ·
pemecahan
masalah · berpikir eflektif · eksperimen ilmiah penemuan ilmiah ·
sintesis · analisissistem |
·
argumen · komposisi · kesimpulan · konfirmasi · keputusan · penemuan rekomendasi ·
dugaan · penjelasan ·
hipotesis · wawasan · invention
· menilai · performa |
Level 2: Jembatan |
||
Keterkaitan |
Skemata |
Scaffolding |
Dilakukan dengan Menggali pengetahuan awal untuk dikaitkan
kedalam konteks pengetahuan yang baru. |
Jejaring konsep, organisasi, representasi untuk mengorganisasi
pengetahuan baru. |
Bimbingan, strukturisasi, representasi visual dan verbal, pemodelan berpikir tingkat tinggi. |
Level 1: Prasyarat |
|
|
Konten dan Konteks |
Keterampilan berpikir tingkat rendah |
Sikap
dan perilaku |
· konten mata pelajaran · istilah-istilah, struktur, strategi dan
kesalahan berpikir strategi pengajaran dan lingkungan belajar |
· strategikognitif · pemahaman ·
klasifikasikonsep · diskriminasi · menggunakanaturanrutin · analisissederhana · aplikasisederhana |
· Sikap, kemampuanberadaptasi,
toleransiterhadaprisiko, fleksibilitas,keterbukaan ·
Gayakognitif · Habit
ofmind · Multipleinteligence |
4. Prinsip Pembelajaran
Pembelajaran berorientasi
pada keterampilan berpikir tingkat tinggi atau HOTS, peran guru tidak banyak
menerangkan, sebaliknya guru banyak melakukan stimulasi pertanyaan untuk
mendorong memunculkan pikiran-pikiran orisinal peserta didik, pertanyaan-
pertanyaan tersebut mencakup:
a.
Pertanyaan untuk memfokuskan perhatian atau kajian
untukdiperdalam; Pertanyaan untuk mendorong peserta didik berpikir menemukan
alasan atau mengambil posisipendapat;
b.
Pertanyaan untuk mengklarifikasi suatu konsep dengan arah
bisa merumuskan definisi yang jelas lewat memperbandingkan, menghubungkan, dan
mencari perbedaan atas konsep-konsep
yangada;
c.
Pertanyaan untuk mendorong munculnya gagasan-gagasan yang
kreatif dan alternatif lewatimajinasi;
d.
Pertanyaan untuk mendorong peserta didik mencari data dan
fakta pendukung serta bukti-bukti untuk mengambil keputusan atauposisi;
e.
Pertanyaan untuk mendorong peserta didik mengembangkan
pikiran lebih jauh dan lebih mendalam, dengan mencoba mengaplikasikan sesuatu
informasi pada berbagai kasus dan kondisi yang berbeda-beda, sehingga memiliki
lebih banyakargumentasi.
f.
Pertanyaan untuk mengembangkan kemampuan mengaplikasikan
aturan atau teori yang lebih umum pada kasus yang tengahdikaji.
Dalam praktik pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan berpikir
tingkat tinggi atau HOTS, pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat diklasifikasikan
ke dalam empat macam pertanyaan yang menjadi sarana penting bagi guru untuk
melaksanakan pembelajaran yang mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik.
Pertanyaan tersebut adalah:
1.
Pertanyaan Inferensial
Pertanyaan yang segera dijawab setelah peserta didik melakukan pengamatan
maupun pengkajian atas bahan yang diberikan oleh guru. Bahan informasi tersebut
bisa berupa potret, gambar, tulisan singkat, sanjak, berita, dan sebagainya.
Pertanyaan ini bertujuan mengungkap apa yang dilihat atau didapati dan apa yang
dipahami oleh peserta didik setelah mengamati atau membaca bahan yang disajikan
oleh guru. Berikut beberapa contoh pertanyaan yang dimaksud:
·
Apa yang Saudaratemukan?
·
Apa yang Saudara ketahui
dengan …Ini?
·
Bagaimana pendapatSaudara?
·
Adakah Saudara menemukan
kelebihan atau kelemahan apa yang Saudara baca?
·
Bagaimana sikap Saudara
dengan makna yang saudara peroleh?
·
Pertanyaan inferensial ini
mencakup pula pertanyaan:
·
Membangkitkan perhatian atau
minat, contohnya, Siapakah orang paling hebat di Indonesia? Bagaimana
perjalanan hidupnya?
·
Diagnose atau checking,
contohnya, Apa yang Saudara ketahui dengan korupsi?
·
Mengingat spesifik informasi
dari suatu peristiwa, contohnya, Kapan terjadi gempa dan tsunami di Aceh?
Berapa korban nyawa akibat gempa dan tsunami tersebut?
·
Manajerial, contohnya,
Bagaimana cara menegakkan disiplin di sekolah?
2.
Pertanyaan Interpretasi
Pertanyaan interpretasi diajukan pada peserta didik berkaitan
dengan informasi yang tidak lengkap atau tidak ada dalam bahan yang disajikan
oleh guru, dan para peserta didik mesti bisa memberikan makna. Pertanyaan ini
ditujukan agar para peserta didik bisa memberikan makna suatu konsekuensi dari
suatu gejala atau sebab yang ada. Seperti,Mengapa
Saudara memiliki pendapat itu? Apa penyebab kegagalan dari upaya untuk ...? Apa
penyebab banjir besar yang terjadi di …?
Pertanyaan interpretasi mencakup pula:
·
Mendorong proses berpikir, contohnya, Apa yang Saudara ketahui dengan vandalisme? Apa penyebabnya? Bagaimana
caramengatasinya?
·
Struktur dan mengarahkan pada learning, contohnya, Ada
beberapa bentuk korupsi, yaitu: terpaksa, tamak, dan dirancang secara
berjamaah. Bentuk mana yang palingberbahaya?
·
Membangkitkan sikap emosi, contohnya, Bagaimana seandainya Saudara
menjadi orang miskin yang ditolak berobat di rumah sakit karena tidak
mampu membayar?
·
Mendalami masalah, contohnya, Apa kesimpulan Saudara setelah melihat film tersebut? Bagaimana dengan
karakterpemainnya?
·
Interpretasi, apa akibat yang terjadi, contohnya, Setelah membaca trilogi Andrea Hirata,
kira-kira apa novelkeempat?
3.
Pertanyaan Transfer
Apabila dua macam pertanyaan sebelumnya merupakan upaya untuk
mendalami masalah atau hakekat sesuatu, pertanyaan transfer merupakan upaya
untuk memperluas wawasan atau bersifat horizontal. Seperti: Apakah perbedaan teori … dengan teori …?
Bisakah Saudara menjelaskan jawaban lebih detail lagi? Apabila didetailkan, ada
berapa macam gagasan Saudara ini? Bagaimana, apabila jawaban Saudara dipisah
antara yang negatif dan positif?
Pertanyaan transfer mencakup pula aplikasi ilmu pada kasus
yang lain. Contoh, Bagaimana kalau teori
ini diterapkan pada kasus …? Apakah mungkin apabila hal tersebut dilaksanakan
di …? Adakah kemungkinan lain upaya untuk …?
4.
Pertanyaan Hipotetik
Pertanyaan hipotetik dikenal juga sebagai pertanyaan tentang
hipotesis, generalisasi, dan kesimpulan. Pertanyaan hipotesis memiliki arah
untuk mendorong peserta didik melakukan prediksi atau peramalan dari sesuatu
permasalahan yang dihadapi dan/atau mengambil kesimpulan untuk generalisasi.
Hipotesis dan kesimpulan ini merupakan hasil pemahaman permasalahan ditambah
data atau informasi yang telah dimiliki dan/atau data yang sengaja telah
diperoleh untuk mengkaji permasalahan tersebut
lebih jauh. Sebagai contoh adalah beberapa pertanyan berikut ini:
·
Apa yang terjadi manakala
cuaca panas dingin berubah cepat silihberganti?
·
Apa yang terjadi jika ada
orang tidur di atas banyak paku dan bagaimana juga jika tidur di atas dua atau tigapaku?
·
Bagaimana seandainya
kebijakan kendaraan genap ganjil yang dijalankan di Jakarta dilaksanakan di
kota Saudara. Adakah yang perlu direvisi atau dikembangkan dari
kebijakantersebut?
·
Bagaimanakah kalau suporter
yang melakukan kekerasan kesebelasannya dibekukan atau dilarangbertanding?
Pertanyaan Hipotetik mencakup pula:
·
Pertanyaan sebab akibat, contohnya, Apa yang akan terjadi jika minyak bumi habis?
·
Pertanyaan reflektif, mempertanyakan kebenaran, contohnya, Bagaimana Saudara tahu kalau yang disajikan
di tayangan infonet itubenar?
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam proses
pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Tabel
18. Hal-hal
yang perlu dan tidak perlu dilakukan oleh guru
PERLU DILAKUKAN OLEH GURU |
TIDAK PERLU DILAKUKAN OLEH GURU |
1.
Memberikan penjelasan singkat; 2.
Biasakan memberikan jawaban atas
pertanyaan peserta didik dengan pertanyaan yang mendorong peserta didik untuk
berpikir; 3.
Setiap satuan pembelajaran diawali
dengan masalah diakhiri dengan rumusan pemecahan masalah; 4.
Membawa para pesertadidik
pada realitas yang ada dimasyarakat; 5.
Mendorong para peserta didik untuk
mengungkap pengetahuan yang telah dikuasai yang penting untuk memecahkan masalah
yang dihadapi saat ini; 6.
Memberikan kesempatan kepada
para peserta didik untuk menemukan permasalahan secara mandiri; 7.
Memberikan kesempatan para
peserta didik untuk merumuskan permasalahan; 8.
Mendorong para peserta didik melihat
permasalahan dari berbagai aspek; 9.
Memberikan kesempatan para
peserta didik untuk menganalisis informasi dan data yang telah dimiliki; Mendorong
para peserta didik untuk mencari informasi dan data yang relevan dengan permasalahan
yang dihadapi; 11.
Mendorong para peserta didik mengembangkan
berbagai alternative solusi dari permasalahan yang dihadapi; 12.
Mendorong para peserta didik untuk
mengevaluasi berbagai alternatif dan menentukan alternatif yang terbaik; 13.
Memberikan kesempatan para
peserta didik untuk merumuskan solusi; 10.
Mendorong para peserta didik untuk
menyusun MIND MAPPING (sistematika pengetahuan
dalam otaknya dalam gambar,diagram, simbol, persamaan) dariapa yang baru saja dipelajari. |
1.
Banyak menerangkan dengan panjanglebar; 2.
Memberikan langsung masalah kepada
para peserta didik; 3.
Banyak memberikan jawaban langsung
pada apa yang ditanyakan; 4.
Mengkritik apa yang peserta didik
sampaikan, apakah jawaban atau pernyataan; Memotong pembicaraan peserta
didik; 5.
Mengucapkan perkataan yang
memiliki makna merendahkan, melecehkan atau menghina peserta didik; 6.
Menyimpulkan pendapat peserta
didik. |
Guru senantiasa membina komunikasi yang efektif agar peserta didik bisa
melaksanakan perannya dalam pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan
berpikir tingkat tinggi, keterlibatan guru dalam proses pembelajaran menjadi
sangat penting dalam menghasilkan peserta didik yang pintar. Untuk menjadikan
peserta didik yang pintar, berikut disajikan tabel peran guru dan peserta didik.
Tabel 19. Peran
guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran
PERAN GURU |
PERAN PESERTA DIDIK |
1. Mempersiapkan Pembelajaran, antara lain sebagai berikut: a. Guru merencanakan cara-cara agar setiap peserta didik aktif berpartisipasi
dalam pembelajaran; b.
Menyusun scenario pelaksanaan
inkuiri dengan mempersiapkan pokok bahasan yang akan dikaji; c. Mempersiapkan bahan-bahan materi yang diperlukan dalam investigasi
dan diskusi. d. Menyiapkan pertanyaan-pertanyaan untuk mendalami diskusi dan mengembangkan
criticalthinking; e.
Mencari dan menyiapkan bahan untuk
menstimulasi peserta didik saat diawal pembelajaran; f. Memiliki keterampilan, pengetahuan, dan perilaku kebiasaan serta pola
pikir yang diperlukan dalam pembelajaran HOTS; g. Menguasai teknik dan merencanakan cara- cara untuk mendorong peserta
didik berpartisipasi dan memiliki tanggungjawab dalam embelajaran; h. Memastikan pembelajaran focus pada tujuan yang akan dicapai; i. Menyiapkan antisipasi munculnya pertanyaan dan saran yang tidak diduga
atau diharapkan; dan Menyiapkanl ingkungan kelas dengan peralatan, bahan-bahan, dan
sumber- sumber yang diperlukan dalam proses pembelajaran. 2.
Memfasilitasi Kegiatan Pembelajaran,
antara lain: a. Menyiapkan kerangka pembelajaran dalam bentuk catatan harian, mingguan,
bulanan, dan bahkan tahunan. Juga dirumuskan penekanan kompetensi yang dikembangkan
dan model serta pengembangan kebiasaan perilaku dan pola piker peserta didik; b. Menciptakan suasana kelas yang bebas, nyaman, dan menyenangkan untuk
aktivitas berpikir; c. Memberikan pedoman sesuai dengan bahan atau pokok yang akan dikaji; d. Memahami bahwa mengajar merupakan bagian kesatuan dalam proses
pembelajaran; e. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mendorong untuk berpikir mulai
pertanyaan inferensial, pertanyaan interpretatif, pertanyaan transfer, dan
pertanyaan hipotetik, sebagai sarana mengantarkan peserta didik dalam proses
pembelajaran; f. Menghargai dan mendorong munculnya tanggapan dan manakala tanggapan
kurang tepat atau adalah kesalahan konsep, guru membawa peserta didik melakukan
eksplorasi secara efektif untuk menemukan mengapa terjadi miskonsepsi dan
menemukan konsep yang benar. Dengan demikian peserta didik akan memiliki cara
untuk melakukan sesuatu yang lebih tepat; g. Menghilangkan hambatan pembelajaran dan apabila diperlukan memberikan
petunjuk kepada peserta didik; h. Melakukan asesmen perkembangan peserta didik dan memberikan fasilitas
dalam pembelajaran; i. Mengontrol kelas meski secara tidak langsung; j. Memonitor kegiatan peserta didik. |
1.
Sebagai
pembelajar. a.
Senantiasa terus belajar; b. Menunjukkan kemauan mempelajari lebih lanjut; c.
Bekerjasama dengan guru dan
temannya; d. Menunjukkan percaya diri dalam belajar, menunjukkan kemauan memahami
dan mengubah, menambah gagasan, beranim enanggung resiko serta cukup skeptic terhadap
sesuatu yang baru. 2.
Tertantang dan bersemangat melakukan
eksplorasi. a.
Menunjukkan rasa ingintahu
dan melakukan observasi, mengkaji, dan memahami; b. Mencari, bahan-bahan, fakta, data, dan informasi yang diperlukan; c.
Mendiskusikan dengan teman
dan guru tentang apa yang diobservasi atau dikaji atau pertanyaan yang
diajukan;dan d. Mencoba untuk menguji gagasan sendiri. 3.
Mempertanyakan,
mengajukan eksplanasi, dan melakukan observasi. a.
Peserta didik mengajukan pertanyaan,
baiklewat verbal maupun perilaku; b.
Peserta didik mengajukan pertanyaan
yang mengarah pada kegiatan lebih lanjut; c.
Peserta didik melakukan pengamatan
secara kritis, mendengarkan secara serius, menyampaikan gagasan secara jelas
dan sopan; d.
Peserta didik menilai dan
mempertanyakan sebagai bagian dari pembelajaran; e.
Peserta didik mengembangkan keterkaitan
antara informasi baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki. 4. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran. a.
Peserta didik merencanakan cara
mencoba gagasannya; b.
Peserta didik merencanakan untuk
melakukan verifikasi, mengembangkan, mengkonfrmasi atau membuang gagasannya; c.
Peserta didik melakukan kegiatan
dengan menggunakan alat, melakukan observasi, mengevaluasi, dan mencatat informasi; d.
Peserta didik menyaring informasi; e.
Peserta didik mengkaji secara
detail, mengikuti urutan kegiatan, memahami adanya perubahan, dan mengkaji persamaan
dan perbedaan yang terjadi. 5. Melakukan evaluasi dan kritik atas apa yang telah dilakukan a.
Peserta didik mengembangkan
indicator untuk mengevaluasi kerja mereka sendiri; b. Peserta didik mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan dari apa
yang telah mereka kerjakan; Peserta didik melakukan refleksi atas yang mereka
kerjakan dengan teman dan gurunya. |
5. Langkah Desain
Pembelajaran
Desain pembelajaran yang dikembangkan perlu diperhatikan langkah-langkah
yang sistematis yang mengajak guru untuk merunut alur desain pembelajaran
berorientasi pada keterampilan bepikir tingkat tinggi.
Langkah-langkah strategis yang perlu diperhatikan dapat dilihat sebagai
berikut:
1.
Menentukan dan menganalisis kompetensi dasar yang sesuai
dengan tuntutan Permendikbud Nomor 37 Tahun 2018 tentang Kompetensi Dasar yang
menjadi sasaran minimal yang akan dicapai dan menentukan target yang akan
dicapai sesuai dengan Kompetensi Dasar dengan cara memisahkan target kompetensi
dengan materi yang terdapat pada KD sesuai dengan format dibawah.
Tabel 20. Format pasangan KD dan Penetapan Target
KD pengetahuan dan keterampilan
NO |
KOMPETENSI
DASAR |
TARGET KD |
KD
PENGETAHUAN |
|
|
|
<KD Pengetahuan> |
<Target pengetahuan yang diamanatkan
oleh KD> |
KD
KETERAMPILAN |
|
|
|
<KD Keterampilan> |
<Target keterampilan yang diamanatkan
oleh KD> |
2.
Proyeksikan dalam sumbu simetri seperti pada tabel 25.
Kombinasikan dimensi pengetahuan dengan proses berpikir.
3.
Perumusan indikator pencapaian kompetensi dapat dilakukan
dengan mengikuti langkah sebagaiberikut:
a.
Perhatikan dimensi proses kognitif dan dimensi pengetahuan
yang menjadi target yang harus dicapai pesertadidik;
b.
Tentukan KD yang akan diturunkan menjadiIPK;
c.
Menggunakan kata kerja operasional yang sesuai untuk
perumusan IPK agar konsep materi dapat tersampaikan secara efektif. Gradasi IPK
diidentifikasi dari Lower Order Thinking
Skills (LOTS) menuju Higher Order
Thinking Skills (HOTS);
d.
Merumuskan IPK pendukung dan IPK kunci, sedangkan IPK
pengayaan dirumuskan apabila kompetensi minimal KD sudah dipenuhi oleh
pesertadidik.
Tabel 21. Format Perumusan IPK
KD |
TINGKAT
KOMPETENSI KD |
PROSES
PIKIR DAN KETERAMPILAN |
INDIKATOR PENCAPAIAN
KOMPETENSI |
MATERI
DAN SUBMATERI |
KD Pengetahuan |
||||
|
DimensiPengetahuan: Proses
Berpikir: |
Proses
Berpikir dan dimensi pengetahuan: <Gradasi dimensi proses berpikir> |
IPK Pendukung: |
|
IPK Kunci: |
|
|||
IPK Pengayaan : |
|
|||
KD Keterampilan |
||||
|
Tingkat Proses Keterampilan: |
Langkah
Proses Keterampilan: <Gradasi dimensi Keterampilan> |
IPK Pendukung: |
|
IPK Kunci: |
|
|||
IPK Pengayaan: |
|
4.
Merumuskan tujuan pembelajaran, apakah peningkatan kognitif,
psikomotor, atau afektif. Perumusan tujuan pembelajaran harus jelas dalam
menunjukkan kecakapan yang harus dimiliki peserta didik. Tujuan pembelajaran
mengisyaratkan bahwa ada beberapa karakter kecakapan yang akan dikembangkan
guru dalam pembelajaran. Selain itu, tujuan pembelajaran ini juga bertujuan
untuk menguatkan pilar pendidikan.
5.
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran berdasarkan model
pembelajaran:
a.
Pahami KD yang sudah dianalisis;
b.
Pahami IPK dan materi pembelajaran yang telah dikembangkan;
c.
Pahami sintak-sintak yang ada pada model pembelajaran,
rumuskan kegiatan pendahuluan yang meliputi orientasi, motivasi, dan apersepsi.
d.
Rumuskan kegiatan inti yang berdasarkanpada:
·
IPK;
·
Karakteristik pesertadidik;
·
Pendekatansaintifik;
·
4C (creativity,
critical thinking, communication,collaboration);
·
PPK dan literasi.
e.
Rumuskan kegiatan penutup yang meliputi kegiatan refleksi
baik individual maupunkelompok.
·
memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil
pembelajaran;
· melakukan kegiatan tindak
lanjut;
· menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk pertemuan berikutnya;
·
Kegiatan penutup dapat diberikan penilaian akhir sesuai KD bersangkutan.
f.
Tentukan sumber belajar berdasarkan kegiatanpembelajaran;
g.
Rumusan penilaian (formatif dan sumatif) untuk pembelajaran
yang mengaju kepadaIPK.
Implementasi pada poin nomor 5 dan 6, dapat diperhatikan
dengan format dibawah untuk mengimplementasikannya.
Tujuan Pembelajaran : <isi dengan tujuan pembelajaran
seperti pada poin nomor 5>
Tabel 22. Format
desain pembelajaran berdasarkan Model Pembelajaran
IPK
PENGETAHUAN |
IPK
KETERAMPILAN |
KEGIATAN PEMBELAJARAN |
SUMBER
BELAJAR/ MEDIA |
PENILAIAN |
|
|
Pendahuluan <isidengan
aktivitas detail> |
|
|
|
|
Inti <isi dengan aktivitas detail> |
|
|
|
|
Penutup <isi
dengan aktivitas detail> |
|
|
6.
Pengembangan RPP
a. Pengertian Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Dalam
Permendikbud No. 22 Tahun 2016 dinyatakan bahwa: Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu
pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan
pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD).
Penyusunan
RPP yang dilakukan oleh guru, wajib memperhatikan Program Tahunan (Prota) dan
Program Semester (Prosem), agar penyusunan RPP dapat lebih terukur terutama
pada pemetaan KD dalam satu semester.
b. Komponen
RPP
RPP
disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau
lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan
dengan penjadwalan di satuan pendidikan.
RPP sebagaimana dimaksud pada Permendikbud No. 22 Tahun 2016
terdiri atas :
a.
identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan;
b.
identitas mata pelajaran atau tema/subtema;
c.
kelas/semester;
d.
materi pokok;
e.
alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk
pencapaian KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran
yang tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai;
f.
tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan
menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup
sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
g.
kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi;
h.
materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan
prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan
rumusan indikator ketercapaian kompetensi;
i.
metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai KD yang
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai;
j.
media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran
untuk menyampaikan materi pelajaran;
k.
sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan
elektronik, alam sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan;
l.
langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan
pendahuluan, inti, dan penutup; dan
m.
penilaian hasil pembelajaran.
Sistematika RPP meliputi :
a. Identitas
mata pelajaran, meliputi:
Sekolah : (diisi nama sekolah)
Matapelajaran : (diisi dengan mata pelajaran)
Kelas/Semester : (diisi
dengan kelas sesuai
peminatan dan semester yang berlangsung)
Tahun pelajaran : (diisi dengan tahun pelajaran berjalan)
AlokasiWaktu : diisi melalui anailisa estimasi waktu.
b. Kompetensi
Inti :
Merupakan tingkat kemampuan untuk
mencapai Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang harus dimiliki seorang peserta
didik Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah pada setiap tingkat kelas.
Kompetensi Inti terdiri atas: Kompetensi
Inti sikap spiritual; Kompetensi Inti sikap sosial; Kompetensi Inti
pengetahuan; dan Kompetensi Inti
Keterampilan.
Kedudukan dari Kompetensi Inti
(KI) adalah sebagai pengikat seluruh mata pelajaran. Maksudnya disini adalah
bahwa apapun nama mata pelajaran jika itu berada pada kelas yang sama maka
Kompetensi Inti (KI) nya sama. Sebagai contoh: di kelas X untuk mata pelajaran
Sejarah, Matematika, Biologi, Meskipun KI dimasing-masing kelas adalah sama,
namun yang membedakan anatar mata pelajaran adalah penjabaran pada Kompetensi
Dasar (KD). Kompetensi inti dituliskan dengan cara menyalin Permendikbud
Nomor 21 tahun 2016.
c. Kompetensi
Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
1)
Kompetensi Dasar
Adalah sejumlah kemampuan yang
harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan
penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.
Kompetensi Dasar berisi kemampuan
dan muatan pembelajaran untuk suatu mata pelajaran pada Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah yang mengacu pada Kompetensi Inti.
Kompetensi Dasar merupakan
penjabaran dari Kompetensi Inti dan terdiri atas: a. Kompetensi Dasar Sikap
Spiritual; b. Kompetensi Dasar Sikap Sosial; c. Kompetensi Dasar Pengetahuan;
dan d. Kompetensi Dasar Keterampilan.
Adapun keterkaitan diantara
Kompetensi Dasar (KD) dari KI 1, KI 2, KI 3, dan KI 4 adalah bahwa ketika dalam
pembelajaran selalu dimulai dari pengetahuan apa yang akan dipelajari.
Pengetahuan tersebut berada pada KD dari KI 3 yang berisi tentang materi-materi
yang akan dipelajari. Melalui materi-materi itulah diharapkan peserta didik
memiliki keterampilan yang diharapkan seperti yang menjadi tuntutan pada KD di
KI 4. Dengan demikian hubungannya sangat erat antara KD di KI 3 dan KI 4. KD
dari KI 4 hanya bisa dicapai jika dilakukan melalui pembelajaran KD dari KI 3,
sehingga kedudukan KD di KI 3 adalah menjadi sarana untuk mencapai keterampilan
yang pada KD di KI 4. Pembelajaran pada KD di KI 3 dan KI 4 dilakukan di dalam
pembelajaran sehingga menghasilkan dampak pembelajaran (instructional effect). Sementara pada KD dari KI 1 dan KI 2 terkait
dengan (disebut sebagai) pembelajaran yang tidak langsung. Dengan demikian,
melalui pembelajaran KD dari KI 3 dan KI 4 diharapkan dapat memberi dampak pada
sikap dan perilaku peserta didik atau disebut sebagai dampak pengiring (nurturant effect) dari pembelajaran.
Dalam implementasi pembelajarannya KD dari KI 1, KI 2, KI 3, dan KI 4 kemudian
diikat oleh materi pokok yang sama.
2)
Indikator pencapaian kompetensi:
Adalah perilaku yang dapat diukur
dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian KD tertentu yang menjadi
acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup
pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Secara khusus dapat dijabarkan
sebagai berikut :
(a)
kemampuan yang dapat diobservasi
untuk disimpulkan sebagai pemenuhan Kompetensi Dasar pada Kompetensi Inti 1 dan
Kompetensi Inti 2; dan
(b)
kemampuan yang dapat diukur
dan/atau diobservasi untuk disimpulkan sebagai pemenuhan Kompetensi Dasar pada
Kompetensi Inti 3 dan Kompetensi Inti 4.
KOMPETENSI DASAR DARI KI 3 |
KOMPETENSI DASAR DARI KI 4 |
Lihat dalam Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016 Contoh 3.1……… Dst |
Lihat dalam Permendikbud nomor 24 tahun 2016 Contoh 4.1 … Dst |
Indikator Pencapaian kompetensi Merupakan penjabaran dari KD dengan memperhatikan hirarkhi KKO. Cara menjabarkan
IPK dari KD lihat di modul 1 Contoh 3.1.1…. 3.1.2… Dst |
Indikator Pencapaian Kompetensi Merupakan penjabaran dari KD dengan memperhatikan hirarkhi KKO. Cara
menjabarkan IPK dari KD lihat di modul 1 Contoh 4.1.1…. 4.1.2…. Dst |
d. Materi
ajar:
Memuat fakta, konsep, prinsip, dan
prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan
rumusan indikator pencapaian kompetensi. Materi ajar terdiri atas materi
reguler, materi remedial dan materi pengayaan.
Materi dalam RPP dituliskan poin poin yang merupakan materi
pokok dan materi ajar. Materi pokok dapat dirumuskan dari Kompetensi Dasar,
sedangkan materi ajar dirumuskan dari indikator pencapaian kompetensi. Secara
rinci menjadi lampiran RPP. Selain itu, perlu diperhatikan juga materi
pembelajaran yang dapat memfasilitasi
peserta didik untuk belajar lebih luas (Broad Based Learning) serta memanfaatkan berbagai sumber belajar,
termasuk sumber belajar digital dan sumber belajar berupa alam atau lingkungan
masyarakat (Community Based Learning).
e.
Kegiatan pembelajaran:
Pembelajaran merupakan suatu proses pengembangan potensi dan
pembangunan karakter setiap peserta didik sebagai hasil dari sinergi antara
pendidikan yang berlangsung di sekolah, keluarga dan masyarakat. Peserta didik
mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam
berbagai situasi, di sekolah, keluarga,
dan masyarakat. Proses tersebut berlangsung melalui kegiatan tatap muka di kelas, kegiatan terstruktur,
dan kegiatan kemandirian. di keluarga dan masyarakat dengan memanfaatkan
bverbagai sumber belajar
Kegiatan tatap muka merupakan kegiatan yang dipetakan dalam
pertemuan. Setiap pertemuan memuat kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan
kegiatan penutup.
(a)
Pendahuluan
Pendahuluan
merupakan kegiatan awal dalam suatu
pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik
untuk berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran.
(b)
Inti
Kegiatan inti
merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan
secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi.
(c)
Penutup
Penutup
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang
dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau simpulan, penilaian dan refleksi,
umpan balik, dan tindak lanjut.
f.
Penilaian
Penilaian
dalam RPP mengukur ketercapaian indicator pencapaian kompetensi. Penilaian untuk
mengukur ketercapaian indicator dapat dilakukan dengan beberapa macam tehnik penilaian.
Untuk lebih mudah dalam melaksanakan penilaian, sebaiknya dari indicator pencapaian
kompetensi dijabarkan kedalam indicator soal, yang memuat:
(a)
Teknik Penilaian.
(b)
Instrumen Penilaian
(c) Pembelajaran Remedial dan Pengayaan Instrumen penilaian menjadi lampiran RPP
g. Media/alat,
dan Sumber Belajar
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi. Dalam memilih media pembelajaran harus mempertimbangkan prinsip
psikologi peserta didik, antara lain motivasi, perbedaan individu,emosi,
partisipasi umpan balik, penguatan dan penerapan. Penggunaan media pembelajaran
dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu’ serta dapat memfasulitasi
peserta didik untuk belajar lebih luas.
c. Prinsip-Prinsip
Penyusunan RPP
1) Memperhatikan perbedaan individu peserta didik
RPP
disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan
peserta didik.
2) Mendorong partisipasi aktif peserta didik
Proses
pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mendorong
motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat
belajar.
3)
Mengembangkan budaya membaca dan
menulis Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca,
pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
4)
Memberikan umpan balik dan tindak
lanjut
5)
RPP memuat rencana program pemberian
umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.
6)
Keterkaitan dan keterpaduan
7)
RPP disusun dengan memperhatikan
keterkaitan dan keterpaduan antara KI, KD, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indicator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar
dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan
pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar,
dan keragaman budaya.
8)
Menerapkan teknologi informasi dan
komunikasi
9)
RPP disusun dengan mempertimbangkan
penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis,
dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
d. Langkah-Langkah
Penyusunan RPP
Langkah-langkah
minimal dari penyusunan RPP, dimulai dari
mencantumkan Identitas RPP, Kompetensi
Inti, Kompetensi Dasar, Indikator Pencapaian Kompetensi, Materi
Pembelajaran, Langkah-langkah Kegiatan pembelajaran, Penilaian, dan Sumber
Belajar. Setiap komponen mempunyai arah pengembangan masing-masing, namun semua
merupakan suatu kesatuan.
Penjelasan
tiap-tiap komponen adalah sebagai berikut.
1)
Mencantumkan
Identitas
Terdiri dari:
Nama Sekolah, Mata Pelajaran, Kelas/ Semester, dan Alokasi Waktu.
Hal
yang perlu diperhatikan adalah :
·
RPP boleh
disusun untuk satu KD.
·
Kompetensi
Inti, Kompetensi Dasar, dan Indikator dikutip dari silabus. (KI – KD– Indikator
adalah suatu alur pikir yang saling terkait tidak dapat dipisahkan). Silabus
dibuat oleh pemerintah pusat tetapi masih bisa dikembangkan disesuaikan dengan
karakteristik daerah.
·
Indikator
merupakan:
·
ciri perilaku
(bukti terukur) yang dapat memberikan gambaran bahwa peserta didik telah
mencapai kompetensi dasar
·
penanda
pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat
diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
·
dikembangkan
sesuai dengan karakteristik peserta didik, satuan pendidikan, dan potensi daerah.
·
rumusannya
menggunakan kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi.
·
digunakan
sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.
·
Alokasi waktu
diperhitungkan untuk pencapaian satu kompetensi dasar, dinyatakan dalam jam pelajaran dan banyaknya pertemuan
(contoh: 2 x 45 menit). Karena itu, waktu untuk mencapai suatu kompetensi dasar
dapat diperhitungkan dalam satu atau
beberapa kali pertemuan bergantung pada
kompetensi dasarnya.
2)
Merumuskan
Tujuan Pembelajaran
Tujuan
Pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan menggunakan kata kerja
operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan,
dan keterampilan; serta diintegrasikan dengan kecakapan abad 21 dan muatan PPK
Contoh:
Melalui pendekatan Saintifik dengan pembelajaran
Discovery Learning peserta didik
dapat berfikir kritis dan kreatif dalam menganalisis peristiwa pembentukan
pemerintahan pertama Republik Indonesia pada awal kemerdekaan dan maknanya bagi
kehidupan kebangsaan Indonesia masa kini, kemudian secara kreatif dan terampil mampu menyusun dan menyajikan laporan hasil penalaran
didalam kerjasama
kelompok dengan menjunjung tinggi tanggung jawab yang diberikan.
3)
Menentukan
Materi Pembelajaran
Untuk
memudahkan penetapan materi pembelajaran,
dapat diacu dari indikator.
Contoh:
Indikator:
Peserta didik dapat menjelaskan Peristiwa Sekitar Proklamasi.
Materi
pembelajaran: Sekitar Proklamasi Kemerdekaan.
4) Menentukan
Metode Pembelajaran
Metode dapat
diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi dapat pula diartikan sebagai model
atau pendekatan pembelajaran, bergantung pada karakteristik pendekatan dan/atau
strategi yang dipilih.
Karena itu
pada bagian ini cantumkan pendekatan pembelajaran dan metode yang
diintegrasikan dalam satu kegiatan pembelajaran peserta didik:
·
Pendekatan
pembelajaran yang digunakan, misalnya: pendekatan scientivic.
·
Model-model
yang digunakan, misalnya: Discovery
Learning, Problem BasedLearning, Project Based Learning atau Ceramah.
5)
Menetapkan
Kegiatan Pembelajaran
Untuk
mencapai suatu kompetensi dasar harus dicantumkan langkah-langkah kegiatan
setiap pertemuan. Pada dasarnya, langkah-langkah kegiatan memuat unsur kegiatan
pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Langkah-langkah
minimal yang harus dipenuhi pada setiap unsur kegiatan pembelajaran adalah
sebagai berikut:
·
Kegiatan
Pendahuluan
- menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik
untuk mengikuti proses pembelajaran;
- memberi motivasi belajar siswa secara kontekstual
sesuai manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari, dengan
memberikan contoh dan perbandingan lokal, nasional dan internasional;
- mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan
pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
- menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi
dasar yang akan dicapai; dan
- menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian
kegiatan sesuai silabus.
- Pembagian kelompok belajar dan penjelasan mekanisme
pelaksanaan pengalaman belajar (sesuai dengan rencana langkah-langkah
pembelajaran).
·
Kegiatan Inti
Kegiatan inti menggunakan model pembelajaran, metode pembelajaran,media
pembelajaran, dan sumber belajar yang disesuaikan dengan karakteristik peserta
didik dan mata pelajaran. Pemilihan pendekatan tematik dan/atau tematik terpadu
dan/atau saintifik dan/atau Inkuiri dan penyingkapan (Discovery)
dan/ataupembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah
(Project Based Learning)disesuaikan dengan karakteristik kompetensi dan jenjang
pendidikan.
Dalam kegiatan inti menggunakan pendekatan ilmiah, yang mendorong
peserta didik secara aktif membangun pengetahuannya sendiri melalui aktifitas
ilmiah mulai dari kegiatan yang bersifat atau berbentuk : mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, menalar/mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.
·
Kegiatan Penutup
- Guru mengarahkan peserta didik untuk membuat
rangkuman/simpulan.
- Seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran dan
hasil-hasil yang diperoleh untuk selanjutnya secara bersama menemukan manfaat
langsung maupun tidak langsung dari hasil pembelajaran yang telah berlangsung;
- Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil
pembelajaran;
- Melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk
pemberian tugas, baik tugas individual maupun kelompok; dan
- Menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran
untuk pertemuan berikutnya.
6)
Memilih Sumber Belajar
Pemilihan sumber belajar mengacu pada perumusan yang
ada dalam silabus yang dikembangkan. Sumber belajar mencakup sumber rujukan,
lingkungan, media, narasumber, alat dan bahan. Sumber belajar dituliskan secara
lebih operasional, dan bisa langsung dinyatakan bahan ajar apa yang digunakan.
Misalnya, sumber belajar dalam silabus
dituliskan buku referensi, dalam RPP harus dicantumkan bahan ajar yang
sebenarnya.
Jika
menggunakan buku, maka harus ditulis judul buku teks tersebut, pengarang, dan
halaman yang diacu.
Jika
menggunakan bahan ajar berbasis ICT, maka harus ditulis nama file, folder
penyimpanan, dan bagian atau link file
yang digunakan, atau alamat website
yang digunakan sebagai acuan pembelajaran.
7)
Menentukan
Penilaian
-
Penilaian dalam RPP mengukur ketercapaian indikator pencapaian
kompetensi. Penilaian tersebut dapat dilakukan dengan beberapa teknik
penilaian. Penilaian dilakukan dengan merujuk pada kisi-kisi soal yang dijabarkan dari
indikator pencapaian kompetensi.
-
Penilaian proses pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian otentik (authentic assesment) yang menilai
kesiapan siswa, proses, dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan penilaian
ketiga komponen tersebut akan menggambarkan kapasitas, gaya, dan perolehan
belajar siswa atau bahkan mampu menghasilkan dampak instruksional (instructional effect) dan dampak
pengiring (nurturant effect) dari
pembelajaran.
-
Hasil penilaian dapat digunakan oleh guru untuk merencanakan program
perbaikan (remedial), pengayaan (enrichment),
atau pelayanan konseling. Selain itu, hasil penilaian otentik dapat
digunakansebagai bahan untuk memperbaiki proses pembelajaran sesuai dengan
Standar Penilaian Pendidikan. Evaluasi proses pembelajaran dilakukan saat
proses pembelajaran dengan menggunakan alat: angket, observasi, catatan
anekdot, dan refleksi.
e. Format RPP
Contoh format
RPP yang sudah disepakati sebagaimana tercantum dalam modul pelatihan
implementasi kurikulum 2013 tahun 2018 mata pelajaran Sejarah Indonesia :
RENCANA
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : Mata
pelajaran : Kelas/Semester : Alokasi
Waktu : A. Kompetensi Inti(KI) [disajikan
Deskripsi Rumusan KI-1 dan KI-2 s) yang dapat disalin dari Permendikbud No 21
tahun 2016 KI3:
KI4: B.
Kompetensi Dasar
danIndikator
C.
Tujuan Pembelajaran (Mencerminkan
kompetensi sikap, pengetahuan,
dan keterampilan,
memberikan gambaran proses pembelajaran, memberikan gambaran capaian hasil pembelajaran, dituangkan dalam bentuk deskripsi, memuat kompetensi
yang hendak dicapai peserta didik D.
Materi Pembelajaran (Ditulis dalam bentuk butir-butir
sesuai dengan cakupan materi yang termuat pada IPK atau KD pengetahuan.
Memuat materi fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Cakupan materi sesuai dengan
alokasi waktu yang ditetapkan. Mengakomodasi muatan
local dapat berupa keunggulan lokal, kearifan lokal, kekinian, dll yang
sesuai dengan cakupan materi pada KD pengetahuan) E.
MetodePembelajaran (Menggunakan pendekatan ilmiah
dan/atau pendekatan lain yang relevan dengan karakteristik masing-masing mata
pelajaran, menerapkan pembelajaran aktif yang bermuara pada pengembangan
HOTS, menggambarkan sintaks/tahapan yang jelas (apabila menggunakan model
tertentu), sesuai dengan tujuan pembelajaran, menggambarkan proses pencapaian
kompetensi). F.
Media dan AlatPembelajaran (Mendukung pencapaian kompetensi
dan pembelajaran aktif dengan pendekatan ilmiah, sesuai dengan karakteristik peserta
didik) G.
Sumber Belajar (Sumber belajar yang
digunakan mencakup antara lain bahan cetak, elektronik, alam,
lingkungansosial, dan sumber belajar lainnya) H.
Langkah-langkah Pembelajaran 1.
Pertemuan Pertama: (...JP) a. KegiatanPendahuluan b. Kegiatan Inti (disajikan garis besar alur
berpikir pembelajaran secara lengkap, materi rinci pembelajaran dimuat pada
Lampiran Materi Pembelajaran Pertemuan 1) c. Kegiatan Penutup 2. PertemuanKedua: (...JP)
dst |
||||||
Lampiran-lampiran: 1. Materi
Pembelajaran Pertemuan 1 2. Instrumen
Penilaian Pertemuan 1 3. Materi
Pembelajaran Pertemuan 2 4. Instrumen
Penilaian Pertemuan 2 Dan seterusnya tergantung banyak pertemuan. |
D. Aktivitas Pembelajaran
LK 8.1. Menetapkan Target KD
Tetapkanlah target KD sesuai dengan KD-KI 3 dan KD-KI 4 yang anda
analisis. Gunakan format dibawah ini :
Mata Pelajaran :
Kelas :
Kompetensi Inti :
KD Pengetahuan : Target KD Pengetahuan : |
KD Keterampilan : Target KD Keterampilan : |
LK 8.2. Format Perumusan IPK
Buatlah IPK sesuai dengan KD yang sudah anda tetapkan pada LK
9.1!
No |
KD |
Tingkat Kompetensi KD |
Proses Berpikir (C1-C6)
Dimensi Pengetahuan |
IPK |
Materi dan Sub Materi |
1. |
KD PENGETAHUAN |
||||
|
Dimensi Pengetahuan : |
Proses Berpikir dan
Dimensi Pengetahuan : |
IPK Penunjang : |
|
|
Proses Berpikir : |
|
IPK Kunci : |
|
||
IPK
Pengayaan : (Tidak
Wajib) |
|
||||
2. |
KD
KETERAMPILAN |
||||
|
Tingkat
Keterampilan : |
Langkah Proses
Keterampilan : |
IPK
Penunjang : |
|
|
IPK Kunci : |
|
||||
IPK
Pengayaan : (Tidak
Wajib) |
|
LK 8.3. Matrik Sumbu Simetris KD Pengetahuan
Isilah hasil pemetaan Indikator yang sudah anda buat pada LK
9.2 pada tabel sumbu simetris dibawah ini!
DIMENSI
PENGETAHUAN (Permendikbud No. 20 Tahun 2016 Tentang SKL
Pendidikan Dasar dan Menangah) |
METAKOGNITIF |
|||||||
PROSEDURAL |
||||||||
KONSEPTUAL |
||||||||
FAKTUAL |
||||||||
C1 MENGINGAT |
C2 MEMAHAMI |
C3 MENGAPLIKASIKAN |
C4 MENGANALISIS |
C5 MENGEVALUASI |
C6 MENCIPTA |
|||
DIMENSI PROSES BERFIKIR Ranah Kognitif (C1 – C6) Taksonomi Bloom |
||||||||
LK 8.4. Rancangan Kegiatan Pembelajaran
Buatlah rancangan kegiatan pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan KD-KI 3 dan KD-KI 4
yang anda analisis. Gunakan format dibawah ini :
Kompetensi Dasar |
: |
3 .………………………………….. |
|
Materi |
: |
………………………………….. |
|
Tujuan Pembelajaran |
: |
………………………………….. |
|
Alokasi Waktu |
: |
………………………………….. |
|
TAHAP PEMBELAJARAN |
KEGIATAN PEMBELAJARAN |
||
Mengamati |
………………………………….. |
||
Menanya |
………………………………….. |
||
Mengumpulkan informasi |
………………………………….. |
||
Mengasosiasikan |
………………………………….. |
||
Mengkomunikasikan |
………………………………….. |
||
LK 8.5. Format Desain Pembelajaran
Berdasarkan Model Pembelajaran
Buatlah rancangan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran yang sesuai dengan KD-KI 3 dan KD-KI 4 yang anda analisis.
Gunakan format dibawah ini.
Kompetensi
Dasar :
Materi :
Tujuan
Pembelajaran :
Alokasi
Waktu :
No |
IPK Pengetahuan |
IPK Keterampilan |
Kegiatan Pembelajaran |
Sumber Belajar/Media |
Penilaian |
|
|
|
Pendahuluan: |
|
Sikap: Pengetahuan: Keterampilan: |
|
|
|
Inti: |
|
|
|
|
|
Penutup: |
|
E. Penilaian
1.
Peserta didik diminta untuk menunjukkan letak Ibukota
Kerajaan Majapahit pada peta sejarah. Aktifitas pembelajaran tersebut masuk
dalam dimensi pengetahuan....
A. Fakta
B. Konseptual
C. Prosedural
D. Metakognitif
2.
Pada Kompetensi Dasar “ 3.2. Mengevaluasi
perkembangan IPTEK dalam era globalisasi dan
dampaknya bagi kehidupan Manusia”, manakah target kompetensi
yang tepat?
A |
Mengevaluasi
perkembangan IPTEK dalam era globalisasi. |
B |
Mengevaluasi
dampak perkembangan IPTEK dalam era globalisasi bagi kehidupan Manusia |
C |
Mengevaluasi perkembangan
IPTEK dalam era globalisasi dan
dampaknya bagi kehidupan Manusia |
D |
1. Mengevaluasi perkembangan IPTEK dalam era globalisasi. 2. Mengevaluasi dampak perkembangan IPTEK dalam era
globalisasi bagi kehidupan Manusia |
3.
Pada KD “3.2.
Mengevaluasi perkembangan IPTEK dalam era globalisasi dan dampaknya bagi kehidupan Manusia”” pengembangan materi
pengayaan pada KD tersebut, adalah.....
A.
Menjelaskan
sejarah awal perkembangan IPTEK.
B.
Menghubungkan antara
lahirnya Revolusi Industri dengan
perkembangan teknologi
C.
Memprediksi perkembangan IPTEK masa depan berdasarkan
perkembangan IPTEK pada saat ini
D.
Merancang ide
kreatif teknologi masa depan yang ramah lingkungan.
4.
Rumusan Indikator Kunci untuk Kompetensi Dasar “3.2. Mengevaluasi
perkembangan IPTEK dalam era globalisasi dan
dampaknya bagi kehidupan Manusia”adalah....
A. Menjelaskan sejarah
awal perkembangan IPTEK.
B. Menghubungkan antara
lahirnya Revolusi Industri dengan
perkembangan teknologi
C. Menganalisis perkembangan
IPTEK masa depan berdasarkan perkembangan IPTEK pada saat ini
D. Merancang ide kreatif
teknologi masa depan yang ramah lingkungan.
A.
Mengamati
B.
Menanya
C.
Mengumpulkan Data
D.
Menalar
6. Peserta
didik mengecek kebenaran atau keabsahan hasil pengolahan data melalui berbagai
kegiatan, atau mencari sumber yang relevan baik dari buku atau media,
membuktikan benar tidaknya hipotesis, serta mengasosiasikannya sehingga menjadi
suatu kesimpulan.
Proses
pembelajaran demikian merupakan sintaks Discovery Learning yang ...
A.
Problem Statement
B.
Data Collecting
C.
Data Processing
D.
Verification
7. Peserta
didik dihadapkan pada permasalahan yang harus diselesaikan melalui kajian
literatur, pengamatan di lapangan, wawancara narasumber, mengolah dan
melaporkannya dalam bentuk tulisan secara sistematis. Kegiatan yang dilakukan
peserta didik tersebut menggunakan model ….
A. Problem based learning.
B. Project based learning.
C. Discovery learning.
D. Inquiry learning.
8. Salah
satu sintaks Problem Based Learning
adalah mengorganisasikan peserta didik untuk belajar. Contoh aktifitas
pembelajarannya adalah ....
A.
Peserta didik mengamati
permasalahan kemunculan kerajaan Hindu-buddha yang menurut informasi berkembang
pada abad ke IV M.
B.
Peserta didik difasilitasi untuk
membuat beberapa pertanyaan mengenai informasi yang didapatkan dari hasil
pengamatan tentang perkembangan kehidupan pada masa kerajaan-kerajaan
Hindu-Buddha di Indonesia
C.
Peserta didik melengkapi informasi
dengan mencari mencari berbagai informasi yang mendukung dari beberapa buku
referensi, internet, atau sumber yang lain untuk menguatkan dugaan yang dibuat.
D.
Peserta didik diminta
mengembangkan beberapa permasalahan yang terkait dengan kehidupan politik
pemerintahan, agama, ekonomi, agama dan sosial budaya pada masa
kerajaan-kerajaan Hindu Buddha di Indonesia kemudian mempresentasikan di depan
kelas.
9. Menggunakan model pembelajaran, metode
pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar yang disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, didalam penyusunan RPP terletak
pada....
A.
Kegiatan Pendahuluan.
B.
Kegiatan Inti.
C.
Kegiatan Penutup.
D.
Penilaian hasil belajar.
10. Pada hakekatnya RPP dikatakan baik
apabila ...
A.
Mudah diterapkan dan kompetensinya
tercapai.
B.
Mampu memadukan berbagai regulasi.
C.
Dapat dijadikan sebagai pedoman
formal dalam pembelajaran
D.
Telah ditandagani KS dan guru yang
bersangkutan.
F. Referensi
Ariyana Yoki, MT,dkk. Buku Pegangan
pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi. 2019.
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Hastikah Tika, dkk. Sejarah Indonesia
(Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 tahun 2016). 2018. Jakarta.
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.
Kemdikbud. 2014.
Permendikbud. 103 Tahun 2014 tentang
Standar Proses Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Kemdikbud. 2016. Permendikbud. 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi
Kelulusan Pendidikan Dasar dan Menengah
Kemdikbud. 2016. Permendikbud. 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan
Dasar dan Menengah.
Kemdikbud. 2016. Permendikbud. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan
Dasar dan Menengah.
Kemdikbud. 2016. Permendikbud. 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian
Pendidikan.
Kemdikbud. 2018. Permendikbud. 37 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Perarturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 24 tahun 2016 tentang Kompetensi Inti Dan
Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013
Gagne, R.M. & Bringgs, L. J. 1993. Principles
of Instructional Design. New York: Holt, Rinehart, and Winston.
Hastikah Tika, dkk. Sejarah Indonesia
(Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 tahun 2016). 2018. Jakarta.
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.
IX.
Penilaian dan Pengembangan Soal
HOTS
A. Kompetensi
Menyusun instrumen penilaian sikap,
pengetahuan dan keterampilan serta mampu membuat soal Hots dalam
pembelajaran sejarah Indonesia sesuai dengan prinsip dan sistematika yang
berlaku dengan mengintegrasikan nilai-nilai
utama pendidikan karakter.
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1.
Menyusun instrumen penilaian sikap
mata pelajaran sejarah sesuai Permendikbud yang berlaku.
2.
Menyusun instrumen penilaian
pengetahuan mata pelajaran sejarah sesuai Permendikbud yang berlaku.
3.
Menyusun instrumen penilaian
keterampilan mata pelajaran sejarah sesuai Permendikbud yang berlaku.
C. Uraian Materi
1.
Penilaian
a.
Penilaian Kompetensi Sikap
Penilaian sikap merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk memperoleh informasi deskriptif
mengenai perilaku peserta didik. Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak
suka) yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/objek.
Sikap juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki
oleh seseorang. Sikap dapat dibentuk, sehingga terjadi perubahan perilaku atau
tindakan yang diharapkan. Penilaian sikap dilakukan secara berkelanjutan dan
komprehensif oleh guru mata pelajaran, guru bimbingan konseling, dan wali kelas
dengan menggunakan observasi dan informasi lain yang valid dan relevan dari
berbagai sumber. Penilaian aspek sikap dilakukan melalui observasi/pengamatan
dan teknik penilaian lain yang relevan, dan pelaporannya menjadi tanggungjawab
wali kelas atau guru kelas.
Kompetensi sikap pada
pembelajaran Sejarah Indonesia yang harus dicapai peserta didik sudah terinci
pada KD dari KI 1 dan KI 2. Guru
Sejarah Indonesia dapat merancang lembar
pengamatan penilaian kompetensi sikap untuk
masing-masing KD sesuai dengan
karakteristik proses pembelajaran yang disajikan. Hasil observasi dapat
dijadikan sebagai umpan balik dalam pembinaan.
Penilaian aspek sikap
dilakukan melalui tahapan:
1. Mengamati perilaku peserta
didik selama pembelajaran;
2. Mencatat perilaku peserta
didik dengan menggunakan lembar observasi/pengamatan;
3. Menindaklanjuti hasil
pengamatan; dan
4. Mendeskripsikan perilaku
peserta didik.
Observasi dalam penilaian sikap
peserta didik merupakan teknik yang dilakukan secara berkesinambungan melalui pengamatan
perilaku. Asumsinya setiap peserta didik pada dasarnya berperilaku baik sehingga
yang perlu dicatat hanya perilaku yang sangat baik (positif) atau kurang baik
(negatif) yang berkaitan dengan indikator sikap spiritual dan sikap sosial.
Catatan hal-hal positif dan menonjol digunakan untuk menguatkan perilaku positif,
sedangkan perilaku negatif digunakan untuk pembinaan. Untuk menentukan penilaian
sikap, terlebih dahulu dirumuskan sikap-sikap
yang akan dikembangkan sekolah. Sikap yang dikembangkan sekolah harus mengacu
pada visi sekolah.
Langkah yang harus dilakukan,
yaitu:
1. Merumuskan nilai sikap yang
dikembangkan sekolah dari Visi sekolah. Misalnya “Menciptakan insan
berprestasi, berbudaya dan bertaqwa.”
Sekolah mengembangkan sikap jujur, bertanggung jawab, kompetitif, disiplin, religiusitas.
2. Membuat format jurnal yang
akan dilakukan pendidik untuk melakukan penilaian sikap. Format jurnal
sebaiknya disepakati oleh seluruh guru mapel.
Penilaian kompetensi sikap
atau perilaku dapat dilakukan oleh guru pada saat peserta didik melakukan
praktikum atau diskusi. Selama proses pembelajaran guru mengamati dan mencatat
perilaku peserta didik yang sangat baik
(positif) atau kurang baik (negatif) dalam jurnal segera setelah
perilaku tersebut teramati atau menerima laporan tentang perilaku tersebut.
Perilaku yang diamati bisa berupa kedisiplinan, tanggung jawab, kejujuran,
kepedulian, responsif dan pro-aktif. Misalnya, saat diskusi kelompok mau pun
diskusi kelas guru mengamati beberapa peserta didik terlihat sangat menonjol
dalam keaktifan bertanya dan atau memberi tanggapan maka guru dapat mencatat
dalam jurnal tentang sikap responsif dan pro-aktif mereka. Demikian juga
sebaliknya, seorang peserta didik dalam kelompok tidak aktif malah mengerjakan
yang lain, guru juga mencatat perilaku peserta didik tersebut dalam jurnal.
Guru dapat mengembangkan
lembar observasi dan jurnal seperti contoh berikut :
Contoh Penilaian Sikap dengan Jurnal
Nama Satuan pendidikan : SMA Selamat Siang
Tahunpelajaran :2017/2018
Kelas/Semester : X/Semester I
MataPelajaran :
Sejarah Indonesia
NO. |
WAKTU |
NAMA |
KEJADIAN/ PERILAKU |
BUTIR SIKAP |
POS/ NEG |
TINDAK LANJUT |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
7 |
1 |
04 April 2017 |
Ria |
§ Menjatuhkan globe § Melaporkan globe yang
dijatuhkan |
§ Disiplin § Tanggung jawab, jujur |
- + |
· Dipanggil melalui tim ketertiban, untuk di
data dan diberikan pembinaan oleh guru mapel dan dilaporkan kepada wali kelas · Diberikan penghargaan atas sikap jujur dengan
pengurangan poin pelanggaran |
|
Dst |
|
|
|
|
|
Keterangan:
1. Nomor urut;
2. Hari dan tanggal kejadian;
3. Nama peserta didik yang menunjukkan perilaku
yang menonjol baik positif maupun negative;
4. Catatan kejadian atau perilaku yang menonjol
baik positif maupun negatif;
5. Diisi dengan butir sikap dari catatan
pada kolom kejadian;
6. Diisi dengan (+) untuk sikap positif dan (–)
untuk sikap negatif.
7. Diisi dengan tindak lanjut atas perilaku yang
ditunjukkan
Pengamatan sikap dilakukan guru secara berkala,
kemudian dibuat rekapitulasi untuk dideskripsikan dan dilaporkan kepada wali
kelas.
Pendidik melakukan pengamatan terhadap perilaku
peserta didik selama 1 semester. Laporan guru ditindak lanjuti oleh wali kelas
dan menjadi catatan wali kelas untuk memberikan deskripsi penilaian sikap di
rapor.
Penilaian sikap tidak lepas dari penguatan lima
nilai utama karakter yaitu religiositas, nasionalisme, kemandirian,
gotong-royong, dan integritas yang dioperasionalkan melalui indikator-indikator
yang dapat terukur sesuai dengan karakteristik kompetensi atau materi
pembelajaran. Penguatan nilai- nilai karakter dapat diwujudkan dalam bentuk
penghargaan, baik secara tertulis maupun melalui lisan atau penghargaan yang
berhasil dikembangkan peserta didik
melalui proses pembelajaran di sekolah atau di lingkungan sekitarnya.
b.
Penilaian Kompetensi
Pengetahuan
Penilaian pengetahuan merupakan penilaian untuk mengukur kemampuan peserta didik berupa pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif,
serta kecakapan berpikir tingkat rendah sampai tinggi. Penilaian ini berkaitan
dengan ketercapaian KD pada KI-3 yang dilakukan oleh guru mata pelajaran.
Penilaian pengetahuan, selain untuk
mengetahui apakah peserta didik telah mencapai ketuntasan belajar, juga untuk
mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan penguasaan pengetahuan peserta didik
dalam proses pembelajaran (diagnostic).
Oleh karena itu, pemberian umpan balik (feedback)
kepada peserta didik oleh pendidik merupakan hal yang sangat penting, sehingga
hasil penilaian dapat segera digunakan untuk perbaikan mutu pembelajaran.
Ketuntasan belajar untuk pengetahuan ditentukan oleh satuan
pendidikan. Secara bertahap satuan pendidikan terus meningkatkan kriteria
ketuntasan belajar dengan mempertimbangkan potensi dan karakteristik masing-masing
satuan pendidikan sebagai bentuk peningkatan kualitas hasil belajar.
Penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui
tahapan:
1. menyusun
perencanaan penilaian;
2. mengembangkan
instrumen penilaian;
3. melaksanakan
penilaian;
4. memanfaatkan
hasil penilaian; dan
5. melaporkan hasil
penilaian dalam bentuk angka dengan skala 0-100 dan deskripsi.
a)
Teknik
Penilaian Pengetahuan
Teknik
yang biasa digunakan dalampenilaian pengetahuan dapat berupa tes tertulis, tes lisan, dan
penugasan.. Teknik dan bentuk instrumen penilaian kompetensi
pengetahuan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 23. Teknik
dan Bentuk Instrumen Penilaian
Teknik Penilaian |
Bentuk Instrumen |
Tes tulis |
Pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah,
menjodohkan, dan uraian. |
Tes lisan |
Kuis dan Tanya jawab |
Penugasan |
Pekerjaan rumah dan/atau tugas yang dikerjakan
secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas di sekolah
dan/atau di luar sekolah, baik secara formal maupun informal |
1)
Tes Tulis
Tes tertulis adalah tes dengan
soal dan jawaban disajikan secara tertulis untuk mengukur atau memperoleh
informasi tentang kemampuan peserta tes. Instrumen tes tulis umumnya
menggunakan soal pilihan ganda dan soal uraian. Soal
tes tertulis yang menjadi penilaian autentik adalah soal-soal yang menghendaki
peserta didik merumuskan jawabannya sendiri, seperti soal-soal uraian.
Soal-soal uraian menghendaki peserta didik mengemukakan atau mengekspresikan
gagasannya dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya
sendiri, misalnya mengemukakan pendapat, berpikir logis, dan menyimpulkan.
Pada pembelajaran Sejarah Indonesia yang
menggunakan pendekatan scientific,
instrumen penilaian harus dapat menilai keterampilan berpikir tingkat tinggi
(HOTS: “Higher Order thinking Skill”) menguji proses analisis,
sintesis, evaluasi bahkan sampai kreatif. Untuk menguji keterampilan berpikir
peserta didik, soal-soal untuk menilai hasilbelajar Sejarah Indonesia dirancang
sedemikian rupa sehingga peserta didik menjawab soal melalui proses berpikir
yang sesuai dengan kata kerja operasional dalam taksonomi Bloom. Misalnya untuk
menguji ranah analisis peserta didik pada pembelajaran Sejarah Indonesia, guru
dapat membuat soal dengan menggunakan katakerja operasional yang termasuk ranah
analisis seperti menganalisis. Ranah evaluasi contohnya membandingkan, memprediksi, dan menafsirkan.
Pengembangan instrumen tes
tertulis mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
1. Menetapkan tujuan tes, yaitu
untuk seleksi, penempatan, diagnostik, formatif, atau sumatif.
2. Menyusun kisi-kisi, yaitu
spesifikasi yang digunakan sebagai acuan menulis soal. Kisi-kisi memuat
rambu-rambu tentang kriteria soal yang akan ditulis, meliputi KD yang akan
diukur, materi, indikator soal, bentuk soal, dan nomor soal. Dengan adanya kisi-kisi, penulisan soal lebih
terarah sesuai dengan tujuan tes dan proporsi soal per KD atau materi yang
hendak diukur lebih tepat.
3. Menulis soal berdasarkan
kisi-kisi dan kaidah penulisan butir soal.
4. Menyusun pedoman penskoran
sesuai dengan bentuk soal yang digunakan. Pada
soal pilihan ganda, isian, menjodohkan, dan jawaban singkat disediakan
kunci jawaban karena jawaban dapat diskor dengan objektif. Sedangkan untuk soal
uraian disediakan pedoman penskoran yang berisi alternatif jawaban, kata-kata
kunci (key words), dan rubrik
denganskornya.
5. Melakukan analisis
kualitatif (telaah soal) sebelum soaldiujikan.
Contoh Kisi-Kisi:
Nama Satuan pendidikan :
SMA Selamat Siang Malang
Kelas/Semester :
X / Semester 2
Tahunpelajaran : 2017/2018
Mata Pelajaran : Sejarah
No |
Kompetensi Dasar |
Materi |
Indikator Soal |
No
Soal |
Bentuk
Soal |
1 |
KD 3.7 Memahami
langkah-langkah penelitian sejarah (heuristik, kritik/verifkasi,
interpretasi/ |
Langkah-langkah penelitian sejarah |
Disajikan contoh tahapan dalam penelitian sejarah, peserta didik dapat
menentukan tahapan penelitian sejarah dengan tepat |
1 |
PG |
|
|
|
|||
|
|
|
|||
|
|
|
|||
|
|
|
|||
|
|
|
|||
|
|
|
|||
|
... |
... |
... |
... |
|
|
... |
... |
30 |
PG |
a)
Tes
tulis bentuk pilihan ganda
Butir soal pilihan ganda terdiri atas pokok soal (stem) dan pilihan jawaban (option).
Untuk tingkat SMA biasanya digunakan 5 (lima) pilihan jawaban. Dari kelima
pilihan jawaban tersebut, salah satu adalah kunci (key) yaitu jawaban yang benar atau paling tepat, dan lainnya
disebut pengecoh (distractor).
Contoh
butir soal pilihan ganda
Indikator :
Menganalisis kegagalan Badan Konstituante hasil
pemilu 1955 dalam menyusun UUD yang baru Soal :
Badan
Kontituante hasil pemilu 1955 gagal dalam menyusun UUD. Kegagalan tersebut karena ... a. Badan Konstituante didominasi kekuatan PKI b. semua partai politik menghendaki berlakunya kembali UUD
1945 c. anggota Konstituante mementingkan ideologi partainya masing-masing d. Sukarno melaksanakan Demokrasi Terpimpin sehingga
bersikap otoriter |
b)
Tes
tulis bentuk uraian
Tes tulis bentuk uraian atau esai menuntut peserta didik untuk
mengorganisasikan dan menuliskan jawaban dengan kalimatnya sendiri.
2)
Tes lisan
Tes lisan merupakan pemberian soal/pertanyaan yang menuntut
peserta didik menjawab secara lisan, dan dapat diberikan secara klasikal ketika
pembelajaran. Jawaban peserta didik dapat berupa kata, frase, kalimat maupun
paragraf. Tes lisan menumbuhkan sikap peserta didik untuk berani berpendapat.
3)
Penugasan
Penugasan adalah
pemberian tugas kepada peserta didik untuk mengukur dan/atau meningkatkan
pengetahuan. Penugasan yang digunakan untuk mengukur pengetahuan (assessment of
learning) dapat dilakukan setelah proses pembelajaran sedangkan penugasan yang
digunakan untuk meningkatkan pengetahuan (assessment for learning) diberikan
sebelum dan/atau selama proses pembelajaran. Penugasan dapat berupa proyek yang
dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.
Penugasan lebih ditekankan pada pemecahan masalah dan tugas produktif lainnya.
c.
Penilaian Kompetensi
Keterampilan
Penilaian
keterampilan adalah penilaian yang dilakukan untuk menilai kemampuan peserta
didik menerapkan pengetahuan dalam melakukan tugas tertentu. Kaitannya dalam
pemenuhan kompetensi, penilaian keterampilan merupakan penilaian untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik terhadap kompetensi dasar pada KI-4.
Penilaian keterampilan menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu
kompetensi tertentu.
Kompetensi
keterampilan terdiri atas keterampilan abstrak dan keterampilan kongkret.
Penilaian kompetensi keterampilan dapat dilakukan dengan menggunakan: Unjuk
kerja/kinerja/praktik, Proyek, Produk dan portofolio
·
Penilaian
Unjuk Kerja/Kinerja/Praktik
Penilaian
unjuk kerja/kinerja/praktik dilakukan dengan cara mengamati kegiatan peserta
didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai
ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan tugas tertentu
seperti: praktikum di laboratorium, praktik ibadah, praktik olahraga,
presentasi, bermain peran, memainkan alat musik, bernyanyi, dan membaca
puisi/deklamasi. Contoh untuk menilai unjuk kerja/kinerja/praktik dilakukan
pengamatan terhadap presentasi terhadap hasil laporan atau tugas.
Contoh Penilaian Kinerja
Topik : Perjuangan dan Kontribusi Tokoh Nasional dan Daerah dalam
Upaya mempertahankan NKRI pada masa 1948 – 1965.
KI : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret
dan ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu
menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan
KD : 4.2 Menulis sejarah tentang tokoh nasional dan daerah yang
berjuang mempertahankan keutuhan negara dan bangsa Indonesia pada masa 1948 –
1965.
Indikator : Mempresentasikan hasil penelitian sederhana tentang
tokoh nasional dan daerah yang berjuang
mempertahankan keutuhan negara dan bangsa Indonesia pada masa 1948 – 1965
Lembar Pengamatan Topik: ............................... Kelas:
................................
|
Rubrik
Tabel
24. Teknik
dan Bentuk Instrumen Penilaian Kinerja
No |
Keterampilan
yang dinilai |
Skor |
Rubrik |
1 |
Pemaparan |
30 |
-
Persiapan
presentasi -
Kelengkapan
media presentasi -
Kepercayaan
diri dalam presentasi |
20 |
Ada 2
aspek yang terpenuhi |
||
10 |
Ada 1
aspek yang terpenuhi |
||
2 |
Analisis
Materi/Permasalahan |
30 |
-
Kedalaman
analisis materi/permasalahan -
Kelengkapan
sumber sejarah/referensi -
Kecakapan
memberi tanggapan atas pertanyaan/permasalahan |
20 |
Ada 2
aspek yang tersedia |
||
10 |
Ada 1
aspek tang tersedia |
||
3 |
Penutup |
30 |
-
Kemampuan
dalam mengaitkan antarmateri -
Kemampuan
dalam membuat kesimpulan -
Kemampuan
dalam membuat saran |
20 |
Ada 2
aspek yang tersedia |
||
10 |
Ada 1
aspek tang tersedia |
·
Penilaian Proyek
Penilaian
projek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasi,
kemampuan menyelidiki dan kemampuan menginformasikan suatu hal secara jelas.
Penilaian projek dilakukan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai
pelaporan dan merupakan
kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam
periode/waktu tertentu. Guru perlu menetapkan hal-hal atau
tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan desain, pengumpulan data,
analisis data, dan penyiapan laporan tertulis/lisan. Untuk menilai setiap tahap
perlu disiapkan kriteria penilaian atau rubrik.
Pada penilaian proyek
setidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
1) Kemampuan pengelolaan
;Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola
waktu pengumpulan data serta penulisan laporan. Peserta didik dituntut untuk
disiplin dalam pengelolaan pembelajaran dengan menunjukkan
perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan yang diberikan.
2)
Relevansi; Kesesuaian dengan mata pelajaran,
dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam
pembelajaran. Peserta didik dituntut untuk kerja
keras dengan perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
3)
Keaslian
;Projek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan
mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek
peserta didik. Peserta didik dituntut untuk jujur sebagai upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
Contoh Format Penilaian Proyek
|
·
Penilaian
Produk
Penilaian produk adalah penilaian terhadap
proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian
kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti:
makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang
terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam atau alat-alat teknologi tepat
guna yang sederhana. Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap
tahap perlu diadakan penilaian yaitu:
1) Tahap persiapan, meliputi:
penilaian kemampuan peserta didik dalam merencanakan, menggali, dan
mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
2) Tahap pembuatan produk
(proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam menyeleksi dan
menggunakan bahan, alat, dan teknik.
3) Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk
yang dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.
a) Teknik Penilaian Produk
Penilaian produk biasanya menggunakan cara
holistik atau analitik.
(1) Cara holistik, yaitu
berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan pada tahap
appraisal.
(2) Cara analitik, yaitu
berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap semua kriteria yang
terdapat pada semua tahap proses pengembangan.
Format Penilaian Produk
|
Catatan :
*) Skor diberikan dengan
rentang skor 1 sampai dengan 5, dengan ketentuan semakin lengkap jawaban dan
ketepatan dalam proses pembuatan maka semakin tinggi nilainya.
Setelah proyek selesai guru dapat melakukan penilaian
menggunakan rubrik penilaian proyek. Peserta didik melakukan presentasi hasil
proyek, mengevaluasi hasil proyek, memperbaiki sehingga ditemukan suatu temuan
baru untuk menjawab permasalahan yang diajukanpada tahap awal.
· Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio pada dasarnya
menilai karya-karya peserta didik secara individu pada satu periode untuk suatu
mata pelajaran. Akhir suatu periode hasil karya tersebut dikumpulkan dan
dinilai oleh guru dan peserta didik sendiri. Berdasarkan informasi perkembangan
tersebut, guru dan peserta didik sendiri dapat menilai perkembangan kemampuan
peserta didik dan terus menerus melakukan perbaikan. Dengan demikian,
portofolio dapat memperlihatkan dinamika kemampuan belajar peserta didik
melalui sekumpulan karyanya, untuk mata pelajaran Sejarah Indonesia antara
lain: gambar, foto, maket bangunan
bersejarah, resensi buku/literatur, laporan penelitian dan karya nyata individu peserta didik yang
diperoleh dari pengalaman.
Kriteria tugas pada
penilaian
portofolio
§
Tugas sesuai dengan
kompetensi dan
tujuan pembelajaran
yang akan diukur.
§ Hasil
karya peserta didik yang dijadikan
portofolio berupa pekerjaan hasil tes, perilaku peserta didik
sehari-hari, hasil tugas terstruktur, dokumentasi aktivitas peserta didik di
luar sekolah yang menunjang kegiatan belajar.
§ Tugas
portofolio memuat aspek judul, tujuan pembelajaran, ruang lingkup belajar,
uraian tugas, kriteria penilaian.
§ Uraian
tugas memuat kegiatan yang melatih peserta didik mengembangkan kompetensi dalam
semua aspek (sikap, pengetahuan, keterampilan).
§ Uraian
tugas bersifat terbuka, dalam arti mengakomodasi dihasilkannya portofolio yang
beragam isinya.
§ Kalimat yang
digunakan dalam uraian
tugas menggunakan bahasa
yang komunikatif dan mudah dilaksanakan.
§ Alat dan
bahan yang digunakan dalam
penyelesaian tugas portofolio tersedia di lingkungan peserta
didik dan mudah diperoleh.
2.
Penulisan dan
Pengembangan Soal HOTS
Anderson dan
Krathwohl mengategorikan kemampuan proses menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating) termasuk
berpikir tingkat tinggi. Menganalisis adalah kemampuan menguraikan sesuatu ke
dalam bagian-bagian yang lebih kecil sehingga diperoleh makna yang lebih dalam.
Menganalisis dalam taksonomi Bloom yang direvisi ini juga termasuk kemampuan
mengorganisir dan menghubungkan antar bagian sehingga diperoleh makna yang
lebih komprehensif. Apabila kemampuan menganalisis tersebut berujung pada
proses berpikir kritis sehingga seseorang mampu mengambil keputusan dengan
tepat, orang tersebut telah mencapai level berpikir mengevaluasi. Dari kegiatan
evaluasi, seseorang mampu menemukan kekurangan dan kelebihan. Berdasarkan
kekurangan dan kelebihan tersebut akhirnya dihasilkan ide atau gagasan-gagasan
baru atau berbeda dari yang sudah ada. Ketika seseorang mampu menghasilkan ide
atau gagasan baru atau berbeda itulah level berpikirnya disebut level berpikir
mencipta. Seseorang yang tajam analisisnya, mampu mengevaluasi dan mengambil
keputusan dengan tepat, serta selalu melahirkan ide atau gagasan-gagasan baru.
Oleh karena itu, orang tersebut berpeluang besar mampu menyelesaikan setiap
permasalahan yang dihadapinya. Pada pemilihan kata kerja operasional (KKO)
untuk merumuskan indikator soal HOTS, hendaknya tidak terjebak pada
pengelompokkan KKO. Sebagai contoh kata kerja “menentukan‟ pada Taksonomi Bloom
ada pada ranah C2 dan C3. Dalam konteks penulisan soal-soal HOTS, kata kerja
“menentukan‟ bisa jadi ada pada ranah C5 (mengevaluasi) apabila untuk
menentukan keputusan didahului dengan proses berpikir menganalisis informasi
yang disajikan pada stimulus lalu peserta didik diminta menentukan keputusan
yang terbaik. Bahkan kata kerja “menentukan‟ bisa digolongkan C6 (mengkreasi)
bila pertanyaan menuntut kemampuan menyusun strategi pemecahan masalah baru.
Jadi, ranah kata kerja operasional (KKO) sangat dipengaruhi oleh proses
berpikir apa yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan.
Brookhart (2010) sependapat dengan konsep berpikir tingkat tinggi dalam
taksonomi Bloom yang direvisi Anderson dan Krathwohl di atas. Secara praktis
Brookhart menggunakan tiga istilah dalam mendefinisikan keterampilan berpikir
tingkat tinggi (HOTS), yaitu:
1.
HOTS
adalah proses transfer.
2.
HOTS
adalah berpikir kritis.
3.
HOTS
adalah penyelesaian masalah.
HOTS sebagai proses transfer dalam konteks pembelajaran adalah melahirkan
belajar bermakna (meaningfull learning), yakni kemampuan peserta didik dalam menerapkan apa yang telah
dipelajari ke dalam situasi baru tanpa arahan atau petunjuk pendidik atau orang
lain. HOTS sebagai proses berpikir kritis dalam konteks pembelajaran adalah
membentuk peserta didik yang mampu untuk berpikir logis (masuk akal),
reflektif, dan mengambil keputusan secara mandiri. HOTS sebagai proses penyelesaian masalah adalah menjadikan peserta didik
mampu menyelesaikan permasalahan riil dalam kehidupan nyata, yang umumnya
bersifat unik sehingga prosedur penyelesaiannya juga bersifat khas dan tidak
rutin. Dilihat dari dimensi pengetahuan, umumnya soal HOTS mengukur dimensi metakognitif, tidak sekadar mengukur dimensi faktual,
konseptual, atau prosedural saja. Dimensi metakognitif menggambarkan kemampuan
menghubungkan beberapa konsep yang berbeda, menginterpretasikan, memecahkan
masalah (problem solving), memilih strategi pemecahan masalah, menemukan (discovery) metode baru, berargumen (reasoning), dan mengambil keputusan yang tepat.
Berdasarkan
uraian di atas, keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah keterampilan
berpikir logis, kritis, kreatif, dan problem solving secara mandiri.
Berpikir logis adalah kemampuan bernalar, yaitu berpikir yang dapat diterima
oleh akal sehat karena memenuhi kaidah berpikir ilmiah. Berpikir kritis adalah
berpikir reflektif-evaluatif. Orang yang kritis selalu menggunakan pengetahuan
dan pengalaman yang dimiliki untuk menganalisis hal-hal baru, misalnya dengan
cara membandingkan atau mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya sehingga
mampu menjustifikasi atau mengambil keputusan. Sementara itu, berpikir kreatif
adalah kemampuan menemukan ide/gagasan yang baru atau berbeda. Dengan gagasan
yang baru atau berbeda, seseorang akan mampu melakukan berbagai inovasi untuk
menyelesaikan berbagai permasalahan nyata yang dihadapinya
Soal yang
termasuk Higher Order Thinking memiliki
ciri-ciri:
1.
transfer satu konsep ke konsep lainnya;
2.
memproses dan menerapkan informasi;
3.
mencari kaitan dari berbagai informasi
yang berbeda-beda;
4.
menggunakan informasi untuk menyelesaikan
masalah;
5.
menelaah ide dan informasi secara kritis
Kreativitas
menyelesaikan permasalahan dalam HOTS, terdiri atas:
1. kemampuan
menyelesaikan permasalahan yang tidak familiar;
2. kemampuan
mengevaluasi strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dari berbagai
sudut pandang yang berbeda;
3. menemukan
model-model penyelesaian baru yang berbeda dengan caracara sebelumnya.
“Difficulty’ is NOT same as higher order thinking”. Tingkat
kesukaran dalam butir soal tidak sama dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Sebagai contoh, untuk mengetahui arti sebuah kata yang tidak umum (uncommon word) mungkin
memiliki tingkat kesukaran yang sangat tinggi, tetapi kemampuan untuk menjawab
permasalahan tersebut tidak termasuk higher order thinking skills. Dengan demikian,
soal-soal HOTS
belum tentu soal-soal yang memiliki
tingkat kesukaran yang tinggi.
3. Langkah-langkah
Penyusunan Soal HOTS
Pada
penyusunan soal HOTS, penulis
soal dituntut dapat menentukan kompetensi yang hendak diukur dan merumuskan
materi yang akan dijadikan dasar pertanyaan. Pertanyaan tersebut disertai
stimulus yang tepat dalam konteks tertentu sesuai dengan kompetensi yang
diharapkan. Selain itu, materi dengan penalaran tinggi yang akan ditanyakan,
tidak selalu tersedia di dalam buku pelajaran. Oleh karena itu, dalam
penyusunan soal HOTS dibutuhkan
penguasaan materi ajar, keterampilan dalam menulis soal (konstruksi soal), dan
kreativitas guru dalam memilih stimulus soal sesuai dengan situasi dan kondisi
daerah di sekitar satuan pendidikan. Berikut langkah-langkah penyusunan soal HOTS:
a.
Menganalisis KD
Analisis
KD diawali dengan menentukan KD yang terdapat pada Permendikbud no. 37 tahun
2018. Selanjutnya, KD yang sudah ditentukan dianalisis berdasarkan tingkat
kognitifnya.
b.
Menyusun kisi-kisi soal
Kisi-kisi
penyusunan soal digunakan guru untuk menyusun soal HOTS. Secara
umum, kisi-kisi tersebut memandu guru dalam:
1) memilih KD yang dapat dibuat soal HOTS;
2) menentukan
lingkup materi dan materi yang terkait dengan KD yang akan diuji;
3) merumuskan
indikator soal;
4) menentukan
nomor soal;
5)
menentukan level kognitif (L1 untuk
tingkat kognitif C1 dan C2, L2 untuktingkat C3, dan L3 untuk tingkat kognitif
C4, C5, dan C6); dan
6)
Menentukan bentuk soal yang akan digunakan.
c.
Memilih
stimulus yang tepat dan kontekstual Stimulus yang
digunakan harus tepat, artinya mendorong peserta didik untuk mencermati soal.
Stimulus yang tepat umumnya baru dan belum pernah dibaca oleh peserta didik.
Stimulus kontekstual dimaksudkan stimulus yang sesuai dengan kenyataan dalam
kehidupan sehari-hari, menarik, mendorong peserta didik untuk membaca. Dalam
konteks Ujian Sekolah, guru dapat memilih stimulus dari lingkungan sekolah atau
daerah setempat.
d.
Menulis butir
pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal Butir-butir pertanyaan ditulis sesuai
dengan kaidah penulisan butir soal HOTS. Kaidah penulisan butir soal HOTS, agak
berbeda dengan kaidah penulisan butir soal pada umumnya. Perbedaannya terletak
pada aspek materi, sedangkan pada aspek konstruksi dan bahasa relatif sama.
Setiap butir soal ditulis pada kartu soal, sesuai format terlampir.
e.
Membuat pedoman penskoran (rubrik) atau
kunci jawaban Setiap butir
soal HOTS yang ditulis hendaknya dilengkapi dengan pedoman penskoran atau kunci
jawaban. Pedoman penskoran dibuat untuk bentuk soal uraian. Sedangkan kunci
jawaban dibuat untuk bentuk soal pilihan ganda, pilihan ganda kompleks
(benar/salah, ya/tidak), dan isian singkat
Soal-soal yang mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS-Higher Order Thinking Skills) peserta didik adalah
soal-soal yang menguji kemampuan kognitif peserta
didik pada level penalaran yang mencakup dimensi proses berpikir analisis (C4),
evaluasi (C5), dan kreasi (C6). Salah satu ciri
soal yang menguji kemampuan HOTS peserta didik adalah soal yang
menghadapkan peserta didik pada situasi baru.
Melalui soal bernuansa HOTS, peserta didik diharapkan dapat mentransfer
pengetahuan dan pemahamannya atas konsep-konsep dasar utuk
menjawab permasalahan pada situasi yang baru tersebut.
Selanjutnya, dilakukan penyusunan soal pada kartu soal
berdasarkan kisi-kisi yang telah disusun sebelumnya. Contoh soal yang disajikan terutama untuk
mengukur indikator kunci pada level kognitif yang tergolong HOTS. Di bawah ini
diberikan contoh soal yang bermuatan HOTS.
CONTOH PENGEMBANGAN SOAL HOTS PADA JENJANG SMA
Kisi-kisi soal:
Jenis Sekolah : Sekolah Menengah Atas
Mata Pelajaran : Sejarah
Alokasi Waktu : 120 menit
Jumlah Soal : 1
Tahun Pelajaran : 2018/2019
NO |
Kompetensi yang Diuji |
Lingkup Materi |
Materi |
Indikator Soal |
No |
Level Kognitif |
Bentuk Soal |
1.
|
3.1
Menganalisis proses masuk dan perkembangan penjajahan bangsa Barat (Portugis,
Belanda, Inggris) di Indonesia. |
Masa Pemerintahan Republik Bataaf |
Penjajahan Pemerintah Belanda |
Disajikan pernyataan tentang sifat kekuasaan Belanda
di Indonesia, peserta didik dapat menganalisis penyebabnya |
1 |
L3/C4 |
PG |
Catatan pengisian
format kisi-kisi soal:
a. Tuliskan
identitas mata pelajaran dan kelas yang ditentukan dari hasil Analisis KD.
b. Pada kolom Kompetensi Dasar, diisi dengan
KD-KI 3 dari kelas dan mata pelajaran yang telah ditentukan berdasarkan
Permendikbud nomor 37 Tahun 2018.
c. Pada kolom Lingkup Materi, diisi berdasarkan
Permendikbud nomor 21 Tahun 2016.
d. Pada kolom Materi, diisi dengan
materi pokok yang terkait langsung dengan IPK.
e. Pada kolom Indikator Soal, diisi dengan
indikator soal yang diturunkan dari KD-KI 3. Indikator soal memuat stimulus,
kompetensi yang akan diukur, dan materi. Stimulus dapat berupa gambar, peta,
tabel, wacana, dan yang lainnya.
f.
Pada kolom nomor soal, diisi dengan
nomor urut soal
g. Pada kolom Level Kognitif, diisi dengan
level kognitif berdasarkan analisis KD (Level 1, level 2 atau level 3).
h. Pada kolom Bentuk Soal, diisi dengan
Pilihan Ganda, Isian Singkat, atau Uraian sesuai dengan bentuk soal yang akan
digunakan
PAKET- 1 PAKET - … KARTU SOAL Tahun Pelajaran 2018/2019 |
||||||||||
Jenis Sekolah |
: SMA |
Kurikulum |
: 2016 |
|||||||
Kelas |
: XI |
Bentuk Soal |
: PG |
|||||||
Mata Pelajaran |
: Sejarah |
Nama Penyusun |
: Arief |
|||||||
KOMPETENSI DASAR |
Buku Sumber : |
Pemahaman |
|
√ |
||||||
3.1
Menganalisis proses masuk dan perkembangan penjajahan bangsa Barat (Portugis,
Belanda, Inggris) di Indonesia. |
|
RUMUSAN
BUTIR SOAL |
||||||||
Formasi kekuasaan Belanda di Indonesia
menunjukkan fenomena kesinambungan kekuasaan sejak VOC yang bersifat “indirect rule”. Bersamaan dengan hirarki Belanda, terdapat
pula hierarki pribumi yang berfungsi sebagai perantara antara petani Jawa dan
layanan sipil Eropa. Kesimpulan yang dapat diambil dari
pernyataan diatas, adalah...... A.
Kekuasaan Belanda tetap berporos pada jalur kekuasaan
tradisional B.
Wilayah kekuasaan Hindia Belanda bekas VOC
dikuasai secara tidak langsung C.
Hutang dan kebangkrutan VOC diambil alih
oleh pemerintah Belanda D. Kepentingan
Belanda sejak VOC tetap di bidang ekonomi-perdagangan |
||||||||||
LINGKUP MATERI |
||||||||||
Penjajahan Pemerintah
Belanda |
|
|||||||||
MATERI |
||||||||||
Masa Pemerintahan
Republik Bataaf |
|
|||||||||
INDIKATOR SOAL |
||||||||||
Disajikan pernyataan tentang sifat kekuasaan Belanda
di Indonesia, peserta didik dapat menganalisis penyebabnya |
||||||||||
|
D. Aktivitas Pembelajaran
LK. 9.1. Menyusun Soal HOTS
Tugas Individu
Berdasarkan hasil analisis KD pada aktifitas
sebelumnya. Buatlah dua soal HOTS yang terdiri atas satu soal pilihan ganda dan
satu soal uraian
FORMAT
KISI-KISI PENULISAN SOAL
Jenis
sekolah :………………………
Jumlah
soal :………………………
Mata pelajaran :………………………
Bentuk soal/tes :................................
Penyusun : ......…………………
Alokasi waktu :………………………
Kisi-Kisi
Penulisan Soal
No. |
Kompetensi Dasar |
IPK |
Materi Pokok |
Indikator Soal |
Level |
Bentuk Soal |
Nomor Soal |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
7 |
8 |
|
|
|
|
|
|
|
|
KARTU SOAL PILIHAN GANDA
KARTU SOAL NOMOR 1 (PILIHAN GANDA) Mata Pelajaran : ……………………...... Kelas/Semester : ……………………...... |
|
Kompetensi Dasar |
|
Materi |
|
Indikator Soal |
|
Level Kognitif |
|
Soal: |
Kunci Pedoman Penskoran
NO SOAL |
KUNCI/KRITERIA JAWABAN |
SKOR |
|
|
|
Keterangan:
Soal ini termasuk soal
HOTS karena
1. ........
2. ........
3. ........
KARTU SOAL URAIAN
KARTU SOAL NOMOR 2 (URAIAN) Mata Pelajaran :
……………………...... Kelas/Semester : ……………………...... |
|
Kompetensi Dasar |
|
Materi |
|
Indikator Soal |
|
Level Kognitif |
|
Soal: |
Kunci Pedoman Penskoran
NO SOAL |
URAIAN JAWABAN/KATA KUNCI |
SKOR |
|
|
|
Keterangan:
Soal ini termasuk soal
HOTS karena
1. ........
2. ........
3. ........
E. Penilaian
1.
Seorang guru sejarah menilai karya-karya
peserta didik secara individu pada satu periode. Pada akhir suatu periode hasil
karya tersebut dikumpulkan dan dinilai oleh guru dan peserta didik sendiri.
Berdasarkan informasi perkembangan tersebut, guru dan peserta didik sendiri
dapat menilai perkembangan kemampuan peserta didik dan terus menerus melakukan
perbaikan.
Jenis penilaian yang dilakukan
guru tersebut adalah.......
A. Penilaian
Produk.
B. Penilaian
Proyek.
C. Penilaian
Portofolio.
D. Penilaian
Tertulis.
2.
Bentuk
instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat,
benar-salah, menjodohkan, dan uraian digunakan dalam penilaian ….
A. Kompetensi
Pengetahuan.
B. Kompetensi
Sikap.
C. Kompetensi
Keterampilan.
D. Kompetensi
Pengetahuan dan Keterampilan.
3.
Langkah awal didalam pengembangan
instrumen tes tertulis adalah......
A. Membuat
kisi kisi soal.
B. Menyusun
pedoman skor.
C. Menetapkan
tujuan tes.
D. Memetakan
tingkat kesulitan KD.
4.
Penilaian yang dapat digunakan untuk
mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasi, kemampuan menyelidiki dan
kemampuan menginformasikan suatu hal secara jelas, adalah ....
A.
Penilaian produk.
B.
Penilaian proyek.
C.
Penilaian portofolio.
D.
Penilaian keterampilan.
5.
Pengembangan Instrumen penilaian pembelajaran
didasarkan pada…
A.
Kompetensi Inti.
B.
Kompetensi Dasar.
C.
Indikator Kompetensi.
D.
Tujuan Pembelajaran.
6.
Perhatikan contoh Soal dibawah
ini!
Perhatikan
ilustrasi berikut. Pemilihan
presiden dan wakil presiden pertama kali dilakukan oleh PPKI. Otto
Iskandardinata mengusulkan pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan
secara aklamasi. Usul ini disetujui oleh PPKI sehingga PPKI kemudian ....... Mengapa pada awal kemerdekaan
pemilihan Presiden dan wakil Presiden dilaksanakan seperti pada ilustrasi
tersebut ? Uraikan pendapatmu! |
Contoh soal tersebut berada pada level
kognitif ....
A.
Pengetahuan
B.
Penalaran
C.
Aplikasi
D.
Mencipta
F. Referensi
Ariyana Yoki, MT,dkk. Buku Pegangan
pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi. 2019.
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Hastikah Tika, dkk. Sejarah Indonesia
(Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 tahun 2016). 2018. Jakarta.
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.
Kemdikbud. 2016. Permendikbud. 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi
Kelulusan Pendidikan Dasar dan Menengah
Kemdikbud. 2016. Permendikbud. 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan
Dasar dan Menengah.
Kemdikbud. 2016. Permendikbud. 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian
Pendidikan.
Kemdikbud. 2018. Permendikbud. 37 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Perarturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 24 tahun 2016 tentang Kompetensi Inti Dan
Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013
X. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Komunikasi dalam Pembelajaran Abad XXI
A. Kompetensi
Mensimulasikan teknologi informasi dan
komunikasi untuk
mendukung pembelajaran di abad XXI.
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1.
Memahami
konsep TIK
2.
Memahami
pentingnya TIK dalam pembelajaran
3.
Menjelaskan
potensi internet dalam pembelajaran
4.
Menjelaskan
potensi pemanfaatan TIK dalam pembelajaran luring
5.
Mensimulasikan
TIK dalam pembelajaran abad XXI
C. Uraian Materi
1. Pengantar
Dalam
beberapa dasawarsa terakhir, teknologi di bidang informasi dan komunikasi
mengalami perkembangan yang sangat cepat. Begitu cepatnya sehingga banyak orang
menyebutnya sebagai sebuah revolusi. Telepon nirkabel, komunikasi visual dari jarak
jauh melalui smartphone, akses
informasi dari seluruh penjuru dunia dalam hitungan detik, dan hal-hal lain
yang sebelumnya hanya dianggap impian dapat terwujudkan. Teknologi tersebut
telah mengubah cara hidup masyarakat dan berpengaruh terhadap beberapa aspek
kehidupan, tak terkecuali dalam bidang pendidikan. Secara umum ada tiga alasan
mengapa dunia pendidikan harus menerapkan teknologi informasi dan komunikasi
(TIK). Alasan tersebut adalah alasan ekonomi, sosial, dan pedagogi.[1]
Alasan
ekonomi berkaitan dengan kebutuhan ekonomi, dimana dengan semakin luasnya
penggunaan TIK maka dirasa perlu untuk membekali peserta didik dengan
kecakapan-kecakapan yang berkaitan dengan TIK. Pengetahuan dan kemampuan
menggunakan TIK merupakan aspek penting dari dunia kerja abad ke-21. Saat ini
banyak negara yang berpendapat bahwa kesuksesan ekonomi berkaitan secara
langsung dengan penguasaan atas TIK. Bisa dikatakan aspek utama ketenagakerjaan
pada abad XXI adalah berbasis pada TIK.
Alasan
sosial menekankan bahwa penggunaan TIK diperlukan sebagai alat untuk berpartisipasi dalam masyarakat
dan tempat kerja. Kompetensi atas TIK dipandang sebagai “life skill” yang penting, sama halnya dengan kemampuan baca tulis
dan berhitung dan sering kali disebut sebagai “melek digital” atau “digital literacy”.
Alasan
pedagogi berkaitan dengan peran TIK dalam pengajaran dan pembelajaran. Potensi ini berkat kemajuan pesat dari dunia
komputer, dari bentuk awal program “latih dan praktek” dengan penggunaan
terbatas pada sejumlah kecil subyek, kemudian bergerak menuju eLearning dengan struktur dan subyek
yang lebih luas. Penggunaan TIK secara luas dapat meningkatkan motivasi peserta
didik dan mempermudah proses pembelajaran.
Dalam
pembelajaran abad ke-21, terdapat 4 keterampilan yang dikenal sebagai 4Cs (creativity, critical thinking, communication, and collaboration) Empat
keterampilan ini merupakan keterampilan penting dan diperlukan untuk
pembelajaran abad ke-21.[2]
Kalau
dicermati, keempat keterampilan tersebut sebenarnya diperlukan tidak hanya di
abad ke-21 saja. Namun yang membedakan dengan masa-masa sebelumnya adalah
penggunaan TIK yang telah mengalami perkembangan sangat pesat dan saling
terkoneksi. Untuk itu modul ini akan memfokuskan pembahasan bagaimana
memanfaatkan TIK pada pembelajaran abad ke-21, dimana 4Cs merupakan
keterampilan yang sangat penting.
2. Pengertian Teknologi Informasi dan Komunikasi
Teknologi informasi dan komunikasi merupakan istilah
umum yang mencakup seluruh peralatan teknis untuk mengumpulkan, memproses dan
menyampaikan informasi. Teknologi informasi dan komunikasi terdiri dari dua
unsur yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi.
Teknologi
informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengumpulkan, mengolah
dan menyajikan informasi[3],[4]. Sedangkan
teknologi komunikasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk membantu
proses komunikasi agar pesan/informasi berhasil tersampaikan kepada penerima.
Internet juga merupakan bagian dari TIK, namun karena luasnya bahasan maka akan
disajikan dalam bagian tersendiri pada modul ini.
Untuk
lebih memahami tentang terminologi ini, diberikan suatu contoh ilustrasi.
Seorang guru memanfaatkan perangkat komputer untuk mengumpulkan referensi
sumber bahan belajar, kemudian menyusun rencana pembelajaran dengan perangkat
lunak Microsoft Word. Selanjutnya, sebelum mengajar guru membuat media
pembelajaran berupa video atau bahan tayang dengan bantuan perangkat lunak editing video dan Power Point. Dalam
proses ini, komputer masih sebatas perangkat teknologi informasi. Pada saat
guru mengunggah media pembelajaran di kanal YouTube melalui komputer yang
terkoneksi dengan jaringan internet maka pada proses ini komputer telah menjadi
perangkat teknologi informasi dan komunikasi.
Selain
komputer, contoh lain dari perangkat teknologi informasi dan komunikasi adalah
ponsel pintar (smartphone). Sedangkan
radio, televisi, telepon rumah, handy
talky merupakan contoh dari perangkat teknologi komunikasi.
3. Internet untuk Pembelajaran
Internet
merupakan dunia virtual yang hampir tanpa batas. Internet dapat dipandang dari
2 fungsi, yaitu sebagai sarana komunikasi dan penyedia informasi. Sebagai
penyedia informasi, bisa dikatakan bahwa semua tersedia di internet, baik yang
berdampak positif maupun negatif. Oleh karena itu kita harus mengarahkan siswa
untuk dapat memanfaatkan internet dengan bijak dan mengambil sisi positifnya.
Di dalamnya terdapat banyak informasi yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber
belajar. Internet sebagai sarana komunikasi memungkinkan kolaborasi dan
komunikasi yang berbeda dengan abad sebelumnya. Kolaborasi dan komunikasi dapat
terjadi di seluruh belahan penjuru dunia dengan skala yang sangat luas.
Perkembangan Internet di Indonesia
Pertumbuhan
jumlah pengguna internet di Indonesia meningkat pesat dalam 10 tahun terakhir.
Menurut hasil riset lembaga manajemen sosial media Hootsuite & We Are
Social, jumlah pengguna internet di Indonesia pada awal tahun 2020 mencapai
175,4 juta pengguna. Ini artinya, sekitar 64% dari total penduduk Indonesia
telah terkoneksi dengan jaringan Internet.
Gambar Visualisasi Data Jumlah Pengguna dan Lama Waktu
Mengakses Internet di Indonesia
Sumber:
https://datareportal.com/reports/digital-2020-indonesia
Dari
hasil riset tersebut juga diketahui bahwa setiap hari pengguna internet di
Indonesia rata-rata terkoneksi dengan jaringan internet selama 7 jam 59 menit.
Waktu akses tersebut lebih lama jika dibandingkan dengan rata-rata waktu akses
internet penduduk dunia yang hanya 6 jam 43 menit perhari. Tiga website yang
paling sering diakses pengguna internet Indonesia adalah situs pencarian
Google, situs sosial media YouTube dan Facebook.
Dampak Internet bagi Peserta Didik
Laju
pertambahan pengguna internet di Indonesia tidak terbendung. Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dalam laporan surveinya yang
diterbitkan pada tahun 2018 menyebutkan dari seluruh responden usia 5 sampai 9
tahun sebanyak 25% mengaku telah memiliki pengalaman mengakses internet.
Sedangkan anak usia 10 sampai 14 tahun prosentase jumlah responden yang telah
memiliki pengalaman menggunakan internet meningkat menjadi 33%.
Berdasarkan
penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal Penyuluhan Institut Pertanian Bogor
tahun 2018, guru-guru sebagian besar
sudah terbiasa menggunakan
internet untuk mendukung pembelajaran siswanya. Meskipun penelitian
tersebut dilakukan di sekolah di Jakarta, namun dapat memberikan gambaran umum
pemanfaatan internet dikalangan pelajar
yaitu digunakan untuk keperluan
media sosial, mencari
bahan/sumber pelajaran, mencari informasi, dan bermain game[5].
Jumlah
anak usia sekolah yang menjadi pengguna internet di Indonesia terus bertambah
seiring dengan adanya peristiwa global pandemi COVID 19. Masa pandemi yang
terjadi mulai awal tahun 2020 menyebabkan proses pembelajaran tatap muka di
sekolah harus beralih ke pembelajaran jarak jauh. Pemanfaatan komputer dan
perangkat telepon pintar yang terkoneksi dengan jaringan internet merupakan
salah satu teknologi yang dimanfaatkan oleh sekolah agar peserta didik dapat
terus belajar dari rumah. Berikut adalah beberapa dampak positif internet dalam
pembelajaran:
·
Peserta didik dapat mengakses sumber belajar dari website
yang ada di seluruh dunia kapan saja dan dari mana saja dengan media yang
beragam tidak hanya berbentuk teks namun juga dapat berbentuk grafis maupun
video.
·
Guru dapat mengirimkan atau mengunggah materi pembelajaran
dan memberikan penugasan kepada siswa kapan saja dan dari mana saja.
·
Peserta didik dapat berdiskusi dengan teman dalam satu
kelompok kerja, berkolaborasi mengerjakan tugas-tugas tanpa bertatap muka dari
mana saja dan kapan saja.
·
Peserta didik dapat berkomunikasi, mengajukan pertanyaan dan
menyampaikan permasalahan dalam pembelajaran kepada guru meskipun tidak
bertatap muka di kelas.
·
Guru dapat memberikan arahan, menjelaskan suatu topik
pembelajaran dan menjawab pertanyaan dari peserta didik meskipun tidak bertatap
muka di kelas dari mana saja dan kapan saja.
Internet
juga mempunya dampak negatif jika tidak digunakan dengan bijaksana. Salah satu
contoh informasi yang tidak boleh diakses anak adalah konten informasi yang
mengandung unsur kekerasan, pelecehan fisik dan verbal, juga pornografi.
Masih
dari laporan survei APJII tahun 2018, sebanyak 55.9% responden mengaku pada
saat mengakses internet, tiba-tiba muncul konten pornografi. Para pengguna
internet ini tidak dengan sengaja membuka website yang memiliki konten
pornografi, namun konten tersebut muncul tiba-tiba dalam bentuk jendela pop-up
(pop-up window) atau dilampirkan
dalam bentuk banner iklan.
Gambar Laporan Hasil Survey Pengalaman Terkait Konten
Pornografi di Internet
Sumber: https://apjii.or.id/survei2018/
Peserta
didik harus mendapatkan pendampingan orang dewasa pada saat pembelajaran jarak
jauh yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi berbasis internet.
Khususnya bagi anak di bawah umur usia 7 sampai 16 tahun yang duduk di Sekolah
Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Sementara
untuk peserta didik usia 17 tahun keatas atau yang telah duduk di jenjang
Sekolah Menengah Atas(SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) perlu mendapatkan
pengetahuan atau wawasan bagaimana etika berinteraksi di internet. Kasus
perundungan di dunia maya (cyber
bullying) marak terjadi. Beberapa kasus anak-anak yang mengalami
perundungan di dunia maya berakhir dengan trauma bahkan sampai meninggal dunia.
Sebuah
penelitian mengenai cyber bullying di Indonesia dilakukan
dengan melibatkan 157 remaja laki-laki dan 196 remaja perempuan. Sebanyak 78%
responden mengaku pernah melihat perundungan
di dunia maya, 21% responden
pernah menjadi pelaku,
dan 49 % responden
pernah menjadi korban[6]. Perundungan
banyak dilakukan melalui
media tulisan, suara, atau
gambar. Bentuk perundungan maya yang dialami korban adalah ejekan, fitnah,
ancaman, dan menjadi
objek gosip. Pelaku
melakukan perundungan bertujuan
untuk bercanda, balas dendam,
dan karena dapat menyembunyikan
identitas. Perundungan maya menyebabkan korban merasa marah, malu,
tidak bisa konsentrasi belajar, dan takut. Korban perundungan maya
mengaku bahwa dampak
mental yang dialami
lebih serius dibanding dengan perundungan di dunia nyata.
Berikut
adalah beberapa dampak negatif internet bagi peserta didik yang harus
diwaspadai oleh guru dan orang tua:
·
pornografi
·
perundungan (cyber
bullying)
·
penipuan
·
perjudian
·
kecanduan game online
·
ketidakaktifan fisik
·
mengabaikan lingkungan sekitar
·
menyebarnya berita bohong (hoax)
Etika Berkomunikasi di Dunia Maya
Seperti
komunikasi langsung/tatap muka, komunikasi di dunia maya juga ada etikanya.
Etika ini populer dengan sebutan netiquette, yang merupakan akronim dari “network etiquette” atau “internet etiquette”. Banyaknya kasus
perundungan hingga pencemaran nama baik di sosial media merupakan bukti nyata
pentingnya pemahaman terhadap etika berkomunikasi di dunia maya agar aktifitas
di dunia maya tidak merugikan orang lain bahkan berujung pada kasus pelanggaran
UU ITE.
Peserta
didik yang mengikuti pembelajaran jarak jauh menggunakan teknologi informasi
dan komunikasi berbasis internet diharapkan memahami etika berkomunikasi di
dunia maya. Dengan mematuhi etika ini maka
akan sangat bermanfaat
dalam berkomunikasi dan
berinteraksi dengan peserta didik lain dan atau guru tanpa harus
mengalami salah pengertian. Secara umum etika dalam
berkomunikasi di dunia maya sama dengan etika komunikasi sehari-hari di dunia
nyata. Namun, yang membedakan adalah pada saat berkomunikasi di dunia maya
terutama yang menggunakan media teks, pengguna internet tidak dapat saling
bertatap muka sehingga tidak dapat melihat ekspresi wajah satu sama lain.
Berikut
adalah beberapa etika pada saat berkomunikasi/berdiskusi di forum pembelajaran
jarak jauh secara daring:
·
Tidak menggunakan huruf kapital di semua postingan diskusi
sebab penggunaan huruf kapital sama artinya dengan marah atau berteriak.
·
Tidak menggunakan singkatan yang tidak baku seperti misalnya
“sy” untuk saya, “km” untuk kamu, “kmn” untuk kemana dan lain sebagainya.
·
Jika guru atau teman satu kelompok mengirimkan pesan pribadi
sebaiknya tidak mempublikasikan pesan tersebut di forum yang bersifat publik
tanpa seizin dari pengirim pesan.
·
Berhati-hati dalam menyebarkan berita di forum karena ada
beberapa berita yang beredar di internet adalah berita bohong (hoax).
·
Apabila hendak bertanya atau menyampaikan pendapat hendaknya
menggunakan bahasa formal dan sopan.
Selain
menggunakan forum berbasis teks, pembelajaran jarak jauh juga sering
menggunakan media video conference.
Pembelajaran dengan menggunakan media video conference ini layaknya tatap muka seperti biasa namun antara guru
dan peserta didik tidak berada di tempat yang sama. Berikut adalah beberapa
etika yang harus diketahui para siswa saat
mengikuti video conference:
·
Bergabung beberapa menit sebelum jadwal pembelajaran melalui
video conference. Jangan sampai terlambat karena akan ketinggalan materi yang
disampaikan oleh guru.
·
Berada di ruangan yang tenang dan tidak gaduh saat guru
sedang menyampaikan diskusi atau pada saat peserta didik lain melakukan
presentasi
·
Mengenakan pakaian rapi dan sopan. Beberapa sekolah bahkan
mewajibkan peserta didik menggunakan seragam sekolah agar suasana pembelajaran
lebih terbangun meskipun peserta didik belajar dari rumah.
·
Peserta didik diharapkan tidak makan dan minum selama
kegiatan video conference.
·
Memohon izin kepada guru jika ingin meninggalkan ruangan
video conference.
·
Memohon izin kepada guru jika ingin mengajukan pertanyaan,
tidak diperkenankan memotong pembicaraan guru dan atau peserta didik yang lain.
Melindungi Anak Saat Berselancar di Internet
Sekolah
hendaknya memberikan panduan bagi orang tua dalam mendampingi anak belajar di
rumah selama masa pandemi. Apalagi jika pembelajaran jarak jauh menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi berbasis internet. Orang tua yang anaknya
masih duduk di jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP)
perlu mendapatkan panduan tentang bagaimana memanfaatkan perangkat lunak
monitoring di komputer atau ponsel.
Beberapa
pengembang perangkat lunak telah mengembangkan aplikasi untuk melindungi anak
dari konten pornografi. Bahkan Microsoft selaku pengembang sistem operasi
paling familiar di Indonesia, telah mengembangkan fasilitas khusus yang dapat
membantu orang tua dalam mengontrol aktifitas anaknya di komputer dengan fitur
bernama Parental Control.
Fitur Parental Control juga dapat
diaktifkan di perangkat Android.
Fungsi
umum dari Parental Control ada 3
yaitu :
·
merekam aktivitas daring anak
·
menyeleksi situs yang aman
·
menjadwalkan kapan anak dapat mengakses internet serta
durasinya berapa lama.
Berikut
adalah langkah-langkah untuk mengaktifkan fitur Parental Control pada Windows 10.
a. Dari menu pencarian,
ketikkan Setting lalu tekan Enter
b. Buatkan akun baru dengan
cara pilih Account
c. Pilih Family & other users
d. Masuk ke akun Microsoft,
jika belum punya harus membuat akun dulu
e. Tambahkan akun dengan klik Add a family member
f. Akun anak selesai
ditambahkan, langkah selanjutnya adalah mengatur setting. Pilih menu Manage family setting online
g. Kemudian anda akan diarahkan
ke pengaturan online, dan disini anda harus login ke account Microsoft. Ada
banyak opsi pengaturan yang bisa kamu amankan, misalkan saja web browsing, apps & game, hingga waktu/durasi maksimal anak menggunakan
Komputer.
Untuk
perangkat ponsel pintar Android, Google telah menyediakan aplikasi Google
Family Link for children & teens. Selain itu di Play Store juga tersedia
berbagai aplikasi Parental Control
seperti Kids Place, Kidslox Parental Control maupun Safe Family.
Meskipun
komputer atau ponsel anak telah berada pada moda Parental Control, penggunaan aplikasi-aplikasi tersebut tetap
membutuhkan pengecekan atau pengawasan. Orang tua tidak dapat sepenuhnya
mengandalkan perangkat lunak dalam memblokir konten pornografi saat anak
mengakses internet. Hal ini dikarenakan, di internet juga tersedia banyak tips
dan trik untuk membobol fitur Parental
Control. Bagi anak usia remaja, tidak sulit untuk mengikuti panduan dan
langkah-langkah untuk keluar dari moda Parental
Control. Sangat penting bagi guru dan orangtua bekerja sama dalam memberikan
pemahaman akan bahaya konten negatif di internet sedini mungkin saat peserta
didik mulai mengakses internet. Sehingga meskipun tidak diawasi, siswa akan
menghindari konten negatif tersebut atas kesadarannya sendiri.
4. Perangkat Lunak untuk Pembelajaran Abad XXI
Seperti
yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa pada pembelajaran abad ke-21 terdapat
4 keterampilan penting yang harus dikuasai. Keterampilan yang dikenal sebagai
4Cs tersebut adalah kreativitas dan inovasi (creativity
and innovation), Berpikir kritis dan penyelesaian masalah (creative thinking and problem solving), komunikasi
(communication), kolaboratif (collaboration).
Kreativitas
adalah kemampuan individu dalam menggunakan imajinasi dan berbagai kemungkinan
yang diperoleh karena interaksi dengan ide atau gagasan, orang lain serta
lingkungan, tentunya untuk membuat koneksi dan hasil yang baru juga memiliki
makna.
Perangkat
lunak yang dapat digunakan dalam proses kreativitas adalah sebagai berikut :
Comic Life[7]
Videoscribe[8]
Google
Slide[9]
Google
Draw[10]
Google
Quick Draw[11]
Michael
Scriven & Richard Paul menjelaskan bahwa berpikir kritis melibatkan proses
yang secara aktif dan penuh kemampuan untuk membuat konsep, menerapkan,
menganalisis, menyarikan, dan mengamati sebuah masalah yang diperoleh ataupun
diciptakan dari pengamatan, pengalaman, komunikasi dan lain sebagainya.
Teknologi
pada masa kini telah dapat mengakomodir peserta didik dan tenaga kependidikan
untuk bisa menuangkan proses tersebut. Beberapa perangkat lunak tersebut
adalah:
Freemind[12]
mindmeister[13]
Google
Jamboard[14]
ClickUp[15]
Perangkat
lunak komunikasi adalah aplikasi yang memungkinkan pengguna untuk bertukar
data, teks, audio, dan video melalui cloud
atau jaringan lokal dari berbagai perangkat.[16]
Lebih lanjut dikemukakan bahwa ada banyak keuntungan penggunaan teknologi
komunikasi ini, diantaranya adalah sebagai berikut:
·
Bekerja dari jarak jauh.
Suatu
kelompok kerja atau belajar tidak selalu berada pada tempat yang sama sehingga
dapat berkomunikasi terus menerus. Mereka membutuhkan alat komunikasi supaya
anggota kelompok tetap dapat berinteraksi, bekerja secara kolaboratif, atau
mengatasi situasi mendesak.
·
Meningkatkan produktivitas.
Dengan
komunikasi yang dilakukan secara efisien dan terus-menerus, produktivitas akan meningkat.
·
Menangkap informasi penting
Salah
satu keuntungan utama dari perangkat lunak komunikasi adalah ia bertindak
sebagai tempat penyimpanan data. Banyak aplikasi dapat merekam atau
mengarsipkan pertukaran pesan atau panggilan audio dan video. Kita dapat dapat
menangkap detail penting seperti pertanyaan siswa dan poin-poin diskusi.
·
Meminimalkan biaya
Komunikasi
secara langsung membutuhkan biaya yang besar. Komunikasi seluler lebih efisien.
Namun lebih efisien lagi jika menggunakan VoIP atau komunikasi lain yang
memanfaatkan jaringan internet. Contohnya aplikasi Whatsapp sangat lebih
efisien dibanding jika Anda berkirim pesan lewat SMS atau komunikasi audio
melalui jaringan seluler.
Beberapa
contoh perangkat lunak pada penguasaan kompetensi komunikasi adalah google
chat, google meet, zoom, webex, whatsapp, dan lainnya.
Google Chat[17]
Google Meet[18]
Zoom[19]
Webex[20]
Whatsapp[21]
Pemanfaatan
model pembelajaran kolaboratif akan banyak membantu siswa dalam kecepatan dan
kedalaman proses perolehan pengetahuan yang diinginkan. Peran TIK adalah
menjembatani dua pihak atau lebih yang akan bekerja bersama-sama baik dalam
satu lokasi maupun dalam jarak yang berjauhan. Melalui teknologi, siswa menjadi
setara kedudukannya dalam hal kontribusi pengetahuan. Ketika terkoneksi dengan
internet, mereka mendapatkan kesempatan yang sama untuk berbagi ide, informasi,
pengalaman, dan kemampuan. Hambatan utama untuk pembelajaran kolaboratif
virtual adalah kesulitan dalam mencapai kesepakatan ketika beragam sudut
pandang, batasan budaya, ketajaman pemikiran, atau gaya belajar kognitif dan
kerja yang berbeda.
Generasi
milenial lahir pada saat teknologi sudah
berkembang dan menjadikan ponsel cerdas,
komputer tablet, dan internet menjadi perangkat biasa yang digunakan
sehari-hari. Mereka terbiasa mencari jawaban tidak selalu dari orang yang lebih
pintar atau lebih dewasa, namun melalui teknologi yang secara cepat dapat
memberikan jawaban dan seringkali lebih komprehensif. Hal ini menuntut
perubahan teknik pembelajaran yang sebelumnya berpusat pada guru, menjadi
berpusat pada siswa.
Meskipun
konsep Student-centred learning (SCL) sudah muncul dua dekade yang lalu,
penerapannya makin dimudahkan dengan keberadaan TIK. Dalam SCL, guru atau dosen
merupakan dirigen dalam orkestra pencarian pengetahuan. Meskipun tidak
mendominasi kelas, para pendidik menguasai gambar besar peta pencarian para
siswanya.
Pendidik
dan peserta didik harus mengetahui aplikasi apa yang dapat digunakan dalam
proses bekerja secara kolaboratif. Platform sederhana untuk pekerjaan
kolaborasi seperti Google Drive, Dropbox, Microsoft Teams, dan Microsoft
OneDrive sering digunakan untuk menyimpan dan memperbarui dokumen agar bisa
diakses oleh anggota tim yang lain.
Platform
yang lebih lengkap seperti dalam Google
Workspace for Education, MS. Teams, Canva, Adobe, Wakelet, Paddlet, Moodle, dan
Curriki memungkinkan kolaborasi
secara langsung di internet secara langsung tanpa harus diunduh atau diunggah
terlebih dahulu. Layanan awan (cloud
services) tersebut menjadikan setiap orang tidak harus memiliki dokumen
atau bahkan memiliki komputer untuk bekerja. Salah satu contoh implementasi
dari aplikasi kolaboratif adalah guru di kota Aceh dapat membuat RPP atau bahan
ajar untuk peserta didik dengan bekerja sama dengan guru dari wilayah lainnya.
Transformasi dan pemerataan akses terhadap ilmu pengetahuan juga akan semakin
cepat.
Google
Workspace for Education[22]
MS. Teams dari
Microsoft[23]
Canva[24]
Adobe Creative
Cloud[25]
wakelet[26]
padlet[27]
Moodle[28]
Curriki[29]
5. Pembelajaran Jarak Jauh
Secara Luring
Pendidikan
jarak jauh adalah pendidikan formal berbasis lembaga yang peserta didik dan
instrukturnya berada di lokasi terpisah sehingga memerlukan sistem
telekomunikasi interaktif untuk menghubungkan keduanya dan berbagai sumber daya
yang diperlukan di dalamnya. Dalam pendidikan jarak jauh terdapat apa yang kita
kenal sebagai pembelajaran jarak jauh. Dengan masifnya teknologi komunikasi
maka akan sangat mudah melakukan pembelajaran jarak jauh ini. Pertanyaannya
adalah bagaimana dengan daerah dengan infrastruktur telekomunikasi yang tidak
memadai? Bisakah teknologi berperan? Jawabnya adalah bisa.
Beberapa
bentuk pembelajaran luring yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan teknologi
informasi diantaranya membuat e-modul, bahan bacaan elektronik, maupun membuat
media belajar audio (dengan teknik story
telling) maupun video yang kemudian bisa didistribusikan melalui media
penyimpanan seperti flashdisk maupun
CD.
E-Modul
E-modul
adalah modul versi elektronik dimana akses dan penggunaannya dilakukan melalui
alat elektronik seperti komputer, laptop, tablet atau bahkan smartphone. Teks pada e-modul dapat
dibuat menggunakan Microsoft Word. Tapi untuk menampilkan media yang interaktif,
e-modul harus dibuat menggunakan program e-book khusus seperti Flipbook Maker, ibooks Author, Calibre,
dan lain sebagainya.
Kelebihan
e-modul dari bahan ajar cetak adalah bahwa e-modul lengkap dengan media
interaktif seperti video, audio, animasi dan fitur interaktif lain yang dapat
dimainkan dan diputar ulang oleh siswa saat menggunakan e-modul. E-modul
dinilai bersifat inovatif karena dapat menampilkan bahan ajar yang lengkap,
menarik, interaktif, dan mengemban fungsi kognitif yang bagus. E-modul ini
tidak selalu berupa modul online yang terdapat pada website, tapi juga bisa berupa modul luring yang disimpan pada flashdisk.
Aplikasi
paling mudah untuk membuat e-modul misalnya dengan ispring suite juga dengan exe
learning. Perbedaan antara kedua aplikasi tersebut adalah soal lisensi.
Yang pertama bersifat proprietary[30] sementara yang
kedua bersifat open source[31].
Gambar tampilan depan
Ispring Suite.
Gambar tampilan depan exe
learning.
Kecuali
memang telah membeli lisensi, sebaiknya untuk membuat e-modul adalah
menggunakan aplikasi yang legal. Seandainya tidak dapat membeli dikarenakan
mahalnya lisensi tersebut, maka dapat menggunakan aplikasi yang bersifat open source. Semisal dengan menggunakan
exe learning, maka dapat dibuat e-modul yang berbentuk epub[32] maupun dalam
bentuk single HTML file, sehingga file tersebut dapat disimpan pada
flashdisk maupun media penyimpanan lainnya.
Media Pembelajaran A/V (Audio Video)
Media
belajar yang bisa dikembangkan
secara luring dengan memanfaatkan TIK adalah yang bersifat audio maupun video.
Media audio dengan metode storytelling
tentunya sangat menarik bagi siswa SD. Aplikasi open source yang bisa digunakan adalah audacity. Aplikasi ini sangat ringan sehingga bisa dioperasikan
pada komputer dengan spesifikasi rendah sekalipun.
Gambar tampilan muka
Audacity
Dengan
aplikasi ini dan dengan memanfaatkan mic
yang ada pada laptop maka akan dapat dibuat media berbasis audio yang bisa
disimpan dalam berbagai macam format dari mp3
hingga ogg. Selain itu audio
tersebut dapat langsung diedit dan ditambahkan berbagai efek. Setelah media
tersebut dibuat, media dapat dibagikan pada macam-macam media penyimpanan.
Media
lain yang dapat dikembangkan adalah video. Meskipun membutuhkan proses yang
lebih rumit dalam pembuatannya, tapi dalam bentuk yang sederhana bisa juga
dibuat sendiri sebagai media atau sumber belajar. Bahkan dengan smartphone video pembelajaran sederhana
bisa dibuat. Beberapa aplikasi seperti Open
camera yang bersifat open source dapat digunakan dalam pembuatan video
tersebut. Apabila menggunakan komputer maka bisa mencoba aplikasi seperti Open shot.
Gambar aplikasi openshot
Beberapa
video bahkan sudah dalam bentuk yang sudah jadi, yang tinggal diunduh, simpan
dalam flashdisk dan didistribusikan.
Salah satu penyedia adalah pada laman rumah belajar Kemdikbud pada tautan
berikut: https://sumber.belajar.kemdikbud.go.id/
6. Penutup
Anda
sudah berada pada bagian akhir modul tentang Pemanfaatan Teknologi Informasi
Guna Mendukung Pembelajaran Ditengah Pandemi. Setelah membaca modul ini
diharapkan Bapak/Ibu guru peserta pelatihan dapat memahami secara menyeluruh
apa yang diuraikan di dalamnya, dengan pemahaman tersebut akan menjadi bekal
dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang bermutu, yaitu kesesuaian, daya
tarik, efektivitas, efisiensi, dan produktivitas pembelajaran serta bermakna
bagi para peserta didik. Kemampuan-kemampuan yang bapak/ibu guru kuasai setelah
mempelajari modul ini sedikit banyak
akan menambah wawasan, pengetahuan, dan kecakapan yang mungkin akan berguna
dalam membimbing siswa dan bagi diri-sendiri dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran.
Semoga
bahan modul ini mampu memfasilitasi kinerja segenap peserta, tidak saja pada
saat pendidikan dan latihan (diklat), tetapi pada saat bapak/ibu guru
melaksanakan tugas di daerah masing-masing. Modul ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu, kami selaku penyusun berharap saran dan kritik yang
konstruktif untuk kesempurnaan modul ini.
D. Aktivitas Pembelajaran
E. Penilaian
1. Secara umum ada tiga alasan
mengapa dunia pendidikan harus menerapkan teknologi informasi dan komunikasi
(TIK). Alasan tersebut adalah ….
A. ekonomi, sosial, dan andragogi
B. ekonomi, sosial, dan
pedagogi
C. ekonomi, sosial, dan politik
D. ekonomi, andragogi,
dan pedagogi
2. Pembelajaran di masa Pandemi
Covid-19 terutama area zona merah tidak mungkin dilaksanakan dengan menggunakan
metode tatap muka. Salah satu pilihan pembelajaran yang dapat dilakukan adalah
melalui metode jarak jauh dengan menggunakan Learning Management System (LMS).
Salah satu LMS yang dapat digunakan untuk melaksanakan PJJ secara daring adalah
….
A. Google Form
B. Google Classroom
C. Exe Learning
D. Machine Learning
3.
Konsep Student-centred learning (SCL) sebagai salah satu
model pembelajaran kolaboratif
dapat dilakukan dengan kemajuan teknologi yang ada pada saat ini. Dibawah ini
aplikasi yang memungkinkan terjadinya pembelajaran kolaboratif secara daring
adalah ….
A. Google Docs
B. Google Form
C. Microsoft Word
D. Microsoft Excel
4. Beberapa
bentuk pembelajaran luring yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi diantaranya adalah ….
A. e-modul
B. e-mail
C. e-learning
D. e-commerce
F. Referensi
Ariyana, Yoki. dkk. 2013. Buku Pegangan Pembelajaran Berorientasi pada
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi. Jakarta : Ditjend Guru dan Tenaga
Kependidikan, Kemendikbud RI.
https://datareportal.com/reports/digital-2020-indonesia
https://www.criticalthinking.org/pages/defining-critical-thinking/766.
Mulyadi. 2016. Sistem
Akuntansi. Salemba : Jakarta.
Kadir, Abdul. 2014. Pengenalan
Sistem Informasi. Edisi Revisi. Andi : Yogyakarta
Kadir, Abdul. dan
Terra Ch. Triwahyuni.
2013. Pengantar Teknologi
Informasi. Edisi Revisi. Andi
: Yogyakarta.
"Pandemi
Covid-19, Mendikbud: Saatnya Manfaatkan ...." 2 Jul. 2020,
https://kabar24.bisnis.com/read/20200702/79/1260858/pandemi-covid-19-mendikbud-saatnya-manfaatkan-teknologi-dengan-optimal.
Accessed 14 Aug. 2020.
"Pandemi
Covid-19, Momentum bagi Guru untuk Mengakrabi ...."
https://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/pr-01375366/pandemi-covid-19-momentum-bagi-guru-untuk-mengakrabi-teknologi.
Accessed 15 Aug. 2020.
“Pandemi
Covid-19 Momentum Adaptasi Pendidikan Era i4.0 ...." 21 May. 2020,
https://www.kemenkopmk.go.id/pandemi-covid-19-momentum-adaptasi-pendidikan-era-i40.
Accessed 15 Aug. 2020.
Saifuddin
Chalim & E. Oos M. Anwas. Jurnal Penyuluhan, Maret 2018 Vol. 14 No. 1
Sartana
& Nelia Afriyeni, Jurnal Psikologi Insight Vol.1, No.1, Departemen
Psikologi UPI, April 2017: hlm 25-29.
Sutabri, Tata. 2014.”Pengantar Teknologi Informasi”. Edisi
Pertama. Penerbit Andi. Yogyakarta.
OECD. 2001. Learning to Change: ICT in Schools. Paris: OECD Publications.
[1] OECD. 2001. Learning
to Change: ICT in Schools. Paris: OECD Publications.
[2] Ariyana, Yoki. dkk. 2013. Buku Pegangan Pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan Berpikir
Tingkat Tinggi. Jakarta : Ditjend Guru dan Tenaga Kependidikan, Kemendikbud
RI.
[3] Sutabri, Tata. 2014.”Pengantar Teknologi Informasi”.
Edisi Pertama. Penerbit Andi. Yogyakarta
[4] Abdul
Kadir dan Terra
Ch. Triwahyuni. 2013. “Pengantar Teknologi
Informasi”. Edisi Revisi.
Penerbit Andi. Yogyakarta.
[5] Saifuddin Chalim & E. Oos M. Anwas. Jurnal
Penyuluhan, Maret 2018 Vol. 14 No. 1
[6] Sartana & Nelia Afriyeni, Jurnal Psikologi
Insight Vol.1, No.1, Departemen Psikologi UPI, April 2017: hlm 25-29.
[7] “Comic Life” http://www.comiclife.com Diakses pada 29 April 2021
[8] “VideoScribe” https://www.videoscribe.co/en Diakses pada 30 April 2021
[9] "Google Slides: Free Online Presentations for
Personal Use." https://www.google.com/slides/about/. Diakses pada 3 Mei. 2021.
[10] "Google Drawings - create diagrams and charts,
for free.." https://docs.google.com/drawings/. Diakses pada 3 Mei. 2021.
[11] "Google Quick Draw." https://quickdraw.withgoogle.com/. Diakses pada 3 Mei. 2021.
[12] “Freemind” http://freemind.sourceforge.net/wiki/index.php/Main_Page Diakses pada tanggal 29 April 2021
[13] “Mindmeister” https://www.mindmeister.com Diakses pada tanggal 29 April 2021
[14] "Google Jamboard: Collaborative Digital
Whiteboard | Google ...." https://edu.google.com/products/jamboard/.
Diakses pada 3 Mei. 2021.
[15] “ClickUp” https://clickup.com Diakses pada tanggal 29 April 2021
[16] “What Is Communications Software?” https://financesonline.com/communications-software-analysis-features-benefits-pricing Diakses pada 23 April 2021.
[17] "What can you do with Chat? - Google Workspace
Learning Center." https://support.google.com/a/users/answer/9300511?hl=en. Diakses pada 3 Mei. 2021.
[18] "Meet - Google." https://meet.google.com/. Diakses pada 3 Mei. 2021.
[19] "Zoom: Video Conferencing, Web ...." https://zoom.us/. Diakses pada 3 Mei. 2021.
[20] "Cisco Webex." https://www.webex.com/. Diakses pada 3 Mei. 2021.
[21] "WhatsApp." https://www.whatsapp.com/. Diakses pada 3 Mei. 2021.
[22] "Google Workspace." https://workspace.google.com/intl/id/. Diakses pada 29 Maret 2021.
[23] "Video Conferencing, Meetings, Calling |
Microsoft Teams." https://www.microsoft.com/en-us/microsoft-teams/group-chat-software. Diakses pada 29 Maret 2021.
[24] "Kolaborasi & Buat Desain Grafis ...." https://www.canva.com/id_id/. Diakses pada 29 Maret 2021.
[25] “Adobe Creative Cloud” https://www.adobe.com/sea/creativecloud.html Diakses pada 20 April 2021
[26] "Wakelet." https://wakelet.com/. Diakses pada 29 Maret 2021.
[27] "Padlet." https://id.padlet.com/. Diakses pada 29 Maret 2021.
[28] "Moodle: Online Learning with the World's Most
Popular LMS." https://moodle.com/. Diakses pada 29 Maret 2021.
[29] "Curriki." https://www.curriki.org/. Diakses pada 29 Maret 2021.
[30] Proprietary
software atau yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia
artinya software dengan hak milik. Adalah software yang kode programnya tidak
dibagikan secara terbuka atau disebut juga dengan Closed source. Kebanyakan proprietary software memiliki hak cipta (Copyright).
Copyright ini biasanya sama seperti
layaknya hak cipta pada musik. Pengguna tidak boleh secara sembarangan
menggandakan data musik. Orang yang melanggar ketentuan ini dapat dikenakan
hukuman.
[31] Open
source atau yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia
berarti sumber
terbuka adalah perangkat lunak yang kode sumbernya (source code) bisa didapatkan secara bebas melalui berbagai
media seperti internet, CD, atau USB
Stick.
[32] Apa itu epub? Epub adalah format buku digital dan telah menjadi standar
resmi IDPF (International Digital Publishing Forum). Epub dibuat berdasarkan bahasa
HTML dan XHTML dan bersifat terbuka sehingga boleh digunakan oleh perangkat
apapun.